You are on page 1of 2

THE SAFETY OF DENTAL EXTRACTIONS IN PATIENTS WITH HAEMOPHILIA Aisha M, Asyidqyana I, Indah L, Maya G, Oktalia I, Oshada D.

Abstract Hemophilia is an X-linked recessive disorder have characterized by absence or presence of insufficient amounts of functional factor VIII or factor IX in plasma resulting in bleeding. It manifest as excessive bleeding into skin, soft tissue, muscle and solid organ. In oral, it manifest as spontaneous bleeding gingiva, petechiae, ekimosis, spider angioma, ulceration in mucosa, hemarthrosis TMJ and pseudo tumor . Hemophilia can detected with several test, it has normal trombosit, normal Bleeding Time (BT), normal Protrombin Time (PT), and prolonged Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Patient hemophilia have a different dental management for their safety. Key word : bleeding, dental management, hemophilia, X-linked recessive Pendahuluan Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X, sehingga lebih banyak terjadi pada pria, sedangkan wanita umumnya hanya pembawa sifat (carrier) atau dapat menjadi penderita hemofilia jika memperoleh kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu carrier (Sherwood, 2001). Hemofilia terbagi atas tiga jenis, yaitu hemofilia A, B dan C. Hemofilia A dan B diturunkan secara X-linked recessive, sedangkan hemofilia C diturunkan secara autosomal resesif. Hemofilia disebabkan karena defisiensi atau disfungsi faktor VIII pada hemofilia A, faktor IX pada hemofilia B, dan faktor XI pada hemofilia C (Riyanti, 2010). Kejadian hemofilia A 4-8 kali lebih banyak dibanding hemofilia B karena angka harapan hidupnya lebih tinggi yaitu 1:10.000, sedangkan pada penderita hemofilia B hanya 1:25.000 yang lahir hidup. Prevalensi hemofilia di Indonesia diperkirakan 20.000, sedangkan jumlah yang tercatat tahun 2011 hanya 1.236 orang atau sekitar 5% (Suega, 2006). Diagnosis hemofilia ditegakkan melalui riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Pemeriksaan fisik pada pasien hemofilia menunjukkan manifestasi oral seperti perdarahan gingiva spontan; perdarahan di palatum mole, lidah, dan mukosa pipi seperti petechiae, ekimosis, spider angioma, serta ulserasi jaringan mukosa; hemarthrosis TMJ; dan pseudo tumor (Riyanti, 2010). Tes laboratorium seperti hitung trombosit, Bleeding Time (BT), Protrombin Time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) digunakan untuk mengidentifikasi penyebab potensial perdarahan (Suega, 2006). Tabel 1.1 Hasil Tes Laboratorium Kemungkina PT APTT n kondisi Normal Normal Normal Hemofilia A Normal Memanja ng dan B Sumber : Suega, 2006 dan direncanakan tindakan pembedahan spesifik, pasien diberikan faktor VIII secara intravena beberapa jam sebelum prosedur pembedahan. Tindakan diawali dengan ekstraksi gigi 13 dan 14. Kemudian gigi 16, namun akar mesiobukalnya fraktur dan tertinggal di sinus maksilaris saat proses ekstraksi. Prosedur Caldweel-Luc dilakukan untuk memindahkan fragmen akar tersebut dan dilakukan teknik Berger untuk menutup area oro-antral yang terhubung, serta penjahitan dengan benang yang dapat diabsorpsi. Pasien diresepkan OAINS untuk mengontrol rasa sakit dan radangnya, obat dekongestan untuk mengurangi efek dari reaksi sinus maksilaris paska pembedahan, dan antifibrinolitik. Pasien diinstruksikan untuk mengencerkan obat antifibrinolitiknya yaitu asam traneksamat dalam 30 ml air yang telah didestilasi dan didesiskan perlahan di dalam mulut selama beberapa menit sebelum ditelan dengan tujuan untuk meningkatkan efek topikal dan sistemik dari obat tersebut. Pasien harus menjalani diet makanan dingin dan liquid selama 2 hari. Analgesik jenis aspirin atau komponennya harus dihindari. Pasien diawasi secara ketat bilamana terjadi perdarahan yang berkelanjutan. Tiga hari paska-operasi, area dari bekuan luka mengalami perkembangan menjadi 1x2x0,5 cm dan 14 hari paska-operasi didapati lukanya sudah sembuh dan bekuan luka sudah hilang. Pembahasan Berdasarkan laporan kasus, sebelum dilakukan prosedur pembedahan perlu diketahui seberapa besar keparahan hemofilia yang diderita. Hemofilia dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu : Tabel 1.2 Tingkatan hemofilia Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah Kurang 1 % dari normalnya Berat 1 % - 5 % dari normalnya Sedang 5 % - 30 % dari normalnya Ringan Sumber : Sudoyo, 2009 Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.

BT Normal Normal

Hitung Trombosit Normal Normal

Pasien hemofilia perlu diperhatikan dalam setiap tindakan kedokteran gigi, karena sebagian besar tindakan yang dilakukan dapat menyebabkan perdarahan, berikut dilaporkan pasien hemofilia yang mendapat perawatan pencabutan gigi. Kasus Seorang pasien berusia 24 tahun yang mengalami hematemesis dirujuk ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut untuk mengevaluasi dan merawat keluhan utamanya. Setelah konsultasi, pasien didiagnosa mengidap karies gigi multipel

Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi. Kasus ini membahas mengenai prosedur pembedahan pada pasien hemofilia. Semua pembedahan dalam kedokteran gigi dapat dilakukan pada pasien hemofilia dengan tahapan penatalaksanaan sebagai berikut : 1. Rencana perawatan a. Melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi. b. Memastikan profilaksis berfungsi baik selama multiple extraction, dengan pecabutan maksimal 2 gigi pada pertemuan pertama (Brewer, 2006). c. Mengobservasi kondisi perdarahan pasien paska pencabutan (Brewer, 2006). d. Mengetahui tindakan apa saja yang memerlukan faktor koagulan atau desmopresin sebagai anti hemostatik. e. Menentukan agen hemostatis lokal yang tepat. Dianjurkan tidak menggunakan fibrin glue pada pasien yang belum pernah transfusi darah atau sudah pernah mendapatkan faktor rekombinan VIII maupun IX untuk mencegah transmisi viral (Brewer, 2006). f. Antibiotik hanya diberikan pada pasien yang mengalami infeksi sebelum perawatan (Little, 2008). 2. Periode perioperatif a. Memastikan oral higiene pasien baik, dengan cara menghilangkan kalkulus dan plak, serta penggunaan obat kumur seperti chlorhexidine (Brewer, 2006). b. Menggunakan agen fibrinolisis seperti asam traneksamat (3x/hari untuk dewasa), Epsilon Aminocaproic Acid 50 mg 4x/hari selama seminggu sebelum pembedahan (Brewer, 2006). 3. Periode intraoperatif a. Pasien berkumur dengan klorheksidin 2 jam sebelum pemberian anastesi lokal (Brewer, 2006). b. Semua anestetikum dengan kandungan epinephrine 1 : 1000 dapat digunakan (Little, 2008). c. Teknik anestesi lokal yang tidak memerlukan anti hemostatik yaitu anestesi infiltrasi bukal, intrapapilary, dan intraligamen, sedangkan yang perlu diberikan anti hemostatik adalah blok mandibula dan infiltrasi lingual (Riyanti, 2010). d. Melakukan tindakan ekstraksi dengan trauma seminimal mungkin. e. Menjahit soket gigi bila gingival margin terbuka. Penjahitan dengan benang non-absorpsi kemungkinan terjadi perdarahan saat benang diambil (Brewer, 2006). f. Menggunakan hemostatik lokal seperti oxidized cellulose atau lem fibrin (Brewer, 2006). g. Menggunakan selembar bahan pelindung berbahan vacuum lembut untuk melindungi soket (Brewer, 2006). 4. Periode postoperatif a. Pasien dilarang berkumur dan merokok selama 24 jam. b. Pasien diet makanan lunak, dan tidak beraktivitas berat selama 1 hari.

c. Pasien berkumur air garam (1 sendok teh garam dilaru tkan dalam 1 gelas air hangat) 4x/hari dimulai satu hari setelah ekstraksi selama 7 hari (Brewer, 2006). d. Memakai obat kumur antibakterial. e. Mengkonsumsi obat sesuai instruksi. Nyeri gigi paska operasi dapat diatasi dengan parasetamol atau asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari karena menghambat agregasi platelet. Pemberian NSAID harus berkonsultasi dengan ahli hematologi karena dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Pemakaian antibiotik paska perawatan menyebabkan perdarahan yang melambat, kecuali golongan -laktam karena dapat mengikat membran platelet sehingga membantu proses pembekuan darah. Kesimpulan Pasien dengan hemofilia perlu dideteksi sedini mungkin sebelum melakukan tindakan kedokteran gigi karena sebagian besar dari tindakan tersebut menimbulkan perdarahan, salah satunya adalah tindakan pencabutan gigi. Hal ini dapat diketahui melalui anamnesa, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Tindakan pencabutan gigi pada penderita hemofilia dapat dilakukan dengan menyusun rencana perawatan yang tepat demi meminimalisir terjadinya perdarahan (Little, 2008). Daftar Pustaka Brewer, A.,dkk. 2006. Guidelines for Dental Treatment of Patients with Inherited Bleeding Disorders. Dalam http://www.wfh.org/2/docs/Publications/Dental_Care/TO H-40_Dental_treatment.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2012. Little, J.W.,dkk. 2008. Dental Management of the Medically Compromized Patient 7th Ed. Canada : Elsevier. Riyanti, E. 2010. Gangguan Perdarahan Pada Perawatan Gigi dan Mulut. Dalam http://pustaka.unpad.ac.id/wp content/upload/2010/06/gangguan_pendarahan_pada_per awatan_gigi.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2012. Scully, C.,dkk. 2008. Oral Care For People With Hemophilia Or A Hereditary Bleeding Tendency Edisi Kedua. Canada: World Federation Of Hemophilia. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi Kedua. Jakarta: EGC Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing Suega,K.,dkk. 2006. Seorang Penderita Hemofilia dengan Pendarahan Masif. Dalam http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/seorang%20penderita% 20hemofilia%20ringan%20dengan%20perdarahan%20m asif%20(dr%20renny).pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2012.

You might also like