You are on page 1of 55

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh : Andi Fahripa Nur Rahma 2009 730 125

Pembimbing : DR. dr. Effek Alamsyah,SpA MPH

STASE ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul Demam Berdarah Dengue yang merupakan salah satu penyakit tersering pada anak dengan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada DR. dr. Effek Alamsyah,SpA MPH, selaku pembimbing di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSIJ Cempaka Putih dan rekan - rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

STATUS PASIEN

IDENTITAS/BIODATA Nama Tanggal Lahir Usia Jenis Kelamin Nama Ayah Nama Ibu Agama Alamat : An. E : 27 Januari 2013 : 5 tahun 8 bulan : Laki-laki : Tn. A : Ny. L : Islam : Cempaka Putih Barat XIX no. 31

Tangal masuk RS

: Masuk UGD : 10 Oktober 2013, Pukul 21.00 WIB Masuk Bangsal : 10 Oktober 2013, Pukul 23.00 WIB

ANAMNESIS Alloanamnesis Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Demam 3 hari sebelum masuk RS : Pusing, nyeri di belakang mata, batuk berdahak, pilek, mual dan muntah, nyeri perut Riwayat Penyakit Sekarang : 3 hari sebelum masuk RS Pasien mengeluh demam sepanjang hari, demam timbul mendadak, tidak menggigil, tidak kejang, pasien mengeluh sakit kepala, tidak terdapat benjolan/pembesaran kelenjar (belakang telinga, bawah dagu, leher, ketiak dan lipat paha) hidung mimisan, dan pilek, telinga tidak mengeluarkan darah atau cairan, pendengaran tidak terganggu, batuk berdahak berwarna putih sejak 3 hari sebelum masuk RS, tidak sesak, terasa
3

panas dibelakang mata, gusi tidak berdarah, bibir kering, tidak ada sariawan, tidak ada nyeri telan, mulut tidak terasa pahit, pasien juga mengeluh perut kembung, mual dan muntah > 3x/hari, tidak menyembur, muntah berisi makanan, tidak ada darah dan lendir, terutama ketika batuk dan setelah makan, pasien juga mengeluh nyeri perut, BAB lancar dan tidak ada keluhan (tidak mencret, tidak ada darah ataupun lendir) BAK lancar dan tidak ada keluhan, warna kuning jernih, tidak pekat, tidak ada darah, tidak sakit saat BAK, pasien merasa lemas, nyeri tulang dan nyeri otot (pegal-pegal) di seluruh badan, tidak ada pembengkakan sendi, tidak ada bintik-bintik merah di seluruh badan, tidak menimbul, tidak gatal, ujung jari tangan dan kaki terasa dingin, tidak ada kebiruan. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit seperti ini di sangkal, belum pernah dirawat

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama Riwayat Pengobatan : Sudah berobat ke dokter 1 kali selama sakit ini, mendapat obat paracetamol dan panadol anak Riwayat Alergi Riwayat Psikososial : Alergi obat dan makanan disangkal : Pola makan teratur, pola minum banyak, di lingkungan rumah dekat saluran air, ganti pakaian 2x sehari

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN Riwayat kehamilan : ANC di bidan 7 kali Selama kehamilan Hamil : Riwayat minum jamu-jamuan, obat-obatan tidak pernah : 38 minggu

Riwayat Persalinan : Lahir di Bidan, Normal BBL : 3900 gram PB : 50 cm

RIWAYAT MAKANAN 6 bulan > 6 bulan - 2 tahun > 2 tahun = ASI diberikan selama = ASI + MPASI = Sufor + Makanan Pokok.

Kesan : Pola makanan sesuai Usia

RIWAYAT PERKEMBANGAN Motorik kasar Motorik halus Verbal Sosial : Melompat, Berjalan : Menulis, Menggambar : Bicara sudah berbentuk kalimat, bermakna, dan jelas : Dapat bersosialisasi dengan orang lain

Kesan : Pertumbuhan anak sesuai umur

RIWAYAT IMUNISASI Hep. B BCG DPT Polio : 1 (baru lahir) : umur 1 bulan, dilengan kanan, skar ditemukan : 1 (umur 2 bulan ), 2 (umur 4 bulan), 3 (umur 6 bulan) : 1 (baru lahir), 2 (umur 1 bulan), 3 (umur 4 bulan), 4 (umur 6 bulan) Campak : 9 bulan

Kesan : Imunisasi lengkap

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran GCS : Tampak sakit sedang : Composmentis : 15 (E4 V6 M5)
5

Tanda- tanda Vital

: - S : 37,1 C - N : 100x/menit, kuat angkat, reguler - P : 22x/menit - TD : -

Antropometri

: - BB - TB : 24 kg : 125 cm

o BB/U : 24/22 x 100 % = 109 % Gizi Baik o TB/U : 85/72 x 100 % = 120 % Baik o BB/TB : 24/23 x 100 % = 104,3 % Normal Kesan : Gizi Baik

STATUS GENERALIS 1. Kepala Bentuk Rambut Mata : : normochepal, ubun-ubun sudah menutup : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut : visus normal, ptosis -/-, lagoftalmos -/-, hordeolum -/-, udem palpebra -/-, kunjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, sekret -/-, refelks cahaya +/+, mata cekung -/-, pupil isokor Hidung : septum deviasi -, sekret -/-, darah/bekas perdarahan +/+, pernapasan cuping hidung -/-, edema mukosa -/-, hiperemis mukosa -/Mulut : bibir kering +, lidah kotor -, faring hiperemis -, pseudomembran, tonsil T1/T1, stomatitis -, lidah tremor -, lidah kotor -, gusi berdarah Telinga 2. 3. Leher Torax : normotia, serumen +/+, membrane tympani intak. : pembesaran KGB -, pembesaran kel tiroid : Paru : I : simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga -,
6

pernapasan abdominotorakal, laserasi-, penonjolan -, pembengkakan -, bintik-bintik merah : P : nyeri tekan -, vocal premitus kanan kiri sama, krepitasi: P : sonor di kedua lapang paru : A : vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II normal, tidak ada bunyi tambahan 4. Abdomen : I : retraksi epigastrium -, cembung, simetris, spider nevi -,

bintik-bintik merah -, distensi : A : bising usus + melemah, metallic sound -, bruit : P : nyeri tekan epigastrium +, hepatomegali 1 jari dibawah arcus costa, turgor kulit normal, splenomegali -, ginjal tidak teraba dan tidak nyeri, pemeriksaan asites (undulasi) : P : tympani pada 4 kuadran abdomen, pemeriksaan asites (shifting dullness) -, pekak menunjukkan batas hepar 1 jari dibawah arcus costa kanan. 5. Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-bintik merah -/: bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintikbintik merah -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 10/10/2013 11/10/2013 12/10/2013 13/10/2013 14/310/2013

Hb 11,0 10,6 13,0 12,6

Ht 34 32 40 39

Trombo 199.000 176.000 104.000 92.000

Leuko 4900 4190 4700 5390

LED 30 -

Ket NS1 (+)

RESUME Pasien datang dengan febris mendadak, terus menerus selama 3 hari, nyeri retro orbita dan tulang, nausea dan vomitus 3 x/hari, batuk berdahak, nyeri perut, dan mialgia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan epistaksis, bibir kering, gelisah, dan nyeri tekan epigastrium. KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis , GCS 15, Status Gizi : Gizi Baik, Suhu : 37,1 c, Nadi : 100x/menit, kuat angkat, reguler, Pernapasan : 22x/menit

ASSESMENT Dengue Haemorragic Fever Gastritis Akut

RENCANA TERAPI Infus Asering 16 tpm ( 24kg ) | 1000+(10x50)= 1500 Ondancentron 2x1 amp Paracetamol 4x1/2 tab

FOLLOW UP Tanggal S O A P - Infus Asering 16 tpm Demam hari ke-4, pegal di tangan dan kaki, mual (+), muntah (-), Pilek (+), batuk berdahak (+) dan sakit perut (+), ptekie (-) Nadi :84x/menit Suhu :37, 1 0C Pernapasan: 20x/mnt - Demam Berdarah Dengue hari ke-4 Gastritis Akut - Paracetamol 4x1/2 tab - Ondancetron 1 amp - cek HHTL 24 jam kemudian

11/10/2013

12/10/2013

Demam hari ke-5, pegal di tangan dan kaki, mual (+), muntah (-), Pilek (+) sedikit berkurang dan sakit perut (+),BAB sulit dan BAK baik

Nadi : 86x/menit Suhu : 38,7 c Pernapasan : 26x/menit

Demam Berdarah Dengue Hari ke-5

- RL 1600 cc/24 cc 2x (12,5)% +1600 - PCT tab 4x1/2


8

Gastritis Akut

tab - Starmuno 1x1 cth - Dexametasone 3x1 - Cek HHTL 24 jam kemudian

13/3/2013

Demam hari ke-6, demam sudah mulai turun, pegal di tangan dan kaki sudah mendingan, mual (+), muntah (-), Pilek (+) dan sakit perut (+),BAB 1 kali sehari dan BAK baik

Nadi : 84x/menit Suhu : 35,1 c Pernapasan : 24x/menit Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,5 c Pernapasan : 20x/menit

Demam Berdarah Dengue Hari ke-6 Gastritis Akut

Lanjutkan Terapi Cek HHTL/24 jam

Demam (+), mual (-) dan sakit perut (-), nafsu makan BAB dan BAK baik 14/3/2013

Lanjutkan terapi Demam Berdarah Dengue Hari ke-6 Gastritis Akut Os Boleh Pulang

BAB I PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1 Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui peran nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam grup B Arthropod borne Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat jenis seroptipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2 Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakan diagnosis. Menurut pakar, dengue is one disease entity with different clinical presentations and often with unpredictable clinical evolution and outcome. Untuk membantu para klinisi, WHO pada tahun 1997 membuat panduan dalam buku berjudul Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Panduan ini merupakan panduan yang komprehensif yang sampai sekarang tetap digunakan di semua negara endemis dengue, termasuk Indonesia. Menggunakan panduan WHO tersebut, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah menurunkan angka kematian dari 1.18% pada tahun 1985 menjadi 0.79% di tahun 2009. Namun karena dengue telah menyebar ke berbagai negara, banyak pihak yang melaporkan sulitnya penggunaan klasifikasi WHO 1997. Beberapa hal yang dipermasalahkan adalah kesulitan memasukan klasifikasi dengue berat kedalam spektrum klinis, kesulitan menentukan derajat penyakit karena tidak semua kasus disertai perdarahan, dan keinginan untuk menyaring kasus dengue saat terjadi kejadian luar biasa. Untuk itu WHO membuat klasifikasi dengue 2009, namun beberapa negara di Asia Tenggara tidak menyetujui klasifikasi WHO 2009 dan membuat revisi klasifikasi WHO 2011.3

10

BAB II PEMBAHASAN

1.

DEFINISI Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan

oleh virus Dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue. Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue menurut WHO 2011. 4

1. Demam tidak terdiferensiasi. Adalah infeksi dengue primer (yaitu infeksi dengue pertama kalinya), gejala yang timbul adalah demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai normal. Umumnya disertai gangguan pencernaan dan pernapasan bagian atas. 2. Demam dengue (DD) paling sering terjadi pada anak-anak, remaja dan orang dewasa. Hal ini umumnya merupakan penyakit demam akut dan kadang-kadang demam biphasic dengan sakit kepala parah, mialgia, arthralgia, ruam, leukopenia dan trombositopenia. Pada DD bisa menjadi penyakit melumpuhkan dengan sakit kepala parah, nyeri otot, sendi dan tulang, terutama pada orang dewasa. Kadang-kadang terjadi perdarahan yang tidak biasa seperti pendarahan gastrointestinal, hypermenorrhea dan epistaksis masif.

11

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan). Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada anak kurang dari 15 tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi dengue berulang. DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan berhubungan dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan DD pada fase awal. Ada diatesis hemoragik umum seperti uji tourniquet positif, petechiae, hematom dan perdarahan gastrointestinal sering terjadi pada kasus berat. Pada akhir dari fase demam, ada kecenderungan untuk berkembang menjadi syok hipovolemik (dengue shock syndrome) akibat kebocoran plasma. Kehadiran tanda-tanda awal sebelumnya seperti muntah terusmenerus, sakit perut, lesu atau gelisah, atau lekas marah dan oliguria gejala khas untuk intervensi mencegah syok. Trombositopenia dan meningkatnya hematokrit / hemokonsentrasi adalah gejala sebelum syok. 4. Expanded dengue syndrome. Manifestasi yang tidak lazim dengan keterlibatan organ vital seperti hati, otak, ginjal dan atau jantung yang terkait dengan infeksi dengue yang dapat pula terjadi dengan tidak adanya bukti kebocoran plasma. Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi tidak lazim adalah hasil dari komplikasi syok yang berkepanjangan dengan gagal organ atau pasien dengan penyakit penyerta (coinfection).4 Para pakar mengemukakan beberapa alasan mengapa klasifikasi WHO 1997 harus direvisi. Pertama, saat ini infeksi telah menyebar ke banyak negara. Kedua infeksi dengue mempunyai spektrum manifestasi klinis yang luas, kadangkala sulit diramalkan baik secara klinis maupun prognosisnya. Walaupun infeksi sembuh dengan sendirinya, adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat mengakibatkan akibat berat dan fatal. Para pakar kesulitan untuk membedakan dengue ringan dan berat. Ketiga diperlukan triase klasifikasi yang lebih luas dan longgar untuk penegakan diagnosis sedini mungkin dan tatalaksana saat terjadi KLB. Keempat kesulitan untuk pengelompokan apabila ditemukan dengue berat karena tidak terdapat dalam klasifikasi WHO 1997. Akhirnya terbentuklah klasifikasi WHO 2009.

12

Namun pada klasifikasi spektrum klinis infeksi dengue tidak dibedakan antara kelompok DBD/DSS dengan kelompok DD. Lalu klasifikasi ini terlalu luas sehingga menyebabkan overdiagnose, namun diakui perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD, yaitu expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestations. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat revisi dengan klasifikasi hampir sama klasifikasi WHO1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik ditambah dengan expanded syndrome dengue.

2. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) provinsi dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
13

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Gambar 2. AI DBD per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009.

14

Gambar 3. Lima provinsi tertinggi Angka Kematian DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2009

Provinsi dengan angka kematian (AK) tertinggi pada umumnya berbeda dengan provinsi dengan AI tertinggi (AI). Hal ini berarti provinsi dengan AI tinggi belum tentu juga menjadi provinsi dengan AK tinggi. Pada Gambar di atas terlihat semua provinsi dengan AK tertinggi adalah provinsi yang berada di luar pulau Jawa dan Bali sedangkan provinsi dengan AI tertinggi umumnya dari Pulau Jawa dan Bali. AK rendah di pulau Jawa dan Bali bila dibandingkan dengan di luar pulau Jawa ini kemungkinan karena pelayanan medis dan akses ke pelayanan kesehatan lebih baik, serta tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD di pulau Jawa dan Bali lebih tinggi. Oleh karena itu upaya promosi kesehatan dan peningkatan akses dan pelayanan medis perlu difokuskan pada daerah di luar pulau Jawa dan Bali.1

3. ETIOLOGI Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Kerentanan manusia tergantung pada sistem imun dan genetik predisposition.2

4. CARA PENULARAN Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
15

kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.2

5. PATOFISIOLOGI
5.1. Demam Dengue

Walaupun Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue ( DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.5 Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memrosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-Helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.(5)
Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi

yang diduga karena proses

16

manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

5.2. DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembanganbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara keempat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (binding receptor), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotipe spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1

17

mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus. b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut: Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

18

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan urAIan berikut: Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

19

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga Platelet Activating Faktor (PAF). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diurAIkan dalam betuk gambar berikut:

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibody kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini
20

bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi Non Neutralizing Antibodies akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses Enhancing yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(6,7,8)

21

6. GEJALA KLINIS 6.1.Demam berdarah dengue Setelah masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (kisaran 3-14 hari), berbagai gejala nonspesifik konstitusional dari sakit kepala, sakit punggung dan malAIse umum dapat ditemukan. Biasanya, awal DD adalah kenaikan suhu tiba-tiba dan sering dikAItkan dengan wajah memerah dan sakit kepala. Sesekali, menggigil menyertai kenaikan suhu yang mendadak. selanjutnya, mungkin ada nyeri retro-orbital pada gerakan mata atau tekanan mata, fotofobia, sakit punggung, dan nyeri pada otot dan sendi/tulang. Gejala umum lainnya termasuk anoreksia dan perubahan sensasi rasa, sembelit, nyeri kolik dan nyeri perut, nyeri di daerah inguinal, sakit tenggorokan. Gejala ini biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Perlu dicatat bahwa gejala-gejala dan tandatanda DD sangat bervariasi dalam frekuensi dan keparahan.4 Demam: Suhu tubuh biasanya antara 39 C dan 40 C, dan demam mungkin biphasic, 57 hari.

22

Ruam: kemerahan difus atau erupsi sekilas dapat diamati pada wajah, leher dan dada selama dua sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin makulopapular atau rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau keempat. Menjelang akhir masa demam atau segera setelah penurunan suhu badan sampai yg normal, ruam umum memudar dan kelompok lokal petechiae mungkin muncul pada dorsum kaki, di kaki, dan di tangan dan lengan. petechiae konfluen ditandai dengan kulit terasa gatal. Manifestasi perdarahan: perdarahan kulit dapat hadir dengan uji tourniquet positif dan / atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis masif, hypermenorrhea, perdarahan ginggiva dan perdarahan gastrointestinal jarang terjadi di DD, komplikasi dengan trombositopenia. Laboratorium : Di daerah endemik demam berdarah, tes turniket positif dan leukopenia (WBC 5000 sel/mm3) membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi dengue dengan nilai prediksi positif 70% -80%. Temuan Laboratorium selama episode akut penyakit DD adalah sebagai berikut: Jumlah WBC biasanya normal pada awal demam, kemudian berkembang menjadi leukopenia dengan penurunan neutrofil dan berlangsung selama periode demam. Jumlah platelet biasanya normal, seperti juga komponen lain dari mekanisme

pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100. 000-150. 000 sel/mm3) sering ditemukan, dari rata-rata semua pasien DD memiliki jumlah trombosit di bawah 100.000 sel/mm3, tetapi trombositopenia berat (<50 000 sel/mm3) jarang terjadi. Hematokrit meningkat ringan ( 10%) dapat ditemukan sebagai konsekuensi dari

dehidrasi yang terkait dengan muntah, demam, anoreksia dan asupan oral yang buruk. Biokimia darah biasanya normal tapi enzim hati alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate amino transferase (AST) mungkin meningkat.

Diferensial diagnosis Demam dengue Arboviruses: Chikungunya virus Other viral diseases: Measles; rubella dan virus lainnya; Epstein-Barr Virus (EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A Bacterial diseases: leptospirosis, typhoid. Parasitic diseases: Malaria.

23

6.2.Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue. Kasus DBD khas ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan sering dengan gangguan peredaran darah dan syok. Trombositopenia sedang yang ditandai bersamaan dengan hemokonsentrasi /peningkatan hematokrit adalah temuan laboratorium yang khas terlihat. Perubahan patofisiologi utama yang menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dari demam dengue adalah hemostasis abnormal dan kebocoran plasma selektif dalam rongga pleura dan perut. Perjalanan klinis DBD dimulai dengan kenaikan suhu yang mendadak disertai wajah kemerahan dan gejala yang menyerupai demam berdarah, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri otot atau sendi. Tes tourniquet positif (~ 10 titik / inci2), bisa diamati pada fase demam awal. Petechiae halus tersebar pada ekstremitas, aksila, wajah dan langit-langit mulut dapat dilihat selama fase demam awal. Ruam peteki konfluen dengan daerah seputaran kulit normal terlihat dalam masa pemulihan, seperti pada demam berdarah. Epistaksis dan perdarahan gusi kurang umum. Perdarahan gastrointestinal ringan kadang-kadang dapat tampak, keadaan ini bisa menjadi lebih parah pada pasien yang sudah ada penyakit ulkus peptikum sebelumnya. Hematuria jarang terjadi. Hepar biasanya teraba di awal fase demam, hanya teraba 2-4 cm di bawah batas kosta kanan. Ukuran hepar tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit, tetapi hepatomegali lebih sering pada kasus syok. Fase kritis DBD, yaitu periode kebocoran plasma, dimulai sekitar transisi dari demam ke fase afebris. Bukti kebocoran plasma, efusi pleura dan ascites mungkin, Namun tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik pada fase awal kebocoran plasma atau kasus-kasus ringan DBD. Hematokrit meningkat, misalnya 10% sampai 15% di atas normal, adalah bukti paling awal kebocoran plasma. Komplikasi yang signifikan dari kebocoran plasma menyebabkan syok hipovolemik. Bahkan dalam kasus-kasus syok, sebelum terapi cairan intravena, efusi pleura dan ascites mungkin tidak terdeteksi secara klinis. USG atau foto thorax untuk membuktikan kebocoran plasma dapat mendahului deteksi klinis. Rontgen dada kanan dekubitus lateral yang meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi efusi pleura. Dinding kandung empedu edema dikAItkan dengan kebocoran plasma dan mungkin mendahului deteksi klinis. Penurunan albumin serum secara signifikan yaitu > 0,5 gram/dl dari awal adalah bukti tidak langsung plasma leakage. Dalam kasus-kasus ringan DBD, semua tanda dan gejala mereda setelah demam reda.
24

Penurunan demam bisa disertai dengan keringat dan perubahan ringan pada denyut nadi dan tekanan darah. Perubahan ini mencerminkan gangguan peredaran darah ringan dan sementara sebagai akibat dari kebocoran plasma derajat ringan. Pasien biasanya pulih baik secara spontan atau setelah terapi cairan dan elektrolit. Dalam kasus sedang sampai parah, kondisi pasien memburuk beberapa hari setelah timbulnya demam. Ada warning sign seperti muntah terus-menerus, sakit perut, penolakan asupan oral, lesu atau gelisah atau lekas marah, oliguria. Mendekati akhir fase demam, pada saat atau segera setelah suhu turun atau antara 3-7 hari setelah timbulnya demam, ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, perioral sianosis sering diamati, dan denyut nadi menjadi lemah dan cepat. Meskipun beberapa pasien mungkin tampak lesu, biasanya mereka menjadi gelisah dan kemudian dengan cepat masuk ke tahap kritis dari syok. Sakit perut akut adalah keluhan sering sebelum timbulnya syok. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah dengan penyempitan tekanan nadi < 20 mmHg dengan tekanan diastolik yang meningkat, misalnya 100/90 mmHg, atau hipotensi. Tanda-tanda perfusi jaringan berkurang adalah: waktu pengisian kapiler (> 3 detik), kulit teraba dingin dan gelisah. Pasien shock berada dalam bahaya kematian jika tidak ada pengobatan yang cepat dan tepat diberikan. Pasien mungkin masuk ke dalam tahap syok mendalam dengan tekanan darah dan / atau pulsasi nadi menjadi tak teraba (DBD derajat 4). Perlu dicatat bahwa sebagian besar pasien tetap sadar hampir ke tahap terminal.

Convalescence pada DBD Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda-tanda pemulihan dan indikasi untuk menghentikan penggantian volume. Temuan umum dalam convalescence meliputi sinus bradikardia atau aritmia dan petechial konfluen seperti yang dijelaskan pada demam berdarah. Penyembuhan pada pasien dengan atau tanpa syok biasanya singkat dan lancar. Bahkan dalam kasus dengan syok mendalam, setelah shock diatasi dengan perawatan yang tepat pada pasien yang bertahan dapat sembuh dalam 2 - 3 hari. Namun, mereka yang memiliki syok yang berkepanjangan dan kegagalan multiorgan akan memerlukan pengobatan khusus dan mengalami pemulihan lebih lama. Perlu dicatat bahwa angka kematian dalam kelompok ini akan tinggi bahkan dengan pengobatan khusus.

Laboratorium
1. Sel darah putih (WBC) count mungkin normal atau dengan neutrofil dominan pada

fase demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah sel darah putih dan neutrofil,
25

mencapAI titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah total sel putih ( 5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit (neutrofil <limfosit) berguna untuk memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Temuan ini mendahului

trombositopenia atau hematokrit meningkat. Sebuah limfositosis relatif dengan limfosit atipikal yang meningkat umumnya diamati pada akhir fase demam dan ke pemulihan. Perubahan ini juga terlihat pada DF.
2. jumlah trombosit normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat diamati

setelahnya. Penurunan tiba-tiba jumlah trombosit di bawah 100.000 terjadi pada akhir fase demam sebelum timbulnya shock atau penurunan demam. Tingkat jumlah trombosit berkorelasi dengan keparahan DBD. Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama masa pemulihan. Hematokrit normal pada fase awal demam. sedikit peningkatan mungkin karena demam tinggi, anoreksia dan muntah. Kenaikan mendadak hematokrit diamati secara bersamaan atau segera setelah penurunan jumlah trombosit. Haemoconcentration atau hematokrit meningkat 20% dari awal, bukti obyektif dari kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa tingkat hematokrit dapat dipengaruhi oleh penggantian volume awal dan pendarahan.
3. Temuan umum lainnya adalah hypoproteinemia / albuminaemia (sebagai akibat

dari kebocoran plasma), hiponatremia, dan tingkat aspartat aminotransferase serum sedikit meningkat ( 200 U / L) dengan rasio aspartate aminotransferase (AST): alanine aminotransferase (ALT) > 2.
4. Albuminuria ringan bersifat sementara kadang-kadang dapat timbul. 5. Dalam kebanyakan kasus, tes koagulasi dan faktor fibrinolitik menunjukkan

penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) ini ditemukan di beberapa kasus. Pada kasus yang parah ditandai dengan disfungsi hati, faktor pengurangan V, VII, IX dan X.
6. parsial tromboplastin time dan protrombin time lebih panjang sekitar setengah dan

sepertiga dari kasus DBD. Trombin time juga panjang pada kasus berat.
7. Hiponatremia sering diamati pada DBD dan shock berat. 8. Asidosis metabolik sering ditemukan pada kasus dengan syok berkepanjangan.

Nitrogen urea darah meningkat pada syok berkepanjangan.

26

Kriteria untuk diagnosis klinis DBD/DSS 1. manifestasi klinis Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari dalam banyak kasus. Salah satu manifestasi perdarahan berikut termasuk tes tourniquet positif, petechiae, purpura (pada situs venepuncture), epistaksis, perdarahan gusi, dan hematemesis dengan atau tanpa melena. Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahapan penyakit pada 90% -98% anak. Frekuensi bervariasi dengan waktu dan / atau pengamat. Syok, dimanifestasikan dengan takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan denyut nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi dengan akral dingin, kulit lembab dan / atau gelisah.

2. Temuan laboratorium Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang). Haemoconcentration; hematokrit meningkat 20% dari baseline pasien. Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan haemoconcentration atau hematokrit meningkat, cukup untuk membuat diagnosis klinis DBD. Kehadiran pembesaran hati sebagai tambahan dari dua kriteria klinis pertama dapat menandakan DBD sebelum timbulnya kebocoran plasma. Kehadiran efusi pleura (X-ray thorax atau USG) adalah bukti yang paling obyektif adanya kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti pendukung. Hal ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut: anemia. perdarahan parah. di mana tidak ada hematokrit awal. peningkatan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena sebelumnya. Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia mendukung diagnosis DSS. LED rendah (<10 mm / jam) selama syok membedakan DSS dari syok septik. LED yang rendah terjadi karena rendahnya tingkat albumin dan fibrinogen.

Deferensial Diagnosis
27

Pada fase awal demam, deferensial diagnosis mencakup spektrum yang luas dari infeksi virus, bakteri, dan protozoa yang mirip dengan demam dengue. Adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi secara bersamaan membedakan DBD/DSS dengan penyakit lainnya.

Tabel 1. Tanda klinis DD/DBD DD grade Tanda dan gejala Demam dengan dua hal berikut: Sakit kepala. Retro-orbital nyeri. mialgia. Arthtralgia / nyeri tulang. Ruam. Dengue manifestasi. Tidak ada bukti kebocoran plasma. Laboratorium leukopenia (WBC 5000) sel/mm3). Trombositopenia (jumlah trombosit <150 000 sel/mm3). Meningkatnya hematokrit (5% - 10%). Tidak ada bukti kehilangan plasma

DBD

Demam

dan

manifestasi Trombositopenia <100.000

perdarahan (positif tourniquet sel/mm3 test) dan bukti kebocoran Hematokrit 20%. plasma DBD II Seperti di grade I di tambah Trombositopenia <100.000 dengan perdarahan spontan sel/mm3 Hematokrit 20%. DBD III Seperti di grade I atau II Trombositopenia <100.000 ditambah kegagalan sirkulasi sel/mm3 (nadi lemah, tekanan nadi Hematokrit 20%. 20 mmHg, hipotensi,

gelisah). DBD IV Seperti di grade III ditambah Trombositopenia <100.000 syok dengan tekanan darah sel/mm3

28

yang tidak terditeksi dan nadi Hematokrit 20%. tidak teraba Sumber:http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/ #: DBD III dan IV adalah DSS

Komplikasi Demam dengue

DF dengan perdarahan dapat terjadi dalam hubungan dengan penyakit yang mendasari seperti tukak lambung, trombositopenia berat dan trauma. DHF bukan kesinambungan DF. Demam berdarah dengue

Biasanya terjadi berhubungan dengan syok berat/berkepanjangan yang menyebabkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat dan kegagalan multiorgan seperti hati dan disfungsi ginjal. Yang lebih penting, pengganti cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma yang menyebabkan efusi masif menyebabkan penekanan pernapasan, kongesti paru akut dan/atau gagal jantung. Terapi cairan Lanjutan setelah periode kebocoran plasma akan menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung, terutama bila ada reabsorpsi cairan extravasase. Selain itu, terapi cairan syok mendalam / berkepanjangan dan tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolisme / elektrolit. Kelainan metabolik sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan kadang-kadang, hiperglikemia. Gangguan ini dapat menyebabkan manifestasi tidak biasa misalnya ensefalopati.4

6.3. Expanded dengue syndrome (unusual or atypical manifestations) Dalam beberapa tahun terakhir dengan penyebaran geografis penyakit demam berdarah, ada laporan peningkatan DF dan DBD dengan manifestasi yang tidak biasa. Ini termasuk: saraf, hati, ginjal dan keterlibatan organ lain. Ini dapat dijelaskan sebagai komplikasi syok berkepanjangan atau berhubungan dengan kondisi host yang mendasari/ koinfeksi. Manifestasi sistem saraf pusat (SSP) termasuk kejang, spastisitas, perubahan kesadaran dan paresis transien telah diamati. Penyebab tergantung pada waktu manifestasi sehubungan dengan kebocoran, viremia plasma atau pemulihan.
29

Ensefalopati dalam kasus fatal telah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar, India dan Puerto Rico. Namun, dalam banyak kasus tidak ada otopsi untuk menyingkirkan perdarahan atau oklusi dari pembuluh darah. Meskipun terbatas, ada beberapa bukti bahwa pada kesempatan langka virus dengue dapat melewati sawar darah-otak dan menyebabkan ensefalitis. Tabel 2 rincian manifestasi yang tidak biasa / atipikal demam berdarah. Disebutkan di atas manifestasi yang tidak biasa mungkin tidak dilaporkan atau belum diakui atau tidak berhubungan dengan demam berdarah. Namun, sangat penting bahwa penilaian klinis yang tepat dilakukan untuk pengelolaan yang tepat, dan penelitian kausal harus dilakukan.4

Faktor host yang berikut ini berkontribusi terhadap penyakit yang lebih berat dan komplikasinya: Bayi dan orang tua, Obesitas, Wanita hamil, Penyakit ulkus peptikum, Wanita yang mengalami perdarahan vagina atau menstruasi tidak normal, Penyakit hemolitik seperti defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6PD), thalassemia dan haemoglobinopathies lain, Penyakit jantung bawaan, penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung iskemik, gagal ginjal kronis, sirosis hati, pasien pada pengobatan steroid atau NSAID, dan lain-lain.

Tabel 2. Expanded dengue syndrome Sistem Organ Neurologi Unusual atau atypical manifestation Kejang demam pada anak Ensefalopati Ensefalitis atau/meningitis aseptic Perdarahan intracranial

30

Efusi subdural Sindrom guilain Barre Meilitis transversal Gastrointestinal/hepatic Hepatitis Pankreatitis akut Hyperplasia plaque payeri Parotitis akut Ginjal Gagal ginjal akut Hemolytic uremic syndrome Jantung Miokarditis Perikarditis Respirasi Sindrom distress pernapasan akut Perdarahan paru Muskuloskeletal Limforetikuler Rapdomiolisis ITP Lymph node infaftion Mata Macular haemorrhage Gangguan visual acuity Neuritis optikus Lain-lain Depresi Halusinasi Psikosis Alopesia
Sumber: Gulati S, Maheshwari A. Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int Health. 2007 Sep.; 12(9):1087 95.4

7. Diagnosis Laboratorium

Pengujian laboratorium berikut ini tersedia untuk mendiagnosis demam berdarah dan DBD: Virus isolasi - Karakterisasi serotypic / genotipik Deteksi asam nukleat virus
31

deteksi virus antigen tes respon imunologi - IgM dan IgG antibodi tes Analisis untuk parameter hematologis

Diagnostik tes dan tahapan penyakit Viremia Dengue pada pasien waktunya pendek, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum

timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh hari penyakit. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan antigen virus yang beredar dapat dideteksi (Gambar 6). Respon antibodi terhadap infeksi mencakup munculnya berbagai jenis

imunoglobulin, IgM dan IgG memiliki nilai diagnostik dalam dengue. Antibodi IgM terdeteksi dengan 3-5 hari setelah onset penyakit, cepat naik sekitar dua minggu dan penurunan ke tingkat tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. IgG antibodi terdeteksi pada tingkat rendah pada akhir minggu pertama, kemudian meningkat dan tetap untuk jangka waktu lama (selama bertahun-tahun). Karena penampilan akhir antibodi IgM, yaitu setelah lima hari sejak timbulnya demam, tes serologi berdasarkan antibodi ini yang dilakukan selama lima hari pertama timbulnya sakit klinis biasanya negatif. Selama infeksi dengue sekunder (ketika tuan rumah itu sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat tinggi, bahkan dalam tahap awal, dan bertahan dari beberapa bulan untuk jangka waktu seumur hidup. Kadar antibodi IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG umumnya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder. Trombositopenia biasanya diamati antara hari ketiga dan kedelapan penyakit diikuti dengan perubahan hematokrit. Gambar 6: Perkiraan batas waktu infeksi dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi

32

Sumber: WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New edition, 2009. WHO Geneva.

Terdapat lima tes serologi dasar yang digunakan untuk diagnosis infeksi dengue. Antara lain: haemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization test

(NT), IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), and indirect IgG ELISA. Uji apa saja yang dipakai, yang penting pada dasarnya adalah ada kenaikan titer antibody akut ke antibody konvalesen sebesar 4 kali lipat atau lebih.3 1. Uji HI Uji ini untuk menetapkan titer antibodi anti-dengue yang dapat menghambat kemampuan virus dengue mengaglutinasi sel darah merah angsa. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-tahun, sehingga uji ini baik untuk studi sero-epidemiologi. Sayangnya uji ini membutuhkan sepasang sera dengan perbedaan waktu fase akut dan konvalesen paling sedikit 7 hari, optimalnya 10 hari.Uji ini dapat digunakan untuk membedakan infeksi primer dan sekunder berdasarkan titer antibodinya. Kenaikan titer 4kali 4 kali 4 kali Interval Serum I-II 7 hari Titer konvalesen 1 : 1280 1 : 2560 1 : 1280 Interpretasi Infeksi flavivirus akut, primer Specimen apapun Infeksi flavivirus akut, sekunder < 7 hari Infeksi flavivirus

33

akut, primer atau sekunder Tidak ada kenaikan Specimen apapun 7 hari < 7 hari 1 : 2560 1 : 1280 1 : 1280 1 : 1280 Infeksi flavivirus baru, Sekunder Tidak ada kenaikan Tidak ada kenaikan Bukan dengue Tidak dapat diinterpretasi Tidak diketahui Specimen tunggal Tidak dapat diinterpretasi

2. Uji CM Uji ini tidak banyak dipakai untuk diagnosis serologi secara rutin. Selain rumit caranya juga memerlukan keahlian tersendiri. Antibody CM biasanya timbul setelah antibody HI timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat menghilang dari darah (2-3 tahun). 3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test) Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin. 4. IgM Elisa (Mac. Elisa) Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan: a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan timbulnya IgG. b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat. c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang. d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
34

e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus. f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang sama dengan uji HI. 5. IgG Elisa Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG Elisa.[1]

PEMERIKSAAN ANTIGEN NS1 DENGUE PENDAHULUAN Demam dengue maupun penyakit lain akibat virus dengue merupakan penyakit akibat arbovirus yang endemik terutama di daerah tropik dan subtropik lainnya. WHO sendiri memperkirakan terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus ini setiap tahun di seluruh dunia dan menghasilkan 24.000 kematian setiap tahunnya.

Diagnosis penyakit ini adalah dari gejala klinis yang menunjukkan panas mendadak tinggi disertai dengan gejala-gejala lain yang tidak khas kadang menyerupai gejala flu biasa. Dari tanda klinis didapatkan nyeri mid epigastrik, hepatomegali dan mungkin terdapat tanda-tanda perdarahan. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis maupun evaluasi hasil pengobatan.

Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue yaitu kultur dan isolasi virus, RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction),
35

serologi(IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan hematologi rutin. Isolasi virus atau PCR masih merupakan standar emas untuk mendeteksi virus dengue ini, tetapi terdapat keterbatasan untuk pemeriksaan ini terutama biaya, waktu dan teknik pengerjannya. Pemeriksaan serologi IgM dan IgG antidengue yang secara rutin dan relatif mudah dikerjakan masih mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuannya mendeteksi proses infeksi lebih awal.

Saat ini terdapat terobosan pemeriksaan baru terhadap antigen nonstruktural-1 dengue (NS1) yang dapat mendeteksi virus dengue lebih awal.

STRUKTUR GENOM DAN REPLIKASI VIRUS DENGUE

Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat serotipe yang berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4 yang semuanya terdapat di Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10 macam protein virus yaitu tiga protein struktural (C/protein core, M/protein membrane, E/protein envelope)dan tujuh protein nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5).

Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis melalui reseptor, genom virus yang terdiri dari RNA rantai tunggal akan dilepaskan ke alam sitoplasma dan digunakan sebagai cetakan atau template untuk proses translasi menjadi prekursor protein yang lebih besar. Pemotongan pada bagian terminal dari poliprotein ini oleh enzim-enzim sel inang (signalase, furin) akan menghasilkan protein-protein struktural yang membentuk partikel virus berselubung. Poliprotein yang tersisa dibutuhkan untuk menghasilkan lebih banyak virus yang nantinya mengulang proses yang sama.

Protein-protein nonstruktural virus tersebut diduga bersama-sama dengan proteinprotein host yang belum diketahui, membentuk mesin replikasi didalam sitoplasma sel-sel yang terinfeksi yang mengkatalisis peningkatan jumlah RNA. Sebagai contoh, NS3 dan NS5 mempunyai aktivitas protease, helicase, polymerase yang sangat berperan dalam
36

proses replikasi. NS3 hanya akan aktif bila berikatan dengan NS2b yang mempunyai peran pada protein folding.

RNA baru yang dihasilkan kemudian digunakan lagi untuk proses translasi dan menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih banyak RNA virus atau untuk ankapsidasi kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion virion meninggalkan sel melalui proses eksositosis.

PROTEIN NOSTRUKTURAL-1 DENGUE (NS1 DENGUE)

NS1 adalah glikoprotein nonstruktural dengan berat molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada awalnya NS1 digambarkan sebagai antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan untuk kelangsungan hidup virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti yang sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus. NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan secreted form.

Selama infeksi sel, NS1 ditemukan berkaitan dengan organel-organel intrasel atau ditransfer melalui jalur sekresi ke permukaan sel (membran sitoplasma).

Ns1 bukan bagian dari struktur virus tapi diekspresikan pada permukaan sel yang terinfeksi dan memiliki determinan-determinan yang spesifik group dan tipenya.peran NS1 dalam imunopatogenesis juga telah disampaikan berdasarkan temuan anti-SCF antibodies dalam serum pasien-pasien dengan infeksi sekunder tapi tidak pada infeksi primer. NS1 dengue disekresikan ke dalam system sirkulasi darah pada individu yang terjangkit virus dengue dengan konsentrasi yang tinggi pada infeksi primer maupun sekunder selama fase klinik sakit dan hari-hari pertama masa konvalesen (pemulihan).

HASIL PENELITIAN NS1 DENGUE

Dussart dkk melakukan penelitian terhadap 299 sampel serum dari pasien dengan penyakit dengue yang terdiri dari 42 kasus DEN1. 43 kasus DEN2, 109 kasus DEN3, 49 kasus DEN4 dan56 tidak diketahui serotipenya. Lima sampel serum fase akut onset hari ke 3-4, 51 fase konvalesen onset hari ke 5-10. Dussatr juga menambahkan 50 sampel serum

37

fase akut (hari 1-4) pasien yang mengalami dengue like syndrome dan 20 sampel serum yellow fever.

Sampel serum yang terinfeksi dengue dibagi dua yaitu serum fase akut (hari 0-4) dan early convalescent (hari ke 5-10). Semua sampel kemudian diperiksa MAC ELISA (IgM Antibody Captured ELISA) dan NS1 dengue.

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sensitivitas NS1 terhadap PCR sebesar 85% dan terhadap kultur virus 94,1%, dengan sensitivitas total terhadap semua jenis serotipe 88,7%. Sensitivitas pemeriksaan NS1 optimal hari ke 0-4, sementara pemeriksaan serologi dengan MAC ELISA sensitivitasnya hanya 8,6% pada waktu tersebut. Spesivitas NS1 dengue diperoleh sebesar 100%. Kombinasi pemeriksaan NS1 dengue pada fase akut dan MAC ELISA pada fase konvalesen akan meningkatkan sensitivitas dari 88,7% menjadi 91,9%.

Penelitian lain dilakukan oleh Kumarasamy dkk yang menggunakan sampel pasien yang sudah dikonfirmasi dengan RT-PCR dan atau isolasi virus. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa sensitivitas reagen komersial dengue NS1 antigen-capture ELISA untuk infeksi virus dengue akut sebesar 93,4% dan spesivitasnya 100%. Sensitivitas untuk dengue primer sebesarakut sebesar 97,3 % dan untuk dengue akut sekunder sebesar 70%. Nilai ramal positif dan negatif masing-masing sebesar 100% dan 97,3%. Positive isolation rate isolasi vrus secara keseluruhan adalah sebesar 68% (73,9% untuk dengue pimer akut dan 31% untuk dengue sekunder akut) sedangkan positive detection rate RT-PCR secara keseluruhan adalah 66,7% (65,2% untuk dengue primer akut dan 75,9% untuk dengue sekunder akut). Dari hasil penelitian tersebut, Kumarasamy menyimpulkan bahwa reagen komersial dengue NS1 antigen-capture ELISA dapat lebih superior dibandingkan isolasi virus dan RT- PCR untuk diagnosis laboratorium infeksi dengue akut berdasarkan sampel tunggal.

PENUTUP
38

Pemeriksaan dengue NS1 antigen dapat mendeteksi infeksi akut lebih awal dibandingkan pemeriksaan antibodi dengue. Deteksi lebih awal adanya infeksi dengue ini sangat penting karena kita dapata melakukan terapi suportif dan pemantauan pasien segera dan dapat mengurangi risiko komplikasi maupun kematian.

Share this:

Pada tahun 2007, sekarang dan beberapa peneliti dari Universitas Malaya Kuala Lumpur melakukan penelitian yang dimuat di Journal Infection in Developing Countries. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemeriksaan NS1 Ag Dengue yang dimiliki oleh suatu pabrik farmasi. NS1 Antigen Dengue sendiri merupakan pemeriksaan yang terbaru, mudah dilakukan, relatif terjangkau dengan sensitivitas dan spesifisitas menyerupai pemeriksaan dengue dengan PCR. Penelitian ini memakai serum pasien demam berdarah dan membandingkannya dengan IgM dengue, PCR dengue. Disini juga dibandingkan sensitivitas pemeriksaan pada infeksi primer dengue dan infeksi sekunder dengue. Infeksi virus dengue didaerah tropis menjadi masalah tersendiri, kasus kesakitan dan kematiannya relatif susah untuk diturunkan, kasusnya pun selalu berulang setiap tahun. Masalah yang muncul memang kompleks, soal kebersihan lingkungan, daya tahan tubuh yang rendah, soal pembiayaan dan diagnosis yang seringkali telah terlambat. Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang penegakan diagnosis infeksi oleh virus dengue ini telah mengalami perkembangan sejak ditemukannya NS1 Ag dengue yang mampu 'menangkap' antigen virus dengue yang merupakan bagian tubuh dari virus dengue sendiri. Karena alasan tersebut pemeriksaan ini lebih cepat daripada IgM dengue mengingat IgM dengue baru muncul setelah adanya respon imun terhadap virus dengue yang baru akan timbul saat hari ke-3 lebih. Penelitian ini membuktikan bahwa pemeriksaan NS1 Ag dengue mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mampu mendeteksi hingga hari ke-10 infeksi. Tetap disarankan untuk menggunakan pemeriksaan IgM dengue bersamasama terutama pada daerah dengan kasus sekunder infeksi yang besar.

39

8. TRIAGE Triase harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan kompeten. Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kemudian kirim pasien ini langsung ke perawat terlatih / asisten medis (lihat nomor 3 di bawah). Untuk pasien lain, lakukan sebagai berikut: 1. Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign dari pasien berisiko tinggi akan dinilai oleh perawat terlatih atau staf, belum tentu medis. 2. Uji Tourniquet yang akan dilakukan oleh petugas terlatih (jika tidak ada staf yang cukup, tekanan dikembangkan sampai 80 mmHg untuk > 12 tahun dan 60 mmHg untuk anak usia 5 sampai 12 tahun selama lima menit).

40

3. Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan perfusi perifer, diperiksa oleh perawat terlatih atau asisten medis. Perfusi perifer dinilai dengan palpasi nadi, volume dan warna ekstremitas, dan waktu CRT. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang afebris dan memiliki takikardia. Pasien-pasien dan mereka dengan perfusi perifer berkurang harus dirujuk untuk segera periksa darah rutin, perhatikan tingkat tes gula darah di sedini mungkin. 4. Rekomendasi darah rutin: - Semua pasien demam pada kunjungan pertama untuk mendapatkan HCT, WBC dan PLT awal. - Semua pasien dengan warning sign. - Semua pasien dengan demam> 3 hari. - Semua pasien dengan gangguan sirkulasi / syok (pasien ini harus menjalani pemeriksaan glukosa). Hasil darah rutin: Jika leukopenia dan / atau trombositopenia hadir, mereka dengan warning sign harus dikirim untuk konsultasi medis segera. 5. Konsultasi medis: konsultasi medis segera direkomendasikan sebagai berikut: - Shock. - Pasien dengan warning sign, terutama mereka yang sakit berlangsung selama > 4 hari.

6. Keputusan untuk observasi dan pengobatan: - Shock: Resusitasi. - Pasien hipoglikemik tanpa leukopenia dan / atau trombositopenia harus menerima infus intravena yang berisi cairan glukosa. Observasi laboratorium harus dilakukan untuk menentukan penyebab kemungkinan penyakit. Pasienpasien ini harus diamati untuk jangka waktu 8-24 jam. Pastikan perbaikan klinis sebelum mengirim mereka pulang, dan mereka harus dipantau setiap hari. - Mereka dengan warning sign. - High-risiko pasien dengan leukopenia dan trombositopenia. 7. Saran Pasien dan keluarga harus hati-hati disampaikan sebelum mengirim mereka pulang. Hal ini dapat dilakukan orang terlatih mungkin bukan perawat / dokter. Saran harus mencakup istirahat, asupan cairan oral atau diet lunak, dan pengurangan demam dengan spon hangat selain parasetamol. Warning sign harus
41

ditekankan, dan harus dibuat jelas bahwa jika ini terjadi pasien harus mencari perhatian medis segera. 8. Kunjungan Follow-up: Pasien harus menyadari bahwa periode kritis adalah selama fase afebris dan tindak lanjut pemeriksaan darah rutin sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda bahaya awal seperti leukopenia, trombositopenia, dan / atau peningkatan hematokrit. Tindak lanjut harian direkomendasikan untuk semua pasien, kecuali mereka yang telah kembali aktivitas normal atau saat suhu berkurang.4 Warning sign : Tidak ada perbaikan klinis atau memburuknya situasi sebelum atau selama masa transisi ke fase afebris atau sebagai kemajuan penyakit.

Muntah persistent, tidak minum. Nyeri perut yang parah Letargi dan / atau gelisah, perubahan perilaku mendadak. Perdarahan: Epistaksis, hematemesis, perdarahan menstruasi yang berlebihan, urin berwarna gelap (haemoglobinuria) atau hematuria. Pusing. Pucat, tangan dan kaki dingin dan basah. Kurang / tidak ada output urin selama 4-6 jam. Handout untuk perawatan di rumah pasien dengue (informasi yang akan diberikan kepada pasien dan / atau anggota keluarga mereka A. Edukasi untuk pasien: Pasien perlu istirahat yang cukup. Asupan cairan memadai Jauhkan suhu tubuh di bawah 39 C. Jika suhu melampaui 39 C, berikan pasien parasetamol. Parasetamol tersedia dalam 325 mg atau 500 mg dalam bentuk tablet atau dalam konsentrasi 120 mg per 5 ml sirup. Dosis yang dianjurkan 10 mg / kg / dosis dan
42

harus diberikan dalam frekuensi tidak kurang dari enam jam. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 4 gram / hari. Hindari penggunaan parasetamol terlalu banyak, aspirin atau OAINS tidak dianjurkan. Spon hangat dahi, ketiak dan ekstremitas. Mandi Air hangat dianjurkan untuk orang dewasa. Perhatikan warning sign

Pemantauan Di Rumah Sakit

Parameter berikut harus dipantau: Kondisi Umum, nafsu makan, muntah, perdarahan dan tanda-tanda dan gejala. Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam untuk penderita non syok dan 1-2 jam pada pasien syok. Serial hematokrit harus dilakukan minimal setiap empat sampai enam jam dalam kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau mereka yang dicurigai dengan perdarahan. Perlu dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak selama infus bolus tersebut. Urine output (jumlah urin) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada kasus tanpa komplikasi dan pada setiap jam pada pasien dengan mendalam / berkepanjangan atau mereka dengan overload cairan. Selama periode ini jumlah output urin harus sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada berat badan ideal).

Terapi intravena Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis Indikasi untuk cairan IV: ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan yang cukup oral yang atau muntah. ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.

43

yang akan datang shock. Prinsip-prinsip umum dari terapi cairan pada DBD antara lain: isotonik kristaloid solusi harus digunakan selama periode kritis kecuali bayi usia <6 bulan natrium klorida 0,45% dapat digunakan. Hyper-onkotik koloid solusi (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma besar, dan mereka tidak menanggapi dengan volume kristaloid. Iso-onkotik koloid solusi seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif. volume maintenance +5% harus diberikan untuk mempertahankan kecukupan volume intravaskular dan sirkulasi. Lamanya terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka dengan shock. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini karena kelompok terakhir pasien baru saja memasuki periode kebocoran plasma sedangkan pasien syok mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi intravena dimulai. Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk menghitung volume cairan. Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 3. menunjukkan tingkat infus IV pada anak-anak dan orang dewasa yang berkaitan dengan maintenance. Tabel 3.cairan intravena dewasa dan anak-anak Note Childre rate (ml/kg/hour) Adult rate (ml/hour) Half the maintenance M/2 1.5 4050 Maintenance (M) 3 80100 M + 5% deficit 5 100120 M + 7% deficit 7 120150 M + 10% deficit 10 300500 Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada trombositopenia sangat parah (kurang dari 10 000 sel/mm3).
44

Manajemen DBD derajat I dan II

Secara umum, tunjangan cairan (oral + IV) adalah maintenance (satu hari) + defisit 5% (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan diberikan selama 48 jam. Tingkat penggantian IV harus disesuaikan menurut laju kehilangan plasma, dipandu oleh kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit. Manajemen shock: DBD kelas 3 DSS adalah syok hipovolemik akibat kebocoran plasma dan ditandai oleh peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, yang diwujudkan oleh tekanan nadi menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan tekanan diastolik yang meningkat, misalnya 100/90 mmHg). Bila hipotensi hadir, kita harus menduga bahwa perdarahan parah, dan perdarahan gastrointestinal sering tersembunyi, mungkin telah terjadi di samping kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan DSS berbeda dari jenis syok yang lain seperti syok septik. Sebagian besar kasus DSS akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa lebih dari satu jam atau dengan bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti grafik seperti pada Gambar 7. Namun,

45

sebelum mengurangi tingkat penggantian IV, kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan perbaikan klinis. Gambar 7. Rate of infusion in DSS case

Pemeriksaan laboratorium (ABC) harus dilakukan baik kasus shock dan non-shock ketika tidak ada perbaikan meskipun penggantian volume yang memadai. Jika ada kelainan harus dikoreksi. Singkatan AAcidosis BBleeding CCalcium Pemeriksaan Analisis gas darah Hematokrit Elektrolit, Ca++ Keterangan Indikasi prolonged shock, keterlibatan organ, fungsi ginjal dan hati Apabila menurun di bandingkan sebelumnya, lakukan crossmatch untuk transfuse darah Hipokalsemia dapat terjadi tanpa gejala, diberikan pada DBD berat. Dosis 1 mg/kgBB,encerkan 2x, iv perlahan, dapat di ulang tiap 6 jam, maksimal 10 cc ca glukonas Terjadi pada kasus yang disertai muntah dan intake inadekuate.

SBlood sugar

Gula darah

Tingkat cairan IV dikurangi karena perfusi perifer membaik, tetapi itu harus dilanjutkan untuk jangka waktu minimal 24 jam dan dihentikan 36 sampai 48 jam. Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler meningkat. Penggantian volume aliran untuk pasien dengan DSS digambarkan di bawah ini.

46

Pengelolaan perdarahan berat Jika sumber perdarahan diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk menghentikan perdarahan jika memungkinkan. Epistaksis yang berat, misalnya, dapat dikendalikan oleh packing hidung. Transfusi darah urgent yang menyelamatkan jiwa dan jangan ditunda sampai HCT turun ke tingkat rendah. Jika kehilangan darah bisa diukur, ini harus diganti. Namun, jika ini tidak bisa diukur, aliquots dari 10 ml / kg fresh whole blood atau 5 ml / kg freshly packed red harus ditransfusi dan respon dievaluasi. Pasien mungkin memerlukan satu atau beberapa alikuot. Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan inhibitor pompa proton telah digunakan, tetapi belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan kemanjurannya. Tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit konsentrat, fresh frozen plasma atau kriopresipitat. Penggunaannya dapat memberikan kontribusi untuk overload cairan. Faktor rekombinan 7 mungkin bisa membantu pada beberapa pasien tanpa gagal organ, tetapi sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.

Pengelolaan pasien berisiko tinggi Pasien obesitas memiliki cadangan pernapasan kurang dan perawatan harus dilakukan untuk menghindari infus cairan intravena yang berlebihan. Berat badan ideal harus digunakan untuk menghitung resusitasi cairan dan penggantian dan koloid harus
47

dipertimbangkan dalam tahap awal terapi cairan. Setelah stabil, furosemid dapat diberikan untuk menginduksi diuresis. Bayi juga memiliki cadangan pernapasan kurang dan lebih rentan terhadap kerusakan hati dan ketidakseimbangan elektrolit. Mereka mungkin memiliki durasi yang lebih singkat kebocoran plasma dan biasanya merespon dengan cepat terhadap resusitasi cairan. Bayi harus, karena itu, dievaluasi lebih sering untuk asupan cairan oral dan output urin. Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien demam berdarah dengan diabetes melitus. Non-glukosa yang mengandung kristaloid harus digunakan. Baseline pasien tekanan darah harus dipertimbangkan. Tekanan darah yang dianggap normal mungkin sebenarnya rendah untuk pasien. Penyakit hemolitik dan haemoglobinopathies: Pasien-pasien ini beresiko hemolisis dan akan memerlukan transfusi darah. Perhatian harus menemani hyperhydration dan terapi alkalinisasi, yang dapat menyebabkan overload cairan dan hipokalsemia.

Manajemen pemulihan Penyembuhan dapat diakui oleh perbaikan parameter klinis, nafsu makan dan kesejahteraan umum. Keadaan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda vital stabil. Penurunan HCT dan dieresis. Cairan intravena harus dihentikan. Pada pasien dengan efusi masif dan asites, dapat terjadi hipervolemia dan terapi diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru. Hipokalemia dapat hadir karena stres dan diuresis dan harus dikoreksi dengan buahbuahan kaya kalium atau suplemen. Bradikardia umumnya ditemukan dan membutuhkan pemantauan ketat untuk komplikasi langka seperti blok jantung atau kontraksi
4

ventrikel

prematur

(VPC).

Ruam konvalesen ditemukan dalam 20% -30% pasien.

48

Kriteria untuk pasien pulang Tidak adanya demam selama paling sedikit 24 jam tanpa menggunakan anti-demam terapi. Kembali nafsu makan. perbaikan klinis Visible. Output urin Memuaskan. Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock. Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak ada ascites. Hitungan trombosit lebih dari 50 000/mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk menghindari kegiatan traumatis setidaknya selama 1-2 minggu untuk jumlah trombosit menjadi normal. Pada kasus tanpa komplikasi, kenaikan trombosit normal dalam waktu 3-5 hari.4

Manajemen komplikasi Komplikasi yang paling umum adalah overload cairan. Deteksi kelebihan beban cairan pada pasien Tanda dan gejala awal termasuk kelopak mata bengkak, perut buncit (asites), takipnea, dispnea ringan. tanda-tanda dan gejala Akhir termasuk semua hal di atas, bersama dengan gangguan pernapasan sedang hingga parah, sesak nafas dan mengi (bukan karena asma) yang juga merupakan tanda awal edema paru interstisial dan krepitasi. Gelisah / agitasi dan confusion adalah tanda-tanda hipoksia dan impending respiratory failure.4

Pengelolaan overload cairan Tinjau terapi cairan intravena dan jumlah perjalanan klinis, dan memeriksa dan mengoreksi ABC (Kotak 14). Semua larutan hipotonik harus dihentikan. Dekstran 40 efektif 10 ml/kg
49

infus bolus, tetapi dosis dibatasi sampai 30 ml/kg/ hari karena efek ginjalnya. Dekstran 40 diekskresikan dalam urin dan akan mempengaruhi osmolaritas urin. Pasien mungkin mengalami urin sticky karena sifat hyperoncotic dari dekstran 40 (osmolaritas sekitar dua kali lipat dari plasma). Pada tahap akhir overload cairan atau mereka dengan edema paru, furosemid dapat diberikan jika pasien memiliki tanda-tanda vital stabil. Jika mereka berada pada shock bersama dengan overload, cairan 10 ml / kg / jam koloid (dekstran) harus diberikan. Ketika tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai

30 menit infus, mengelola IV 1 mg / kg / dosis furosemid dan lanjutkan dengan infus dekstran sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi ke level 1 ml / kg / jam sampai penghentian ketika hematokrit turun menjadi dasar atau bawah (dengan perbaikan klinis). Hal-hal berikut harus diperhatikan: Pasien harus memiliki kateter kandung kemih untuk memantau pengeluaran urin per jam. Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena sifat hyperoncotic dari dekstran akan mempertahankan volume intravaskuler sementara furosemid menghabiskannya di kompartemen intravaskuler. Setelah pemberian furosemid, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15 menit selama satu jam untuk dicatat dampaknya. Jika tidak ada output urin dalam menanggapi furosemide, periksa status volume intravaskular (CVP (central vena preasure atau laktat). Jika cukup, menyiratkan bahwa pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien mungkin memerlukan bantuan ventilator segera. Jika volume intravaskular tidak memadai atau tekanan darah tidak stabil, periksa ABCS dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Dalam kasus dengan tidak ada respon terhadap furosemid (urin tidak diperoleh), dosis furosemide diulang dan dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan. Jika gagal ginjal oliguria ditegakan, terapi penggantian ginjal harus dilakukan sesegera mungkin. Kasus-kasus ini memiliki prognosis buruk. pungsi asites dan pleura dapat diindikasikan dan dapat menyelamatkan jiwa dalam kasuskasus dengan gangguan pernapasan parah dan kegagalan manajemen di atas. Ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatik adalah komplikasi yang paling serius dan menyebabkan kematian. Inform consent tentang komplikasi dan prognosis dengan keluarga wajib sebelum melakukan prosedur ini.

Manajemen ensefalopati dengue


50

Sebagian besar pasien dengan laporan ensefalopati adalah ensefalopati hepatik. Pengobatan utama dari ensefalopati hati adalah untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Radiologi (CT scan atau MRI). Berikut ini adalah rekomendasi untuk terapi suportif untuk kondisi ini: Mempertahankan jalan napas oksigenasi yang memadAI dengan terapi oksigen. Mencegah / mengurangi ICP dengan langkah-langkah berikut: - Memberikan cairan IV minimal untuk mempertahankan volume intravaskuler yang memadAI; idealnya total IV cairan tidak harus > 80% cairan maintenance. - Beralih ke solusi lebih awal jika hematokrit terus meningkat. - Pemberian diuretik jika ditunjukkan dalam kasus dengan tanda dan gejala overload cairan. - Posisi pasien harus dengan kepala 30 derajat. - Intubasi awal untuk menghindari hiperkarbia dan untuk melindungi jalan napas. - Dapat mempertimbangkan steroid untuk mengurangi ICP. Dexamethazone 0,15 mg / kg / dosis IV untuk diberikan setiap 6-8 jam. Penurunan produksi amonia dengan langkah-langkah

berikut:

- Memberikan 5-10 ml laktosa setiap enam jam untuk induksi diare osmotik. - Antibiotik lokal menghilangkan flora usus, itu tidak diperlukan jika antibiotik sistemik diberikan. Menjaga tingkat gula darah pada 80-100 mg / dl persen. Kenalkan kadar gula infus masih berada antara 4-6 mg / kg / jam. Vitamin K1 pemberian IV, 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun dan 10 mg untuk pasien > 5 tahun dan dewasa. Antikonvulsan harus diberikan untuk mengendalikan kejang: fenobarbital, dilantin dan diazepam IV sesuai indikasi. transfusi darah, sebaiknya segar (freshly packed red cells). Komponen darah lain seperti trombosit dan fresh frozen plasma tidak dapat diberikan karena overload cairan dapat menyebabkan peningkatan TIK. terapi antibiotik dapat diindikasikan jika ada yang dicurigai infeksi bakteri. H2-blocker atau inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi perdarahan gastrointestinal.

51

Hindari obat yang tidak perlu karena kebanyakan obat harus dimetabolisme oleh hati. Pertimbangkan plasmapheresis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal pada kasus dengan kerusakan klinis.

Indikasi merujuk Rujukan dilakukan pada kasus lebih parah / rumit dan harus dikelola di rumah sakit dimana hampir semua penyelidikan laboratorium, peralatan, obat-obatan dan fasilitas bank darah tersedia. Para tenaga medis dan keperawatan mungkin lebih berpengalaman dalam perawatan pasien demam berdarah yang sakit kritis. Para pasien berikut ini harus dirujuk untuk pemantauan lebih dekat dan perlakuan khusus mungkin diberikan pada tingkat yang lebih tinggi perawatan di rumah sakit: Bayi <1 tahun. Pasien obesitas Hamil Mendalam / berkepanjangan shock. Pendarahan signifikan. Syok berulang 2-3 kali selama pengobatan. Pasien yang tampaknya tidak menanggapi terapi cairan konvensional.

Pasien yang terus mengalami kenaikan hematokrit dan ada solusi koloid. Pasien dengan penyakit yang mendasar, dikenal seperti Diabetes Mellitus (DM), hipertensi, penyakit jantung atau penyakit hemolitik. Pasien dengan tanda dan gejala overload cairan. Pasien dengan keterlibatan organ. Pasien dengan manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, kejang.

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

52

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi. Kegiatan pokok 1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.

2. Pemberantasan vektor Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan, pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll. Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.

53

Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.

3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah

sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dll. Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita, pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.

Kegiatan penunjang Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk, publikasi dll. Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader, dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan DBD Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat mulai dari puskesmas sampai tingkat pusat.[3 Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya. 3

54

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR. Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak dan spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Ed ke-1, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1998. 2. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.

3. Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in dengue virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.

4. Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology. Seven edition. 78-98.

5. Suhendro,Nainggolan Leonard,Chen Khie.Demam Berdarah Dengue. Dalam : Aru W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPD FKUI, 2006. h. 1709-1713

6. Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.

7. WHO 2011

8. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.Geneva: WHO, 2009.

55

You might also like