You are on page 1of 13

LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNMUL RSUD A. W.

SJAHRANIE SAMARINSA

TUTORIAL KLINIK

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Oleh: IZHARYNUR YAHMAN 05.48847.00248.09

Pembimbing: dr. Hendra, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNMUL RSUD A. W. SJAHRANIE SAMARINDA 2014

BAB I PENDAHULUAN
DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survey terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI).Berdasarkan survei lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pasca kelahirannya. Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes, disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan atas. Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiranhidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. AKB di indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu tecermin dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 10 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Badriul Hegar mengatakan, penyebab kematian bayi berusia di bawah satu bulan, adalah sekitar 29 % disebabkan berat badan rendah, 30 % gangguan pernapasan, dan sekitar 10 % masalah nutrisi. Dia berpandangan, guna menekan angka kematian bayi dan anak balita, yang terpenting ialah upaya preventif dan promotif. RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari

pelayanan NICU turun menjadi 1%. Di Negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS. Sedangkan angka kematian kematian bayi (infant mortality rate), yakni angka kematian bayi sampai umur satu tahun, di Negara-negara maju telah turun dengan cepat dan sekarang mencapai angka di bawah 20 pada 1000 kelahiran. Penurunan angka kematian prenatal berlangsung lebih lambat, sebabnya ialah karena kesehatan serta keselamatan janin dalam uterussangat tergantung dari keadaan dan kesempurnaan bekerjanya system dalam tubuh ibu yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudhigah menjadi janin cukup bulan. Di Negara-negara maju kematian prenatal ini mencapai angka dibawah 25 per 1000 seperti telah dijelaskan, prematuritas memegang peran penting dalam hal ini. Selanjutnya tidak jarang bersama-sama dengan prematuritas terjadi factor-faktor lain seperti, kelainan congenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, pelukaan kelahiran, dan lain-lain. Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian prenatal ialah tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh Negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Definisi Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Leifer,2007). Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sindrom gawat napas (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan menggantikan RDS (Bobak, 2005). Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh

ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Leifer, 2007).

2.2. Etiologi RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, dan seksio sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau di luar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum dan penyakit membran hialin (PMH).

2.3.Patofisiologi Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli tipe II. Kerusakan epithel sel alveoli tipe 2 ini menyebabkan produksi surfaktan terhambat. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.4.Manifestasi Klinis Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikitt bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.

2.5.Klasifikasi Gangguan Nafas Frekuensi nafas (Pernafasan/menit) 60-90 60-90 >90 >90 Merintih saat ekspirasi Retraksi dinding dada + + Klasifikasi Ringan Sedang Sedang Berat

Respiratory Distress Skor menurut Downe : 0 Frekuensi Nafas Retraksi Sianosis < 60x/menit Tidak ada retraksi Tidak sianosis 1 60-80 x/menit Retraksi ringan Sianosis hilang dengan O2 Penurunan ringan udara masuk Dapat didengar dengan stetoskop 2 >80x/menit Retraksi berat Sianosis menetap walaupun diberi O2 Penurunan besar udara masuk Dapat didengar tanpa alat bantu

Air Entry

Udara masuk

Merintih

Tidak merintih

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe Skor < 4 Skor 4 6 Skor > 7 gangguan pernafasan ringan gangguan pernafasan sedang Ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

2.6.Penunjang / Diagnostik a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar. b. c. d. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas. Data laboratorium Profil paru : untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45 Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak.

2.7. Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat. Mempertahankan keseimbangan asam basa. Mempertahankan suhu lingkungan netral. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat. Mencegah hipotermia. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum : a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 % b. c. d. e. Pantau selalu tanda vital Jaga kepatenan jalan nafas Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

Jika bayi mengalami apneu Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan Lakukan penilaian lanjut

Bila terjadi kejang potong kejang Segera periksa kadar gula darah Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut: a. Gangguan nafas ringan Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

b.

Gangguan nafas sedang

Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Suhu aksiler > 39C Air ketuban bercampur mekonium Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam) Bila suhu aksiler 34-36,5 C atau 37,5-39C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan tandatanda perbaikan kurangai terapi O2 secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan. c. Gangguan nafas berat Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Medikasi:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah: a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan paru c. Fenobarbital d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen e. Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).

2.8.Pencegahan RDS Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi. Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah: Mencegah kelahiran < bulan (premature). Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis. Management yang tepat. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM. Optimalisasi kesehatan ibu hamil. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml) Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian) Cek kematangan paru (lewat cairan amnion : pengukuran rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function) 2.9.Komplikasi Penyakit

a. Komplikasi jangka pendek 1) kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. b. Komplikasi jangka panjang Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

BAB III PENUTUP


Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, dan seksio sesaria. Adapun beberapa klasifikasi dari penyekit RDS ada 3 yaitu : gangguan pernafasan ringan, gangguan pernafasan sedang dan gangguan pernafasan berat. Gejala klinikal yang timbul dari penyakit RDS yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Adapun cara pencegahan RDS yang efektif yaitu : Mencegah kelahiran < bulan (premature), Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, Management yang tepat, Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM, Optimalisasi kesehatan ibu hamil dan cek kematangan paru melalui cairan amnion. Beberapa tindakan untuk mengatasi kegawat daruratan pernafasan yaitu :

Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat, Mempertahankan keseimbangan asam basa, Mempertahankan suhu lingkungan netral, Mempertahankan perfusi jaringan adekuat, Mencegah hipotermia, Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Maternitas dan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier : St. Louis Missouri Mansjoer. 2002. Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC. Wong. Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC. Prwawirohardjo, Sarwano. 2009. Ilmu Kebidanan dan Kandunan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka

You might also like