You are on page 1of 17

A.

Pengertian Masyarakat
Masyrakat berasal dari bahasa arab yaitu musyarak. Masyarakat memiliki arti sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau terbuka. Masyarakat terdiri atas individu-individu yang saling berinteraksi dan saling tergantung satu sama lain atau di sebut zoon polticon. Dalam proses pergaulannya, masyarakat akan menghasilkan budaya yang selanjutnya akan dipakai sebagai sarana penyelenggaraan kehidupan bersama. Oleh sebab itu, konsep masyarakat dan konsep kebudayaan merupakan dua hal yang senantiasa berkaitan dan membentuk suatu sistem.

Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia. 1. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. 2. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. 3. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya. 4. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat di lihat bahwa masyarakat merupakan organisasi manusia yang selalu berhubungan satu sama lain dan memiliki unsur-unsur pokok sebagai berikut : Orang-orang dalam jumlah relatif besar saling berinteraksi,baik antara individu dengan kelompok maupun antarkelompok sehingga menjadi satu kesatuan sosial budaya. Adanya kerja sama yang secara otomatis terjadi salam setiap masyarakat, baik dalam skala kecil (antarindividu) maupun dalam skala luas (antarkelompok). Kerja sama ini

meliputi berbagai aspek kehidupan seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Berada dalam wilayah dengan batas-batas tertentu yang merupakan wadah tempat berlangsungnya suatu tata kehidupan bersama. Ada dua macam wilayah yang oleh Robert Lawang di sebut satuan administratif (desa-kecamatan-kabupaten-provinsi), dan satuan teritorial (kawasan pedesaan-perkotaan). Berlangsung dalam waktu relatif lama, serta memiliki norma sosial tertentu yang menjadi pedoman dalam sistem tata kelakuan dan hubungan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

B. Pandangan Masyarakat Dalam Islam


Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Kata al-din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan terma al-tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al-madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian, masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni: agama, peradaban, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin bahwa agama merupakan sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya. Secara etimologis, madinah adalah derivasi dari kosakata Arab yang mempunyai dua pengertian. Pertama, madinah berarti kota atau disebut dengan "masyarakat kota. Kedua, masyarakat berperadaban karena madinah adalah juga derivasi dari kata tamaddun atau madaniyah yang berarti peradaban, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai civility dan civilization. Kata sifat dari kata madinah adalah madani (Sanaky, 2002:30). Adapun secara terminologis, masyarakat madani adalah komunitas Muslim pertama di kota Madinah yang dipimpin langsung oleh Rasul Allah SAW dan diikuti oleh keempat alKhulafa al-Rasyidun. Masyarakat madani yang dibangun pada zaman Nabi Muhammad SAW tersebut identik dengan civil society, karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadaban atau civility. Model masyarakat ini sering dijadikan model masyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh seorang sosiolog Barat, Robert N. Bellah, dalam bukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah, dalam laporan penelitiannya terhadap agama-agama besar di dunia, mengakui bahwa masyarakat yang dipimpin Rasul Allah SAW itu merupakan masyarakat yang sangat modern untuk zaman dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala

itu telah melakukan lompatan jauh ke depan dengan kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya (Hatta, 2001:1). Nabi Muhammad SAW melakukan penataan negara tersebut, dengan cara: pertama, membangun infrastruktur negara dengan masjid sebagai simbol dan perangkat utamanya. Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antara dua komunitas yang berbeda, yaitu Quraisy dan Yatsrib, serta komunitas Muhajirin dan Anshar dalam bingkai solidaritas keagamaan. Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk hidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang sama, melalui Piagam Madinah. Keempat, merancang sistem negara melalui konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah). Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid. Peristiwa hijrah telah menciptakan keberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak terdiri dari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapi juga Muhajirin Quraisy dan suku-suku Arab lain. Nabi SAW menghadapi realitas pluralitas, karena dalam struktur masyarakat Madinah yang baru dibangun terdapat beragam agama, yaitu: Islam, Yahudi, Kristen, Sabiin, dan Majusi ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) dan bertuhan banyak (polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistik ini dibangun oleh Nabi SAW di atas pondasi ikatan iman dan akidah yang nilainya lebih tinggi dari solidaritas kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasi lainnya.

C. Penerapan Dalam Kehidupan Sehari-hari


Sebagai masyarakat yang berlandaskan agama Islam, sudah seharusnya mengamalkan ajaranajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Begitu juga dengan tingkah laku sehari-hari harus mencerminkan perilaku seorang muslim. a. Ukhuwah Islamiah

Ukhuwah Islamiah adalah persaudaraan dalam Islam. Islam adalah sebuah keluarga dan seluruh umat Islam merupakan saudara. Artinya:Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(Q.S Alhujurat: 10)

b.

Tolong Menolong

Islam sangat memperhatikan sifat-sifat tolong-menolong dan persatuan. Karena masyarakat akan menjadi kokoh juga memperingan segala tanggung jawabnya. Laut adalah koleksi dari percikan-percikan air yang bersatu. Demikian juga gunung, adalah komponen dari zat-zat dan molekul-molekul yang terpadu. Artinya:Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Q.S Almaidah:2) Atas dasar tolong-menolong itulah Islam membina Syariat dan hukum-hukumnya. Dengan tolong-menolong itulah kaum muslimin dahulu membangun sehingga kekuasaanya merata di timur dan barat. Dengan tolong-menolong itulah pemerintahan mereka dikala itu melawan keinginan dan hawa nafsu, melawan perpecahan, dan kehancuran, melawan kedholiman dan kesewenang-wenangan, serta melawan segala macam kerusakan. c. Berlomba dalam Kebaikan

Tujuan hidup yang paling mulia adalah selalu berbuat kebaikan, agar meninggi sifat kemanusiaannya dan menyerupai malaikat serta berakhlak sesuai dengan sifat Allah yang pengasih dan penyayang kepada hamba-hambaNya. Allah memerintahkan hamba-hambaNya agar berbuat kebaikan dan berlomba-lomba mengamalkannya. Allah berfirman :

Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadapNya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas tiaptiap sesuatu (Q.S. Al Baqoroh: 148) d. Amar Maruf Nahi Munkar

sesungguhnya amar maruf nahi munkar merupakan bagian dari amal shalih yaitu sebagai realisasi kepedulian sosial. Akan tetapi ada ayat Al Quran yang secara khusus mengaitkan amar maruf nahi munkar dengan kualitas manusia yaitu:

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.(Q.S.Ali Imron:110) Karena amar maruf nahi munkar merupakan tanggung jawab yang melekat pada diri setiap muslim,maka harus dilaksanakan dengan baik.

D. Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat islam juga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju, berperadaban dan lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Dalam al-Quran Allah memberikan instruksi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. (Saba:15) Kata madani merupakan penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukkan oleh kondisi dan system kehidupan yang berlaku di kota madinah. Kondisi dan system kehidupan out menjadi popular dan dianggap ideal untuk menggambarkan masyarakat yang islami, sekalipun penduduknya terdiri dari berbagai macam keyakinan. Mereka hidup rukun, saling membantu, taat hukum dan menunjukkan kepercayaan penuh terhadap pimpinan. AlQuran menjadi konstitusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah.

E. Masyarakat Madani Dalam Sejarah


Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu: 1) Masyarakat negeri Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman AS. Keadaan masyarakat Saba yang dikisahkan dalam al-Quran itu mendiami negeri yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanaman yang subur, tesedia rizki yang melimpah, terpenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan

masyarakat Saba untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Tapi sayangnya, setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini kemudian ingkar (kafir) dan maksiat kepada Allah, sehingga mereka mengalami kebinasaan. ( Qs. Saba:16). 16. tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr

2) Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi, sebagai nama baru kota Yastrib, tempat yang didiami oleh Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan AlQuran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

F. Karakteristik Masyarakat Madani


Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya: Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi: a) b) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pers yang bebas

c) d) e)

Supremasi hukum Perguruan Tinggi Partai politik

Toleransi, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allag sebagai kebebasan manusia. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. Damai, artinya masing-masing kelompok masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihka lain secara adil. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya. Berperadaban tinggi, yaitu masyarakat tersebut memiliki kencintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengtahuan untuk memberikan kemudahan dan meningkat harkat martabat manusia. Berakhlak Mulia. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya : Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisi moneter. Tingginya angkatan kerja yang belum teserap karena lapangan kerja yang terbatas. Pemutusn Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar. Kondisi sosial politik yang belum pasca reformasi.

G. Persyaratan Masyarakat Madani


Apabila diurai, kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb: 1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat. 2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok. 3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial. 4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan. 5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan. 6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial. 7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya. Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat sipilisme yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).

H. Mewujudkan Masyarakat Madani


Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran. Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari

tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab). Pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah adalah pembangunan yang mengacu pada sistem ilahi, dan dikerjakan secara bertahap, yaitu: Tahap Persiapan. Membersihkan mental masyarakat dari kemusyrikan, kezaliman, dan kebodohan. Yakni memantapkan keyakinan atau aqidah atau kepercayaan kepada Allah. Maka manusia akan bersikap jujur, adil, berwibawa, tegas dan sopan santun. Kalau kebenaran sudah dijungkir balikan, hukum diinjak-injak, mereka akan bangkit membelanya. Allah menyatakan : (Surat Al-Fath/48:29 ). Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu tegas terhadap orang-orang kafir (yang mengganggunya), tetapi kasih sayang terhadap sesamanya. Tahap Penggalangan. Rasulullah SAW tiba di yastrib pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah. Pada hari itu juga Yatrib diganti namanya menjadi Madinah. Langkah yang ditempuh adalah: Menyatukan visi dan misi yang diikat dengan persaudaraan. Menanamkan rasa kasih sayang dan persamaan derajat atau tingkatan, tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain, kecuali takwanya. Mengadakan perjanjian perdamaian, kerukunan umat beragama. Toleransi dalam menjalankan keyakinan agama atau kepercayaan, tidak adanya paksaan dalam beragama. Menata sistem hukum, pranata perundang-undangan.

Tahap Pemberdayaan. Menerapkan diberikannya kepada mereka kebebasan melakukan kegiatan, tetapi harus di dalam koridor peraturan yang ada. Semangat iman, dan semangat disiplin itulah yang mengantarkan manusia menjadi muttaqiin. Jiwa iman dan taqwa inilah yang melandasi orang dalam setiap kegitaannya, apapun pekerjaan dan profesinya. Rasulullah memberikan motivasi kepada setiap orang, bahwa apa yang dikerjakan itu pasti akan mendapat balasan, tidak hanya berupa upah di dunia tetapo pahala juga di akherat. Bekerjalah setiap perkerjaan akan dimudahkan Allah. Beliau bersabda: Dari Ali Bin Abi Thalib r.a berkata: datang seseorang kepada Rasulullah SAW dan berkata: apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada Allah? Rasul SAW menjawab: tidak, bekerjalah kamu segala sesuatu itu dimudahkan, kemudian membaca ayat: maka

barangsiapa yang memberi dan bertaqwa serta membenarkan adanya pahala kebaikan pasti akan kami mudahkan baginya. Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman maka perlu ditekankan untuk mewujudkan masyarakat madani selain apa yang sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW, antara lain: Membangkitkan semangat islam melalui pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan, islamisasi kelembagaan ekonomi melalui lembaga ekonomi dan perbankan syariah dan lain-lain. Kesadaran untuk maju dan selalu bersikap konsisten terhadap moral atau akhlak islami. Menegakkan hukum islam dan ditegakkannya keadilan dengan disertai komitmen yang tinggi. Ketulusan ikatan jiwa, sikap yang yakin kepada adanya tujuan hidup yang lebih tinggi daripada pengalaman hidup sehari-hari di dunia ini Adanya pengawasan sosial. Menegakkan nilai-nilai hubungan sosial yang luhur dan prinsip demokrasi ( musyawarah ).

I. Posisi dan Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidan g kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Namanama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam alGhazali, al-Farabi, dan yang lain. Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya: Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.

Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya, tidak berdaya membela hak -hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain).

Sebagai kontrol terhadap negara. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group).

Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya. a. Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 11 Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan ku b. Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

J. Masyarakat Madani di Indonesia

Masyarakat madani menjadi prasyarat majunya sebuah negara. Kemajuan itu tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi seluruh dimensi kehidupan. Adapun ciri-ciri masyarakat madani adalah masyarakatnya cerdas, kritis, kreatif, dan inovatif; kesadaran politik mereka tinggi; sistem politiknya demokratis; hak asasi manusia dihargai; ekonomi bersifat kompetitif-rasional non-kapitalis yang bertumpu pada sektor domestik; rakyatnya toleran terhadap perbedaan; kehidupan sosialnya beradab dan bermartabat; supremasi hukum ditegakkan; tatanan sosial dan kebebasan individu seimbang; kehidupan antargenerasi sinambung; birokrasinya empatik, bersih, bermoral, dan pro-rakyat; sistem pendidikannya pun demokratis. Lantas, bagaimana dengan negara kita, Indonesia? Apakah negara kita sudah mencapai masyarakat madani? Menurut saya, negara kita BELUM menunjukkan perkembangan ke arah itu. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah di berbagai bidang, sebagai berikut. Pendidikan Pendidikan kita seharusnya menjadi aset besar memasuki era globalisasi ini. Sayangnya, kualitas pendidikan kita sangat memprihatinkan. Daya saing sangat rendah. The World Economic Forum Swedia (2003) membuat survei tentang daya negara-negara di dunia. Ia melaporkan, dari 57 negara di dunia yang disurveinya, Indonesia menduduki posisi ke-37. Rendahnya kualitas dan daya saing ini juga terlihat pada data Balitbang tahun yang sama (2003). Dikatakan, dari 146.052 SD di Indonesia, ternyata hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (YPY). Dari 20.918 SMP, hanya ada delapan sekolah yang diakui dunia sebagai The Middle Years Program (MYP), dan dari 8.036 SMU di Indonesia hanya tujuh sekolah yang masuk kategori The Diploma Program (DP). Ada pun beberapa masalah utama. Pertama, sistem pendidikannya yang masih trial and error. Sistem pendidikan kita belum terarah. Masih dalam tahap uji coba yang berkepanjangan. Kenyataannya, lulusan sekolah kita minim pengetahuan dan keterampilan. Jumlah murid yang masuk sekolah umum dan sekolah kejuruan tidak seimbang. Jumlah murid SD, SMP, SMU, dan perguruan tinggi sama sekali tidak seimbang. Banyak anak yang hanya berhenti di pendidikan dasar. Sementara masalah-masalah aktual terus terjadi dan

membutuhkan manusia yang memiliki wawasan dan sumber daya untuk memecahkannya. UU no 2 thn 1989 dapat dijadikan acuan bagi pembangunan nasional. Sayangnya, survivalitas manusia Indonesia masih lemah. Dalam undang-undang ini pun, masalah-masalah pendidikan tidak dibicarakan secara eksplisit, kecuali menyebut faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika pendidikan, seperti tujuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hasil belajar dan hari libur, penilaian, pengelolaan, dan pengawasan. Diharapkan UU no 20 tahun 2003 dapat menjadi jawaban atas masalah kualitas pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, sistem pendidikan kita berada dalam uji coba, trial and error, tanpa pegangan dan arah. Contoh, untuk meningkatkan mutu, pemerintah menyusun kurikulum KBK tahun 2004, tapi saat bersamaan kurikulum yang berlaku masih kurikulum 1994. Ketidakarahan juga tampak dalam Ujian Nasional. Undang-undang Sisdiknas baru menetapkan UN tidak dilaksanakan. Tetapi, hingga sekarang ujian ini masih dilaksanakan tanpa alasan yang jelas. Tahun 2006, DPR Komisi X bidang Pendidikan mengatakan UN tidak dilaksanakan karena tidak adanya dana. Entah kenapa, UN - bahkan hingga kini tetap dilaksanakan dan sumber dana diambil dari pos-pos lain sebesar Rp 260 miliar lebih. Kedua, minimnya profesionalisme guru. Ini dapat dilihat salah satunya dari kualifikasi akademik. Data Ditjen PMPTK Depdiknas RI tahun 2009 menunjukkan, guru yang mengajar TK-SMU/SMK lulusan SMU berjumlah 535.601 orang, lulusan D1 49.763 orang, lulusan D2 790.327 orang, lulusan D3 121.327 orang, lulusan S1 1.092.913 orang, S2 17.619 orang, dan S3 59 orang. Dari 2.607.311 total guru tersebut, 1.043.000 (40%) tamat D-IV/S1 dan memiliki kualifikasi akademik, sedangkan sekitar 1.564.311 guru (60%) tidak memiliki kualifikasi. Masih ada masalah-masalah lain terkait kualitas pendidikan, seperti kurangnya kesejahteraan guru, fasilitas, pemerataan kesempatan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, mahalnya biasa pendidikan, dan alokasi APBN yang rendah (pemerintah merencanakan 20% APBN untuk pendidikan, tetapi realisasinya sering di bawah 10%, tidak pernah 20%). Jika kualitas pendidikan rendah, daya saing minim, maka kreativitas, inovasi, dan kemampuan berpikir kritis pun lemah, maka sumber daya manusia sebagai prasyarat masyarakat madani menjadi mandek.

Hukum Supremasi hukum di negara kita belum ditegakkan. Alasannya, faktor politik lebih dominan. Terjadi politisasi atas proses peradilan yang mestinya berjalan objektif. Angkat saja

dua contoh: kasus Century yang menelan uang negara Rp 6,7 triliun, atau kasus Gayus, mafia pajak seorang pejabat kecil di direktorat perpajakan sekitar Rp 25 miliar tetapi berkomplot dengan para elit di negeri ini. Kasus Century hingga sekarang belum selesai, kendatipun Pansus telah dibentuk untuk menanganinya. Kasus Gayus hingga kini belum sampai pada keputusan finalnya. Lemahnya kontrol publik dan tingginya korupsi di tingkat para elit negara, membuat hukum dipermainkan. Gayus, kendati sudah ditahan, masih saja berkeliaran bahkan hingga ke luar negeri, dengan menyogok petinggi rutan yang mengawasinya dan pejabat imigran. Politik Indonesia telah terlepas dari belenggu otoritarianisme Orde Baru. Tumbangnya orde ini memandai babak baru sejarah, yakni Orde Reformasi. Akan tetapi, reformasi secara substansial belum tampak. Yang muncul masih tahap superfisial. Contoh yang paling jelas adalah pemilu dan pembentukan KPK. Setelah memasuki era Reformasi pemilu dilakukan secara langsung. Seharusnya partisipasi rakyat lebih banyak karena masyarakat menyatakan langsung hak politiknya. Yang terjadi, partisipasi justru menurun. Berbagai manipulasi di tingkat elit negara ini membuat rakyat enggan terlibat dalam pemilu. Tampak demokrasi kita masih sistem yang prosedural. Belum substansial. Pascapemilu, pemimpin terpilih tidak lagi peduli dengan kepentingan umum. Banyak pemimpin korupsi. Mereka sibuk menghabiskan uang miliran rupiah ke luar negeri untuk melakukan studi banding, sementara negeri sendiri masih ditimpa masalah kemiskinan dan bencana alam. KPK sendiri, bentukan orde Reformasi itu, tengah dililiti perang antarlembaga. Kita ingat perang dengan kepolisian. Banyak kasus korupsi di tingkat para elit yang dihambathambat. Ini semua mengindikasikan mandeknya demokrasi di negara kita. Ekonomi Ekonomi kita dikuasai oleh para pebisnis dan elit yang pro kapitalisme (fundamentalisme pasar). Ada dua tren utama dalam ekonomi kapitalis yang dapat kita lihat perkembangannya di negara kita. Pertama, tata kelola perusahaan yang semakin mengarah ke kepemilikan saham di pasar modal. Kedua, orientasi korporasi semakin mengarah kepada orientasi finansial dan profit. Perbankan kehilangan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Likuiditas bertumpuk di pasar saham dan takut berinvestasi ke sektor riil. Selain itu, apa yang disebut kebutuhan sudah bergeser. Jika dalam ekonomi tradisional, saya membutuhkan pakaian karena saya tidak bisa membuatnya sendiri, saya harus membelinya kepada seorang pedagang di grosir Tanah Abang. Pakaian itu adalah hasil produksi dari pabrik garmen. Pabrik itu mendapat benang dan kapas dari sebuah daerah di Papua yang digarap para petani

kapas. Namun, dengan berkembangnya pasar saham, perdagangan future, petani tidak bisa lagi bisa mengontrol harga di pasar karena yang mengontrol harga adalah kroni kapitalisme. Para pebisnis kita enggan menyentuh sektor rill. Mereka nimbrung di pasar saham. Konsekuensinya, merger lintas sektor pun tidak terbendung lagi dan terjadi konsentrasi kepemilikan pada konglomerat bermodal kuat. Konglomerat bermodal kuat ini kerap disebut kroni kapitalis. Kroni-kroni kapitalis inilah yang menuntut pasar dibebaskan dari regulasi pemerintah. Mereka jugalah yang menuntut institusi keuangan, seperti IMF dan Bank Dunia mendesakkan liberalisasi pasar ke negara berkembang. Liberalisasi pasar bertujuan meningkatkan investasi dan mengatasi pengangguran. Alih-alih ingin mengatasi

pengangguran, kebijakan IMF malah memperparah masalah pengangguran dan kemiskinan. Kehidupan sosial Umumnya, kebebasan sudah terlihat. Pembelengguan dan kekerasan ala Orde Baru tampak hilang, kecuali birokrasi kita yang lamban dan kurang responsif terhadap persoalan bangsa. Akan tetapi, kebebasan yang kita rasakan terlalu kebablasan. Kebebasan individu tinggi, sedangkan tatanan sosial melemah. Orang tidak lagi saling menghargai. Diskusi para elit berakhir dengan saling mencemooh. Demonstran yang menyampaikan suara berakhir dengan kekerasan. Kelompok-kelompok fundamentalis/puritan muncul dan menindas kelompok minoritas. Rumah-rumah ibadat agama minoritas dibakar, misalnya kasus pembakaran gereja HKBP beberapa bulan lalu. Anarkisme dan premanisme bermunculan, misalnya dalam kasus kekerasan di Jalan Ampera Jakarta. Di sini, perilaku para petinggi negara ini membuat penghargaan terhadap otoritas dan tananan sosial mengalami kehilangan.

K. Solusi Menuju Masyarakat Madani


a. Umat yang Bertaqwa

Taqwa adalah buah agama. Taqwa membawa kepada pendasaran pemikiranan perasaan dan amal atas prinsip-prinsip yang digariskan Tuhan.[12] Taqwa merupakan ujung agama dan sekalian pangkal kebudayaan. b. Musyawarah dalam Berbagai Masalah

Cara musyawarah dapat dilakukan dengan melibatkan semua orang yang ada kaitannya dengan persoalan yang dimusyawarahkan. Dengan begitu masalah yang berat akan menjadi ringan. Segala keputusan dalam musyawarah menjadi tanggung jawab bersama. Jika hasil yang dicapai ternyata tidak sesuai dengan tujuan dan harapan, maka tidak ada salah satu pihak yang disalahkan, melainkan tanggung jawab semua. Artinya:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S Ali Imron:159) c. Tidak Saling Menghina antara sesama

Artinya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.(Q.S Alhujurat:11) d. Umat yang satu Kepribadian masyarakat dalam Islam adalah kepribadian yang tersendiri, yang bersemboyankan kesatuan yang kokoh. Oleh karena itu, kesatuan dalam iman dan amal adalah dasar dan semboyan bagi masyarakat menurut pandangan Islam.

MAKALAH AGAMA ISLAM

MASYARAKAT MADANI

DISUSUN OLEH : Nama : Ossy Dewinta Putri Pertiwi Kelas : 1 EG.B Dosen Pembimbing : Dewi Indahsari, S.Ag

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TAHUN AKADEMIK 2013-2014

You might also like