You are on page 1of 12

1

Definisi Asma Bronkhiale dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ). Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Epidemiologi Asma Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002) . Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang Etiologi Asma Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti, berbagai teori patogenesis telah diajukan, tapi yang paling disepakati para ahli adalah yang berdasarkan gangguan saraf otonom dan sistem immun, gangguan saraf meliputi : parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan saraf simpatis (blokade adrenergik beta) dan hiperaktivitas adrenergik alfa. Kedua rangsangan ini reseptor tersebut menimbulkan broncus konstruksi dan pada gangguan reseptor. Kolinergik rangsangan seperti dingin, asap rokok, partikel-partikel yang ada pada udara, tertawa dan sebagainya. (Price. SA dan Wilson LM, 1995) Faktor genetik berperan penting dalam asma. Saat ini ada sekitar 80 gen yang berhubungan dengan asma, salah satunya adalah gen ADAM-33 (a disintegrin and metalloprotease-33), gen yang ditemukan pada tahun 2002. Selain faktor genetik, penyebab asma adalah mukltifaktor. klasifikasi Asma Bronkhial Dari segi imunologi Asma di klasifikasikan menjadi 1. Asma Ekstrinsik 1.1 Asma ekstrinsik atopik Dengan sifat sifat sebagai berikut: -Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1 -Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan;85% kasus timbul

sebelum usia 30 tahun -Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba tiba pada waktu puber,dengan serangan asma yg berbeda beda -Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringan nya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang lebih berat maka prognosis menjadi jelek -Perubahan alamiah terjadi karena ada kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari. Kenyataan ini tampak dengan adanya respon asma atopik yang makin berkurang sesuai bertambah nya usia -Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif -Dalam darah menunjukan kenaikan kadar IgE spesifik -Ada riwayat keluarga yg menderita asma -Terhadap pengobatan memberikan perbaikan yang cepat 1.2 Asma Ekstrinsik non atopik Dengan sifat-sifat sebagai berikut: -Serangan asma timbul karena berhubungan dengan bermacam - macam alergen spesifik; sering kali terjadi pada waktu melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan -Tes kulit memberi reaksi alergi tipe segera,tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang tersesitisasi dapat menjadi positif -Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik -Timbulnya gejala,cenderung pada saat akhir dari kehidupan atau di kemudian hari. Hal ini dapat diterangkan karena : sekali sensitasi terjadi,maka respons asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunologik seperti emosi,infeksi,kelelahan,faktor sirkadian dan siklus biologis yang sukar diterangkan 2. Asma kriptogenik Dibedakan menjadi : 2.1 Asma intrinsik : Asma non alergik,bila tidak ditemukannya tanda tanda reaksi hipersensitivitas terhadap alergen 2.2 Asma idiopatik - Alergen sukar ditemukan - Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberikan hasil negatif -Merupakan kelompok yang heterogen,respon untuk menjadi Asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda -Sering ditemukan pada penderita dewasa,dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut juga late onset asthma -Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan sering kali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid -Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik namun tidak dapat

dibuktikan keterlibatan IgE -Kadar IgE dalam serum normal tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik -Selain itu tes serologi dapat menunjukan adanya faktor rematoid misalnya LE -Perbedaan lain dengan ekstrinsik asma ialah riwayat keluarga alergi yang jauh lebih sedikit,sekitar 12 sampai 48% -Polip hidung dan sensitifitas terhadap aspirin lebih sering dijumpai pada asma jenis ini Klasifikasi pada anak - anak : 1. Asma Ringan Anak dengan asma ringan mengalami berbagai frekuensi eksaserbasi (kekambuan) sampai dua kali seminggu dengan penurunan angka aliran ekspirasi pincak tidak lebih dari 20% dan berespons terhadap pengobatan bronkodilator dalam 24-28 jam 2. Asma Sedang Anak dengan asma sedang mempunyai gejala yang lebih sering daripada mereka yang menderita asma ringan dan seringkali menderita batuk dan mengi ringan diantara serangan yang lebih berat 3. Asma Berat Anak dengan asma berat menderita mengi harian yang jelas dan kumatnya lebih sering dan lebih berat,mereka memerlukan rawat inap berulang,yang pada asma ringan atau sedang jarang diperlukan

Manifestasi klinis * Pada serangan asma ringan: - Anak tampak sesak saat berjalan. - Pada bayi: menangis keras. - Posisi anak: bisa berbaring, - Dapat berbicara dengan kalimat. - Kesadaran: mungkin irritable. - Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). - Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi. - Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan. - Retraksi interkostal dan dangkal. - Frekuensi nafas: cepat (takipnea). - Frekuensi nadi: normal. - Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg) - SaO2 % > 95%. - PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa. - PaCO2 < 45 mmHg * Pada serangan asma sedang: - Anak tampak sesak saat berbicara. - Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan. - Posisi anak: lebih suka duduk. - Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus. 4

- Kesadaran: biasanya irritable. - Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). - Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi. - Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. - Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang. - Frekuensi nafas: cepat (takipnea). - Frekuensi nadi: cepat (takikardi). - Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg) - SaO2 % sebesar 91-95%. - PaO2 > 60 mmHg. - PaCO2 < 45 mmHg * Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas: - Anak tampak sesak saat beristirahat. - Pada bayi: tidak mau minum/makan. - Posisi anak: duduk bertopang lengan. - Dapat berbicara dengan kata-kata. - Kesadaran: biasanya irritable. - Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). - Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi. - Menggunakan otot bantu pernafasan. - Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung. - Frekuensi nafas: cepat (takipnea). - Frekuensi nadi: cepat (takikardi). - Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg) - SaO2 % sebesar < 90 %. - PaO2 < 60 mmHg. - PaCO2 > 45 mmHg * Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas: - Kesadaran: kebingungan. - Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). - Mengi sulit atau tidak terdengar. - Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal. - Retraksi dangkal/hilang. - Frekuensi nafas: lambat (bradipnea). - Frekuensi nadi: lambat (bradikardi). - Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas. Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar: Usia Frekuensi nafas normal < 2 bulan < 60 x / menit 2 12 bulan < 50 x / menit 1 5 tahun < 40 x / menit 6 8 tahun < 30 x / menit Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak: Usia Frekuensi nadi normal 2 12 bulan < 160 x / menit

1 2 tahun < 120 x / menit 3 8 tahun < 110 x / menit PATOFISIOLOGI ASMA

Patofisiologi serangan asma pada anak Untuk serangan asma yang lebih berat,banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas.Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2.Peningkatan CO2 dengan disertai penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2(hiperkapnia)dan terjadi asidosis respiratorik/gagal nafas.Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan kontriksi pembuluh darah apru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik,mengakibatkan memperburuk hiperkapnia Penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hal-hal sbb: 1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi 2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak seimbang dengan sirkulasi darah paru 3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Diagnosis Asma Bronkhiale dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan ciri

meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll. Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk. Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana: Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut Produksi kelenjar lendir yang berlebihan Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati. Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius. Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun. Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejalaklinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejalagejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. 2. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. 2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. 3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. 4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. 2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Fisiotherapy Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent) - Fenoterol (berotec) - Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. b. Santin (teofilin) Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp) - Aminofilin (Euphilin Retard) - Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. ! Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral. Kesimpulan Dalam penentuan penegakan diagnosa asma bronkiale terdapat tanda yang khas yaitu gejala klasik dari asma bronkial ini sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Dengan diagnosis yang tepat akan segera tertangani dan akan mencegah kematian jikaitu serangan akut. Berbagai faktor yang dapat memengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya asma, dan kematian akibat asma antara lain: 1. Jenis kelamin Prevalensi asma pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. 2. Usia 10

Umumnya gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada tahuntahun pertama kehidupan. 3. Riwayat atopi (alergi) Laporan dari Inggris; anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi 2x lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rinitis alergi, atau eksema. Beberapa laporan juga membuktikan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma. 4. Lingkungan Beberapa alergen yang dapat meningkatkan risiko menderita asma pada anak antara lain: serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa. 5. Ras Prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih (Steyer, dkk., 2003). 6. Asap rokok Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. 7. Outdoor air polution Beberapa partikel halus di udara seperti: debu di jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan meningkatkan gejala asma, namun belum didapatkan bukti yang disepakati. 8. Infeksi saluran pernafasan Infeksi RSV (respiratory syncytial virus) merupakan faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun. Sedangkan infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi saluran pernafasan bawah dapat memberikan anak proteksi terhadap asma.

Pencegahan Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi. Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau. Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan

11

menyusu. Ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik. Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua. Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).

12

You might also like