You are on page 1of 73

ANALISIS SPASIAL KUALITAS AIR SUNGAI BERDASARKAN PARAMETER FISIK DI SEPANJANG KRUENG DAROY BANDA ACEH

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh :

MULYANI 0608102010010

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUNA ALAM

UNIVERSITAS SYIAHKUALA
DARUSSALAM- BANDA ACEH April 2012

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang kualitas air dari hulu sampai ke hilir di sepanjang Krueng Daroy Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kualitas air sungai berdasarkan parameter fisik dan mengidentifikasikan sumber pencemaran akibat pembuangan limbah dari pemukiman di sepanjang Krueng Daroy secara spasial. Pengukuran temperatur, kekeruhan, warna, pH, bau, TDS, konduktivitas listrik, alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah termometer, turbiditi meter, spektrofotometer, pH meter, TDS meter, dan konduktiviti meter. Parameter temperatur dan bau pengukurannya dilakukan langsung di lapangan, sedangkan parameter yang lain pengukurannya dilakukan di Laboratorium. Parameter fisik air di daerah hulu sungai mempunyai kualitas air yang memenuhi standar Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002 yang layak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan daerah hilir kualitas air terindikasi tercemar, kecuali parameter temperatur, TDS, dan konduktivitas listrik. Berdasarkan pengamatan langsung dilokasi penelitian, parameter bau, kekeruhan, warna dan pH umumnya tercemar oleh limbah rumah tangga, pasar, pembuangan instalasi perkotaan, pabrik tahu, doorsmeer, bengkel serta limbah organik dan anorganik yang terdapat di sepanjang Krueng Daroy. Kata Kunci: Kualitas air, parameter fisik, pencemaran, temperatur, kekeruhan, warna, pH, bau, TDS dan konduktivitas listrik.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam penulis hantarkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa secercah cahaya sehingga kita dapat menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan seperti saat ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhri yang berjudul Analisis Spasial Kualitas Air Sungai Berdasarkan Parameter Fisik di Sepanjang Krueng Daroy Banda Aceh Penelitian ini dilakukan karena selama ini masyarakat yang berada di Kecamatan Aceh Besar dan Kota Banda Aceh belum mengetahui secara detil tentang kualitas air Krueng Daroy yang selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk melengkapi tugas-tugas guna memperoleh gelar sarjana sains di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala. Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Dengan tidak mengurangi rasa hormat yang sebesar-besarnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan ribuan terima kasih kepada orang tua tercinta Ayahanda M. Yusuf Thaib dan Ibunda Ummidiah, serta kepada abang Dek, Kakak Marliah dan Hudaimah dan kepada adik Suryani, Nur Isna Wati dan Fera Wati serta kepada Cecek M. Nasir S dan Hasnah dan kepada sepupu Zainal Abidin, Nurjannah dan Sri Wahyuni yang telah banyak membantu dan mendukung segala kegiatan-kegiatan penulis selama masa studi, penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini. Terima kasih juga kepada keponaan- keponaan tercinta Iqbal dan Faidul serta keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan dukungan yang berarti bagi penulis. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat masukan dan arahan dari berbagai pihak, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya yang sebesarbesarnya, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Hizir sebagai Dekan Fakultas MIPA. 2. Bapak Nazli Ismail, Ph. D selaku Ketua Jurusan Fisika dan Pembimbing Utama. 3. Bapak Marwan M,T. selaku Pembimbing Pembantu. 4. Bapak Dr. Nasrullah, S. Si., MT sebagai Sekretaris Jurusan Fisika. 5. Ibu Zulfalina, M. Si sebagai koordinator TA yang telah banyak membantu untuk kelancaran peyusunan skripsi. 6. Bapak Drs. Kurnia Lahna.M.T, bapak Rajibussalam,M.Info.Tech serta bapak Dr.Muhammad Syukri. MT selaku Dosen penguji 7. Bapak, Dr.Ir Ismail AB, M. Sc sebagai Dosen Pembimbing Akademik. 8. Seluruh dosen dan staf pengajar di Jurusan Fisika, FMIPA Unsyiah. 9. Kak Vita dan kak Vikah selaku Staf Administrasi Jurusan Fisika, FMIPA Unsyiah. 10. Sahabat-sahabatku Rahmah, Risma, Rahimi, Nanda, Fevi, Naylus, Putri, Bang Kindi, Bang Deni, Uty, Samsinah, Novi, Ros dan seluruh mahasiswa angkatan 2006, 2005, 2007 yang selalu setia mendampingi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyank kekurangan dan kesalahan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kemampuan serta ilmu pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kita semua. Amin Ya Rabbalalamin.

Banda Aceh, April 2012 Penulis,

(Mulyani)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul ................................................................................................. i Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii Abstrak/Abtract ................................................................................................ iii Kata Pengantar ................................................................................................ iv Daftar Isi.......................................................................................................... vi Daftar Tabel .................................................................................................... viii Daftar Gambar ................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ..................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Wilayah Penelitian ...................................................... 2.2. Air .................................................................... .......................... 2.3. Sumber Air Bersih ..................................................................... 2.3.1. Laut (air laut) ................................................................... 2.3.2. Darat (air darat) ................................................................ 2.3.3. Air atmosfer (air angkasa) ............................................... 2.4. Sifat-sifat Air ............................................................................. 2.4.1. Sifat air sebagai benda alami ........................................... 2.4.2. Sifat air karena lingkungan .............................................. 2.5. Karakteristik Air dari Parameter Fisika ...................................... 2.5.1. Kekeruhan ........................................................................ 2.5.2. Temperatur ....................................................................... 2.5.3. Warna ................................................................................ 2.5.4. Bau dan rasa ..................................................................... 2.5.5. pH ..................................................................................... 2.5.6. Solid (zat padat) ............................................................... 2.4.7. Konduktivitas listrik ........................................................ 2.6. Karakteristik Air dari Parameter Kimia ...................................... 2.7. Karakteristik Air dari Parameter Biologi ................................... 2.8. Sektor-sektor Penggunaan Air ................................................... 2.8.1. Pertanian ......................................................................... 2.8.2. Industri ............................................................................ 2.9. Pencemaran Krueng Daroy .........................................................

1 3 3 4

5 6 7 8 8 9 10 10 11 11 11 12 12 13 13 13 14 15 17 17 17 18 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian. ................................................... 3.2. Jadwal Penelitian................................................................... .....

21 22

3.3. Alat dan Bahan Penelitian........................................................... 3.4. Cara Kerja ................................................................................... 3.4.1. Tahap pengambilan sampel ............................................. 3.4.2. Tahap pengukuran parameter fisik .................................. 3.5. Diagram Alir Penelitian .............................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koleksi Data. .............................................................................. 4.2. Analisa Data dan Pembahasan .................................................... 4.2.1. warna ................................................................................ 4.2.2. Temperatur ....................................................................... 4.2.3. Kekeruhan ......................................................................... 4.2.4. Bau .................................................................................... 4.2.5. pH ..................................................................................... 4.2.6. Total Dissolved solid (TDS) ............................................ 4.2.7. Konduktivitas listrik ........................................................ 4.3. Hubungan Kekeruhan dengan Warna ......................................... 4.4. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan TDS ........................... 4.5. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan pH ............................ 4.5. Hubungan TDS dengan Kekeruhan ........................................... BAB V PENUTU 5.1. Kesimpulan.................................................................................... 5.2 Saran .............................................................................................. DAFTAR KEPUSTAKAAN .........................................................................

22 27 27 28 30

32 35 35 41 44 49 51 53 56 58 60 62 63

65 66 67

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum dari Parameter Fisik Jadwal Penelitian ......................................................................... Data Penelitian Air Krueng Daroy saat Cuaca Cerah ................... Data Penelitian Air Krueng Daroy saat Cuaca Hujan ................... Analisis Temperatur Air Krueng Daroy pada saat Cuaca Cerah . Analisis Temperatur Air Krueng Daroy pada saat Cuaca Hujan . . 15 22 33 34 42 42

DAFTAR GAMBAR

Halaman Siklus Hidrologi ...................................................................... 7 Pencemaran Air Krueng Daroy oleh Limbah Rumah Tangga . 19 Pencemaran Air Krueng Daroy oleh Limbah Industri ............. 20 Peta Lokasi Penelitian ............................................................. 21 Hilir Krueng Daroy................................................................... 23 Botol Sampel ............................................................................ 23 GPS Garmi 76........................................................................... 24 pH Meter .................................................................................. 24 Turbiditymeter ......................................................................... 25 Termometer ............................................................................. 25 Spectrophotometer ................................................................... 26 Conductivitas Meter ................................................................ 26 Kamera Digital ........................................................................ 27 TDS Meter ............................................................................... 27 Diagram Alir Penelitian ........................................................... 31 Grafik Tingkat Kualitas air Krueng Daroy terhadap Warna .... 37 Sumbe Pencemaran MCK yang dapat Mempengaruhi Warna di dalam Air............................................................................... . 41 Gambar 4.3. Grafik Selisih antara Temperatur Udara dan Air ..................... 43 Gambar 4.4. Keadaan Lingkungan yang Mempengaruhi Temperatur Air dan Udara.................................................................................. 44 Gambar 4.5. Grafik Tingkat Kualitas Air Krueng Daroy terhadap Kekeruhan................................................................................ 46 Gambar 4.6. Pencemaran Sisa Detergen Mempengaruhi Kualitas Kekeruhan di dalam Air.............................................................................. 49 Gambar 4.7. Sumber Pencemaran Organik dan Anorganik dapat Menyebabkan Bau dalam Air................................................... 50 Gambar 4.8. Grafik Tingkat Kualitas Air Krueng Daroy terhadap pH ......... 52 Gambar 4.9. Sumber Limbah Pabrik Tahu Mempengaruhi nilai pH di dalam Air.................................................................................. 53 Gambar 4.10. Grafik Tingkat Kualitas Air terhadap TDS .............................. 53 Gambar 4.11. Grafik Tingkat Kualitas Air terhadap Konduktivitas Listrik ... 56 Gambar 4.12. Hubungan Kekeruhan dengan Warna Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Hujan.............................................................. 59 Gambar 4.13. Hubungan Kekeruhan dengan Warna Pengambilan sampel Pada saat Cuaca Cerah.............................................................. 59 Gambar 4.14. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan TDS pengambilan Sampel pada saat Cuaca Cerah ................................................. 61 Gambar 4.15. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan TDS Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Hujan................................................. 61 Gambar 4.16. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan pH Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Cerah ................................................. 62 Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar 3.10. Gambar 3.11. Gambar 3.12. Gambar 4.1. Gambar 4.2.

Gambar 4.17. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan pH Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Hujan................................................. Gambar 4.18. Hubungan TDS dengan kekeruhan Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Cerah .............................................................. Gambar 4.19. Hubungan TDS dengan kekeruhan Pengambilan Sampel pada saat Cuaca Hujan..............................................................

63 64 64

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting

bagi semua kehidupan makhluk hidup. Tanpa adanya air di bumi ini maka kehidupan tidak pernah terjadi (Gabriel 2001). Secara umum banyaknya air yang ada di planet ini adalah sama walaupun manusia, binatang dan tumbuhan banyak menggunakan air untuk kebutuhan hidupnya. Seluruh proses metabolisme dalam tubuh makhluk hidup berlangsung dalam media air. Di dalam air terdapat unsur mineral yang diperlukan untuk perkembangan atau pertumbuhan fisik manusia, karena sel makhluk hidup terdiri dari air. Kandungan air bagi setiap tubuh sangat bervariasi misalnya jaringan otot sekitar 7,5%, jaringan lemak sekitar 2% dan darah sekitar 90%. Air merupakan bahan pelarut di dalam tubuh dan membantu pelembutan makanan. Unsur mineral yang terdapat dalam air antara lain adalah: Ca, Mg, K (Lingsley, 1991). Air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari alam, Air yang berasal dari alam selalu mengalami suatu siklus yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidrologi yaitu siklus ilmiah yang mengatur dan memungkinkan tersedianya air permukaan (sungai, danau, dan sumur) dan air tanah. Sumber utama air adalah mata air di hulu yang berasal dari pengunungan akibat adanya curah hujan yang tinggi di pengunungan dan selanjutnya akan bermuara ke hilir di lautan dengan membentuk aliran yang dikenal sebagai sungai. Sungai yang terbentuk dari aliran air dari hulu tersebut kondisinya berbeda di setiap wilayah, hal ini diakibatkan oleh faktor geologi dan lingkungan alirannya. Air yang terdapat pada sungai terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, dan limpahan bawah tanah. Kemanfaatan yang terbesar dari sungai sebagai kebutuhan rumah tangga, irigasi pertanian, bahan baku air minum, industri, serta memiliki potensi untuk dijadikan sebagai objek wisata sungai. Di samping kemanfaatannya adakalanya sungai dapat disalah fungsikan sebagai tempat pembuangan air limbah buangan yang berasal dari limbah rumah tangga, limbah rumah sakit dan limbah industri yang ada

di sekitar alirannya, sehingga aliran tersebut dapat menimbulkan polutan dan mencemari aliran sungai. Sumber pencemaran air ataupun polusi air secara buatan disebabkan oleh beberapa sumber seperti limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan penebangan hutan yang mengakibatkan terbentuknya air comberan. Adanya air comberan dalam air sungai akan meningkatkan kandungan nutrien yang dapat berkurangnya oksigen di dalam air sehingga berdampak parah terhadap seluruh ekosistem air. Berbagai macam polutan industri yang terdapat di dalam sungai seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien, padatan sehingga menyebabkan timbulnya efek terma pada air sungai. Krueng Daroy merupakan sungai yang terletak di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, yang berhulu di Gunung Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar yang terletak pada titik koordinat N 05026.47 dan E 0,95018.089, sedangkan hilirnya berada di Kota Banda Aceh, dengan posisi sebelah barat berbatasan dengan jembatan pante pirak dan sebelah timur berbatasan dengan kantor Polisi Militer Daerah Militer Iskandar Muda (KODAM IM) dengan titik koordinatnya N 05033.196 dan E 095019.25. Krueng Daroy merupakan salah satu sungai yang digunakan oleh PDAM Tirta Montala sebagai sumber air baku yang diolah untuk disalurkan ke masyarakat, selain itu air Krueng Daroy juga digunakan oleh masyarakat yang berada di pinggirannya untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian dan perikanan. Potensi air baku yang baru dimanfaatkan hanya sebagian kecil saja, namun sebagian besar potensi air Krueng Daroy terbuang percuma sehingga tidak efektif, karena sumber daya air ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal dan yang baru dimanfaatkan hanya pada hulunya saja yaitu untuk kebutuhan PDAM yang bersumber mata air di Mata Ie. Ditinjau dari lingkungan sekitar Krueng Daroy tersebut diprediksikan telah tercemar oleh banyaknya polutan yang diakibatkan oleh limbah organik dan anorganik yang berada di sepanjang sungai yang limbah di buang ke dalam Krueng Daroy oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Mengingat pentingnya fungsi Krueng Daroy bagi sebagian warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, maka perlu dilakukan penelitian atau pengamatan terhadap pencemaran dan kualitas air Krueng Daroy secara spasial, serta untuk mengetahui di daerah mana saja

yang banyak terjadi pencemaran dan kualitas air Krueng Daroy dengan pengujian analisis tiap-tiap parameter fisik seperti pH, bau, warna, konduktivitas listrik, TDS (total dissolved solids), dan kekeruhan yang digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh penduduk di sekitarnya serta untuk mengetahui hubungan antar parameter fisik satu dengan parameter fisik yang lain.

1.2.

Rumusan Masalah Pemukiman di sekitar Krueng Daroy Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda

Aceh merupakan daerah yang rawan dengan pencemaran air Krueng Daroy. Mengingat daerah tersebut memiliki pola penyebaran kepadatan penduduk yang relatif padat dan memiliki beberapa industri di sekitarnya dan masyarakat setempat sering menggunakan air Krueng Daroy seperti kebutuhan rumah tangga (mencuci, mandi, kakus), PDAM, pertanian, dan perikanan. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan permasalahannya adalah bagaimana keadaan kualitas dan sumber pencemaran air yang disebabkan oleh limbah organik, anorganik, dan limbah industri di pemukiman sepanjang Krueng Daroy yang ditinjau secara spasial. Penelitian ini akan ditinjau dari pengujian analisis tiap-tiap parameter fisik seperti kekeruhan, warna, bau, temperatur, konduktivitas listrik, TDS (total dissolved solids) dan pH, yang terdapat di dalam air pada Krueng Daroy, sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat pencemaran dan kualitas air berdasarkan analisis spasial di sepanjang Krueng Daroy. Lokasi objek penelitian pada Krueng Daroy yang meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Untuk Kabupaten Aceh Besar kegiatan utama dipusatkan pada Kecamatan Darul Imarah sebagai hulu sedangkan untuk Kota Banda Aceh lokasi kegiatan mencakup pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Bandar Raya dan Baiturrahman sebagai muara atau hilir Krueng Daroy.

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan pada penelitian ini adalah: 1. 2. Untuk mengetahui kualitas air sungai berdasarkan parameter fisika. Mengidentifikasikan sumber pencemaran akibat pembuangan limbah dari pemukiman di sepanjang Krueng Daroy secara spasial.

1.4.

Manfaat Penelitian Ada beberapa hasil yang diharapkan dari penelitian ini, baik yang bersifat

langsung maupun yang tidak langsung. Berikut ini adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh pada penelitian ini, yaitu: 1. Dapat memberikan informasi kepada pemerintahan tentang kualitas air Krueng Daroy secara parameter fisik. 2. Agar masyarakat mengetahui informasi tentang kualitas air Krueng Daroy yang selama ini digunakan untuk keperluan sehari-hari. 3. Dapat meningkatkan pemahaman bagi mahasiswa terhadap pengujian kualitas air Krueng Daroy yang didasari pada parameter fisik secara spasial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Keadaan Umum Wilayah Penelitian Secara geografik Kota Banda Aceh terletak pada posisi koordinat 5,300-

5,350LU dan 95,150BT 95,220BT. Luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 6.136 Ha. Secara administrasi terbagi atas 9 Kecamatan, 16 Pemukiman dan 89 Kelurahan, dengan Ibukotanya Banda Aceh. Sedangkan Wilayah Aceh Besar secara geografi terletak pada posisi koordinat antara 50,20 LU 50,8 LU dan 950 98,80BT. Adapun luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 268.600 Ha. Yang secara administrasi terbagi atas 22 Kecamatan, 68 Pemukiman dan 601 Kelurahan dengan Ibukotanya Jantho. Krueng Daroy mempunyai nilai historis yang tinggi khususnya bagi masyarakat Aceh, sejak zaman Sultan Iskandar Muda sampai sekarang. Sehingga perlu dijaga dan di pelihara serta harus dilestarikan keberadaannya. Krueng Daroy memiliki panjangnya 12 km dan luasnya mencapai 28 km2, terletak pada dua Kabupaten yaitu hulunya berada di Kabupaten Aceh Besar dan hilirnya merupakan pertemuan DAS Krueng Aceh yang berada di Kota Banda Aceh, berdekatan dengan jembatan pante perak. Krueng Daroy merupakan salah satu sub DAS dalam Satuan Wilayah Sungai (SWS). Adapun pontensi air baku Krueng Daroy setiap tahunnya di perkirakan mencapai 39.104.640 m3/tahun. Sehingga air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakan yang tinggal di sepanjang Krueng Daroy untuk kebutuhan sehari-hari seperti (mandi, mencuci, dan kakus), Perusahaan air minum, irigasi, perikanan dan perkebunan. Namun sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang Krueng Daroy menggunakan Krueng Daroy tersebut sebagai tempat pembuangan limbah yaitu limbah domestik yang berasal dari rumah tangga dan pasar berupa limbah cair yang langsung di buang ke badan air seperti Gambar 2.2. Adapun limbah non domestik seperti pada Gambar 2.3 yang berasal dari pabrik pengolahan tahu (Anggi, 2009).

2.2.

Air Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan semua makhluk hidup.

Manusia membutuhkan air setiap harinya sekitar 5 L/hari mulai dari minum, masak, mencuci dan mandi. Karena banyaknya akan fungsi air, maka kita harus memperhatikan tingkat kualitas dan kuantitas air. Dengan kata lain, air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air. Untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya (Kodoatie, 2002). Air di alam tidak pernah murni dan selalu mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta mengandung mikroorganisme atau jasad renik. Apabila kandungan berbagai zat maupun mikroorganisme yang terdapat di dalam air melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kualitas air akan terganggu, sehingga tidak bisa digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk air minum, mandi, mencuci atau keperluan lainnya. Kita mengetahui bahwa kurang lebih dari 70% permukaan bumi ditutupi oleh air. Namun, begitu banyak air yang terdapat di bumi hanya sedikit saja yang dapat dimanfaatkan manusia dalam bentuk air tawar. Lebih kurang 97,4% total air laut yang berada di samudera, air asing di bawah tanah, lautan yang menjorok di daratan dan hanya 2,6% saja yang berupa air tawar (Sutrisno, 2002). Air terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen yang bereaksi membentuk air. Air terdapat dalam 3 fase yaitu: a. Sebagai uap Air sebagai uap yaitu butir-butir air yang terdapat dalam udara akibat pemanasan cahaya matahari, air yang ada di laut, danau, sungai, menguap secara vertikal. Butiran-butiran air tersebut kemudian diserap oleh udara dan uap air tersebut mengumpulkan membentuk gumpalan menjadi awan. Jika gumpalan tersebut terkena hawa dingin dan dalam keadaan jenuh, menjadi cairan dan turun ke bumi sebagai hujan.

b.

Sebagai zat cair Air sebagai zat cair yaitu air yang terdapat di dalam laut, sungai, danau, dan air yang terdapat di dalam tanah. Air di dalam tanah dan di atas tanah mengandung garam dan zat-zat lain dari tanah sehingga dapat melarutkan hampir semua zat. Air dalam tanah seperti mata air dan air sumur tidak mengandung bakteri dan sangat baik di gunakan untuk air minum dan untuk keperluan lainnya.

c.

Air dalam fase padat Air dalam fase padat yaitu air beku atau es. Es menjadi air karena adanya perubahan (penukaran) temperatur.

2.3.Sumber Air Bersih Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa kemasa. Air di bumi mengalami suatu siklus atau daur yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu di mana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Siklus hidrologi dalam bentuk diagram ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi Air (Soemarto, 1987)

Siklus hidrologi terjadi karena adanya radiasi matahari yang memanasi permukaan bumi sehingga menyebabkan air yang ada di permukaan bumi dapat menguap dan membentuk uap air. Dengan adanya angin, uap air ini dapat bersatu dan berada di tempat yang tinggi membentuk awan. Karena pengaruh angin, awan ini akan terbawa ke tempat yang semakin tinggi di mana temperaturnya semakin rendah, yang menyebabkan kondensasi dan jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir ke dalam tanah. Tidak semua bagian air hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai ke permukaan tanah, sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (inflitrasi). Bagian lain akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah (cekung) maka akan berkumpul ke sungai, danau dan akhirnya ke laut. Sumber-sumber air yang ada di permukaan bumi terbagi menjadi air laut, air darat, dan air atmosfer.

2.3.1. Laut (air laut) Air yang terdapat di alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan sisanya berupa air tanah atau daratan, es, salju dan hujan. Namun air laut memiliki kadar garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah 3 %, sehingga tidak memenuhi syarat air minum. Air laut turut menentukan perubahan iklim dan kehidupan di muka bumi (Sutrisno, 2002).

2.3.2

Darat (air darat) Perairan darat adalah perairan yang terdapat pada daratan dan umumnya

merupakan air tawar (kecuali beberapa perairan danau di wilayah beriklim sub tropis yang memiliki kadar garam yang tinggi). Air yang berasal dari darat biasanya disebut air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam pori-pori tanah atau pada celahcelah batuan. Air tanah terbentuk dari air hujan. Pada saat turun hujan, sebagian titiktitik air meresap ke dalam tanah (infiltrasi). Air hujan yang masuk itu yang menjadi adanya air tanah. Volume air yang meresap ke dalam tanah tergantung pada jenis lapisan batuannya, bedasarkan lokasi air tanah terdiri dari.

a.

Air permukaan tanah Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan meliputi sungai, rawa, danau dan waduk. Jumlah air permukaan diperkirakan hanya 0,35 juta km3 atau hanya sekitar satu persen dari air tawar yang ada di bumi. Air permukaan sering di cemari oleh sampah organik, anorganik, dan limbah industri. Yang tergolong sebagai air permukaan tanah adalah air sungai dan danau. Sungai merupakan saluran pengaliran yang terbentuk aliran dari hulu di daerah dataran tinggi atau pergunungan sampai bermuara di laut atau di danau, sedangkan danau merupakan penampung air dalam jumlah tertentu. Air yang terdapat pada danau berasal dari aliran sungai dan air hujan.

b.

Air jauh dari permukaan Air jauh dari permukaan terdapat di dalam lapisan tanah, yang tergolong air ini adalah sumur gali dan sumur bor. Air sumur gali merupakan air tanah dangkal yang terjadi karena adanya daya proses peresapan air dalam permukaan tanah. Air tanah dangkal biasanya dimanfaatkan untuk sumber air minum dan untuk rumah tangga melalui sumur-sumur dapat diperoleh pada kedalaman 15 meter, sedangkan air sumur bor merupakan air tanah dalam yang terdapat setelah lapisan rapat air dan pengambilannya tak semudah air tanah dangkal. Air tanah dalam dapat diperoleh dengan cara pengoboran dan memasukan pipa kedalamnya. Kualitas air tanah dalam lebih baik dari air dangkal dan kuantitas pada air tanah dalam umumnya mencukupi (tergantung pada lapisan keadaan tanah). Air tanah dalam biasanya diperoleh pada kedalaman 100-300 meter (Gabriel, 2001).

2.3.3

Air Atmosfer (air angkasa) Air atmosfer atau air angkasa pada dasarnya dalam keadaan murni dan sangat

bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotorankotoran industri, debu dan gas yang ada di udara sehingga air atmosfer atau air angkasa ini tercemar. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfer seperti hujan dan salju. Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi antara lain oleh musim,

jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh letak geografis suatu daerah . Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfer di daerah tersebut. Pada umumnya kualitas air hujan relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip air suling. Air hujan biasanya banyak dimanfaatkan apabila sukar memperoleh dan atau terkendala dengan air tanah serta air permukaan, pada daerah bersangkutan. Pemanfaatan air hujan tersebut biasanya bersifat individual. Caranya, air hujan yang berasal dari talang-talang rumah ditampung pada tandon-tandon air yang telah dilengkapi dengan saringan sederhana (Yurman, 2009).

2.4. Sifat-Sifat Air Setiap benda yang hidup dan mati memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat ini dapat berubah dan kembali pada sifatnya semula karena pengaruh lingkungan. Begitu pula dengan air, benda alami yang merupakan salah satu unsur penting dalam produksi pangan (karbohidrat, vitamin, lemak dan protein). Air memiliki berbagai macam sifat yaitu sifat-sifat air sebagai benda alami (murni) dan sifat-sifat air karena lingkungan. 2.4.1. Sifat-sifat air sebagai benda alami (murni) Air dalam keadaan murni pada temperatur ruang merupakan benda alami yang cair, tidak berwarna, tembus cahaya, tidak berasa, bisa membeku pada suhu 0oC dan mendidih pada suhu 100oC. Air murni juga menghasilkan uap yang dapat naik ke atmosfer untuk membeku, mengembun, kemudian jatuh kembali ke tanah sebagai air hujan. Air tidak mempunyai bentuk yang kekal, dapat melarutkan dan melapukkan benda-benda keras tertentu dan dapat melepaskan kembali zat yang terlarut di dalamnya. Perubahan air menjadi uap karena dipengaruhi oleh lingkungan. Uap-uap air dapat berasal dari evaporasi ialah penguapan air dari bumi akibat penyinaran matahari, panas bumi dan ulah manusia sendiri, transpirasi ialah penguapan air dari tubuh semua makhluk hidup, evapotranspirasi ialah penguapan air melalui evaporasi dan transpirasi sekaligus.

2.4.2. Sifat-sifat air karena lingkungan Karena pengaruh lingkungan, air bisa bersifat merusak dan membangun. Sifat air yang merusak adalah air dapat menghancurkan benda-benda yang keras, air dapat membawa benda-benda yang sudah lapuk menjadi butiran kasar dan halus ke tempat yang lebih rendah dari asalnya semula. Air juga dapat melarutkan zat-zat mineral yang berada di dalam tanah atau batu-batuan untuk dipindahkan ke tempat lain yang berjauhan dari tempat asalnya. Selain itu, air dapat membentuk aliran yang sangat deras dan dapat menghanyutkan apa saja yang dilalui (seperti banjir bandang). Akan tetapi, air juga bersifat membangun. Air yang dalam perjalanannya dapat membawa pasir, debu, kerikil, batu-batuan besar kecil, dan akhirnya diendapkan dan ditempatkan di muara-muara sungai. Di sekitar muara sungai terbentuk tanah-tanah baru dan terjadi pendangkalan rawa-rawa dekat pantai (Rismunandar, 1948).

2.5. Karakteristik Air dari Parameter Fisik Karakteristik air secara fisik yang mempengaruhi kualitas air ditentukan oleh beberapa parameter seperti kekeruhan, pH, warna, bau, temperatur, Total Disolved Solids (TDS), dan koduktivitas listrik.

2.5.1. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh banyaknya partikel yang tersuspensi, serta adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air. Sehingga memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor (Gabriel, 2001). Kekeruhan dapat mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemaranpencemaran yang terbagi halus dari manapun asalnya yang terdapat dalam air. Kekeruhan dalam air terdiri dari lumpur, tanah liat, mikro-organisme dan organisme yang tesebar di dalam air. Air sungai biasanya lebih keruh pada saat musim hujan lebat dibandingkan pada keadaan normal. Kekeruhan tergantung pada konsentrasi partike-partikel padatan yang tersuspensi di dalam air. Padatan tersuspensi ini biasanya terdiri dari partikel-partikel yang ukuran dan massanya lebih kecil dari sediment, sel-sel mikroorganisme, dan bahan-bahan organik tertentu sehingga menyebabkan air akan keruh (Faridah, 2010).

Kekeruhan pada air merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bersih secara umum, dari tinjauan tentang standar kualitas fisik ini, secara umum dapat dilihat bahwa: a. Penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain. b. Terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahanbahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia (Sutrisno, 2002).

2.5.2. Temperatur Temperatur air merupakan hal yang penting dalam proses pengolahan untuk menghilangkan bahan-bahan pencemaran serta pengangkutannya. Temperatur air tergantung pada sumbernya, dan temperatur normal air di alam sekitar 200C sampai 300C. Untuk sistem air bersih, temperatur ideal berkisar antara 50C sampai 100C. Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang terjadi (Sutrisno, 2002).

2.5.3. Warna Air murni biasanya tidak berwarna. Warna air dapat ditimbulkan adanya organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan (Gabriel, 2001). Air yang mengandung bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan, dianggap tidak mempunyai sifatsifat yang membahayakan. Meskipun demikian, adanya bahan-bahan tersebut memberikan warna kuning kecoklatan pada air, yang menjadikan air tersebut tidak disukai oleh sebagian dari konsumen (Suripin, 2001).

2.5.4. Bau dan Rasa Air murni tidak berbau dan berasa. Bau dan rasa dapat terjadi oleh adanya organisme dalam air seperti mikkro-organisme, bahan mineral, serta oleh adanya gas

seperti H2S (hidrogen sulfida) yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik yang membusuk. Polusi juga dapat menyebabkan terjadinya bau dan rasa, untuk menghilangkan bau dan rasa pada air dapat dilakukan dengan proses aerasi, pemakaian karbon aktif, koagulasi, sedimentasi dan filtrasi (Suripin, 2001).

2.5.5. pH pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH merupakan suatu cara untuk menyatakan ion H dan OH . Tinggi dan rendahnya pH air dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat dalam air dan dapat mempengaruhi kehidupan biologi dan mikrobiologi organisme air, pH air standar adalah 6,5 sampai 8,5, namun untuk pH air murni adalah 7 (netral) (Faridah, 2010). Air dengan pH yang lebih kecil dari 6,5 air seperti ini mengandung ion logam seperti besi, mangan, tembaga, timbal, dan seng atau dengan kata lain logam beracun tingkatan tinggi. Ini dapat menyebabkan korosi dan kerusakan pada pipa logam, serta memiliki masalah berhubungan dengan rasa yang asam atau rasa logam, noda pada baju, dan noda pada tempat cucian di dapur, dan dapat menyebabkan senyawa kimia berubah menjadi racun yang menggangu kesehatan. Sedangkan air dengan pH lebih besar dari 8,5 mengindikasikan air mengandung padatan tinggi. Air yang padatan tinggi tidak menyebabkan resiko pada kesehatan, tetapi dapat menimbulkan masalah pada keindahan. Masalah ini berupa rasa alkali pada air (membuat kopi menjadi lebih pahit), formasi pada piring, peralatan, wadah pencuci, kesulitan untuk membuat sabun dan detergen berbusa (Gabriel, 2001).

2.5.6. Solid (Zat padat) Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat menyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Bahan padat (solids) adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 1030-1050C. Tingginya angka total solids merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan baik atau tidaknya air

untuk penggunaan kebutuhan rumah tangga. Umumnya, Air dengan kandungan solid kurang dari 1500 mg/l adalah yang diharapkan ( Sutrisno, 2002).

2.5.7. Konduktivitas Listrik Konduktivitas listrik merupakan kemampuan suatu bahan untuk

menghantarkan listrik dan kemampuan tersebut dapat dilihat dari kadar padatan total dalam air tersebut dan pada saat pengukuran temperatur. Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) ini merupakan interaksi antara aspek temperatur, jenis ion terlarut dan konsentrasi ion terlarut, sehingga semakin tinggi temperatur air dengan konsentrasi dan jumlah banyaknya jenis ion terlarut, maka kemampuan aliran listrik juga akan semakin baik. (Hefni, 2002). Salah satu komponen air yang memudahkan terjadinya daya hantar listrik air adalah jenis garam-garam dan logam yang terlarut dalam air, sehingga nilai DHL ini dapat dipakai untuk memprediksi kosentrasi kandungan garam dan logam terlarut di dalam air. Beberapa nilai umum DHL dengan jenis airnya yaitu: aquades (air destilasi) 0,5-5,0 S/cm, air hujan 5,0-30,0 S/cm, air tanah 30,0-2000 S/cm, air laut 45.000-55.000 S/cm, dan air garam (brine) 100.000 S/cm Arus listrik dapat mengalir melalui air, karena terdapat ion-ion yang dapat menghantarkan listrik. Salah satu sebab air dapat melarutkan senyawa zat-zat organik adalah kemampuannya menstabilkan ion dalam larutan, sehingga ion-ion itu dapat berpisah antara satu dengan yang lainnya. Pada air yang di konsumsi mengandung ion-ion seperti Na+, Fe2+, Cl-, sehingga tidak mungkin dalam air yang dikonsumsi tidak mengandung ion-ion dan zat lainnya, karena ada beberapa ion dan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Zat-zat asing yang terdapat pada air memberikan ciri khas tertentu terhadap rasa air. Oleh karena itu, air yang boleh dikonsumsi memiliki batas nilai konduktivitas tertentu. Apabila tingkat konduktivitasnya tinggi atau telah melewati batas-batas yang telah ditentukan maka air tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia. Konduktivitas listrik merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan kualitas dari air. Tingginya konduktivitas air menyatakan bahwa terdapat ion atau zat-zat yang baik untuk menghantarkan listrik terutama ion logam. Ion-ion tersebut merupakan zat pencemaran yang berbahaya bagi kesehatan manusia

jika telah melampui batas-batas yang ditentukan, apabila konduktivitas listrik yang terdapat pada air tinggi maka kualitas air tersebut rendah (Zarmaida, 2006). Standar kualitas air bagi Negara Indonesia terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2002 tentang syaratsyarat dan pengawasan kualitas air, seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Standar kualitas air dari parameter fisika No Parameter Kadar yang dibolehkan Air Minum Air Bersih Golongan ( Golongan I) (Golongan III II) 1. Warna (ptCo) 15 ptCo 50 ptCo 2. Bau Tidak Tidak berbau berbau 3. Rasa Tidak Tidak berasa berasa 4. Suhu (0C) 3 (0C) 3 (0C) 4 (0C) 5. 6. 7. Kekeruhan Konduktivitas listrik Total Disolved solid (TDS) pH 5 (NTU) 1000 mg/lt 25 (NTU) 1500 mg/lt

Ket Golongan IV Temperatur normal 1750-2250 Umhos/cm 1000-2000 mg/lt 5-9

2000 mg/lt 6-9

6,5-8,5

6,5-8,5

Sumber: Grabriel, 2001).

2.5

Karakteristik Air dari Parameter Kimia Bahan kimia yang terdapat dalam air akan menentukan sifat air baik dalam

tingkat keracunan maupun bahaya yang ditimbulkannya. Semakin besar konsentrasi bahan pencemar dalam air maka semakin terbatas penggunaan air. Karakteristik kimia terdiri dari kimia organik dan kimia anorganik. Secara umum sifat air ini dipengaruhui oleh kedua macam kandungan bahan kimia tersebut. a. Besi (Fe) Unsur-unsur besi dalam air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan unsur yang penting dan berguna untuk metabolisme tubuh. Tubuh membutuhkan zat besi sekitar 7-35 mg perhari baik diperoleh dari air maupun sumber lainnya (Sutrisno, 2002). Zat besi berasal dari larutan batu-

batuan yang mengandung senyawa Fe. Besi yang teroksida dalam air akan berwarna kecoklatan dan tidak larut dalam air sehingga pengunaan air menjadi terbatas. Air yang banyak menggandung larutan besi tidak dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri, karena akan menimbulkan korosi pada peralatan dan noda-noda pada bahan-bahan yang berwarna putih, dan mempunyai sifat mengantarkan listrik (Gintings, 1992). b. Mangan (Mn) Mangan merupakan unsur yang penting untuk kebutuhan hidup. Tubuh membutuhkan zat Mangan sebesar 10 mg. Air yang banyak menggandung larutan Mn akan menimbulkan warna coklat-kecoklatan dan tidak dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri, karena endapan Mn melebihi standar yang ditetapkan akan memberikan noda-noda pada bahan atau benda yang berwarna putih dan dapat menimbulkan bau dan rasa pada air. c. Fosfat Fosfat banyak terdapat pada perairan dalam bentuk anorganik dan organik sebagai larutan dari debu dan tubuh organisme. Sumber utama fosfat anorganik berasal dari penggunaan detergen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga atau industri dan pupuk. Sedangkan fosfat organik berasal dari makanan dan buangan rumah tangga. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan

produktivitas badan air. Kelebihan kandungan fosfat dalam air dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang berlebihan dan menentukan tingkat pencemaran air. d. Nitrat ( NO3 ) Nitrat merupakan senyawa nitrogen organik yang terdapat pada air permukan dan air tanah. Pada air permukaan biasanya kandungan nitrat memiliki konsentrasi kecil, dan kemungkinan mencapai konsentrasi tinggi pada air tanah. Nitrat merupakan unsur yang penting dalam proses fotosintesis tanaman air.

e.

Nitrit ( NO2 ) Nitrit ( NO2 ) merupakan senyawa nitrogen organik yang terbentuk antara oksidasi ammonia ke nitrat atau reduksi nitrat ke amonia. Nitrit berasal dari air limbah indistri yang di buang ke dalam air (Sustrisno, 2002).

2.7.

Karakteristik Air dari Parameter Biologi Air permukaan biasanya mengandung berbagai macam organisme hidup.

Jenis organisme hidup yang mungkin terdapat dalam air meliputi makroskopik, mikkroskopik dan bakteri. Spesies organisme makroskopik dapat dibedakan dengan mata terlanjang. Spesies organisme makroskopik seperti ganggang, dan rumput laut dapat menyebabkan kualitas air menurun dalam hal warna, rasa, dan bau. Sedangkan Spesies organisme mikkroskopik memerlukan alat bantu mikroskop untuk membedakan spesiesnya. Spesies organisme mikkroskopik seperti jamur dan alga terdapat pada air tanah. Alga adalah tumbuhan kecil yang hidup di air. Apabila alga terdapat dalam air dalam jumlah besar sehingga akan menyebabkan terjadinya kekeruhan, warna, rasa dan bau pada air tersebut. Bakteri adalah organisme hidup yang sangat kecil dimana Spesiesnya diidentifikasikan sekalipun dengan alat bantu mikroskop. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada air adalah bakteri pathogen, sedangkan yang tidak membahayakan bagi kesehatan adalah bakteri non- pathogen. Contoh bakteri nonpathogen adalah escherichia coli (colon bacili atau colifrom) yang hidup dalam usus binatang. Dalam air bakteri ini biasanya mengeluarkan tinja, sehingga keberadaannya di dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri pathogen (Suripin, 2001).

2.8

Sektor-Sektor Penggunaan Air

2.8.1. Pertanian Pertanian beririgasi merupakan pengguna air terbesar. Air yang digunaka dalam bidang pertanian lebih dari 80% sehingga air disalurkan dengan gratis atau tarif bersubsidi, menyebabkan kecil sekali dorongan para petani menggunakan air

secara efisien. Efisiensi penggunaannya di seluruh dunia sebesar 40% dan berakibat pada kemerosotan mutu hasil pertanian yang melaju pada sistem yang lebih luas. Dengan tidak adanya penyaluran air yang baik pada lahan beririgasi, dapat berakibat terjadinya kubangan dan penggaraman yang bisa meniadakan produktivitas pertanian.

2.8.2

Industri Penggunaan air bagi sektor industri juga seringkali tidak efisien. Sehingga

tidak terpenuhinya pasokan kebutuhan air melalui sistem yang dikelola oleh pemerintah daerah dan adanya dorongan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, banyak perusahaan mengembangkan jaringan air dengan biaya operasional yang jauh lebih rendah. Banyaknya air yang diperlukan untuk manufaktur berbeda-beda, tergantung pada penerapan proses industri dan ukuran daur ulangnya. Produksi satu ton baja menghabiskan sekitar 4.750 sampai 190.000 liter air. Produksi satu ton kertas memerlukan sekitar 57.000 sampai 340.000 liter air. Biaya penggunaaan air menjadi sangat kecil (1% sampai 3%) dari biaya produksi industri. Untuk industri-industri padat air, biasanya 20% pada industri pengolahan pangan, 25% pada industri kertas, dan 33% pada industri tekstil. Sisanya didaurulang atau dikeluarkan sebagai limbah cair (Sudiarsa, 2004).

2.9

Pencemaran Air Krueng Daroy Definisi pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Negara

Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan, pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran Krueng Daroy disebabkan oleh limbah domestik dan limbah non domestik, sedangkan bentuk pecemaran dapat dibagi menjadi bentuk cair, padat, dan gas.

a.

Limbah domestik Limbah dosmestik adalah pencemaran yang disebabkan oleh buangan rumah tangga, rumah sakit, dan sebagiannya terdiri dari zat padat atau cair, bahan bahaya dan beracun, garam terlarut, lemak dan bakteri, jasad patogen dan parasit yang terdapat pada air Krueng Daroy. Pencemaran air Krueng Daroy disebabkan oleh limbah rumah tangga yang berasal dari saluran pembuangan air comberan dan detergen atau sabun yang digunakan oleh masyarakan di sepanjang Krueng Daroy sepeti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pencemaran air Krueng Daroy oleh limbah rumah tangga.

b.

Limbah non domestik Limbah non domestik adalah limbah yang dihasilkan oleh buangan industri dan pertanian. Limbah pertanian biasanya terdiri dari bahan padat bekas tanaman yang bersifat organik seperti pupuk, bahan pemberantas hama dan penyakit. Sedangkan air buangan industri seperti pabrik pengolahan tahu yang telah beroperasi selama 17 tahun, yang limbah cairnya sering dibuang tanpa melalui proses pengolahan apapun ke Krueng Daroy, sehingga dapat menyebabkan pencemaran air Krueng Daroy seperti pada Gambar 2.3. Banyaknya bahan kimia modern menyebabkan air terkontaminasi dan tidak dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari, tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

Gambar 2.3 Pencemaran Krueng Daroy oleh limbah industri. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam keperluan. Kualitas air untuk keperluan minum dan air bersih berbeda dengan keperluan industri. Kengunaan air digolongkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/

MENKES/SK/VII/2002, adapun golongan-galongan air tersebut adalah: 1. Golongan I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. 2. Golongan II, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga, tapi tidak untuk golongan I. 3. Golongan III, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan tapi tidak untuk golongan I dan II.

4. Golongan IV, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik negara. Menurut definisi pencemaran air bila suatu sumber air yang termasuk dalam kategori II, misalnya sebuah sungai mengalami pencemaran dalam bentuk rembesan limbah cair dari rumah tangga dan limbah industri maka kategori sungai tadi bukan golongan II lagi, tapi sudah turun menjadi golongan III atau golongan IV karena air sudah tidak dapat digunakan sebagai air bersih tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dengan demikian air sungai tersebut menjadi kurang/tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannnya (Rukaesih, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian Analisis kualitas air Krueng Daroy berdasarkan parameter fisik dilakukan di

Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Sampel air yang digunakan pada penelitian ini diambil di sepanjang Krueng Daroy yang ada di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, untuk Kabupaten Aceh Besar terdiri dari Kecamatan Darul Imarah, sedangkan untuk Banda Aceh sample air yang diambil pada Kecamatan Bandar Raya dan Baiturahman yaitu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh penduduk di sekitar Krueng Daroy, titik koordinat pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 201l sampai Maret 2012.

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian. 3.2. Jadwal Penelitian Jadwal penelitian meliputi studi literatur yang dimulai pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, pengamatan data dan pengukuran kualitas air tiap parameter fisik (kekeruhan, bau, warna, TDS, konduktivitas, pH, temperatur) yang dimulai pada bulan Desember 2011 sampai minggu ke dua bulan Februari 2012, analisa data yang dimulai pada bulan Januari 2012 sampai bulan Februari 2012, penulisan laporan akhir yang dimulai pada minggu ketiga bulan Januari 2012 sampai bulan Februari 2012, apabila mendapatkan hasil yang bagus (akurat) maka seminar tugas akhir akan dilanjutkan pada bulan Maret 2012. Untuk lebih jelas jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Jadwal penelitian. No Kegiatan November 1 2 Studi Literatur Pengamatan dan pengukuran Analisa data

Desember

Januari

Februari

Maret

Penulisan laporan Akhir Seminar Tugas Akhir

3.3.

Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1.

Sampel air sungai Sampel air sungai yang diambil dalam penelitian ini berasal dari Krueng

Daroy seperti pada Gambar 3.2, jumlah sampel yang diambil sebanyak 24 sampel dari 12 titik koordinat.

Gambar 3.2 Hilir Krueng Daroy.

2.

Botol sampel

Botol sampel merupakan sebuah wadah yang terbuat dari plastik, dapat menyimpan sampel dan dapat ditutup. Botol sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol plastik berukuran 250 ml sebanyak 24 botol, seperti pada Gambar 3.3 yang berfungsi untuk menyimpan air yang diambil dari lokasi penelitian.

Gambar 3.3. Botol sampel.

3.

GPS GPS merupakan satelit navigasi dan penentuan posisi, GPS merupakan

sebuah alat yang diproduksi oleh Amerika Serikat. GPS yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS Garmin 76 seperti pada Gambar 3.4, yang berfungsi untuk menentukan titik koordinat pengambilan sampel.

Gambar 3.4. GPS Garmin 76

4.

pH Meter

pH meter merupakan sebuah alat ukur yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam ( OH ) dan basa ( H ) suatu larutan. pH meter yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 pH meter.

5.

Turbidity meter Turbiditymeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur

kekeruhan yang terdapat pada air. Standar perhitungan kekeruhan dihitung dengan skala Nephole turbidity Unit (NTU), adapun alat ukur turbidimeter seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Turbidity meter 2100P.

6.

Termometer Termometer merupakan salah satu alat ukur yang berfungsi untuk mengukur

suhu pada benda (air). Termometer yang digunakan pada penelitian ini adalah termometer alkohol, seperti pada Gambar 3.7.

3.7 Termometer.

7.

Spectrophotometer

Spectrophotometer merupakan metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorpsi berkas sinar atau cahaya. Alat Spectrophotometer yang digunakan untuk mengukur kandungan warna di dalam air, seperti yang pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Spectrophotometer.

8.

Conductivity meter

Conductivity meter merupakan alat ukur yang berfungsi untuk mengukur daya hantar listrik yang terdapat di dalam air. Conductivity meter yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Conductivity meter.

9.

Kamera digital

Kamera merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk membuat gambar dari objek dan selanjutnya dibiaskan melalui lensa kepada sensor yang hasilnya kemudian direkam dalam format digital ke dalam media simpan. Kamera yang digunakan dapat terlihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Kamera Digital. 10. TDS meter

TDS meter merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menentukan padatan yang terlarut di dalam air. TDS meter yang di pakai di dalam penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 3.11.

Gambar. 3.11. TDS meter.

3.4.

Cara Kerja Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap.

Tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut:

3.4.1. Tahap Pengambilan sampel Sampel air yang diambil pada penelitian ini yaitu disepanjang Krueng Daroy Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh mulai dari hulu hingga hilir sungai. Kabupaten Aceh Besar meliputi Kecamatan Darul Imarah diantaranya Mata Ie, Geundring, Gue Gajah, Garut Geuceu dan Lambheu. Sedangkan Kota Banda Aceh meliputi Kecamatan Bandar Raya dan Baiturrahman. Kecamatan Bandar Raya

diantaranya Lam Ara, Geuceu Kayee Jatoi, dan Geuceu Komplek. Sedangkan Kecamatan Baiturrahman meliputi Desa Neusu dan Seutui, Peuniti, dan muara Krueng Daroy. Lokasi pertama pengambilan sampel diambil di Mata Ie sampai ke muara Krueng Daroy. Setiap sampel yang diambil dicatat titik koordinat dengan menggunakan Global Positioni System (GPS). Jarak pengambilan sampel antara satu lokasi dengan lokasi yang lain sejauh 1 kilometer dan jumlah sampel air yang diambil sebanyak 24 sampel dari 12 titik koordinat dimana satu titik koordinat diambil sebanyak dua sampel. Selanjutnya sampel yang diambil dibawa ke Laboratorium Instrumentasi dan Analisis Fakultas Teknik Kimia untuk di analisis.

3.4.2. Tahap Pengukuran parameter fisik Tahap pengukuran parameter fisik dilakukan dengan menggunakan alat ukur seperti TDS meter, pH meter, Turbidimeter, Spectrophotometer dan conductivity meter. Pada saat pengambilan sampel, parameter yang diukur di lokasi penelitian adalah bau dengan menggunakan indra pencium, dan temperatur dengan menggunakan termometer. Sedangkan sifat fisik lainnya seperti pH, warna, konduktivitas listrik, TDS dan kekeruhan diukur di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Cara kerja pada setiap tahan pengukuran parameter fisik sebagai berikut: 1. Analisis TDS Analisis TDS dilakukan dengan menggunakan Alat ukut TDS meter, langkah kerjanya adalah, pertama sampel air dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, dimana gelas ukur tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquades kemudian dikeringkan dengan menggunakan tissu. Selanjutnya Elektroda TDS meter dicelupkan ke dalam sampel air dan ditekan tombol ON untuk menghidupkan alat ukur TDS meter sampai pada layar muncul nilai. Nilai yang keluar pada alat ukur kemudian dicatat. Setelah itu ditekan tombol OFF untuk mematikan alat ukur. 2. Analisis konduktivitas listrik Analisis konduktivitas listrik dilakukan dengan menggunakan alat ukur conductivity meter. Cara pengujiannya adalah sampel air Krueng Daroy dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, dimana gelas ukur dibersihkan terlebih dahulu dengan

menggunakan aquades kemudian dikeringkan dengan tissu. Setelah itu elektroda conductivity meter dicelupkan ke dalam sampel air dan ditekan tombol ON untuk menghidupkan conductivity meter sampai muncul nilai pada layar. Selanjutnya nilai yang tertera di layar kemudian dicatat, setelah itu ditekan tombol OFF untuk mematikan alat ukur conductivity meter.

3. Analisis pH pH di dalam air dianalisis dengan menggunakan alat ukur pH meter. Untuk pengujian sampel air Krueng Daroy dengan menggunakan pH meter, adapun cara pengujiannya adalah sampel air dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml, dimana gelas ukur harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquades kemudian dikeringkan dengan menggunakan tissu. Selanjutnya elektroda pada alat ukur pH meter tersebut dicelupkan ke dalam sampel dan ditekan tombol ON sampai muncul nilai pada layar alat ukur. Nilai itulah yang kemudian dicatat. Selanjutnya ditekan tombol OFF untuk mematikan alat ukur pH meter.

4. Analisis kekeruhan Analisis kekeruhan di dalam air dapat dilakukan dengan alat ukur turbidity meter, cara analisis kekeruhan pada air yaitu dengan menghidupkan terlebih dahulu alat turbidity meter dengan menekan tombol power. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 15 ml, dimana kuvet tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan aquades dan dikeringkan dengan menggunakan tissu. Kemudian dimasukan kuvet ke dalam Turbidity meter, lalu ditekan Read hingga pada alat menunjukan nilai kekeruhan pada air. Nilai tersebut dicatat dan selanjutnya untuk mematikan alat ukur turbidity meter dengan menekan tombol power.

5. Analisis warna Warna di dalam air disebabkan karena padatan dan mikroorganisme yang terlarut di dalam air, warna dalam air dapat dianalisa dengan menggunakan alat ukur Spectrophotometer. Cara pengujiannya yaitu peralatan yang digunakan seperti gelas ukur dan kuvet terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan aquades kemudian dikeringkan dengan menggunkan tissu. Setelah Spectrophotometer dihidupkan

dengan

menekan

tombol

power,

selanjutnya

ditekan

angka

210

pada

Spectrophotometer sampai tertera tulisan METHOD. Kemudian diset panjang gelombang yang diminta dengan memutar tombol yang ada diujung kanan sampai angka yang diminta di temukan dan ditekan tombol ENTER. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu disaring dengan menggunakan kertas saring setebal 150 mm dan dimasukkan ke dalam kuvet 25 ml. Sampel yang berada di dalam kuvet dimasukkan ke dalam alat Spectrophotometer lalu ditekan tombol ENTER. Setelah itu nilai yang tertera pada layar Spectrophotometer dicatat untuk hasil analisa. Kuvet yang berada di dalam alat Spectrophotometer dikeluarkan dan Spectrophotometer dimatikan dengan menekan tombol power.

3.5.

Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini seperti tahapan

peninjauan lokasi penelitian sepanjang Krueng Daroy mulai dari hulu hingga ke hilir, penentuan titik koordinat pengambilan sampel, pengambilan foto-foto sampel dan lokasi penelitian. Pengukuran untuk kualitas air tiap-tiap sampel dengan parameter fisik yang dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Untuk lebih jelas tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Mulai

Surve lapangan

Penentuan titik koordinat dan pengambilan sampel

Pengambilan foto sampel dan lokasi penelitian.

Pengukuran parameter fisik

Analisis TDS Analisi konduktivitas listrik

Analisis pH

Analisis Warna

Analisis Kekeruhan

Analisa Data dan Pembahasan

Selesai Gambar 3.12. Diagram alir penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Koleksi Data Lokasi penelitian dilakukan di sepanjang aliran Krueng Daroy yang meliputi

sebagian wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Data diambil pada 12 lokasi pengukuran dimana pada setiap lokasi diambil dua sampel dengan jarak antara satu lokasi dengan lokasi lain sepanjang 1 km. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 20 Desember 2011 dimana saat pengambilan sampel cuaca cerah dan pada tanggal 27 Desember 2011 dimana saat pengambilan sampel cuaca hujan. Sampel yang diambil di lokasi penelitian kemudian di uji di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh untuk diamati kualitas air berdasarkan parameter fisik seperti kekeruhan, warna, temperatur, pH, bau, TDS, dan konduktivitas listrik. Adapun data hasil pengukuran yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2 di bawah ini.

4.2.

Analisa Data dan Pembahasan Hasil pengukuran yang didapatkan berupa data tingkat kualitas sampel air

Krueng Daroy terhadap parameter fisik seperti kekeruhan, temperatur, warna, pH, bau, TDS dan konduktivitas listrik seperti pada Tabel 4.1 dan 4.2, serta dapat memberikan informasi tentang tingkat kualitas air Krueng Daroy. Beberapa data yang ditinjau dari hasil pengukuran setiap parameter fisik diperoleh hubungan antara satu parameter dengan parameter yang lain seperti kekeruhan dengan warna, konduktivitas listrik dengan TDS, konduktivitas listrik dengan pH dan kekeruhan dengan TDS. Dimana setiap hubungan antar parameter tersebut diplot dalam bentuk grafik yang menampilkan perubahan nilai tiap parameter secara spasial, hal ini dipengaruhi oleh pencemaran yang terdapat di dalam air. Setelah dilakukan pengujian kualitas air Krueng Daroy terdapat beberapa parameter fisik yang melebihi standar kualitas air bersih dan air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/

SK/VII/2002 terdapat pada Tabel 2.1. Adapun parameter fisik seperti kekeruhan yang melebihi standar kualitas air bersih dan air minum terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara Krueng Daroy. Parameter fisik airnya yang berbau terdapat di daerah Lambheu, Geuceu Kayee Jatoi, Seutui, Neusu, Peuniti, dan muara Krueng Daroy yang kualitas airnya tercemar. Kualitas warna air yang tercemar dan melebihi standar air bersih terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi yang pengambilan sampel pada saat cuaca cerah sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara, untuk kualitas pH air yang tercemar terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi. Sedangkan kualitas air terhadap temperatur, konduktivitas listrik dan TDS masih memenuhi standar kualitas air bersih untuk semua lokasi penelitian mulai dari hulu sampai muara Krueng Daroy.

4.2.1. Warna Warna merupakan salah satu parameter fisik dari pengukuran kualitas air. Dari hasil pengukuran, kualitas warna memiliki nilai yang bervariasi dari setiap titik koordinat pengambilan sampel, tinggi dan rendahnya kualitas warna di dalam air dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan tersuspensi, senyawa organik dan anorganik yang terdapat di dalamnya (suripin, 2004). Kualitas warna di dalam air cenderung meningkat semakin ke hilir, dan sebaliknya semakin ke hulu Krueng Daroy kualitas air semakin baik, hal ini disebabkan oleh zat-zat pencemaran yang terdapat di badan Krueng Daroy maupun di dalam air tersebut. Berdasarkan Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukan nilai kualitas air yang meningkat mulai dari hulu sampai di daerah Lambheu dan menurun lagi pada daerah Lam Ara kemudian mengalami peningkatan nilai warna pada air terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi dan menurun lagi di daerah Geuceu Komplek, nilai warna air meningkat lagi di daerah Seutui sampai Neusu dan nilai warna menurun lagi di daerah Peuniti kemudian meningkat lagi di muara Krueng Daroy yang sampel di ambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan sampel pada saat hujan nilai warna air meningkat dari hulu sampai Lambheu dan nilai warna menurun di daerah Lam Ara dan kualitas warna meningkat lagi di daerah Geuceu Kayee Jatoi kemudian menurun

di daerah Geuceu Komplek dan meningkat lagi di daerah Seutui sampai muara Krueng Daroy. Warna air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, tumbuh-tumbuhan dan senyawa-senyawa organisme yang terdapat di dalam air. Di bagian hulu Krueng Daroy pencemaran air relatif sedikit dikarenakan ekosistem di daerah tersebut belum mengalami kerusakan, hal ini dapat dikatakan bahwa air masih dalam kondisi baik, oleh karena itu tingkat warna air Krueng Daroy rendah. Di bagian tengah alur Krueng Daroy warna air akan semakin meningkat sesuai dengan perkembangan permusiman, kerusakan dan pencemaran mulai terlihat. Sedangkan pada bagian hilir warna air akan semakin tinggi karena disekitar ini merupakan kondisi yang cukup parah mengalami kerusakan dan pencemaran. Hasil pengukuran kualitas air terhadap warna lebih tinggi pada saat cuaca hujan dari pada cuaca cerah, tingginya kualitas warna pada saat cuaca hujan di pengaruhi oleh banyaknya pencemaran yang terkandung di dalam air serta pengikisan sungai dan pencemaran yang dibawa ke dalam Krueng Daroy oleh air pada saat hujan sehingga kualitas air lebih rendah dan mengalami kenaikan tiap lokasi pengambilan sampel seperti terlihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1. Grafik tingkat kualitas air Krueng Daroy terhadap warna

Berdasarkan Gambar 4.1 lokasi pengambilan sampel air Krueng Daroy yang memenuhi standar kualitas air minum sebesar 15 ptCo terdapat pada lokasi pertama yang terdapat di daerah Mata Ie tingkat kualitas warna sebesar 3 ptCo dimana pengambilan sampel dilakukan pada saat cuaca cerah. Sedangkan pengambilan

sampel yang dilakukan sesudah cuaca hujan sebesar 4 ptCo, tingginya warna air pada saat hujan dipengaruhi oleh adanya lumpur, sampah organik dan anorganik yang terbawa oleh air hujan. Selain itu juga dipengaruhi oleh limbah detergen dan sisa daun-daun, ranting-ranting yang telah membusuk di dalam air. Lokasi kedua yang terdapat di daerah Geundring tingkat kualitas warna sebesar 5 ptCo pada saat cuaca cerah dan 6 ptCo pada saat cuaca hujan. Tingginya tingkat kualitas warna yang terdapat di daerah ini dipengaruhi oleh limbah rumah tangga, lumpur-lumpur yang terbawa saat hujan, sampah organik yang sudah membusuk serta organisme-organisme yang terdapat di dalam air. Lokasi ketiga yang terdapat di daerah Geu Gajah pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna sebesar 8 ptCo, hal ini disebabkan oleh limbah rumah tangga seperti sisa detergen, tinja wc, sampah organik dan anorganik. Pada saat cuaca hujan tingkat kualitas warnanya sebesar 13 ptCo, hal ini disebabkan karena adanya pencemaran dari limbah rumah tangga dan pengikisan pinggiran sungai serta pencemaran yang dibawa oleh air ke dalam sungai pada saat hujan sehingga kualitas air menurun terhadap warna. Pengambilan sampel pada lokasi keempat dilakukan di daerah Garot Geuceu, pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna sebesar 13 ptCo masih memenuhi standar kualitas air minum yang ditetapkan oleh menteri kesehatan, tingginya tingkat kualitas warna di daerah ini dipengaruhi oleh limbah rumah tangga dan pembuangan kota. Sedangkan pada saat cuaca hujan tingkat kualitas warna sebesar 19 ptCo dimana standar ini tidak memenuhi tingkat kualitas air minum tetapi memenuhi tingkat kualitas air bersih, tingginya kualitas warna di daerah ini dipengaruhi oleh limbah rumah tangga seperti masak, cuci, kakus dan pembuangan drainase kota selain itu juga dipengaruhi oleh pengikisan pinggiran sungai serta banyak organisme yang telah membusuk di dalam air. Lokasi kelima berada di daerah Lambheu dengan tingkat kualitas warna sebesar 29 ptCo pada saat cuaca cerah dan pada saat cuaca hujan sebesar 32 ptCo, hal ini disebabkan oleh pencemaran air seperti limbah doorsmeer, limbah bengkel, limbah pasar ayam, limbah rumah tangga, sampah organik, anorganik, pengikisan pinggiran sungai oleh air dan pencemaran yang dibawa oleh air hujan sehingga

kualitas air menurun di daerah tersebut. Di daerah ini tingkat kualitas air tidak memenuhi standar kualitas air minum tetapi memenuhi tingkat kualitas air bersih. Pengambilan sampel pada lokasi keenam dilakukan di daerah Lam Ara pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna sebesar 27 ptCo. Sedangkan pada saat cuaca hujan tingkat kualitas warna sebesar 29 ptCo, pencemaran air terhadap warna di daerah ini dipengaruhi oleh limbah rumah tangga, doorsmeer, bengkel, sampah organik dan anorganik. Standar kualitas warna di daerah Lam Ara lebih rendah dari pada daerah Lambheu hal ini dipengaruhi karena adanya pencemaran pasar di daerah Lambheu sehingga kualitas air di daerah ini menurun. Di daerah Lam Ara tingkat kualitas air tidak memenuhi standar kualitas air minum tetapi masih memenuhi tingkat kualitas air bersih. Lokasi pengambilan sampel yang ketujuh berada di daerah Geuceu Kayee Jatoi, pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna sebesar 58 ptCO. Sedangkan pada saat cuaca hujan sebesar 62 ptCo, hal ini dipengaruhi oleh sampah organik, anorganik, pencemaran limbah rumah tangga, limbah perkotaan dan limbah pabrik tahu yang tidak dilengkapi dengan treatmen limbah cair, dimana limbah yang dibuang ke badan sungai tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu sehingga kualitas air tidak layak digunakan sebagai air bersih. Pengambilan sampel pada lokasi kedelapan dilakukan di daerah Geuceu Komplek. Pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna yang didapatkan sebesar 34 ptCo, dimana di daerah ini tingkat kualitas warna masih memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan sebesar 51 ptCo. Tingginya kualitas warna pada saat cuaca hujan disebabkan oleh pencemaran yang terdapat di dalam air sehingga kualitas air terhadap warna melebihi standar kualitas air bersih. Lokasi kesembilan sampel yang diambil berada di daerah Setui pada saat cuaca cerah tingkat kualitas sebesar 41 ptCo, hal ini disebakan oleh limbah rumah tangga seperti tinja wc, air comberan yang dibuang oleh masyarakat setempat, instalasi limbah cair perkotaan, limbah doorsmeer. Kualitas warna di daerah Setui masih memenuhi standar air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan melebihi standar kualitas air bersih dan tergolong air tercemar (air kotor), tingkat kualitas warna di daerah ini

sebesar 59 ptCo. Tingginya kualitas warna di daerah ini disebabkan oleh pencemaran yang ada di daerah tersebut dan pengikisan pinggiran Krueng Daroy. Pengambilan sampel pada lokasi ke-10 yang berada di daerah Neusu memiliki tingkat kualitas warna sebesar 47 ptCo pada saat cuaca cerah, hal ini disebabkan oleh pencemaran yang berasal dari instalasi limbah cair perkotaan dan air hujan, limbah doorsmeer dan limbah rumah tangga berupa sisa detergen, tinja wc. Limbah ini berasal dari limbah yang dibuang oleh pemukiman kumuh yang tinggal di bantaran Krueng Daroy sepanjang 200 meter yang limbahnya di buang ke dalam Krueng Daroy. Kualitas warna pada daerah ini masih memenuhi standar air bersih yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan melebihi standar kualitas air bersih dan tergolong air tercemar (air kotor), kualitas warna yang terdapat di daerah ini sebesar 57 ptCo. Tingginya kualitas warna pada daerah ini disebabkan oleh pencemaran pinggiran Krueng Daroy yang ada di daerah tersebut. Lokasi pengambilan sampel yang ke-11 berada di daerah Peuniti memiliki standar kualitas air bersih yaitu sebesar 39 ptCot pada saat cuaca cerah, sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan sebesar 60 ptCo. Tingginya tingkat warna di daerah ini dipengaruhi oleh pencemaran limbah rumah tangga seperti air comberan, sisa detergen, tinja wc, sampah organik, anorganik dan pengikisan pinggiran Krueng Daroy. Kualitas warna pada saat cuaca hujan melebihi standar kualitas air bersih atau tergolong air tercemar (air kotor). Pengambilan sampel pada lokasi ke-12 berada di muara Krueng Daroy pada saat cuaca cerah tingkat kualitas warna yang diukur sebesar 40 ptCo. Dimana di daerah ini kualitas air terhadap warna masih memiliki standar kualitas air bersih, sedangkan sampel yang diambil pada saat cuaca hujan kualitas air terhadap warna di muara Krueng Daroy melebihi standar air bersih dan tergolong sebagai air tercemar (air kotor) kualitas warna di muara Krueng Daroy sebesar 65 ptCo, hal ini dipengaruhi oleh pencemaran yang terdapat di hulu sungai selain itu juga oleh limbah rumah tangga yang berada dipinggiran sungai dan pengikisan pinggiran sungai oleh air serta pencemaran yang ada di Krueng Aceh dimana air Krueng Daroy dan Krueng Aceh saling berkontaminasi. dan pengikisan

Kualitas warna air yang maksimum pada saat cuaca cerah terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi sebesar 58 ptCo, sedangkan yang minimun terdapat di daerah Mata Ie dengan tingkat kualitas warna sebesar 3 ptCo. Pada saat cuaca hujan nilai kualitas warna air yang maksimum terdapat di daerah muara Krueng Daroy sebesar 65 ptCo, sedangkan yang minimun terdapat di daerah Mata Ie dengan tingkat kualitas air sebesar 4 ptCo. Tinggi dan rendahnya kualitas warna yang terdapat di dalam air dipengaruhi oleh tingkat pencemaran yang terdapat di dalamnya seperti pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2. Sumber pencemaran MCK yang dapat mempengaruhi nilai warna di dalam air

4.1.2. Temperatur Temperatur merupakan hal yang penting dalam proses pengolahan kualitas air baik itu untuk air minum maupun untuk air bersih. Selain itu temperatur juga dapat menghilangkan bahan-bahan pencemaran yang terdapat di dalam air, temperatur di dalam air tergantung dari zat pencemarannya. Berdasarkan standar kualitas air yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, standar temperatur untuk air bersih berkisar antara 50C sampai 100C. Sedangkan temperatur normal air di alam sekitar 200C sampai 300C.

Temperatur sampel air yang dianalisis merupakan air Krueng Daroy yang dimulai dari hulu hingga hilir. Pengukuran temperatur dilakukan secara langsung di lokasi pengambilan sampel, hal ini bertujuan agar temperatur air tidak berubah terhadap cuaca sekitarnya. Proses pengukuran temperatur air dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa dengan cara mencelupkan termometer ke dalam air yang dimasukkan ke dalam botol sampel, dimana termometer tersebut tidak boleh menyentuh botol sampel, hal ini bertujuan agar temperatur yang terukur hanya temperatur air. Adapun nilai selisih antara temperatur air dan udara dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3. Analisis temperatur air Krueng Daroy pada saat cuaca cerah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Temperatur (0C) Udara Air 27,8 24,9 27,6 24,8 28,6 26,0 29,0 26,5 29,8 27,3 30,4 28,0 31,0 29,0 32,0 29,6 33,8 31,5 35,2 33,0 36,4 34,1 37,6 35,5 Selisih antara temperatur (0C) udara dan air 2,9 2,8 2,5 2,4 2,3 2,4 2,0 2,4 2,3 2,2 2,3 2,1

Tabel 4.4. Analisis temperatur air Krueng Daroy pada saat cuaca hujan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Temperatur (0C) Udara Air 26,0 23,0 26,6 23,8 27,5 24,9 28,0 25,5 30,0 27,4 31,9 29,8 33,0 32,0 35,2 32,8 33,0 30,7 32,0 30,0 Selisih antara temperatur (0C) udara dan air 3,0 2,8 2,6 2,5 2,4 2,1 2,0 2,4 2,3 2,0

11 12

30,9 30,0

29,8 29,0

2,1 2,0

Berdasarkan Tabel 4.3 kualitas air terhadap temperatur untuk semua lokasi pengambilan sampel yang dimulai dari hulu sampai muara Krueng Daroy masih memenuhi standar kualitas air bersih. Tingkat kualitas temperatur air mengalami perubahan nilainya yang bervariasi yaitu mengalami peningkatan dan penurunan terhadap kualitas air seperti pada grafik dibawah ini yang terdapat pada Gambar 4.3. Nilai temperatur air mengalami penurunan yang dimulai dari hulu sampai Lambheu dan nilai temperatur meningkat di daerah Lam Ara, serta mengalami penurunan di daerah Geuceu Kayee Jatoi dan meningkat lagi di daerah Setui sampai muara Krueng Daroy.

Gambar 4.3. Grafik selisih antara temperatur air dan udara

Berdasarkan Gambar 4.3 hasil pengukuran pada saat cuaca cerah terhadap temperatur udara dan air yang minimum terdapat di daerah Mata Ie dengan selisih antar kedua temperatur tersebut sebesar 2,90C yang kualitas airnya baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan kualitas air di daerah Geuceu Kayee Jatoi memiliki selisih antar temperatur udara dan temperatur air yang minimum karena di daerah ini dipengaruhi oleh limbah pabrik tahu yang di buang ke dalam Krueng Daroy sehingga airnya bersifat panas dan kualitasnya menurun.

Bedasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.3 tingkat temperatur yang minimum pengambilan sampel pada saat cuaca hujan juga terdapat di daerah Mata Ie yang nilai temperatur udara sebesar 26,00C dan temperatur air sebesar 23,00C dengan selisih kedua temperature tersebut sebesar 3,00C. Sedangkan kualitas temperatur udara dan air yang minimum terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Neusu dan Muara Krueng Daroy dengan selisih antara temperatur air dan udara sebesar 2,00C. Kualitas air terhadap temperatur lebih baik pada saat cuaca hujan dari pada cuaca cerah karena pada saat hujan cuaca lebih dingin dari pada cuaca cerah sehingga temperatur udara dan temperatur air lebih rendah serta airnya tidak cepat mengalami pemanasan oleh sinar matahari ataupun sumber pencemaran yang terdapat di dalam air. Berdasarkan data hasil pengukuran dari setiap lokasi pengambilan sampel temperatur air yang dianalisis tidak melebihi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
0

Republik

Indonesia

Nomor

907/MENKES/SK/VII2002 sebesar 3 C untuk temperatur udara dan temperatur air. Tinggi dan rendahnya kualitas temperatur di dalam air dipengaruhi oleh keadaan cuaca serta keadaan lingkungan disekitarnya, pengambilan sampel yang dilakukan pada saat cuaca cerah dan cuaca hujan mulai dari pagi pukul 9.30 hingga siang hari pukul 12.30 WIB, adapun yang mempengaruhi kualitasa temperatur air dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi temperatur air dan udara

4.1.3. Kekeruhan Kekeruhan merupakan salah satu parameter fisik yang dapat mempengaruhi tingkat kualitas air. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh banyaknya partikel yang tersuspensi seperti tanah liat, lumpur dan banyaknya bahan pencemaran yang dihasilkan oleh limbah industri dan limbah rumah tangga, serta adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air sehingga air akan menjadi keruh (Sutrisno, 2002). Berdasarkan hasil pengukuran yang di dapatkan seperti pada Table 4.1 dan 4.2, nilai kekeruhan di setiap lokasi pengambilan sampel yang dimulai dari hulu sampai muara Krueng Daroy memiliki nilai kekeruhan yang berbeda-beda. Tingkat kekeruhan pada air mengalami peningkatan di setiap lokasi pengambilan sampel seperti pada grafik di bawah ini yang terdapat pada Gambar 4.5 dimana grafik menunjukan nilai kekeruhan di daerah Mata Ie rendah sedangkan di daerah Geudring mengalami peningkatan sampai ke daerah Lambheu dan nilai kekeruhan air menurun di daerah Lam Ara Kemudian mengalami peningkatan di daerah Geuceu Kayee Jatoi dan nilai kekeruhan menurun lagi di daerah Geuceu Komplek dan mengalami peningkatan di daerah Setui sampai Neusu kemundian mengalami penurunan di daerah peuniti dan nilai kekeruhan meningkat lagi di muara Krueng Daroy sehingga kualitas air semakin menurun yang sampel diambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan pada saat cuaca hujan tingkat kekeruhan mengalami peningkatan yang dimulai dari hulu sampai Lambheu dan tingkat kekeruhan mengalami penurunan di daerah Lam Ara kemudian mengalami peningkatan di daerah Geuceu Kayee Jatoi dan nilai kekeruhan menurun di daerah Geuceu Komplek dan Seutui, nilai kekeruhan meningkat lagi di daerah Peuniti sampai muara Krueng Daroy. Kekeruhan air lebih tinggi pada saat cuaca hujan dari pada cuaca cerah, hal ini dipengaruhi oleh sumber pencemaran yang terdapat di dalam air serta zat-zat tersuspensi yang berupa lumpur dan tanah liat yang di bawa oleh air pada saat hujan sehingga nilai kekeruhan lebih tinggi pada saat hujan dan kualitas airnya rendah.

Gambar 4.5. Grafik tingkat kualitas air Krueng Daroy terhadap kekeruhan

Berdasarkan Gambar 4.5 pengukuran tingkat kekeruhan dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sampel yang diambil dimulai dari hulu hingga muara Krueng Daroy. Standar kualitas kekeruhan air yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/MENKES/SK/VII/2002 memiliki nilai yang bervariasi mulai dari air minum, air bersih hingga air tercemar (air kotor). Daerah Mata Ie dan Geundring kualitas air masih memenuhi Standar kualitas air minum sebesar 5 NTU. Daerah Mata Ie merupakan lokasi pertama pengambilan sampel, dimana tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 1,74 NTU untuk cuaca cerah dan sebesar 2,53 NTU untuk cuaca hujan. Untuk daerah Geundring yang merupakan lokasi kedua pengambilan sampel dengan jarak dua km dari lokasi pertama, tingkat kekeruhan yang terukur sebesar 3,33 NTU untuk cuaca cerah dan 4,16 NTU untuk cuaca hujan. Tingkat kekeruhan di daerah Geundring lebih tinggi dari pada di daerah Mata Ie hal ini disebabkan karena di daerah Geundring banyak terdapat zat pencemaran yang berasal dari limbah rumah tangga, sisa detergen yang dibuang oleh penduduk setempat saat mencuci pakaian dan lumpur yang terkikis dipinggiran sungai pada saat cuaca hujan. Standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh menteri kesehatan sebesar 25 NTU terdapat di daerah Geu Gajah, Garot Geuceu, Lambheu, dan Lam Ara.

Pengambilan sampel di daerah Geu Gajah yang merupakan lokasi ketiga tempat pengambilan sampel dengan jarak tiga km dari hulu Krueng Daroy. Tingkat kekeruhan yang terukur sebesar 5,4 NTU untuk cuaca hujan dan 8,5 NTU untuk cuaca cerah. Pengambilan sampel untuk lokasi keempat dilakukan di daerah Garot Geuceu dengan jarak empat km dari titik pertama. Adapun tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 8,54 NTU untuk cuaca cerah dan sebesar 13,17 NTU untuk cuaca hujan. Pengambilan sampel untuk lokasi kelima dilakukan di daerah Lambheu dengan jarak lima km dari muara Krueng Daroy, adapun tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 24,18 NTU sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 25,08 NTU. Lokasi keenam tempat pengambilan sampel dilakukan di daerah Lam Ara dengan jarak enam km dari lokasi pertama, tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 22,26 NTU untuk cuaca cerah dan 22,45 untuk cuaca hujan. Tingkat kekeruhan maksimum terdapat di daerah Lambheu sebesar 24,18 NTU untuk cuaca cerah dan sebesar 25,08 NTU untuk cuaca hujan, hal ini disebabkan karena di daerah ini terdapat pencemaran yang berasal dari limbah rumah tangga, pembuangan instalasi perkotaan, limbah doorsmeer, limbah bengkel, dan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat yang berada dipinggiran sungai. Sedangkan tingkat kekeruhan minimum terdapat di daerah Garot Geucue sebesar 8,54 NTU untuk cuaca cerah dan 13,17 NTU untuk cuaca hujan, hal ini disebabkan karena di daerah ini kurangnya zat-zat pencemar yang di buang ke dalam air Krueng Daroy. Standar kualitas air tercemar (kotor) yang ditetapkan oleh menteri kesehatan terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Setui, Peuniti dan muara Krueng Daroy. Geuceu Kayee Jatoi merupakan lokasi pengambilan sampel ketujuh dengan jarak tujuh km dari daerah Mata Ie atau lokasi pertama pengambilan sampel, adapun tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 31,53 NTU untuk cuaca cerah dan 38,71 NTU. Tingginya kekeruhan di daerah ini disebabkan oleh banyaknya zat pencemaran yang terdapat di dalam air berupa padatan yang terlarut maupun yang tidak terlarut, selain itu juga terdapat limbah buangan pabrik tahu. Pengambilan sampel pada lokasi kedelapan dilakukan di daerah Geuceu Komplek dengan jarak delapan km dari hulu Krueng Daroy, adapun tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 26,99 NTU dan 30,76 NTU setelah hujan. Pengambilan sampel di

daerah Seutui sebagai lokasi kesembilan dengan jarak sembilan km dari lokasi pertama, tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 28,57 NTU untuk cuaca cerah sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 32,43 NTU. Pengambilan sampel pada lokasi ke-10 dilakukan di daerah Neusu dengan jarak 10 km dari lokasi petama, tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 29,30 NTU dan untuk cuaca hujan sebesar 30,28 NTU. Pengambilan sampel untuk daerah Peuniti yang merupakan lokasi ke-11 dilakukan dengan jarak 11 km dari hulu Krueng Daroy, adapun tingkat kekeruhan yang terukur untuk daerah ini sebesar 27,45 NTU untuk cuaca cerah dan 33,46 NTU untuk cuaca hujan. Pengambilan sampel pada lokasi terakhir atau ke-12 dilakukan di daerah muara Krueng Daroy dengan jarak 12 km dari lokasi pertama, adapun tingkat kekeruhan yang terukur di daerah ini sebesar 27,95 untuk cuaca cerah sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 40,06 NTU. Tingkat kualitas kekeruhan air tercemar untuk cuaca cerah yang maksimum terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi dengan tingkat kekeruhan sebesar 31,53 NTU, hal ini disebabkan oleh adanya limbah buangan pabrik tahu dan limbah rumah tangga serta zat-zat organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Sedangkan tingkat kualitas kekeruhan minimum terdapat di daerah Peuniti sebesar 27,45 NTU, hal ini disebabkan oleh rendahnya limbah buangan berupa zat organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Tingkat kualitas kekeruhan air tercemar pada saat cuaca hujan yang maksimum terdapat di daerah Muara Krueng Daroy sebesar 40,06 NTU, hal ini disebabkan oleh banyaknya zat pencemaran yang berasal dari hilir serta banyaknya lumpur yang terkikis dipinggiran Krueng Daroy pada saat cuaca hujan. Sedangkan tingkat kualias kekeruhan minimum terdapat di daerah Neusu sebesar 30,28 NTU, hal ini disebabkan oleh berkurangnya zat-zat pencemaran yang terdapat dalam air Krueng Daroy. Semakin banyak pencemaran yang terdapat di dalam air, baik berasal dari limbah industri, rumah tangga, limbah buangan pabrik, bengkel, instalasi perkotan. Kekeruhan di dalam air akan semakin meningkat, seperti pada Gambar 4.6 di bawah ini yang menyebabkan rendahnya kualitas air terhadap kekeruhan.

Gambar 4.6. Pencemaran detergen mempengaruhi kualitas kekeruhan air

4.1.4. Bau Bau pada air terjadi karena adanya organisme yang terdapat di dalam air seperti mikroorganisme, bahan mineral, gas, dan senyawa-senyawa organik yang telah membusuk. Bau dalam air dapat dihilangkan dengan proses aerasi, pemakaian karbon aktif, koagulasi, sedimentasi dan filtrasi (Gabriel, 2001). Untuk mengetahui kualitas air Krueng Daroy terhadap bau atau tidak bau dilakukan dengan menggunakan indra penciuman (hidung) yang terdiri dari 4 orang. Bau pada air dapat disebabkan oleh sumber pencemaran yang terdapat di dalam air ataupun sumber pencemaran yang dibawah oleh air hujan berupa sampah organik dan anorganik ke dalam Krueng Daroy sehingga airnya berbau, adapun sumber pencemaran yang menyebabkan air tersebut berbau seperti pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Sumber pencemaran organik dan anorganik mempengaruhi bau air

dalam

Analisis bau dilakukan di sepanjang aliran mulai dari hulu hingga muara Krueng Daroy. Berdasarkan data analisis yang didapatkan untuk daerah Mata Ie, Geundring, Geu Gajah, Garot Geuceu dan Lam Ara kualitas airnya tidak berbau baik pengambilan sampel pada saat cuaca cerah maupun hujan, dengan kata lain air di daerah ini masih memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Tidak berbaunya air di daerah ini karena zat-zat pencemaran yang terdapat di dalam air masih sangat rendah sehingga kualitasa airnya masih baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Daerah yang airnya berbau dan tidak memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia terdapat di daerah Lambheu yang mana airnya berbau amis dan sampah. Daerah Geuceu Kayee Jatoi yang airnya berbau asam, hal ini disebabkan oleh hasil buangan industri pabrik tahu dan limbah rumah tangga. Daerah Geuceu Komplek yang mana airnya berbau amis. Seutui dan Neusu airnya berbau lumpur dan sampah akibat pembuangan limbah yang di buang ke dalam Krueng Daroy oleh penduduk yang tinggal disekitarnya, pencemaran yang terdapat di daerah ini berasal dari limbah rumah tangga dan limbah perkotaan. Di daerah Peuniti dan muara Krueng Daroy airnya berbau amis dan

lumpur, hal ini disebabkan karena sering terjadi pencampuran air Krueng Daroy dan Krueng Aceh dimana di daerah Krueng Aceh banyak limbah pencemaran seperti limbah di daerah pante pirak yang dibuang ke Krueng Aceh, saluran perkotaan dan banyaknya lumpur yang terdapat dipinggiran Krueng Aceh dan Krueng Daroy.

4.1.5.

pH pH merupakan salah satu parameter fisik yang menyatakan intensitas keadaan

asam atau basa di dalam air. pH air minum berkisar antara 6,5-8,5, pH air bersih berkisar antara 6,5-8,5 sedangkan yang netral adalah 7,00 (Faridah, 2010). Berdasarkan hasil pengukuran pH di dalam air yang terdapat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 kualitas air terhadap pH dari setiap lokasi pengambilan sampel memiliki nilai yang berbeda seperti peningkata dan penurunan nilai pH air, hal ini dipengaruhi oleh pencemaran yang terdapat di dalam air. Kualitas pH air lebih rendah pada saat cuaca hujan karena banyak pencemaran yang terdapat di dalam sehingga kualitas airnya menurun. Analisi pH air dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sampel yang diambil mulai dari hulu hingga muara Krueng Daroy yang dibagi ke dalam dua keadaan cuaca yaitu cuaca cerah dan cuaca hujan. Analisis pH di dalam air dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan elektroda pH meter ke dalam sampel air yang telah dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml, dimana pH meter tidak boleh menyentuh gelas ukur. Adapun hasil pengukuran kualitas pH air Krueng Daroy dapat dilihat pada grafik dibawah ini seperti Gambar 4.8. Nilai pH yang terukur mengalami peningkatan dan penurunan di setiap lokasi yang mana nilai pH air mengalami penurunan di daerah Geuceu Kayee Jatoi yang sampel diambil pada saat cuaca cerah maupun hujan, dimana air di daerah tersebut bersifat asam.

Gambar 4.8. Grafik tingkat kualitas air Krueng Daroy terhadap pH

Berdasarkan Gambar 4.8 dan data hasil pengukuran yang didapatkan dari setiap lokasi pengambilan sampel tingkat kualitas pH di dalam air masih memenuhi standar kualitas air minum kecuali untuk daerah Geuceu Kayee Jatoi. Data analisis untuk pH yang memenuhi standar kualitas air minum pada saat cuaca cerah terdapat pada daerah Mata Ie sebesar 7,08, Geudring 7,06, Geu Gajah 7,05, Garot Geuceu 7,02, Lambheu 6,98, Lam Ara 6,93, Geuceu Komplek 6,91, Setui 6,84, Neusu 6,98, Peuniti 6,97 dan muara Krueng Daroy sebesar 6,93. Sedangkan pada saat cuaca hujan terdapat di daerah Mata Ie 7,09, Geundring 7,07, Geu Gajah 7,03, Garot Geuceu 7,00, Lambheu 6,97, Lam Ara 6,91, Geuceu Komplek 6,88, Seutui 6,92, Neusu 6,73, Peuniti 6,97 dan Muara Krueng Daroy sebesar 6,84. Data analisis pH air yang tercemar (kotor) dan tidak memenuhi standar kualitas air minum maupun untuk air bersih terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi. Pada saat cuaca cerah nilai pH air yang didapatkan sebesar 6,17 sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 6,33. Rendahnya kualitas air terhadap pH di daerah ini dipengaruhi oleh limbah rumah tangga, limbah pabrik tahu yang dibuang ke badan air sehingga melebihi standar kualitas air bersih dan tergolong ke dalam air tercemar (air kotor). Adapun sumber pencemaran limbah pabrik tahu yang menyebabkan kualitas pH air menurun seperti pada Gambar 4.9 di bawah ini,

Gambar 4.9. Sumber limbah pabrik tahu yang mempengaruhi nilai pH dalam air

4.1.6. Total Dissolved Solids (TDS) TDS merupakan jumlah padatan atau ion-ion yang terlarut di dalam air. Perubahan nilai TDS tergantung dari banyaknya bahan padatan yang terlarut di dalam air Krueng Daroy, baik itu zat organik, anorganik, dan mineral-mineral yang terlarut di dalamnya (Nurjannah, 2010). Berdasarkan hasil pengukuran yang ditampilkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.10 dan data hasil pengukuran yang terdapat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Gambar 4.10. Grafik tingkat kualitas air terhadap TDS

Nilai TDS pengambilan sampel pada saat cuaca cerah mulai dari hulu mengalami peningkatan (nilainya naik) sampai Geuceu Kayee Jatoi dan menurun di daerah Geuceu Komplek dan Setui kemudia nilai TDS air mengalami peningkatan lagi di daerah Neusu serta menurun lagi di daerah Peuniti dan muara Krueng Daroy sampel yang diambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan sampel pada saat cuaca hujan nilai TDS mengalami peningkatan dari hulu sampai Geuceu Kayee Jatoi dan menurun di daerah Geuceu Komplek sampai Neusu kemudian nilai TDS meningkat lagi di daerah Peuniti sampai muara. Tinggi dan rendahnya nilai TDS di dalam air dipengaruhi oleh pencemaran yang terlarut di dalam air.. Nilai TDS lebih tinggi pada saat cuaca hujan dari pada cuaca cerah, hal ini di pengaruhi oleh padatan yang di bawa oleh air hujan dan pengikisan pinggir sungai oleh air sehingga banyak padatan yang terlarut di dalam air dan kualitas TDS air menurun. Pengukuran TDS dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Analisis, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sampel yang diambil mulai dari hulu hingga hilir Krueng Daroy, analisis TDS dilakukan dengan menggunakan TDS meter dengan cara mencelupkan elektroda TDS ke dalam botol sampel yang telah di isi air sebanyak 100 ml. Berdasarkan data TDS yang didapatkan dari setiap lokasi pengambilan sampel, maka nilai TDS masih memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/MENKES/SK/VII/2002. Pengambilan sampel untuk analisis TDS dilakukan pada saat cuaca cerah dan hujan, di mulai dari pagi pukul 9.30 sampai dengan siang pada pukul 12.30 WIB. Berdasarkan Gambar 4.10 pengambilan sampel pada lokasi pertama dilakukan di daerah Mata Ie yang merupakan hulu Krueng Daroy, tingkat kualitas TDS yang terukur sebesar 158 mg/l untuk cuaca cerah sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 213 mg/l. Lokasi kedua berada di daerah Geundring dengan jarak dua km dari hulu Krueng Daroy dan nilai TDS yang terukur pada saat cuaca cerah sebesar 185 mg/l dan 211 mg/l untuk cuaca hujan. Pengambilan sampel pada lokasi ketiga di daerah Geu Gajah dengan jarak tiga km dari lokasi pertama, tingkat kualitas TDS yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 193 mg/l sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 215 mg/l.

Pengambilan sampel pada lokasi keempat dilakukan di daerah Garot Geuceu dengan jarak empat km dari lokasi pertama, TDS yang terukur untuk daerah ini sebesar 214 mg/l pada saat cuaca cerah dan 226 mg/l pada saat cuaca hujan. Lokasi kelima pengambilam sampel dilakukan di daerah Lambheu dengan jarak lima km dari lokasi pertama, tingkat kualitas TDS air yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 205 mg/l sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 318 mg/l. Pengambilan sampel dengan jarak enam km dari lokasi pertama dilakukan di daerah Lam Ara yang merupakan lokasi keenam tempat pengambilan sampel, TDS yang terukur di daerah ini sebesar 217 mg/l untuk cuaca cerah sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 347 mg/l. Pengambilan sampel pada lokasi ketujuh dilakukan pada daerah Geuceu Kayee Jatoi dengan jarak tujuh km dari lokasi pertama, tingkat kualitas TDS air yang terukur di daerah ini sebesar 430 mg/l pada saat cuaca cerah dan sebesar 440 mg/l untuk cuaca hujan. Pengambilan sampel pada lokasi kedelapan dilakukan di daerah Geuceu Komplek dengan jarak delapan km dari hulu Krueng Daroy, TDS yang terukur di daerah ini sebesar 296 mg/l pada saat cuaca cerah dan 377 mg/l pada saat cuaca hujan. Pengambilan sampel dengan jarak sembilan km dilakukan di daerah Seutui yang merupakan lokasi kesembilan tempat pengambilan sampel, tingkat TDS air yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 321 mg/l sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 365 mg/l. Lokasi ke-10 pengambilan sampel dilakukan di daerah Neusu dengan jarak 10 km dari hulu Krueng Daroy, tingkat TDS yang terukur di daerah ini sebesar 431 mg/l pada saat cuaca cerah dan 380 mg/l pada saat cuaca hujan. Pengambilan sampel yang ke-11 dengan jarak 11 km dari lokasi pertama dilakukan di daerah Peuniti, adapun TDS yang terukur di daerah ini untuk cuaca cerah sebesar 406 mg/l, sedangkan untuk cuaca hujan sebesar 416 mg/l. Lokasi pengambilan sampel yang terakhir dilakukan di muara Krueng Daroy dengan jarak 12 km dari hulu Krueng Daroy, tingkat kualitas TDS yang terukur di daerah ini pada saat cuaca cerah sebesar 397 mg/l, sedangkan pada saat cuaca hujan sebesar 445 mg/l. Tingkat kualitas TDS air maksimum pada saat cuaca hujan terdapat di muara Krueng Daroy sebesar 445 mg/l hal ini disebabkan oleh banyaknya padatan yang terlarut di dalam air akibat pencemaran zat organik dan anorganik, serta banyaknya

senyawa mineral yang terlarut di dalam air tersebut, sehingga nilai TDS di daerah ini lebih tinggi dari pada daerah-daerah lain. Sedangkan pada saat cuaca cerah tingkat kualitas TDS air maksimum terdapat di daerah Neusu sebesar 431 mg/l. Tingkat kualitas TDS minimum pada saat cuaca hujan terdapat di daerah Mata Ie 213 mg/l, sedangkan pada saat cuaca cerah TDS air minimum juga terdapat di daerah Mata Ie sebesar 158 mg/l. Semakin banyaknya zat terlarut di dalam air, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas TDS dan sebaliknya semakin rendah zat terlarut di dalam air maka kualitas air terhadap TDS semakin baik digunakan untuk kebutuhan rumah tangga air.

4.1.7. Konduktivitas Listrik Konduktivitas listrik dalam air merupakan suatu kemampuan air dalam menghantarkan arus listrik. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari total kadar padatan di dalam air. Tingkat kualitas konduktivitas listrik dalam air dapat diukur dengan menggunakan conductivity meter, dengan cara mencelupkan elektroda conductivity meter ke dalam sampel air yang telah dituangkan ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml. Berdasarkan data analisis yang didapatkan dari setiap titik pengambilan sampel, nilai konduktivitas listrik dari setiap lokasi pengukuran dapat di lihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Grafik tingkat kualitas air terhadap konduktivitas listrik

Berdasarkan Gambar 4.11 konduktivitas listrik air Krueng Daroy mempunyai kualitas air yang berbeda-beda mulai dari hulu sampai muara Krueng Daroy. Nilai konduktivitas listrik cenderung mengalami peningkatan dari setiap lokasi pengambilan sampel yang di mulai dari Mata Ie yang mengalami peningkatan sampai Geuceu Kayee Jatoi kemudian mengalami penurunan di daerah Geuceu Komplek serta mengalami peningkatan lagi di daerah Setui dan Nuseu, nilai konduktivitas listrik mengalami penurunan di daerah peuniti dan muara Krueng Daroy sampel yang diambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan nilai konduktivitas listrik mengalami peningkatan yang dimulai dari hulu sampai Geuceu Komplek dan mengalami penurunan di daerah Setui kemudian nilai konduktivitas listrik mengalami peningkatan di daerah Neusu sampai muara Krueng Daroy. Perubahan ini disebabkan karena di dalam air terdapat padatan yang terlarut serta zat pencemaran organik dan anorganik di dalamnya sehingga kualitas airnya rendah. Perubahan kualitas konduktivitas listrik air Krueng Daroy yang semakin jauh dengan hulu maka nilai konduktivitas listrik juga semakin tinggi, hanya saja ada beberapa tempat lokasi pengambilan sampel yang memiliki nilai konduktivitas listriknya rendah (minimum). Nilai konduktivitas minimum pengambilan sampel pada saat cuaca cerah terdapat di daerah Mata Ie sebesar 335 S/cm. Nilai konduktivitas listrik maksimum pada saat saat cuaca cerah terdapat di daerah Neusu sebesar 913 (S/cm). Tingginya konduktivitas listrik di daerah ini dipengaruhi oleh jumlah padatan yang terdapat di dalam air, padatan ini berasal dari pencemaran yang dibuang ke badan sungai seperti limbah organik dan anorganik. Bahan padatan yang terdapat di dalam air biasanya mengandung garam atau ion-ion logam yang terlarut di dalamnya, sehingga nilai konduktivitas listrik di daerah ini lebih tinggi dari pada daerah lain. Limbah organik dan anorganik yang terdapat di daerah Nuseu berasal dari penduduk yang tinggal di bantaran Krueng Daroy sepanjang 200 meter, di daerah tersebut terdapat pemukiman kumuh yang mana penduduknya memiliki ekonomi lemah, daerah ini dihuni oleh pedagang dan tukang becak yang menggunakan air Krueng Daroy untuk kebutuhan sehari-hari dan tempat pembuangan limbah rumah tangga. Banyaknya zat pencemaran yang terdapat di dalam air mengakibatkan nilai konduktivitas listrik menjadi tinggi dan kualitas air akan menurun.

Nilai konduktivitas listrik maksimum pada saat cuaca hujan terdapat di muara Krueng Daroy sebesar 932 S/cm. Tingginya nilai konduktivitas listrik di muara Krueng Daroy disebabkan oleh banyaknya pencemaran berupa senyawa ion-ion dan garam yang berasal dari limbah organik dan anorganik yang terdapat di dalam air Krueng Daroy dan Krueng Aceh. Sedangkan nilai konduktivitas listrik minimum terdapat di daerah Mata Ie sebesar 302 S/cm. Rendahnya nilai konduktivitas listrik di Mata Ie dipengaruhi oleh kurangnya pencemaran yang terdapat di dalam air sehingga air tersebut memenuhi standar kualitas air bersih. Nilai konduktivitas listrik tidak ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 karena

pengukuran nilai konduktivitas listrik hanya terkandung pada jumlah padatan yang terdapat di dalam air.

4.3. Hubungan Kekeruhan dengan Warna Hubungaan kekeruhan dengan warna sangat mempengaruhi kualitasa air karena semakin tinggi nilai kekeruhan yang terdapat pada air Krueng Daroy maka semakin tinggi pula nilai warna yang terdapat di dalamnya dan sebaliknya semakin rendah nilai kekeruhan yang terdapat di dalam air maka nilai warna juga semakin rendah (Nurjannah,2 010). Hubungan antar nilai kekeruhan dengan warna dapat dilihat pada Gambar 4.12 dibawah ini.

40 35 30 25 20 15 Geu 10 Gajah 5 Mata Ie Geundring 0 3 5 8

Kekeruhan (NTU)

Geuceu Kayee Jatoi


Lambheu Lam Ara Garot Geuceu 13 29 27 58 34 Geuceu Komplek

Setui

Neusu

Muara

Peuniti

41

47

39

40

warna (ptCo) Gambar 4.12. Hubungan kekeruhan dengan warna pengambilan sampel pada saat

cuaca cerah Nilai kekeruhan dan warna yang memiliki nilai minimum terdapat pada daerah Mata Ie sebesar 3 ptCo dan 1,74 NTU. Tinggi dan rendahnya nilai kekeruhan dan warna dapat diketahui bahwa di dalam air tersebut banyak pencemaran yang mengandung partikel tersuspensi, yang berupa lumpur, tanah liat dan pencemaran organik dan anorganik serta mikroorganisme yang membusuk di dalamnya. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4.2 hasil pengukuran, hubungan antar nilai kekeruhan dengan warna dapat dilihat pada Gambar 4.13 dibawah ini.
45 40 Geuceu Kayee Jatoi Setui Peuniti Lambheu Geuceu Komplek Neusu

Muara

kekeruhan (NTU)

35 30 25 20 15 10 5 0 Geu Gajah Garot Geuceu Geundring Mata Ie Lam Ara

13

19

32

29

62

51

59

57

60

65

Warna (ptCo) Gambar 4.13. Hubungan kekeruhan dengan warna pengambilan sampel pada saat cuaca hujan Berdasarkan Gambar 4.13 dan data hasil pengukuran pada Tabel 4.2 nilai kekeruhan dan warna yang maksimum terdapat di daerah muara Krueng Daroy sebesar 65 ptCo dan 40,06 NTU yang kualitas airnya menurun. Sedangkan nilai minimum kekeruhan dan warna terdapat di daerah Mata Ie sebesar 2,53 NTU dan 4 ptCo sehingga kualitas airnya baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tinggi dan rendahnya nilai kekeruhan dan warna di dalam air dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi yang berupa lumpur dan tanah liat serta pencemaran organik dan anorganik yang terdapat di dalam air.

4.4.

Hubungan Konduktivitas Listrik dengan TDS

Hubungan antara konduktivitas listrik dan TDS tergantung pada komposisi bahan padatan yang berupa garam atau mineral dan ion-ion dalam air serta kekuatan ioniknya. Kekuatan ionik dalam air semakin meningkat apabila banyak terdapat padatan yang terlarut di dalamnya (Zarmaida, 2006). Berdasarkan data hasil pengukuran untuk hubungan konduktivitas dengan TDS pengambilan sampel pada saat cuaca cerah dapat dilihat pada Gambar 4.14 dibawah ini. Data hasil pengukuran seperti pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.14, semakin tinggi nilai TDS yang terdapat di dalam air maka semakin tinggi juga nilai konduktivitas listrik di dalamnya, dan sebaliknya semakin rendah nilai TDS di dalam air maka semakin rendah nilai konduktivitas listrik yang terdapat di dalamnya. Nilai TDS dan konduktivitas listrik maksimum terdapat di daerah Neusu sebesar 431 mg/l dan 913 S/cm, dan nilai minimun terdapat di daerah Mata Ie sebesar 158 mg/lt dan 335 S/cm.
1200 1000 Geuceu Kayee Jatoi Lambheu Garot Geuceu Neusu

Konduktivitas listrik (S/cm)

800 600 Geu Gajah

Setui Geuceu Komplek

Muara

Peuniti

400 Mata Ie Geundring 200

Lam Ara

0
158 185 193 214 217 205 430 296 321 431 406 397

TDS (mg/l)

Gambar 4.14. Hubungan Konduktivitas dengan TDS pengambilan sampel pada saat cuaca cerah

Berdasarkan data hasil pengukuran yang terdapat pada Tabel 4.2. Hubungan konduktivitas listrik dengan TDS pengambilan sampel pada saat cuaca hujan dapat dilihat pada Gambar 4.15. Nilai TDS dan konduktivitas listrik maksimum terdapat di daerah muara Krueng Daroy sebesar 445 mg/l dan 932 S/cm, dan nilai minimun terdapat pada daerah Mata Ie yaitu 211 mg/lt dan 439 S/cm. Tinggi dan rendahnya hubungan konduktivitas listrik dengan TDS dipengaruhi oleh pencemaran berupa padatan yang terlarut di dalam air, sumber pencemaran biasanya berasal dari limbah

rumah tangga, doosmeer. bengke dan limbah pabrik yang berada di sekitar Krueng Daroy.
1200 1000 Geuceu Kayee Jatoi Lam Ara Garot Geuceu Lambheu Neusu Muara Peuniti

Konduktivits Listrik (S/cm)

800

600
400 200 0 211 213 215

Geuceu Komplek Seutui

Geudring Mata Ie Geu Gajah

226

318

347

440

377

365

380

416

445

TDS (mg/lt) Gambar 4.15. Hubungan konduktivitas listrik dengan TDS pengambilan sampel pada saat cuaca hujan 4.5. Hubungan Konduktivitas Listrik dengan pH Semakin tinggi nilai konduktivitas listrik di dalam air maka nilai pH juga semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah nilai konduktivitas listrik yang terdapat di dalam air maka semakin rendah juga nilai pH terkandung di dalam air (Nurjannah, 2010). Berdasarka data hasil pengukuran parameter fisik seperti konduktivitas listrik dengan pH pengambilan sampel pada saat cuaca cerah dapat dilihat pada Gambar 4.16. Di daerah lokasi penelitian seperti Geuceu Kayee Jatoi memiliki nilai pH yang minimum sebesar 6,17 sedangkan nilai konduktivitas listrik yang minimum terdapat di daerah Mata Ie sebesar 447 S/cm. Nilai pH maksimum pengambilan sampel pada saat cuaca cerah terdapat di daerah Mata Ie sebesar 7,08 sedangkan nilai konduktivitas listrik maksimum terdapat di daerah Neusu sebesar 913 S/cm.

1000
800 Konduktivitas Listrik (S/cm) 600 Garot Geuceu

Geuceu Kayee Jatoi

Neusu Seutui Peuniti Muara

Lambheu

Geuceu Komplek

400
200 0

Geudring Mata Ie

Lam Ara

Geu Gajah

7.08 7.06 7.05

7.2

6.93 6.17 6.91 6.84 6.94 6.97 6.93 pH

Gambar 4.16. Hubungan Konduktivitas dengan pH pengambilan sampel pada saat cuaca cerah

Berdasarkan Tabel 4.2 data hasil pengukuran untuk hubungan konduktivitas listrik dengan pH pengambilan sampel pada saat cuaca hujan dapat dilihat pada Gambar 4.17. Nilai pH minimum terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi sebesar 6,33 sedangkan nilai konduktivitas listrik minimum terdapat di daerah Mata Ie sebesar 447 S/cm. Nilai pH maksimum terdapat pada daerah Mata ie sebesar 7,09 sedangkan konduktivitas listrik maksimun terdapat di muara Krueng Daroy sebesar 932 S/cm.
1200
1000 Geuceu Kayee Jatoi Garot Geuceu Lambheu Lam Ara Geuceu Komplek

Neusu
Setui

Muara Peuniti

Konduktivitas listrik (S/cm)

800 600

Geundring 400 Mata Ie Geu Gajah 200 0 7.09 7.07 7.03 7 6.97 6.91 6.33 6.88 6.92 6.78 6.97 6.89

pH Gambar 4.17. Hubungan konduktivitas listrik dengan TDS pengambilan sampel sesudah hujan

4.6.

Hubungan TDS dengan Kekeruhan Hubungan antara kekeruhan dengan TDS adalah semakin tinggi nilai

kekeruhan yang terdapat di dalam air maka semakin tinggi pula nilai TDS di dalamnya, dan sebaliknya semakin rendah nilai kekeruhan yang terdapat di dalam air maka semakin rendah juga nilai TDS di dalamnya (Nurjannah, 2010). Nilai TDS yang maksimum terdapat di daerah Neusu sebesar 431 mg/lt, sedangkan nilai kekeruhan yang maksimum terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi sebesar 31,53 NTU. Tingginya nilai kekeruhan di daerah Geuceu Kayee Jatoi dipengaruhi oleh limbah rumah tangga dan limbah pabrik tahu yang dibuang ke dalam Krueng Daroy, dan nilai TDS pada daerah ini sebesar 430 mg/l. Rendahnya nilai TDS pada daerah ini karena limbah yang dihasilkan oleh pabrik tahu dan rumah tangga banyak mengandung padatan yang tidak terlarut di dalam air dan tidak banyak mengandung padatan yang terlarut di dalamnya. Hasil pengukuran terhadap sampel air Krueng Daroy yang diambil pada saat cuaca cerah dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.18 di bawah ini.
500 400 Geuceu Kayee Jatoi

Neusu

Peuniti
Muara

TDS (mg/l)

300 200 100 0 1.74 3.33 Geundring Mata Ie

Garot Geuceu
Geu Gajah

Setui Lam Ara Lambheu Geuceu Komplek

5.44

8.54 24.18 22.45 31.53 26.99 28.57 29.3 27.45 27.95

Kekeruhan (NTU) Gambar 4.18. Hubungan TDS dengan kekeruhan pengambilan sampel pada saat cuaca cerah

Nilai minimum kekeruhan dan TDS terdapat di daerah Mata Ie yaitu sebesar 1,74 NTU dan 158 mg/lt. Hasil pengukuran data seperti Tabel 4.2 untuk hubungan kekeruhan dengan TDS pengambilan sampel sesudah hujan dapat dilihat pada

Gambar 4.19. Nilai kekeruhan dan TDS yang maksimum terdapat di muara Krueng Daroy sebesar 40,06 NTU dan 445 mg/lt. Sedangkan nilai minimum untuk kedua parameter fisik tersebut terdapat di daerah Mata Ie sebesar 2,53 NTU dan 213 mg/lt.
500 400 Geuceu Kayee Jatoi Lambheu 300 Geu Gajah Mata ie 200 Geundring 100 0 2,53 8,55 24,18 38,71 32,43 33,46 Setui Geuceu Komplek

Muara Peuniti Neusu

TDS mg/l)

Lam Ara

Garot Geuceu

Kekeruhan (NTU) Gambar 4.19. Hubungan TDS dengan kekeruhan pengambilan sampel pada saat cuaca hujan

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air terhadap kekeruhan masih memenuhi standar kualitas air bersih yang terdapat di daerah Mata Ie, Geudring, Garot Geuceu, Lambheu, Lam Ara. Sedangkan kualitas pH air Krueng Daroy yang tidak melebihi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan terdapat di daerah Mata Ie, Geudring, Geu Gajah, Garot Geuceu, Lambheu, Lam Ara, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara Krueng Daroy, kualitas air yang terdapat di daerah ini baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kualitas air terhadap temperatur, TDS, TSS, kekeruhan dan konduktivitas listrik yang ditinjau sepanjang aliran Krueng Aceh masih memenuhi standar air bersih, hal ini disebabkan karena pola penyebaran penduduk dan pencemaran air yang ada di kwasan sungai Krueng Aceh tidak banyak mengandung padatan yang dapat menyebabkan kualitas air menurun terhadap parameter fisik tersebut. Di tinjau di setiap titik pemantauan sungai Krueng Aceh, kualitas warna air sampel air

diambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan pengukuran sampel pada saat cuaca hujan terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara Krueng Daroy. Kualitas air yang tercemar (kotor) terhadap kekeruhan terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara Krueng Daroy. Ditinjau dari hasil penelitian di setiap titik pengukuran pada sungai Krueng nilai maksimum untuk kekeruhan terdapat di daerah Geuceu Kayee Jatoi sebesar 31,53 NTU, warna sebesar 58 ptCo, untuk TDS sebesar 431 mg/l dan konduktivitas listrik sebesar 913 S/cm terdapat di daerah Neusu dan nilai minimum untuk parameter fisik tersebut terdapat di daerah Mata Ie yang sampel diambil pada saat cuaca cerah. Sedangkan hasil pengukuran pada saat cuaca hujan. Sedangkan hasil pengukuran pada saat cuaca hujan nilai maksimum untuk kekeruhan sebesar 40,06 NTU, warna 65 ptCo, TDS sebesar 445 mg/lt dan konduktivitas listrik sebesar 932 S/cm terdapat di Muara Krueng Daroy dan nilai minimum untuk parameter fisik tersebut terdapat di daerah Mata Ie. Kualitas air Krueng Daroy untuk parameter fisik

yang standar air bersih dan dapat digunakan untuk kebutuhan sehari- hari seperti mandi dan cuci terdapat di daerah Mata Ie, Geudring, Garot Geuceu, Geu Gajah, dan Lam Ara. Sedangkan kualitas air tercemar dan melebihi standar air bersih untuk parameter fisik seperti kekeruhan, warna, bau dan pH terdapat di daerah Lambheu, Geuceu Kayee Jatoi, Geuceu Komplek, Seutui, Neusu, Peuniti dan muara Krueng Daroy. Menurunnya kualitas air terhadap parameter fisik pada daerah ini di pengaruhi oleh pola penyebaran dan sumber pencemaran yang terdapat di sepanjang aliran Krueng Daroy yang disebabkan oleh limbah rumah tangga seperti tinja wc, sisa detergen, pembuangan limbah instalasi perkotaan, limbah pabrik, doosmeer, bengkel, limbah organik dan anorganik serta mikro-organisme yang membusuk di dalam air.

5.2. Saran Disarankan penelitian ini dilanjutkan dengan pengukur kualitas air secara parameter kimia, biologi dan fisik (kandungan sedimentasi dalam air serta kecepatan aliran air Krueng Daroy). Untuk Fakultas MIPA khususnya Fisika agar disediakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas air secara parameter fisik. Sedangkan untuk masyarakat dan pemerintahan dapat menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumber daya alam, agar tidak terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Limbah industri sebelum dibuang ke tempat pembuangan atau dialirkan ke selokan, Krueng Daroy hendaknya dikumpul disuatu tempat yang disediakan dan diolah sehingga waktu dibuang ke Krueng Daroy tidak menyebabkan terjadinya pencemaran air.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anggi, S. dan Nazir, A., 2009, Pekerjaan Surve Inditifikasi Bantaran Sungai Krueng Daroy di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pemerintahan Aceh (Bapedal), Banda Aceh. Farida, H., 2010, Proses Pengolaha Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-farida. pdf Akses April 2010. Gabriel, J. F., 2001, Fisika Lingkungan, Hipokrates, Jakarta. Gintings, P., 1992, Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Henif, E. 2002. Telaah Kualitas air Bagi Pengolahan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan, Kanisius, Pekanbaru. Kodoatie, R.J. dan Syarief, R., 2002, Pengolahan Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah, Adi Yogyakarta, Yogyakarta. Lingsley, R. K., dan Fransini, J. B., 1991, Teknik Sumber Daya Air, Jilid I dan II. Terj. Ir. Djoko Sasongko, M.Sc. Edisi ke-3, Elangga, Jakarta. Nurjannah, 2010. Analisis Kualitas Air Sumur Berdasarkan Parameter Fisik di Kecamatan Kuta Raja. Jurusan fisika FMIPA Unsyiah, Banda Aceh. Rukaesih, A., 2004., Kimia Lingkungan, Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Soemarto, 1987, Siklus Hidrologi, http:/ /blog. Unnes.ac.id/nashiha /files/2011 /11/image_preview.png. Akses Maret 2011. Sudiarsa, I. W., 2004, Air Untuk Masa Depan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Suripin., 2001, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Sutrisno, T., 2002, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta. Triatmodjo, B., 2008., Hidrologi Terapan, Beta. Offset. Yogyakarta. Yogyakarta. Yurman, 2009, Pengaruh Kadar Klorin pada Air Sumur Gali, Jurnal Lingkungan, Fakultas Pertanian, Bengkulu. Zarmaida, 2006, Konduktivitas Listrik Air Sumur Di Daerah yang Terkena Gelombang Tsunami, Skripsi, FKIP UNSYIAH, Banda Aceh.

You might also like