You are on page 1of 8

JAWABAN SOAL UTS APRESIASI PUISI

Disusun untuk memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Apresiasi Puisi Yang dibimbing oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal

Oleh Jufitasari NIM 115110700111025

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
April 2013

1. Perbedaan Prosa dan Puisi Puisi 1. 2. 3. 4. 5. Ungkapan atau ekspresi perasaan Terikat aturan Kesatuan akustis (bunyi, rima, irama) Barisan bersajak, terdapat perioditas Aktivitas pemadatan kata (kondensasi) sehingga menimbulkan lapis makna 6. Sifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif (memengaruhi) dan asosiatif 7. Penyampaian pesan secara implisit atau tidak langsung, sehingga diperlukan pemahaman dan pengetahuan dari pembaca Prosa 1. Ungkapan atau ekspresi pikiran 2. Bebas 3. Kesatuan sintaksis (memperhatikan makna secara sintaksis atau susunan kata) 4. Terdiri dari barisan paragraf 5. Aktivitas konstruktif (membangun) kesan-kesan disebarkan hingga membentuk alur dan keterkaitan 6. Aktivitas bersifat naratif, menguraikan dan informatif 7. Penyampaian pesan secara langsung, sehingga pembaca mampu mengartikan sebuah prosa dengan cepat (bahasa yang digunakan merupakan bahasa sehari-hari disampaikan secara lugas).

2. Analisis Penggalan Puisi dari segi citraan, gaya bahasa, diksi, feeling, tone, dan pokok persoalan dalam a. Puisi Sebagai Dahulu karya Aoh Kartahadimadja Citraan: imaji visual atau penglihatan. Pada kalimat bintang berkilat cahaya , langit hitam kelam , pembaca seolah-olah melihat bintang yang berkilat cahaya (benda bintang, cahaya dapat dilihat dengan indra penglihatan) dan langit hitam kelam (terlihat benda langit, warna hitam kelam yang berarti mendung). Gaya bahasa : majas perbandingan (simile) bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding laksana pada baris laksana bintang berkilat cahaya. Seperti bintang yang bercahaya. Diksi : pemilihan kata cahaya dalam puisi ini mendukung maksud penyair dalam penyampaian makna dan maksud puisinya, penyair banyak menggunakan kata-kata yang mendukung dan berhubungan dengan kata cahaya misalnya bintang, langit, hitam kelam, sinar, berkilau. Pemilihan kata cahaya dimaksudkan untuk sesuatu yang dipamcarkan seseorang sehingga mampu menembus relung hati (jiwa) pengarang, meskipun banyak halangan di sekitarnya seperti yang digambarkan dengan bintang berkilat cahaya, di atas langit hitam kelam. Feeling : penyair mengaku sedang jatuh cinta kepada seseorang terlihat dari kalimat sinar berkilau cahya matamu , menembus aku ke jiwa dalam. Penyair menyatakan tatapan mata seseorang yang dicintai terasa merasuk ke dalam relung hati terdalam. Sikap penyair adalah mengenang, merenung, dan

membayangkan dahulu (dilihat dari judulnya Sebagai Dahulu) di saat Ia merasakan jatuh cinta. Tone: penyair menyampaikan kepada pembaca, inilah rasanya orang jatuh cinta. Jika engkau dilihat seseorang yang disuka atau dicinta, maka terasa sorotan matanya seolah-olah menembus hati terdalam meskipun tatapan itu hanya sepintas dan perasaan dalam keadaan bersedih atau marah sekali pun terlihat dalam kalimat laksana bintang berkilat cahaya, di atas langit hitam kelam. Pokok persoalan : orang yang sedang jatuh cinta akan terasa berdebar-debar di saat dipandang atau dilihat oleh orang yang dicintai, meskipun tatapannya hanya sekilas dan perasaan diri sedang tidak baik karena cahaya matanya seolah-olah menembus jiwa penyair.

b. Puisi Nyanyian Suto untuk Fatima karya Rendra Citraan : imaji kinestetik (gerak) terlihat pada kata bangkit, pembaca seolah-olah melakukan gerakan dari posisi tidur ke posisi duduk ataupun dari posisi duduk ke posisi berdiri, dari posisi lebih rendah ke posisi yang lebih tinggi. Gaya bahasa: majas hiperbola terlihat dalam dua puluh tiga matahari, padahal dalam dunia nyata matahari hanyalah satu, itu pun terasa sangat panas dan suhunya mencapai puluhan ribu derajat celsius, apalagi terdapat dua puluh tiga matahari, sehingga tidak dapat dibayangkan keadaan alam seperti itu. Kemudian majas yang digunakan selanjutnya adalah majas personifikasi, pada dua puluh tiga matahari bangkit dari pundakmu menyatakan seolaholah matahari (benda mati) mampu melakukan gerakan bangkit seperti manusia. Diksi : pemilihan dua puluh tiga dalam hal ini ditekankan pada benda matahari , saya belum menemukan arti/maksud dari angka dua puluh tiga dalam makna filsafat, mengapa digunakan untuk bersanding dengan benda matahari yang dalam kenyataannya begitu agung dan dipercaya sebagai penerang bumi tempat miliyaran manusia hidup, yang bangkit dari kata pundak yang biasanya diistilahkan sebagai pemikul beban, tanggungjawab, amanat, dan sebuah kehormatan. Pemilihan kata tubuhmu dilanjutkan dengan tanah hal ini merupakan sebuah perumpamaan dari kata tubuh yang diartikan sebagai bumi karena menguapkan atau menyebabkan bau tanah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemilihan dua puluh tiga matahari bangkit dari pundakmu banyak beban, amanat, tanggungjawab, dan atau kehormatan yang sangat berat atau besar yang harus kamu tanggung, sehingga membuat semangatmu melemah dalam kata menguap. Namun dapat juga diartikan sebagai di saat seseorang meninggal (pada tubuhmu menguapkan bau tanah bau kematian atau mayat) banyak beban berat (dua puluh tiga matahari) yang selama ini ditanggungnya perlahan menjauh (bangkit) dari pundaknya dan hilang semua tanggungan di bumi.

Feeling : penyair mengungkapkan sebuah kepasrahan, menyerah karena beban yang begitu besar dan berat harus ditanggung. Tone : sikap menggurui, menyarankan kepada pembaca untuk tetap bersemangat dan bangkit dari keputusasaan meskipun banyak halangan, tantangan, tanggungan, beban atau apa pun yang berusaha menghalangi dan membebanimu. Pokok persoalan: jangan biarkan keputusasaan, kepasrahan menyurutkan semangat dan niatmu dalam menghadapi persoalan kehidupan, seberat apa pun cobaan yang harus dihadapi tetaplah bersemangat dan bangkit dari keputusasaan.

c. Puisi Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar Citraan: imaji kinestetik (gerak) terlihat pada kata mempercepat yakni kegiatan mendorong atau hal lain bertujuan untuk mempersingkat, kelepak gerakan sayap burung mengepak-kepakkan anggota tubuhnya untuk terbang, lari gerakan dengan menggunakan kaki. Gaya bahasa : majas personifikasi, terlihat pada gerimis mempercepat kelam gerimis merupakan keadaan alam yang dihidupkan seolah-olah mampu gerakan mempercepat. Kemudian pada air tidur air merupakan benda mati (alam) digambarkan bisa tidur (hal yang biasa dilakukan makhluk hidup). Diksi : penyair memilih kata gerimis yang digunakan sebagai subjek, pada umumnya kata gerimis menduduki fungsi objek, sehingga gerimis merupakan pelaku dalam mempercepat datangnya kelam gelap, penyair ingin menegaskan bahwa gerimis menghadirkan mendung, sehingga menambah kegelapan di saat waktu menjelang senja akan berakhir. Sesuai dengan judul Senja di Pelabuhan Kecil dari judul pemilihan kata dalam judul ini yakni senja yang berarti telah renta, kemudian pelabuhan merupakan tempat berlabuh atau perhentian kapal-kapal. Dapat diartikan bahwa gerimis adalah suatu hal yang mendorong atau mempercepat waktu sebelum akhirnya berhenti berlabuh dan bertambahnya suasana muram, sedih dengan dihadirkannya mempercepat kelam, Ada juga kelepak elang, menyinggung muram menimbulkan suasana muram, gelap, kesedihan dilanjutkan dengan menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak yang menandakan sebuah kesunyian dalam sebuah tempat pemberhentian, sebuah ketidakberdayaan dalam suatu suasana penghabisan. Feeling : penyair ingin menyampaikan suatu keadaan di saat sebuah duka menghampiri, yang merupakan akhir dari semua perjalanan kehidupan yang sangat tidak menyenangkan bahkan menyedihkan sangat terasa bahwa telah

berakhir lah semua, berhenti, muram, dalam sebuah ketidakberdayaan. Sikap penyair adalah berbuat lebih baik sebelum terlambat hal ini dapat dilihat dari setiap pokok pikiran yang terdapat dalam tiap baris puisi. Tone : penyair masa bodoh dengan pembaca, dapat diterangkan bahwa tidak terdapat atau terselip kata nasihat, menyuruh, atau pun memerintah pembaca untuk melakukan suatu hal. Penyair hanya menyampaikan pada suatu keadaan dalam pemberhentian. Pokok Persoalan : ada sebuah peristiwa yang mampu mempercepat datangnya kedukaan. Jika telah sampai pada waktunya maka semua tidak dapat terulang, sehingga diharapkan berhati-hati dalam perjalanan kehidupan sebelum sampai pada waktu dan tempat pemberhentian yang mendatangkan muram.

d. Puisi Rick dari Corona karya Rendra Citraan : imaji peraba terdapat pada lunak dan halus bagaikan karet busa pembaca seolah-olah memegang suatu benda yang lunak dan halus seperti karet busa. Selanjutnya citra peraba terlihat pada dan kakinya sempurna singsat dan licin bagaikan ikan salmon pembaca seolah-olah dapat meraba sebuah kaki yang singset atau tidak kendor dan licin bagai kulit ikan salmon. Gaya bahasa: majas perbandingan (simile) bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding bagai, bagaikan pada baris bagaikan karet busa, bagai berkas, bagaikan ikan salmon. Hal yang dibandingkan dan disamakan yakni betsy dengan karet busa , rambutnya merah tergerai dengan berkas benang-benang rayon warna emas, serta kaki dengan ikan salmon. Diksi : pemilihan kata betsy merupakan suatu benda atau perwujudan yang bersih dan putih sekali, lunak dan halus, rambut tergerai, serta memunyai kaki sempurna selicin ikan salmon, betsy merupakan inti kata yang dijelaskan pada baris selanjutnya, sehingga penyair memilih kata betsy untuk dijadikan subjek dalam karyanya. Feeling : penyair mengungkapkan suatu kesempurnaan dari sebuah betsy, karena baris selanjutnya menjabarkan tentang keindahan yang dipadankan dengan hal-hal di luar kesinambungan, misal penyair memilih karet busa untuk untuk dipadankan dengan betsy dilihat dari kelunakan dan kehalusannya. Lunak tapi kenyal seperti karet dan halus seperti busa. Selanjutnya pemilihan frasa rambut merah dengan benang rayon warna emas hal ini menggambarkan rambut yang begitu indah dan menawan. Dan kaki sempurna sesingsat dan selicin kulit ikan salmon singset atau tidak kendor dan semulus sampai licin seperti kulit ikan salmon yang bernilai tinggi. Hal-hal tersebut jika digabungkan akan membentuk suatu makna keagungan dan kemewahan. Sikap penyair adalah brhati-hati atau waspada terhadap sebuah kesempurnaan, karena di balik kesempurnaan terdapat sebuah kelicikan yang tidak terduga.

Tone: Penyair mengungkapkan tentang bentuk kesempurnaan menurut penilaiannya. Namun makna lain terlihat dari kata licin seperti ikan salmon, hal ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang sangat licik dan sulit untuk dipegang atau dipercaya. Sehingga sikap penyair kepada pembaca adalah menyuruh berhati-hati terhadap sebuah kesempurnaan atau kebaikan seseorang, jangan mudah terperdaya. Pokok permasalahan: sesuatu yang baik dan sempurna, biasanya sesuatu hal yang membahayakan dan perlu diwaspadai. Karena kesempurnaan akan membuatnya mudah dalam mempengaruhi orang lain. e. Puisi Afrika Selatan karya Subagio Sastrowardjoyo Citraan : imaji lingkungan terlihat pada rumput di pekarangan, lumut di tembok, cendawan di roti mereka, bumi hitam, dan tambang intan. Hampir semua kata yang digunakan merupakan penggambaran keadaan lingkungan sekitar, berhubungan dengan sebuah lingkup yang berasal atau menyatu dengan alam. Gaya bahasa : majas repetisi atau pengulangan terlihat pengulangan kata seperti pada seperi rumput, seperti lumut, seperti cendawan dan pengulangan frasa milik kami pada bumi hitam milik kami, tambang intan milik kami, dan gunung natal milik kami. Diksi : pemilihan kata berbiak yang menyatakan sebuah kegiatan turun temurun dan secara terus-menerus berkembang dijelaskan selanjutnya pada baris yang menyatakan kepemilikan, hal ini dapat disimpulkan bahwa kami membiarkan istri kami berkembang terus dan kami berada di daerah terpencil, pedalaman, asing teknologi (keadaan afrika selatan) tidak mengenal program KB (keluarga berencana) karena kami memiliki segalanya yang akan kami turunkan kepada keturunan untuk meneruskan kepemilikan dan hak kami. Semua yang mereka miliki hanyalah untuk keturunan mereka, maka perbiakan tetap dibiarkan untuk melestarikan suku. Feeling: penyair ingin menyampaikan bahwa seperti inilah keadaan di Afrika Selatan, begitu jauh dari teknologi, bahkan program KB tidak dikenal disana, sehingga kelahiran tetap diterima seberapa pun banyaknya, karena mereka merasa memiliki hak untuk mempertahankan garis keturunan di atas bumi yang mereka sendiri merasa memiliki. Sikap penyair adalah masa bodoh, dapat dilihat pada tetapi istriku terus berbiak, ... bumi hitam milik kami, tambang intan milik kami, gunung natal milik kami hal ini menyata kan biarkan istriku terus berbiak, apa urusan kalian, masa bodoh, karena bumi hitam, tambang intan, dan gunung natal milik kami. Tone : secara implisit penyair menyatakan bahwa mengajak para pembaca untuk peduli Afrika Selatan, dengan menceritakan sedikit kenyataan keadaan yang terjadi pada penduduknya. Memberikan kesadaran bahwa kalian beruntung masih bisa mengenal, membaca, dan memahami puisi yang diciptakan, mengajarkan bersyukur atas apa yang didapat saat ini jika dibandingkan dengan penduduk di Afrika Selatan, serta menyadarkan bahwa

warga Afrika sangat peduli akan kehidupan generasinya, seharusnya hal itu juga lah yang kita lakukan, menjaga semua yang kita miliki untuk kepentingan anak cucu nanti. Pokok permasalahan: penyair menyampaikan pendapatnya bahwa banyak orang-orang yang tidak bersyukur atas apa yang telah diterima dan didapatkan selalu merasa kurang tanpa pernah menengok keadaan yang lebih memprihatinkan dibanding kehidupan mereka, bergitu juga dengan orangtua yang melakukan aborsi padahal di Afrika penduduknya sangat menghargai anugerah yang diberikan meskipun keadaan mereka dalam batas minimum sebuah kehidupan, kerakusan yang tercermin pada jiwa-jiwa orang yang tak bersyukur atas kehidupan yang sangat layak dan berkecukupan bahkan berlebihan.

f. Puisi Tanah Kelahiran karya Ramadhan KH Citraan : imaji pendengaran (auditif) terlihat pada merdu pembaca seolaholah mendengar kemerduan suaru seruling yang dimainkan di pasir tipis. Selanjutnya pada tembang menggema pembaca seolah-olah mendengar suara gema sebuah tembang. Gaya bahasa: majas metonimia, penggunaan nama yang merupakan bawahan dari sebuah kata induk yang memiliki fitur semantik pembeda terlihat pada di dua kaki BurungrangTangkuban Perahu Burungrang dan Tangkuban Perahu adalah nama gunung di Sumatra Utara, penggunaan nama saja tanpa melibatkan kata induk gunung merupakan ciri dari majas metonimia, namun Gunung Burungrang dan Gunung Tangkuban Perahu memiliki fitur atau ciri khas pembeda dari gunung lainnya. Diksi : pemilihan kata seruling merupakan subjek yang akan membawahi baris selanjutnya, sehingga penyair memilih kata tersebut sebagai pokok yang akan menjelaskan pada makna penyair dalam menggambarkan puisinya. Kata seruling dijadikan inti untuk menangkap makna puisi karena baris dan kata selanjutnya menjabarkan mengenai merdu suara suling yang terdengar merdu, tembang menggema merupakan kemerduan tembang dari suling yang menggema di dua kaki gunung atau lembah antara Burangrang Tangkuban Perahu. Feeling : penyair menyampaikan betapa indah, asri,dan tenangnya kehidupan di tanah kelahirannya (sebuah perkampungan yang terletak di antara kaki gunung Burangrang hingga Tangkuban Perahu) sehingga suara seruling pun mampu menggema dan mengeluarkan suara merdu yang dapat didengar oleh penduduk di perkampungan tersebut. Keasrian dan kesejukan ditunjukkan pada gundukan pepohonan pina yang dimaknai sebagai sekerumunan pohon pina. Sikap penyair adalah termenung merenungi kenyamanan di tanah kelahirannya. Tone: sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh, dapat dilihat bahwa dari keseluruhan kata pada penggala puisi tersebut pengarang hanya

menjelaskan, menginformasikan, dan menceritakan keadaan serta kehidupan di tanah kelahirannya. Pokok permasalahan: Kindahan, keasrian, dan ketenangan kehidupan di tanah kelahiran penyair di kaki gunung Burangrang hingga kaki gunung Tangkuban Perahu.

You might also like