You are on page 1of 8

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176

MELTER PEMANAS INDUKSI DAN JOULE UNTUK VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS BOROSILIKAT
Herlan Martono
PTLR-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15310

Abstrak
MELTER PEMANAS INDUKSI DAN JOULE UNTUK VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS BOROSILIKAT. Melter pemanas induksi dan Joule untuk imobilisasi limbah cair aktivitas tinggi dengan gelas borosilikat skala industri. Umpan melter pemanas induksi berupa kalsin dan bahan gelas, sedangkan melter pemanas Joule berupa limbah cair aktivitas tinggi dan bahan gelas. Karakteristik melter yang dibahas yaitu komposisi gelas-limbah untuk proses dan operasi, bahan melter, umur melter, dan penanganan gas buang. Pada melter pemanas Joule, tahanan listrik gelas-limbah adalah 4,8 ohm.cm pada suhu 1150 C. Golongan platina tidak larut dalam gelas-limbah, sehingga mempengaruhi arus listrik dalam lelehan gelas-limbah. Pada melter pemanas induksi, endapan golongan platina dalam lelehan gelas-limbah tidak berpengaruh. Bahan melter pemanas Joule yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax K-3. Lapisan melter yang lebih luar adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Bahan melter pemanas induksi adalah inconel-690. Umur melter pemanas Joule lebih lama daripada melter pemanas induksi. Monofrax K-3 melter pemanas Joule dapat diganti yang baru, sedangkan melter pemanas induksi harus didismantling, setelah bahan terkorosi. Dari aspek keselamatan, operasi kedua melter tersebut sudah teruji. Biaya operasi melter pemanas Joule lebih murah, tetapi biaya konstruksi dan dekomisioningnya lebih mahal dibanding melter. pemanas induksi. Untuk kondisi Indonesia, melter pemanas Joule lebih layak digunakan. Kata kunci : limbah cair aktivitas tinggi, melter, pemanas Joule, pemanas induksi.

Abstract
INDUCTION AND JOULE HEATING MELTER FOR VITRIFICATION OF HIGH LEVEL LIQUID WASTE BY BOROSILICATE GLASS. Induction and Joule heating melter are used for immobilization of high level liquid waste by borosilicate glass in the industrial scale. Feeding for induction heating melter are calcines and glass frit, but for Joule heating are high level liquid waste and glass frit. The characteristics of melters were studied i.e waste-glass composition for process and operation, melter materials, life time of melter, and treatment of off gas. For Joule heating melter, electric resistance of waste-glass is 4,8 ohm.cm at temperature 1150 C. The platina group is not soluble in the molten waste-glass, so that influence the electric current in the molten waste-glass. For induction heating melter there is not influence of platina group. For Joule heating melter, the material which contact with waste-glass is monofrax K-3. The outer materials layer i.e MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, and stainless steel 304. The material of induction heating melter is inconel-690. The life time of Joule heating melter is longer than induction heating melter. Monofrax-K3 Joule heating melter can be changed, besides induction heating melter must be dismantled, after the material is corrosion. From the safety aspect, operation of the both of melter have already succesful. Operation cost of Joule heating melter is cheaper, but construction and decommissioning. cost more expensive than induction heating melter. For Indonesia condition, the Joule heating melter is more reasonable to be utilized. Keywords : High level liquid waste, melter, Joule heating, induction heating. Herlan Martono 633 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Kandungan limbah (waste loading) yang tinggi. 3. Ketahanan kimia, yaitu korosi dan laju pelindihannya. 4. Kestabilan terhadap radiasi. 5. Kestabilan terhadap panas, dalam hal gelas yaitu terjadinya devitrifikasi. Beberapa jenis bahan yang pernah dikembangkan untuk imobilisasi LCAT oleh negara-negara maju industri nuklirnya, yaitu gelas aluminosilikat, gelas fosfat, gelas borosilikat, synroc, dan vitromet. Berdasarkan pertimbangan aspek tersebut di atas, maka gelas borosilikat telah digunakan dalam skala industri untuk pengolahan LCAT 1,5. Pada vitrifikasi LCAT dengan gelas borosilikat dalam skala industri, ada 2 macam melter yang digunakan untuk proses pengolahan yaitu : 1. Melter pemanas induksi. Teknologi ini dioperasikan di Marcoule Perancis. Proses ini digunakan juga di Inggris, dan India. Melter pemanas induksi menggunakan koil listrik dalam dinding melter dan panas ditransfer secara induksi dari dinding melter ke gelaslimbah. 2. Melter pemanas Joule. Proses ini dioperasikan di Jepang, Jerman, dan Amerika. Melter pemanas Joule, memanfaatkan lelehan gelas limbah pada suhu di atas 600 C sebagai penghantar listrik yang menimbulkan panas. Dalam makalah ini akan diuraikan karakteristik melter pemanas Joule dan induksi tentang komposisi gelas-limbah untuk proses dan operasi melter, bahan melter, umur melter, dan karakteristik gas buang. KARAKTERISTIK LIMBAH KOMPOSISI GELAS2.

PENDAHULUAN Pemanfaatan kembali uranium yang tidak terbakar dan plutonium yang terjadi dalam bahan bakar nuklir bekas, dilakukan dengan proses olah ulang (reprocessing) bahan bakar nuklir bekas tersebut. Plutonium merupakan bahan buatan yang tidak ada di alam dan hanya dapat terjadi dari aktivasi U238 oleh neutron dalam bahan bakar nuklir. Uranium dan plutonium diproses kembali menjadi bahan bakar campuran untuk bahan bakar reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor). Pada ekstraksi siklus I proses olah ulang, hasil samping yang timbul adalah limbah cair aktivitas tinggi (LCAT), yang sebagian besar kandungannya adalah radionuklida hasil belah dan sedikit aktinida. Karakteristik LCAT adalah keasamannya tinggi (6 8 M HNO3), aktivitas gammanya tinggi sehingga panas yang dihasilkan tinggi, dan juga adanya aktinida yang walaupun sedikit tetapi masih memberikan dampak radiologi terhadap manusia dan lingkungan. Berdasarkan umur limbah, maka pengelolaan LCAT diperlukan waktu jutaan tahun 1 . Sebagai contoh di Jepang satu kali proses vitrifikasi, konsentrat LCAT hasil evaporasi volumenya 0,5 m3 dengan aktivitas 4. 105 Ci yang menghasilkan panas radiasi sebesar 1,4 kW/jam. Tujuan dipelajarinya pengolahan LCAT adalah karena adanya kemiripan dengan LCAT dan limbah cair transuranium dari pengujian bahan bakar teriradiasi di Instalasi Radiometalurgi, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN[2]. Kajian ini dilakukan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN tahun 2010. Di Republik Korea, teknologi vitrifikasi digunakan pada pengolahan limbah cair aktivitas rendah, untuk meningkatkan aspek keselamatan karena laju pelindihannya lebih rendah dibanding semen, polimer dan reduksi volumenya tinggi[3]. Reduksi volume yang tinggi akan menurunkan aspek ekonomi dalam transportasi, penyimpanan, dan disposal karena lahan yang diperlukan lebih sedikit dan harga lahan di Republik Korea sangat mahal, Walaupun biaya proses vitrifikasinya mahal, tetapi biaya pengelolaan secara keseluruhan lebih murah[3]. Walaupun aspek keselamatan merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilisasi atau solidifikasi LCAT, namun ekonomi juga harus dipertimbangkan. Jika hanya aspek keselamatan ,yang jadi pertimbangan maka pengelolaan limbah menjadi mahal sekali. Ada beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilisasi limbah, yaitu 4: 1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 634

Vitrifikasi LCAT dengan gelas borosilikat di dalam melter pemanas induksi dan Joule dilakukan pada 1150 C, karena pertimbangan korosi melter. Pada pembuatan gelas-limbah skala laboratorium, komposisi gelas-limbah dibuat yang mempunyai titik lebur pada suhu 1150 C. Gelas-limbah merupakan bahan amorf, jadi titik lebur gelaslimbah adalah suhu dimana viskositas gelas-limbah adalah 100 poise. Jadi gelas-limbah yang dibuat bukanlah gelas-limbah yang paling baik dengan laju pelindihan sekecil mungkin. Gelas-limbah semacam ini akan mempunyai titik lebur yang sangat tinggi, karena kadar silikanya tinggi 5,6. Titik lebur yang tinggi akan menaikkan laju korosi melter, sehingga umur melter lebih pendek dan akibatnya akan menimbulkan limbah padat radioaktif sekunder yang lebih banyak. Gelas-limbah yang dibuat di Herlan Martono

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 laboratorium, komposisinya akan menghasilkan karakteristik gelas-limbah yang memenuhi standar untuk disain melter, proses, operasi, pengeluaran lelehan gelas=limbah dari melter ke canister, transportasi, penyimpanan sementara, dan penyimpanan lestari. (disposal). Karakteristik gelaslimbah tersebut meliputi densitas, muai panjang, titik transformasi gelas-limbah, titik pelunakan, hantaran panas, panas jenis, viskositas, tahanan listrik, kekuatan mekanik, dan laju pelindihannya. Pada umumnya komposisi gelas-limbah yang diperoleh pada percobaan laboratorium adalah 75 % berat glass frit dan 25 % berat LCAT. Komposisi ini yang digunakan untuk proses vitrifikasi skala industri baik untuk melter pemanas Joule atau induksi Pada melter pemanas induksi, resistivitas listrik gelas-limbah tidak perlu ditentukan. Demikian pula adanya golongan platina (Ru, Rh, Pd) yang tidak larut dalam gelas-limbah tidak mengganggu proses. Pada melter pemanas Joule, resistivitas listrik gelaslimbah harus ditentukan. Resistivitas listrik gelaslimbah untuk proses dengan pemanas Joule adalah 4,8 ohm-cm pada suhu 1150 C. Unsur yang berperan untuk penghantar listrik dalam gelaslimbah adalah ion Na7. Adanya Na2O dalam gelaslimbah dibatasi maksimum 10 % berat. Jika Na2O dalam gelas-limbah melebihi 10 % berat, maka akan terjadi pemisahan fase yang berwarna kuning dari natrium molibdat1,5. Adanya pemisahan fase harus dihindarkan karena menurunkan kualitas gelas-limbah. Jika kadar Na2O kecil, maka hantaran listriknya kecil pula. Makin tinggi suhu, maka hantaran listriknya makin tinggi karena mobilitas ion-ionnya makin cepat. Adanya golongan platina dalam gelas-limbah akan mengganggu arus listrik. Oleh karena itu pada melter pemanas Joule, dasar melter dibuat kerucut dengan sudut 45 C 5. Golongan platina yang tidak larut, tidak berpengaruh terhadap viskositas gelas-limbah. Berbagai oksida yang mempengaruhi kualitas gelas-limbah, yaitu (1,8,9): 1. Oksida Mo, Zr, dan Cr (MoO3, ZrO2, dan Cr2O3) dapat membentuk pemisahan fase dan mempengaruhi viskositas gelas-limbah. 2. Oksida Fe, Al, dan Si (Fe2O3, Al2O3, SiO2), dapat disatukan dengan gelas, dan menaikkan suhu pembentukan gelas-limbah. Gelas borosilikat dengan kandungan SiO2 di atas 40 % mempunyai karakteristik yang baik. 3. Oksida B (B2O3) menurunkan suhu pembentukan gelas-limbah dan viskositas gelas- limbah. Kandungan B2O3 sekitar 15 % berat akan menyetabilkan gelas-limbah. 4. Oksida Mg (MgO) dari bahan bakar Magnox dapat menaikkan suhu pembentukan gelaslimbah. Oksida Na (Na2O) menurunkan suhu pembentukan dan viskositas, tetapi menaikkan laju pelindihan. Oksida Pu (PuO2) lebih sukar disatukan dengan gelas daripada uranium. Pemisahan fase terjadi jika kadar PuO2 dalam gelas-limbah melebihi 4 % berat di dalam gelas- limbah.

5.

6.

MELTER PEMANAS INDUKSI Melter pemanas induksi untuk vitrifikasi LCAT dengan gelas borosilikat ditunjukkan pada Gambar 110,11. Proses melalui 2 tahap, yaitu kalsinasi dan vitrifikasi. Limbah cair aktivitas tinggi diumpankan secara konstan ke confluent pot. Aditif larutan gula, azodicar berramide, dan air dimasukkan ke confluent pot. Selanjutnya LCAT dan aditif masuk ke calciner. Kalsinasi dilakukan pada 700 750 C dengan pemanas induksi, menghasilkan kalsin yang berupa oksida berbentuk serbuk. Penambahan aditif gula untuk menekan penguapan Ru, sedangkan penambahan aditif azodicar berramide untuk mengurangi ukuran partikel kalsin yang terbentuk 10,12 . Pengurangan ukuran partikel kalsin ini untuk memudahkan penyatuan atau penggabungan kalsin dalam matriks gelas. Aditif air digunakan untuk menghindari terbentuknya cake pada dinding calciner. Operasi kimia yang terjadi dalam calciner tube adalah : 1. Konsentrasi dengan evaporasi. 2. Destruksi sebagian limbah nitrat dan pembentukan oksida yang sesuai. 3. Pengeringan kalsin dan sisa nitrat. Kalsin dan glass frit (bahan gelas) diumpankan ke dalam melter Campuran padatan tersebut dipanaskan pada 1150 C, sehingga menjadi gelaslimbah. Dinding melter metalik dipanaskan dengan induksi, dan panas dipindahkan dari dinding melter ke gelas-limbah secara konduksi. Oleh karena itu suhu pada dinding melter harus lebih tinggi, di atas suhu pelelehan gelas-limbah supaya terjadi perpindahan panas. Jika volume maksimum gelaslimbah dalam melter dicapai, lelehan gelas-limbah dituang melalui dasar melter ke canister yang dibuat dari baja tahan karat 304 L. Pada penuangan gelaslimbah dari melter ke canister diawali dengan pemanasan drain nozzle. Penuangan akan berhenti dengan sendirinya, jika pemanasan drain nozzle dihentikan. Pengumpanan kalsin dan glass frit tetap kontinu selama penuangan lelehan gelas-limbah. Canister ditutup, kemudian dilas dan selanjutnya permukaan canister didekontaminasi dengan air. Pemantauan adanya kontaminan dilakukan dengan udara tekan dan pengukuran adanya kontaminasi udara. Selanjutnya penyimpanan sementara canister yang berisi gelas-limbah dilakukan dengan STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

Herlan Martono

635

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 pendingin udara selama 30 50 tahun. MELTER PEMANAS JOULE Melter jenis ini memanfaatkan lelehan gelas-limbah pada suhu tinggi di atas 600 C, berfungsi sebagai konduktor yang menghantarkan arus listrik sehingga menimbulkan panas. Melter dengan pemanas seperti ini dikenal sebagai melter pemanas Joule. Elektrode yang digunakan adalah baja dari campuran nikel dan krom yang dikenal dengan inconel-690. Melter pemanas Joule mengharuskan adanya gelas-limbah dalam melter , walaupun melter tidak dalam keadaan operasi. Adanya gelas-limbah ini digunakan untuk operasi berikutnya. Pada industri gelas selama periode tidak beroperasi, tenaga diberikan ke melter untuk mencegah pendinginan di bawah suhu dimana pemanas Joule tidak berfungsi. Periode tidak operasi dengan memberikan tenaga ke elektrode dikenal dengan idling 10. Pada melter pemanas Joule untuk vitrifikasi LCAT dengan gelas borosilikat, periode tersebut tidak ada karena adanya panas yang ditimbulkan dari radiasi radionuklida dalam gelaslimbah. Melter pemanas Joule untuk vitrifikasi LCAT dengan gelas borosilikat ditunjukkan pada Gambar 2 5,10,11. Glass frit berbentuk silinder yang mengandung LCAT diumpankan secara langsung ke dalam ruang pelelehan melter yang mengandung lelehan gelas-limbah. Bagian permukaan dingin (cold top), menutup permukaan lelehan-gelaslimbah dan akan menekan penguapan gas-gas dari lelehan gelas-limbah dalam melter. Bagian cold top yang baik antara 80 90 % luas permukaan melter. Jika cold top lebih kecil 80 %, maka laju pengumpanan LCAT dan glass frit lambat. Jika cold top mendekati 100 % luas permukaan melter, maka eksplosif gas akan terjadi. Pencampuran secara konveksi alami dalam lelehan gelas-limbah karena perbedaan suhu dan berat jenis akan menghasilkan produk yang lebih homogen. Untuk operasi melter ada beberapa tahap, yaitu : 1. Pemanasan awal, yang dilakukan dengan heater dan microwave yang frekuensinya 915 MHz dan kapasitas maksimumnya 50 kW. Pemanasan awal ini dilakukan sampai pada suhu 600 C. 2. Pemanasan dengan elektrode yang menimbulkan aliran listrik. Pada suhu 600 C atau lebih, lelehan gelas-limbah dapat menghantarkan arus listrik. Aliran listrik melalui lelehan gelas-limbah antara 2 elektrode yang tercelup, sehingga menimbulkan panas sampai suhu 1150 C. 3. Pembentukan gelas-limbah, dilakukan pada 1150 C. Setelah pengumpanan selesai dan permukaan lelehan gelas limbah dalam keadaan puncak panas, maka lelehan gelas - limbah siap STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 636 4. untuk dikeluarkan dari melter ke canister dari baja tahan karat 304. Selanjutnya canister yang berisi gelas - limbah ditutup, kemudian tutup dilas, permukaan canister. didekontaminasi, dan selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara dengan pendingin udara selama 30 50 tahun.

5.

BAHAN MELTER Pada melter pemanas induksi, melter dibuat dari inconel-690 [11,12]. Bahan tersebut mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap lelehan gelaslimbah. Laju korosi inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,024 mm/hari pada suhu 1150 C5. Pada melter pemanas induksi, maka inconel690 sebagai dinding melter akan mengalami suhu yang lebih tinggi daripada 1150 C, sehingga laju korosinya akan lebih tinggi daripada data tersebut di atas. Pada melter pemanas Joule, bahan melter ada beberapa lapis. Bata tahan api yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax-K3, yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-K3 dalam lelehan gelas-limbah pada suhu 1150 C adalah 0.022 mm/hari. Lapisan melter di bagian yang lebih luar adalah bata tahan api MRT-70K, LN-135, AZGS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Susunan lapisan bata tahan api pada melter dengan pemanas Joule ini sesuai melter JNC-Jepang 5. SISTEM PENANGANAN GAS BUANG Pada melter pemanas induksi, gas buang dihasilkan dalam calciner dan melter mengandung uap air, nitrogen oksida, beberapa unsur volatil yaitu boron, cesium, dan rutenium, serta debu kalsin. Gas buang didekontaminasi dengan sistem penanganan gas yang terdiri dari penyerap debu dan recycling pot, kondenser dan tower absorpsi untuk menyerap NOx. Pada melter dengan pemanas Joule, gas buang dari melter meliputi uap, udara, dekomposisi gas, aerosol, dan unsur volatil. Suhu uap di atas permukaan lelehan dari 200 800 C selama operasi tergantung pada laju umpan. Entrainment aerosol sekitar 0,2 % berat umpan LCAT ke melter[10]. Gas buangan dikumpulkan di atas permukaan lelehan gelas-limbah pada tekanan sedikit negatif (- 2,50 kPa). Gas buang tersebut diambil dengan sistem penanganan gas buang melalui air film cooler, scrubber, dan filter yang dihubungkan langsung ke melter. Sistem penanganan gas buang mengambil hampir 90 % partikel dan hampir semua uap 10.

Herlan Martono

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176

Gambar 1. Proses Vitrifikasi Dengan Melter Pemanas Induksi [10,11,12]

Gambar 2. Proses Vitrifikasi Dengan Melter Pemanas Joule[3, 9, 10]

Herlan Martono

637

STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Bahan melter dengan pemanas induksi adalah inconel-690. Pelelehan atau pembentukan gelaslimbah pada suhu 1150 C. Ini berarti bahwa pemanasan dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi dari suhu tersebut agar terjadi perpindahan panas dari dinding melter ke gelas-limbah. Laju korosi inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,024 mm/hari pada suhu 1150 C. Kenyataan pada operasi melter suhu dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi dari 1150 C, sehingga laju korosinya lebih cepat dari data tersebut di atas. Umur melter pemanas induksi dengan tebal 6 mm adalah 5000 jam atau sekitar 1 tahun operasi12.
Tabel 1. Komposisi Gelas-Limbah Dinyatakan Dalam Bentuk Oksida[5].

TENAGA YANG DIPERLUKAN MELTER Pada melter dengan pemanas induksi, panas yang diberikan melter untuk 300 kg gelas-limbah meliputi 12 . 1. Panas untuk kalsinasi 25 kW 2. Panas untuk pelelehan 60 kW 3. Panas total yang diperlukan 85 kW. Pada melter dengan pemanas Joule, panas yang diberikan melter untuk menghasilkan 300 kg gelaslimbah meliputi [13] : 1. Panas untuk elektrode utama 40 kW. 2. Panas microwave 23 kW 3. Panas untuk elektrode pembantu 2,51 kW 4. Panas untuk antara elektrode utama dan drain 5. Nozzle 0,60 kW 6. Panas total yang diperlukan 66,11 kW. PEMBAHASAN Untuk menghasilkan karakteristik gelas-limbah yang memenuhi standar proses dan operasi melter, maka pengaruh oksida-oksida harus diperhatikan. Komposisi gelas-limbah terdiri dari glass frit (bahan pembentuk gelas) dan LCAT simulasi yang dinyatakan dengan oksida unsur-unsurnya disajikan pada Tabel 1. Sebagai pembentuk gelas adalah SiO2, B2O3, Al2O3, Li2O, CaO, dan ZnO, sedangkan oksida yang lain merupakan oksida limbah[5]. Pada melter pemanas Joule, maka ion Na berperan sebagai penghantar listrik. Makin tinggi kadar Na2O meningkatkan hantaran listrik gelas-limbah. Kadar Na2O dalam gelas-limbah dibatasi maksimum 10 % berat, karena di atas kadar tersebut akan terjadi pemisahan fase. Terjadinya pemisahan fase akan mengurangi kualitas gelas-limbah. Golongan platina (RuO2, Rh2O3, PdO), tidak larut dalam lelehan gelas-limbah. Adanya endapan golongan platina tidak berpengaruh untuk melter pemanas induksi, dan berpengaruh terhadap aliran listrik pada melter dengan pemanas Joule. Endapan golongan platina terdapat pada dasar melter, sehingga dasar melter dengan pemanas Joule dibuat berbentuk kerucut dengan sudut 45. Endapan golongan platina akan berada di dasar kerucut, sehingga tidak mengganggu aliran arus listrik. Pada melter dengan pemanas Joule, gelaslimbah dilelehkan pada suhu 1150 C. Kenyataan terjadi distribusi suhu, yaitu suhu yang dekat pemanas lebih tinggi dibanding yang jauh dari pemanas5. Adanya distribusi suhu ini mengakibatkan aliran atau konveksi alamiah yang disebabkan karena perbedaan berat jenis lelehan gelas-limbah. Hasil imobilisasi gelas-limbah dengan melter pemanas Joule lebih homogen dibanding melter dengan pemanas induksi.

Jenis oksida SiO2 B2O3 Al2O3 Li2O CaO ZnO Na2O P2O5 Fe2O3 Cr2O3 NiO Gd2O3 Sb2O3 Rb2O Cs2O SrO BaO ZrO2 MoO3 MnO2 RuO2 Rh2O3 PdO Ag2O CdO SnO2 SeO2 TeO2 Y2O3 La2O3 CeO2 Pr6O11 Nd2O3 Sm2O3 Eu2O3

Persen berat (%) 45,72 13,95 4,92 2,94 2,94 2,94 10,00 0,19 1,80 0,33 0,29 2,45 0,01 0,11 0,78 0,29 0,51 1,90 1,43 0,33 0,82 0,15 0,44 0,02 0,03 0,03 0,02 0,17 0,17 1,47 0,83 0,38 1,35 0,24 0,05

Bahan atau bata tahan api melter dengan pemanas Herlan Martono

STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

638

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Joule, yang kontak dengan gelas- limbah adalah monofrax-K3 yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-K3 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,022 mm/hari. Kenyataan gelas-limbah dilelehkan pada suhu 1150 C, tetapi suhu gelaslimbah yang kontak dengan monofrax-K3 lebih rendah dari 1150 C, sehingga laju korosi monofraxK3 lebih rendah dari data tersebut di atas. Bata tahan api yang lebih luar MRT-70K, LN-135, AZGS, fiberboard, baja tahan karat 304. Bata tahan api MRT-70K digunakan untuk mencegah korosi bata tahan api LN-135 yang laju korosinya tinggi. Lapisan fiberboard untuk menyerap tekanan yang disebabkan oleh ekspansi karena pemuaian. Baja tahan karat 304 yang merupakan lapisan terluar untuk menahan tekanan, berat melter, dan gelaslimbah. Tebal baja tahan karat yang digunakan 2 cm. Tebal monofrax-K3 melter JNC-Jepang adalah 15 cm, dan umur melter jenis ini 5 tahun5. Untuk memperbaiki melter ini hanya dengan mengganti monofrax-K3 saja. Dari segi penanganan gas buangan, melter dengan pemanas induksi meliputi 2 tahap yaitu penanganan gas buangan pada kalsinasi dan vitrifikasi. Komposis gas buangan yang ditimbulkan dalam calciner dan melter meliputi uap air, nitrogen oksida, beberapa produk volatil (B, Cs, dan Ru), dan debu kalsin. Untuk mengurangi volatilitas Ru digunakan gula. Penanganan gas buangan dilakukan dengan sistem penanganan gas buang yang terdiri dari penyerap debu dan recycling pot, kondenser, dan tower absorpsi untuk menyerap uap NOx. Komposisi gas buangan dari melter pemanas Joule adalah uap air, produk volatil (B, Cs, dan Ru), aerosol. Banyaknya aerosol adalah 0,2 % berat limbah yang diumpankan ke melter 10. Gas buang terkumpul di ruangan melter di atas permukaan lelehan gelas-limbah, yang diatur pada tekanan sedikit negatif 2,50 kPa. Dari ruangan tersebut gas ditangani dengan sistem pengolahan gas buang, yang meliputi air film cooler yang dihubungkan langsung dengan melter. Air film cooler ini untuk mengencerkan dan mendinginkan gas buangan. Selanjutnya gas tersebut berturut-turut diolah dengan submerged bed scrubber, venturi scrubber, water scrubber, high efficiency mist eliminator (HEME), penyerap rutenium yaitu campuran HCl 6N dan etanol, perbandingan volume 99, dan filter HEPA. Karakteristik gas buang dari melter dengan pemanas Joule ditunjukkan pada Tabel 2[5]. Pada saat pengumpanan dengan kondisi yang baik, maka bagian luas cold top pada permukaan melter 80 90 % luas permukaan melter. Jika cold top kurang dari 80 %, maka laju pengumpanan lambat. Jika cold top mendekati 100 %, maka laju pengumpanan terlalu cepat dan eksplosif gas akan terjadi. Untuk mencegah eksplosif maka
Tabel 2. Karakteristik Gas Buang Dari MelterDengan Pemanas Joule[5]

Peralatan Melter Air Film Cooler Submerged Bed Scrubber Venturi Scrubber

Suhu (C)

Komponen Gas buang ---

FD --

500 200 300

-NOx Partikel Ru NOx Partikel Ru Partikel

50

2 3-5 50 1 10 3 100

35

High Effici ency Mist Eliminator (HEME) Ru adsorbe (Gel Silika) (etanol + HCl) HEPA Filter

Gas buang dipanaskan sampai 65

Ru 1000

65 0

Partikel 0,1 0,3

1000

FD = Faktor Dekontaminasi. heater atau energi panas dinaikkan dan laju pengumpanan diturunkan. Adanya cold top ini akan mencegah penguapan gas, seperti Ru. Prinsip penangan gas buang melter dengan pemanas induksi dan melter dengan pemanas Joule adalah sama, yaitu penurunan suhu, absorpsi dan filtrasi. Dari segi keselamatan kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi. Penanganan gas buangan melter pemanas induksi dibagi 2 tahap sehingga beban peralatan penanganan gas buang lebih sederhana. Canister yang digunakan pada melter pemanas induksi lebih tahan terhadap korosi karena terbuat dari baja tahan karat 304 L, sedangkan melter pemanas Joule dari baja tahan karat 304. Jadi canister 304 L lebih tahan dalam jangka lama. Dari segi biaya operasi melter pemanas Joule lebih murah, tetapi dari segi biaya konstruksi dan dekomisioning melter pemanas induksi lebih murah 5,10,12,13 . Berdasarkan atas pertimbangan konstruksi, STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

Herlan Martono

639

SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 operasi, dekomissioning, dan sistem pendanaan di Indonesia, maka melter pemanas Joule lebih layak untuk digunakan. KESIMPULAN Unsur-unsur yang mempengaruhi karakteristik gelas-limbah pada saat menentukan komposisi gelas-limbah harus diperhatikan baik untuk proses dan operasi melter. Perbedaan komposisi gelaslimbah untuk melter dengan pemanas induksi dan melter dengan pemanas Joule adalah kandungan Na2O untuk hantaran listrik dan golongan platina yang tidak larut dalam gelas-limbah. Pada melter dengan pemanas Joule untuk mengatasi golongan platina yang mempengaruhi arus listrik, maka dasar melter dibuat kerucut dengan sudut 45 . Bahan melter dengan pemanas induksi dari inconel-690. Bahan melter dengan pemanas Joule yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofraxK3. Lapisan diluarnya adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan 304. Jika monofrax-K3 sudah tipis karena korosi, maka yang diganti hanya monofrax-K3 nya saja. Laju korosi karena jenis bahan dan penggunaan pada suhu tinggi, inconel-690 lebih cepat korosi. Umur melter dengan pemanas Joule lebih panjang daripada melter dengan pemanas induksi. Komposisi LCAT dan glass-frit yang sama, akan menghasilkan komposisi gas buangan yang sama. Prinsip proses penanganan gas buang adalah sama pada melter dengan pemanas induksi dan melter dengan pemanas Joule. Penanganan gas buangan tersebut meliputi penurunan suhu, absorpsi, dan filtrasi. Dari segi keselamatan kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi. Tenaga yang diperlukan melter pemanas induksi lebih besar daripada melter pemanas Joule. Biaya operasi melter pemanas induksi lebih tinggi daripada biaya melter pemanas Joule, tetapi biaya konstruksi, dan dekomisioningnya lebih murah. Berdasarkan atas konstruksi, operasi, dekomisioning, dan kondisi pendanaan di Indonesia, maka melter dengan pemanas Joule lebih layak digunakan. DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA, Characteristics of Solidified High Level Waste Product, (Technical Report Series No. 187), IAEA, Vienna, (1979). HERLAN MARTONO, GUNANDJAR, Management of High Level Radioactive and 3. Transuranic Waste in Indonesia, Gema Teknik, Majalah Ilmiah Teknik, Nomor2/Tahun X Juli 2007, ISSN 0854 2279,No. Akreditasi : 39/DIKTI/Kep/2004, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, (2007) 142 - 150. MARTONO H, Report of Treatment and Disposal Radioactive Waste in Korea, Republic of Korea, Taejon, (1999). MENDEL J .E, The Fixation of High Level Waste in Glasses, PNL Richland, Washington, (1985). MARTONO H, Characterization of WasteGlass and Treatment of High Level Liquid Waste, Report at Tokai Work, PNC-Japan, (1988). HLAVAC J, The Technology of Glass and Ceramics, Department of Silicates, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company,AmsterdamOxford, New York, (1983). STANEK J, Electric Melting of Glass, Department of Silicate, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, New York, (1997). MARTONO H, AISYAH, Pengaruh Kandungan Radionuklida Hasil Belah Terhadap Sifat Fisika dan Kimia Gelas-Limbah, (Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Konggres Nasional Himpunan Kimia Indonesia, ISBN 979 3688 53X, Widya Graha LIPI), Jakarta, ( 2006). AISYAH, MARTONO H, Pengaruh Kalium Oksida, Litium Oksida, dan Kalsium Oksida Pada Kualitas Limbah Hasil Vitrifikasi, (Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, 1999), Yogyakarta, (1999). BROUNS A, Immobilization of High Level Defence Waste in a Slurry-Fed Electric Glass Melter, PNL-3372, (1990). IAEA, Techniques for Solidification of HighLevel Waste, (Technical Report Series No. 176), IAEA, Vienna, (1977). 1MARTONO H, Vitrification Process with Induction Heating, Report of Scientific Visit, Commissariat A LEnergie Atomique, Perancis, (1989). SUNG IL KIM et al, Economic Assestment on Vitrification Facility of Low and Intermediate-level Radioactive Wastes in Korea, Waste Management Conference, Tuczon, (2003)

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11. 12.

13.

2.

STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

640

Herlan Martono

You might also like