You are on page 1of 29

SAINS DAN MATEMATIKA

Apa Saja yang Naik Harus Turun:


Teori-teori Dasar

Teorema1 Pythagorean

Thales memikirkan dunia ini sebagai terbuat dari air; Heraklitus telah

mengatakan bahwa bahan intinya adalah api. Pythagoras (abad enam

SM) memikirkan semuanya adalah angka, dan menganggap sama

semua jalan menuju kebenaran. “Segala sesuatu adalah angka-angka”

adalah motonya. Filsafat Pythagoras, yang mencakup keyakinan-

keyakinan tentang reinkarnasi dan akibat-akibat buruk dari

penyingkapan misteri-misteri, pada masanya adalah sangat tidak

umum dan samar-samar, tapi, dia telah meracik dan meramu bukti

geometri pertama yang dahsyat, yang merupakan formula yang masih

dikenal sebagai “Pythagorean teorema.”

Teorema ini akan terasa familiar bagi anda jika anda pernah

belajar geometri. Geometri mencermati bahwa yang paling menarik

dari semua segitiga adalah segitiga yang benar (yang mengandung

sudut 90 derajat). Menurut Pythagoras, semua segitiga siku-siku

mempunyai sifat yang sama---yaitu, bahwa sisi segitiga yang paling

panjang, ketika diukur, adalah sama besar dengan kedua sisinya yang

lain. Dalam gambar ini, panjang dari sisi yang paling panjang (disebut

1
Teorema = Proposisi yang masih dan akan dibuktikan kebenarannya. Penerjemah.
dengan “sisi miring”) adalah c. Menurut teorema Pythagorean adalah a

[kuadrat] + b [kuadrat] = c [kuadrat].

Sebenarnya, meskipun kesaksian kuno bersepakat untuk

menelusuri jejak dari bukti tentang teorema ini kepada Pythagoras

(Seorang warga Yunani dari pulau Samos), teorema itu sendiri telah

merambah Timur Tengah kira-kira selama satu milenium sebelum

kelahirannya. Dan meskipun dia telah membuktikan kebenarannya,

tapi pembuktiannya ini tidak diketemukan; jejak rekam yang paling

pertama tentang teorema ini ditemukan dalam karya Euclid yang

terkenal Elements (kira-kira 300 SM), yang pada era sekarang ini

membentuk basis bagi dasar-dasar geometri. Versi Euclid, secara

singkat, mensyaratkan peng-konstruksi-an ruang-ruang (squares)

pada masing-masing sisi dari sebuah segitiga dan menunjukkan bahwa

area-area dari dua sisi yang lebih pendek adalah sama dengan area

yang paling luas.

Disamping menjadi yang paling awal dari jenisnya, pembuktian

Pythagoras ini sangat penting karena alasan-alasan lain. Pertama, ia

memberi kontribusi yang sangat besar atas penderitaan yang dialami

oleh anak-anak sekolah dimana saja mereka berada. Kedua, ia pada

akhirnya mengarah para penemuan tentang angka-angka

“irrasional”---yaitu, angka-angka yang tidak dapat diekspresikan

sebagai sebuah pecahan (sebagai rasio dari dua angka yang


menyeluruh). Sebuah contoh dari satu angka yang irrasional adalah

akar kwadrat dari angka 2, yang merupakan sisi miring (dari sebuah

segitiga) ketika sisi-sisinya yang lain dari sebuah segitiga siku-siku

adalah satu unit panjang.

Ironisnya, konsekuensi dari teorema ini tidak sesuai dengan

program Pythagorean, ketika Pythagoras meyakini bahwa semua

angka adalah rasional, atau, untuk menggunakan istilahnya sendiri,

“commensurable” (dapat diukur dengan standar umum). (Menurut

legenda, para anggota dari aliran Pythagorean ini membawa orang

yang men-deduksi-kan angka-angka yang tidak dapat diukur dengan

standar umum ini dan melemparkannya ke laut Mediterrania). Ketika

Aritmatika Yunani berurusan hanya dengan angka-angka yang

rasional, geometri, dengan demikian, dilihat sebagai lebih dahsyat dan

lebih baik kemampuannya dalam memetakan dunia ini. Itulah

sebabnya mengapa para pakar matematika Yunani akan

mengkonsentrasikan diri mereka pada, dan membuat kemajuan-

kemajuan penting dalam bidang geometri serta pada saat yang sama

hanya membuat sangat sedikit kemajuan di bidang aritmatika.

“Eureka!” (Prinsip Archimedes)

menurut kisahnya, Archimedes, saat dia sedang mandi, memikirkan


sebuah cara untuk menghitung butir-butir emas pada mahkota Raja
Heiron dengan mengobservasi pada seberapa banyak air yang
mengalir keluar dari bak mandi. Dia meloncat seperti seorang yang
mengalami kesurupan, sambil berteriak heureka! (“Aku telah
menemukannya”). Setelah mengulang-ulang ini beberapa kali, dia
kembali melanjutkan akitivitas mandi-nya.
Plutarch, “The Impossibility of Pleasure according to Epicurus”

Pakar matematika Sicilia, Archimedes, (kira-kira 287-212 SM) adalah

profesor klasik yang linglung (absent-minded), seorang pemikir brilian

dan seringkali lupa pada dunia nyata ini, terutama setelah membuat

salah satu dari penemuan-penemuan hebatnya. Berdasarkan pada

penjelasan dari Plutarch, ketika Archimedes menemukan prinsip-

prinsip tentang hidrostatik1 (ilmu tentang bagaimana tubuh-tubuh

solid [padat] berperilaku dalam zat cair), dia beberapa kali berteriak

dan kemudian berlari telanjang bulat melalaui jalanan di Syracuse

(pesisir tenggara dari pulau Sicilia, pent.) tanpa menjelaskan apa

yang dia teriakkan ini.

Perhatian pada persoalan sepele ini bermula ketika sahabat dari

Raja Heiron II dari Syracuse ini merasa curiga bahwa mahkota baru

yang telah dia pesan bukanlah terbuat dari emas yang solid, tapi emas

yang telah dicampur dengan perak (atau dari logam yang lebih rendah

lagi). Mencoba bereksperimen secara singkat untuk melebur bahan ini,

Archimedes menyadari bahwa tidak ada cara cepat untuk menentukan

komposisi dari mahkota raja ini. Tapi, suatu hari, saat dia berendam di

dalam bak mandinya, yang airnya memenuhi tepian bak mandi,


1
Hidrostatiks = Cabang ilmu Fisika yang mempelajari hukum-hukum air atau tentang air yang mendapat
tekanan. (Penerjemah).
Archimedes tiba-tiba mendapat ide cemerlang. “Aku telah

menemukannya! Aku telah menemukannya!” dia berteriak---heureka!

(atau eureka!) dalam bahasa Yunani.

Jika Archimedes tidak menemukan ungkapan baru ini--- istilah

ini (eureka) hanyalah sebuah predikat dari bahasa Yunani yang biasa-

biasa saja---dia telah membuat istilah ini menjadi terkenal. Dan dia

telah menemukan sebuah prinsip yang diberi nama sesuai dengan

namanya sendiri, yaitu bahwa seseorang dapat menentukan berat

jenis dari sebuah obyek “O” dengan membandingkan beratnya dengan

air yang tumpah dari dalam bak mandi. (Berat dari air ini, yang

mempunyai volume yang sama dengan O, disebut “daya apung” O;

rasio dari berat O hingga pada tumpahnya air, disebut dengan

“gravitasi khusus” dari O).

Dengan mengkombinasikan penemuan ini dengan fakta bahwa

massa sama dengan volume dikalikan dengan berat jenis, inilah cara

untuk memecahkan teka-teki Heiron: ambillah sebongkah emas murni

yang beratnya persis sama dengan berat mahkota yang

dipermasalahkan ini. Jatuhkan bongkahan emas ini ke dalam sebuah

bak air dan ukurlah (beratnya atau volumenya) kandungan air yang

tumpah. (Ini akan menjadi kandungan air yang tumpah jika bak air itu

penuh, atau kandungan air yang naik di dalam bak itu jika tidak diisi

penuh). Ulangi proses ini dengan mahkota itu. jika bongkahan emas
dan mahkota menumpahkan jumlah air yang sama banyaknya, maka

keduanya mempunyai volume yang sama, dan berarti mahkota itu

terbuat dari bahan emas murni, karena tidak ada logam lain yang

berat jenisnya sama persis dengan emas. Namun, jika mahkota itu

menumpahkan lebih banyak air, maka ia harusnya terbuat dari emas

yang telah dicampur dengan logam yang berat jenisnya lebih ringan---

volumenya akan menjadi lebih besar daripada bongkahan emas itu.

Sebagaimana telah diketahui hasilnya, Heiron telah tertipu:

mahkota itu volumenya lebih besar daripada volume bongkahan emas

itu. sejak saat itu, sang pembuat mahkota tidak kedengaran lagi

rimbanya, tapi Archimedes masih terus melakukan berbagai upaya

untuk mempunyai beberapa ide yang lebih hebat lagi. Misalnya, dia

memperkirakan nilai dari r (simbol?), mencari tahu bagaimana

menghitung area dari sebuah lingkaran ini, telah memberikan pondasi-

pondasi dasar tentang kalkulus, dan menghasilkan teori tentang alat

pengungkit. Terutama merasa sangat senang dengan penemuan

terakhirnya ini, Archimedes menyombongkan diri: “Beri aku sebuah

tempat untuk berpijak, dan aku akan menggerakkan bumi ini.”

Dia tidak pernah mengupayakan niatnya ini, dan tidak juga dia

berhasil melengkapi kalkulasinya tentang berapa banyak butir-butir

pasir yang dibutuhkan agar dapat memenuhi alam semesta ini. Telah

dilaporkan bahwa dia meninggal saat menggambar sebuah diagram


geometris di permukaan tanah, ketika pasukan Romawi menaklukkan

Syracuse. Berdasarkan pada pendapat Plutarch, saking asyiknya

Archimedes tenggelam dalam spekulasi sehingga dia tidak mendengar

perintah dari seorang tentara Romawi untuk berdiri dari jongkoknya;

tentara itu kemudian timbul amarahnya dan menusukkan pedangnya

ke tubuh Archimedes.

Revolusi A la Copernicus

Ini hanya sebuah mitos bahwa Columbus, dengan menyeberangi

samudera Atlantik, telah membuktikan kepada sebuah dunia yang

terguncang bahwa bumi ini adalah bulat. Bahkan, beberapa lapisan

masyarakat yang terpelajar sejak masa-masa kuno, mereka adalah

para penyandang “tuna rungu”; yang lebih mengganggu adalah

pertanyaan tentang apakah dunia yang bulat ini bergerak.

Para pakar astronomi sejak dari Plato yang berlanjut hingga

abad ke-enam belas cenderung berpikir bahwa bumi ini dalam

keadaan duduk diam sementara langit mengitarinya, tapi, ini tidak

berarti bahwa tidak ada teori-teori alternatif tentang hal itu. Pada abad

ke-empat SM, misalnya, seorang pakar astronomi Yunani, Aristarchus

dari Samos mengajukan hipotesa-hipotesa yang bersifat “helio

sentris”: bahwa planet-planet, termasuk Bumi, berputar mengelilingi

matahari.
Kendalanya adalah bahwa yang mendukung dan menganut

paham heliosentrisme ini tidak mempunyai bukti yang meyakinkan.

Dan dukungan semacam ini sangat sedikit jumlahnya, terutama

setelah abad ke-dua Masehi, ketika pakar astronomi Mesir-Yunani

[Aleksandria, pent.] Ptolemeus, telah menemukan seperangkat

ekuasi-ekuasi geometris untuk mendukung ide “geosentris” bahwa

bumi ini adalah sebuah pusat yang fix (kukuh, stabil) dari alam

semesta ini. Model Ptolemeus ini dan formula-formulanya memberikan

semacam basis ilmiah pada apa yang hendak diyakini oleh

masyarakat, yang disebabkan oleh tradisi, agama, dan psikologi. Kita

tidak mengalami gerak apapun dari bumi ini, dan langit tampak

mengelilingi dunia ini; ini adalah pemikiran yang sangat

mengkhawatirkan bahwa indra-indra kita dapat dengan mudah tertipu,

dan tatanan dari berbagai hal yang tampak dapat menjadi palsu.

Selanjutnya, para penganut agama Kristiani mendapati paham

geosentrisme sebagai sesuai dengan keyakinan mereka bahwa bumi

ini, dan terutama manusia, adalah ciptaan Tuhan yang paling penting

dan paling sentral.

Akhirnya, bobot dari ilmu pengetahuan di masa kuno ada pada

sisi Ptolemeus. Aristoteles, kata kunci terakhir dalam dunia ilmu

pengetahuan untuk selama dua milenium terakhir, menyatakan bahwa

langit itu tercipta seluruhnya dari bahan-bahan yang berbeda-beda


yang merupakan unsur-unsur dari bumi. Bahan ini, disebut dengan

aether (eter) atau quintessentia (unsur dari sesuatu yang paling

esensial dan paling penting), bersifat sempurna dan tanpa cacat, dan

selanjutnya secara alami bergerak secara melingkar. Obyek-obyek

alami disini, di atas bumi ini, secara berbeda, tersusun dari elemen-

elemen tanah, udara, api, dan air, yang cenderung untuk naik atau

turun. Elemen-elemen tanah dan air bergerak turun, dan Bumi ini

telah tercipta dari seluruh tanah dan air yang telah bergerak turun ke

tempatnya yang sesuai dan layak dan, dengan cara ini, berpuas diri

untuk duduk diam.

Geosentrisme, secara singkat, tampaknya bukanlah sebuah

hipotesa ilmiah, tapi merupakan bagian dari sebuah pandangan dunia

yang bersifat kompleks, membuat nyaman dan tradisional. Tapi, ini

adalah sebuah pandangan yang pada akhirnya bertemu dengan

padanannya di era Renaisans, yang dimulai dengan karya seorang

pakar astronomi yang sangat cemerlang, Mikolaj Kopernik (1473-

1543), yang lebih dikenal dengan nama latinnya Nicholas Copernicus.

Didaftarkan sebagai mahasiswa di universitas Italia yang terbaik oleh

pamannya yang kaya, Copernicus lebih merupakan manusia kutu-buku

daripada seorang pengamat perbintangan. Ironisnya, dia terutama

sangat nge-fans dan setia kepada Ptolemeus, tapi tidaklah begitu setia

sehingga dia dapat mengabaikan banyak kegagalan dari geometri


Ptolemeus untuk menjelaskan perilaku aktual dari benda-benda

angkasa.

Seorang manusia Renaisans sejati, Copernicus tidak sepenuhnya

seorang pakar sains eksperimental. Sebagaimana telah dinyatakan

dalam De revolutionibus orbium coelestium (On the Revolutions of

the Heavenly Spheres, 1543), teori heliosentris-nya---teori pertama

yang memperoleh perhatian mendalam di era modern---masih lebih

banyak termotivasi oleh metafisika daripada termotivasi oleh data-

data solid yang dapat diandalkan. Dia ingin sekali menemukan sebuah

model alam semesta yang memungkinkan prediksi-prediksi yang lebih

akurat daripada hipotesa Ptolemeus, tapi dia juga mengupayakan

penjelasan-penjelasan spiritual, seperti bahwa matahari, sebagai

pemberi cahaya, adalah lebih dekat pada kesempurnaan dan lebih

dekat kepada Tuhan daripada sang bumi. (Argumen ini terulang

kembali dalam karya dari penerus Copernicus yang hebat, seorang

berkebangsaan Jerman, Johannes Kepler, 1571-1630). Dan (ide-ide)

Aristoteles terselip dalam teorinya; dia beranggapan bahwa orbit-orbit

planet adalah bersifat melingkar (bundar) sepenuhnya, padahal

mereka tidak demikian. Jadi, model Copernicus tidak menghasilkan

yang lebih baik daripada sistem Ptolemeus.

Namun demikian, revolusi astronomi telah dimulai. Para

penganut geosentris seperti astronom Denmark, Tycho Brahe (1546-


1601) kembali mundur dengan cara memperhalus model Ptolemeus,

sementara para penganut heliosentris seperti asisten Brahe, Kepler,

berupaya untuk menyederhanakan dan menyesuaikan sistem

Copernikan. Taruhannya sangat besar, karena jika Copernicus benar

dan bumi ini hanyalah salah satu planet diantara planet-planet lain,

maka teori aether dari Aristoteles, dan semua ilmu pengetahuan

Aristotelian yang berbasiskan pandangan ini, adalah salah. Dan jika

Copernicus benar, maka alam semesta ini jauh lebih besar daripada

yang telah dibayangkan sebelumnya, karena berbagai kalkulasi

sebelumnya didasarkan pada lingkaran Bumi, sementara kalkulasi-

kalkulasi yang baru akan didasarkan pada orbit Bumi. Manusia dan

dunianya, sebagaimana telah diketahui, bahkan lebih tidak berarti

apa-apa dalam skema besar ini daripada yang telah dipikirkan oleh

para pakar ilmu pengetahuan dan teolog abad pertengahan.

Ketika tiba saatnya untuk menjelaskan fenomena yang

diobservasi---atau, dalam idiom zaman sekarang, “memelihara dan

menyelamatkan hal-hal yang nampak” (saving the appearances)---

bukan Copernicus, bukan pula Kepler yang dapat melakukan sesuatu

yang lebih baik selain dari menawarkan teori-teori sebaik teori Brahe.

Dalam istilah matematika murni, ini adalah sebuah undian (toss-up).

Bahwa langit itu tercipta dari bahan yang sama dengan Bumi, dan

dengan demikian dioperasikan berdasarkan pada hukum-hukum alam


yang sama, menunggu pembuktian dalam karya seorang ahli fisika

Inggris yang hebat, Isaac Newton. Telah diketahui bahwa Kepler telah

menemukan beberapa hukum tentang gerak benda-benda langit yang

sesuai sepenuhnya dengan hukum baru Newton tentang gravitasi

[lihat Hukum-hukum Newton, hal...]. meskipun ini tidak membuktikan

secara pasti tentang astronomi heliosentris atau mekanika Newtonian,

ini adalah sebuah argumen yang kuat bagi keduanya, dan sebuah

sudut telah dibelokkan secara tak terbantahkan. Benda-benda langit

telah dibawa turun ke bumi.

“Pengetahuan Itu Sendiri Adalah Power”

aforisme pendek ini terungkap dalam Meditationes Sacrae (1597),

sebuah karya yang sulit dipahami yang ditulis oleh Francis Bacon

(1561-1626), seorang lawyer, politisi, penulis esai, dan penemu

bersama (co-inventor) tentang metode ilmiah. Pada permukaan,

ujaran di atas mudah dimengerti, terutama di era informasi sekarang

ini. Tapi, kita dengan cepat salah mengerti tentang apa yang Bacon

maksudkan tentang “power”, yang bukan “keuntungan personal atau

politis”, tapi, “kontrol alam.”

Bacon sedang berkampanye menentang ilmu pengetahuan yang

steril dan filsafat di zamannya. Perdebatan ilmiah, yang dikaitkan

dengan metafisika Aristotelian dan ekses-ekses negatif dari


perdebatan tentang hal-hal yang remeh dan argumentasi-argumentasi

yang cerdik meskipun tidak benar, telah menghasilkan sedikit ruang

untuk perdebatan selanjutnya. Sementara itu, seni-seni mekanis, yang

oleh para teoritisi dianggap sebagai murahan, telah menjadi semakin

menguat dan semakin mengemuka; bubuk mesiu, mesin cetak

Gutenberg, dan kompas pelaut semua ini tidak sepadan dengan

kemajuan di wilayah-wilayah yang lebih adiluhung.

Dengan mempertimbangkan berbagai situasi ini, Bacon

menyimpulkan bahwa pengetahuan itu dapat menjadi bermanfaat

hanya jika teknologi dan filsafat dipersatukan. Sebagai ganti dari

memperdebatkan poin-poin remeh tentang materi dan bentuk, para

pakar ilmu pengetahuan harus secara langsung mengobservasi alam

ini, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan memanfaatkan alat-alat

praktis untuk menguji mereka. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan

harus didasarkan pada induksi dan eksperimen, bukan pada metafisika

dan spekulasi.

Bacon, hampir pasti, bukan orang pertama yang menganjurkan

metode eksperimental atau “ilmiah”. Dan meskipun dia banyak

berbicara tentang hal ini, dia sangat sedikit menampilkan hasil

eksperimen-eksperimennya sendiri yang signifikan. Meskipun

demikian, rekan-rekannya dibuat terkesan, dan mayoritas pikiran-

pikiran ilmiah dari bad tujuh belas, termasuk Newton, telah mengutip
karyanya sebagai sebuah inspirasi langsung. Selanjutnya, sifat

kolaborasi (kerja ilmiah bersama) dari penelitian ilmiah sejak tahun

1600-an hingga sekarang, sangat berhutang pada desakannya yang

diulang-ulang bahwa komunitas-komunitas, lebih dari sekadar orang-

orang jenius yang terisolasi, adalah bertanggung jawab atas kemajuan

keilmuan dan, dengan demikian, “berkuasa” atas alam ini.

Pada sisi lain, melampaui kekurangan dan cacat-cacat praktisnya

sendiri, teori-teori Bacon meninggalkan sesuatu yang dihasratkan. Dia

mengeluarkan bayi dari bak air ilmu pengetahuan spekulatif, dengan

meremehkan peran hipotesa, yang dia pandang sebagai tidak

mempunyai pijakan pondasi dan, dengan demikian, ia bersifat steril.

Semua pengetahuan yang benar, tegasnya, dihasilkan dari observasi

dan eksperimen, dan jenis apapun dari asumsi terdahulu tampaknya

hanya mendistorsi persepsi dan interpretasi. Tapi, tanpa hipotesa,

tidak akan ada eksperimen-eksperimen yang dapat dikontrol, yang

merupakan esensi dari metode ilmiah modern. Bacon berpikir bahwa

dunia ini pada esensinya adalah bersifat chaotic, dan oleh karena itu,

adalah sebuah kesalahan untuk mendekati alam ini dengan

mengasumsikan hukum-hukum yang teratur. Tapi, ilmu pengetahuan

terutama sekali telah mengalami peningkatan dan kemajuan dengan

mengasumsikan bahwa dunia ini didasarkan pada hukum-hukum


tertentu, bahwa terdapat pola-pola yang teratur dan sederhana yang

mendasari alam ini.

Jadi, Bacon memperoleh sesuatu yang benar dan sesuatu yang

salah, dan secara keseluruhan dia jauh lebih baik pada saat dia

mengkritisi teori-teori lama daripada menjelaskan teori yang baru.

Sebagai akibatnya, reputasinya mengalami pasang surut. Opini

mutakhir yang berkembang saling bercampur-baur; sebagian

merayakan karyanya yang mempelopori filsafat yang ilmiah,

sementara sebagian yang lain menyalahkan doktrinnya tentang

“pengetahuan adalah power” karena membelokkan ilmu pengetahuan

menuju eksploitasi alam. Power (Kuasa), dalam pandangan para

kritikus ini, telah menjadi tujuan itu sendiri, yang menghasilkan

materialisme dan alienasi (keterasingan). Bacon sendiri berpikir bahwa

nilai-nilai sosial dan moralitas akan selalu mengarahkan dan

membatasi kemajuan-kemajuan teknologi. Dalam konteks inilah

bahwa dia dinilai sangat salah.

Hukum-hukum Newton

HUKUM I : Setiap orang terus berada dalam keadaan istirahat, atau

dalam keadaan gerak yang selalu sama searah dengan garis yang

benar [maksudnya: lurus], kecuali ia dipaksa untuk mengubah

keadaan itu oleh sebuah kekuatan yang mempengaruhinya.


HUKUM II: perubahan dalam gerak adalah proporsional bagi motif

kekuatan yang mempengaruhi; dan ia diciptakan dalam arah garis

yang benar dimana kekuatan itu dipengaruhi.

HUKUM III: Terhadap setiap tindakan, selalu terdapat sebuah reaksi

sepadan yang bertentangan; atau, tindakan-tindakan bersama dari

dua tubuh adalah selalu setara, dan diarahkan pada bagian-bagian

yang bertentangan.

Sir Isaac Newton, Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686)

Fisikawan Inggris, Sir Isaac Newton (1642-1727) sering disebut

sebagai ilmuwan terbesar sepanjang sejarah; tak diragukan lagi, ia

pantas menyandang sebutan itu. Adalah dia yang pada akhirnya

membebaskan ilmu fisika dari metafisika dengan mengemukakan

konsep-konsep yang sistematis tentang hukum-hukum universal

tentang kekuatan dan gerak yang mempengaruhi langit dan bumi.

Tapi, orang-orang lain telah membuka jalan ini; sebagaimana

dikatakan sendiri oleh Newton: “Jika saya melihat lebih jauh dari yang

lain, ini adalah karena berdiri di atas pundak para raksasa.” (Dia juga

bukan orang pertama yang mengatakan tentang ini).

Salah satu pendahulu Newton adalah Galileo, fisikawan

eksperimental besar yang pertama dalam sejarah dan orang yang

paling bertanggung jawab atas tumbangnya Aristoteles sebagai

penguasa ilmu pengetahuan. Galileo telah menunjukkan, misalnya,


bahwa teori Aristoteles tentang gerak adalah salah, dan menunjukkan

bahwa teori tandingannya ini bertentangan dengan yang apa yang

telah diyakini secara meluas, bahwa obyek-obyek tidak jatuh pada

kecepatan yang konstan, tidak juga bahwa benda-benda yang lebih

berat jatuh lebih cepat daripada benda-benda yang lebih ringan,

setidaknya dalam sebuah ruang hampa udara.

Bahwa Galileo mencapai kesimpulan-kesimpulan ini dengan

menjatuhkan obyek-obyek dari Menara Pisa, sayangnya, adalah

sebuah mitos, tapi dia telah menampilkan eksperimen-eksperimen

cerdas dengan permukaan datar yang dimiringkan dan sejenis itu.

hasilnya adalah teorinya tentang akselerasi yang tidak berubah-ubah:

benda-benda yang jatuh, semuanya memiliki kecepatan rata-rata yang

sama persis. Galileo juga menemukan sifat kelembaman (inertia):

benda-benda cenderung untuk tetap dalam keadaan diam atau dalam

gerak yang konstan kecuali diganggu oleh beberapa kekuatan luar.

Dari kedua hukum ini, dia mampu menunjukkan bahwa dibawah

kondisi-kondisi ideal, proyektil-proyektil mengikuti jalur setengah

melingkar (parabolic).

Satu generasi kemudian, Rene Descartes---yang sangat dikenal

dengan ungkapannya, “Aku berpikir, maka aku ada”---mengikuti

“hukum konservasi” pertama Fisika. Hukum ini yang menyatakan

bahwa beberapa quantitas tetap sama meskipun terdapat suatu


peristiwa fisika atau perubahan situasi. Descartes terutama sangat

tertarik dengan benturan-benturan dari benda-benda yang sedang

bergerak---misalnya, dua bola bilyar---dan dia mengemukakan bahwa

momentum mereka yang dikombinasikan (berat dikali kecepatan)

tetap bersifat konstan. Yaitu, jika anda menambahkan sedikit waktu

lagi terhadap dua bola bilyar ini setelah terjadi benturan, maka ini

akan menjadi sama saja antara saat mereka dikombinasikan dengan

saat sebelum terjadi benturan. Momentum itu “dikonservasikan”.

Penemuan-penemuan oleh Galileo dan Descartes ini sangat

penting artinya, bahkan bersifat revolusioner, tapi, ini akan membuat

Newton untuk menggabungkan mereka ke dalam suatu sistem yang

disambungkan satu sama lain. Penggabungan konsep kunci dari

hukum Galileo tentang akselerasi dan karya Descartes tentang

benturan benda-benda adalah gravitasi, dimana penemuan gravitasi

ini adalah prestasi Newton yang paling dikenal. (Tapi, anda dapat

memasukkan legenda buah apel yang jatuh dari sebuah pohon di atas

kepala Newton ke dalam kumpulan mitos-mitos sebagaimana halnya

mitos Menara Pisa).

Newton, persisnya, tidak memulai dengan gravitasi, tapi dengan

ide baru yang lain, yaitu tentang massa (m). Descartes telah berbicara

tentang momentum sebagai produk dari berat dan kecepatan, tapi

Newton menyadari bahwa berat itu adalah sebuah quantitas yang


tidak jelas dan beragam---beberapa benda bobotnya berkurang di

dalam air, misalnya, darimana saat berada di udara. Dia lebih

menyukai sesuatu yang dapat distabilkan dan tak berubah yang

bersifat lebih pasti, “kuantitas dari materi” dalam sebuah obyek---

yang selalu sama dimana-mana, di dalam air maupun di udara, dalam

ruang atau di atas permukaan tanah---dan ini dia sebut sebagai

“massa”. Dengan mengganti aspek berat dari Descartes dengan

massa, dan dengan memperlakukan kecepatan sebagai sebuah

kuantitas vector (seperti kecepatan dalam sebuah arah tertentu),

Newton sampai pada suatu definisi baru tentang momentum (massa

dikali kecepatan dalam suatu arah yang positif atau negatif). Ketika

kecepatan diarahkan, bahkan perubahan dalam arah melibatkan suatu

perubahan dalam momentum.

Newton kemudian mendefinisikan “kekuatan” kuantitas---sebuah

konsep lama namun tidak jelas---sebagai yang menimbulkan

perubahan dalam momentum dari sebuah obyek. Menjadikan hukum

kelembaman dari Galileo sebagai hukum gerak pertamanya, Newton

kemudian mem-postulat-kan hukum yang kedua: bahwa kekuatan (F)

adalah proporsional secara langsung bagi perubahan dalam

momentum yang dia induksikan. Dengan kata lain, dua kali kekuatan

yang akan menimbulkan dua kali perubahan dalam momentum suatu

obyek.
Dengan penemuan definisi baru Newton tentang momentum,

yang menggantikankuantitas berat yang beragam dengan kuantitas

massa yang dibakukan (fixed), hukum keduanya semakin memperkuat

pernyataan bahwa kekuatan itu proporsional bagi perubahan dalam

kecepatan. (Jika massa dibakukan, kekuatan ekstra hanya akan

mempengaruhi kecepatan). Ketika perubahan dalam kecepatan itu

sama dengan akselerasi (a), maka, F adalah proporsional bagi a.

Meskipun obyek-obyek yang berbeda akan mensyaratkan kekuatan-

kekuatan yang berbeda untuk menandingi kelembaman mereka:

semakin massif sebuah obyek, semakin dibutuhkan kekuatan untuk

mengubah momentumnya; jadi, F juga proporsional bagi m. Dengan

demikian, kita sampai pada formula terkenal yang tercakup dalam

hukum kedua Newton: F=ma (kekuatan sama dengan massa dikali

akselerasi).

Konsekuensi paling penting dari hukum kedua ini adalah bahwa

ia mengizinkan ide tentang suatu kekuatan yang terus-menerus.

Sebelum Newton, para ilmuwan telah mempunyai sebuah konsep

tentang kekuatan, tapi hanya sebagai sesuatu yang dapat

dikomunikasikan secara spontan dan seketika, sebagaimana dalam

contoh tentang bola-bola bilyar yang berbenturan. Kekuatan Newton

mencakup skala situasi yang jauh lebih luas. Seseorang yang sedang

mendorong sebuah gerobak di jalanan, misalnya, akan mengerahkan


kekuatan yang terus-menerus agar gerobak ini dapat terus bergerak

(yaitu, untuk menandingi friksi). Hukum kedua ini juga membuka jalan

bagi ide tentang kekuatan potensial, yaitu, energi laten dalam sebuah

benda yang berada dalam keadaan menggantung (suspension): bola-

bola (perayaan) Tahun Baru tergantung di atas Times Square di New

York, misalnya, mempunyai kekuatan potensial---suatu tingkat

perubahan masa depan yang dilibatkan (diaktifkan di tengah malam).

Potongan terakhir teka-teki adalah hukum ketiga Newton, yang

juga merupakan lompatan Newton yang paling berani. Dengan

meninggalkan hukum Descartes bahwa momentum harus

dikonservasikan, Newton menunjukkan bahwa kapan saja suatu gerak

obyek itu diganggu (kapan saja momentumnya berubah), gerak dari

obyek lain harus juga diganggu sehingga momentumnya akan

dikonservasikan. Dalam kenyataan, gangguan kedua ini harus

disamakan secara persis dengan yang pertama, tapi dengan arah yang

bertentangan.

Lihatlah ia dengan cara ini: jika kita meningkatkan momentum

dari sebuah bola bilyar dengan empat unit (apa jenis unitnya, tidak

penting disini), hukum Descartes mendesak bahwa sesuatu itu harus

mengendurkan (lose) empat unit momentum (atau, dengan ungkapan

lain, ia harus memiliki empat unit momentum yang negatif---apakah

itu dengan mengurangi kecepatan atau dengan bergerak ke arah yang


berlawanan). Ini adalah “reaksi yang sama dan yang berlawanan”

yang terkenal dari syarat-syarat hukum ketiga Newton. Aksi berarti

perubahan dalam gerak, dan dengan demikian mengubah momentum;

dan apa yang dikatakan oleh hukum ketiga ini adalah bahwa untuk

mengubah gerak dari satu obyek, gerak dari obyek lain harus juga

dipengaruhi---obyek lain harus disela (ia harus menanggung suatu

perubahan yang sama dan berlawanan).

Disinilah dimana sesuatu itu benar-benar menjadi sangat

menarik. Membangun berdasarkan pada hukum akselerasi yang sama

dari Galileo, Newton men-deduksi-kan eksistensi dari gravitasi. Ketika

suatu obyek berakselerasi dalam proses jatuhnya ke permukaan bumi,

momentumnya bertambah. Berdasarkan pada hukum kelembaman

(inersia) dan hukum kedua dan ketiga Newton, beberapa kekuatan

(force) harus bertanggung jawab atas akselerasi ini, dan ia harus

bersifat konstan jika akselerasinya konstan. (F=ma; massa dari suatu

obyek tetap sama, sehingga jika akselerasi adalah konstan, maka

kekuatan juga harus konstan). Kekuatan ini, persisnya, adalah

gravitasi, dan Newton telah memformulasikan hukum bahwa kekuatan

gravitasi atas obyek apapun adalah konstan dan proporsional secara

langsung bagi massa dari sebuah obyek. (Ketika akselerasi akibat dari

gravitasi ini adalah sama saja bagi semua obyek, F harus

menambahkan proporsi yang tepat pada m). Kekuatan gravitasi atas


sebuah obyek yang ada adalah setara dengan beratnya. (Secara

teknisberat sama dengan massa dikali gravitasi; dan, dalam hal

dimana anda merasa sangat tertarik untuk mengetahui, kekuatan

gravitasi itu hampir 9,8 meter per square second).

Bahkan yang lebih menarik lagi adalah implikasi-implikasi dari

hukum ketiga Newton. Ketika suatu obyek jatuh ke permukaan tanah

akibat gravitasi, perubahannya dalam momentum harus diimbangi

dengan suatu perubahan yang setara dalam beberapa momentum

obyek yang lain. Marilah kita contohkan tentang buah apel yang jatuh

ke bumi. Satu-satunya obyek lain yang terlibat, yang momentumnya

mungkin terpengaruh adalah bumi itu sendiri. untuk mengatakan

bahwa kekuatan bumi atas buah apel itu harus disetarakan dengan

kekuatan apel terhadap bumi; ini hanya karena, bumi itu jauh lebih

masif daripada buah apel sehingga kita tidak menyadari perubahan

apapun dalam momentum bumi.

Tapi, dalam dunia hukum fisika yang abstrak, yang obyeknya

merupakan sebuah materi yang bersifat biasa. Ketika buah apel itu

jatuh ke permukaan tanah, kita mengatakan bahwa gravitasi bumi

telah membuatnya begitu dan mengabaikan apa yang terjadi pada

bumi yang sedang berproses, karena kita tidak menyadari reaksi yang

sama atau yang berlawanan. Dari fakta ini, Newton menyadari bahwa
gravitasi haruslah proporsional bagi massa dari kedua obyek yang

terlibat---buah apel dan Bumi.

Akibat-akibat praktis dari penyingkapan dramatis ini, yang

terabaikan disini di permukaan bumi ini, menciptakan perbedaan yang

sangat besar ketika kita sedang berbicara tentang benda-benda

angkasa, seperti bumi dan bulan atau matahari dan bumi. Bahkan,

hukum gravitasi Newton, dalam bentuk yang lebih dikembangkan,

akhirnya membuktikan bahwa sistem tata surya adalah sungguh

sebuah sistem tata surya---yaitu, bahwa bumi ini mengitari matahari

daripada sebaliknya. Dengan meminjam data dan hukum-hukum yang

dipostulasikan oleh astronom Johannes Kepler, Newton mengaitkan

perilaku dari planet-planet dengan ekuasi-ekuasi gravitasi, dengan

menunjukkan pada yang lain bahwa gerak-gerak planet yang

dicermati adalah dapat dijelaskan hanya jika setiap planet, yang

dibimbing oleh gravitasi matahari, mengobservasi orbit berbentuk elips

yang tipis di sekitar matahari.

Dengan membuktikan fakta yang mudah dipahami ini hanya

salah satu dari prestasi-prestasi Newton yang sangat menakjubkan,

yang telah menciptakan teori-teorinya---sejalan dengan asumsi-

asumsi mereka---memperoleh status sebagai kebenaran-kebenaran

fisika yang absolut. Tapi, beberapa tahun kemudian, satu aspek dari

teori-teorinya akan terbukti sangat mengganggu bagi banyak pihak---


ia bahkan juga mengganggu Newton sendiri. Ini adalah fakta bahwa

gravitasi tampaknya bertindak di kejauhan dan dengan kekuatan yang

sama. Hingga era Newton, masih beredar asumsi bahwa kekuatan-

kekuatan harus dikomunikasikan melalui kontak langsung---

sebagaimana ketika dua bola yang berbenturan. Tapi, jika gravitasi

bertindak di kejauhan, bahkan dalam sebuah ruang hampa udara, ini

harusnya tidak ada kaitan dengan materi apapun diantara obyek-

obyek yang terlibat. Ini hanya tampak tidak disadari, dan dalam

kenyataan, ia memang benar-benar demikian.

Baru beberapa generasi kemudian, diperoleh penjelasan yang

lebih baik, yaitu teori medan (theory of fields), yang sayangnya tidak

dapat kita bahas disini. Teori medan, pada gilirannya, membuat

penemuan-penemuan Einstein menjadi mungkin [lihat RELATIVITAS],

dan sejak itu pula alam semesta Newtonian menjadi hancur

berantakan. Hukum-hukum Newton masih berlaku ketika ia sampai

pada situasi interaksi-interaksi fisikawi, termasuk dengan berbagai hal

yang mendapat perhatian yang sangat luas. Tapi, alam semesta

mekanistik Newton sekarang, diketahui memiliki peluang dan

ketidakpastian pada bagian intinya, sementara gambarannya tentang

gravitasi telah digantikan oleh ruang-waktu yang dibengkokkan

(curved). Yang sangat disesalkan dalam satu cara, karena dunia


Newton ini jauh lebih dapat dipahami daripada dunia Einstein dan

dunia Heisenberg.

Pergeseran-pergeseran Paradigma

Kaum ilmuwan lebih suka berpikir bahwa mereka memberi kontribusi

pada kemajuan yang teratur. Setiap penemuan baru mengoreksi

unsur-unsur yang tidak esensial, membuat pengetahuan menjadi lebih

sempurna dan kebenaran menjadi semakin jelas. Mereka melihat ke

belakang pada sejarah ilmu pengetahuan dan mencerna suatu

perkembangan secara berkesinambungan, yang ditandai dengan

penemuan-penemuan hebat.

Tapi, gambaran ini adalah sebuah ilusi, menurut pakar sejarah

ilmu Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific

Revolutions (1962). Ilmu pengetahuan bukanlah sebuah transisi yang

lancar dari kesalahan menuju kebenaran, tapi adalah serangkaian

krisis-krisis atau revolusi-revolusi, yang diekspresikan sebagai

“pergeseran-pergeseran paradigma.”

Yang dimaksud dengan “paradigma” oleh Kuhn adalah

seperangkat asumsi-asumsi, metode-metode, dan model masalah-

masalah yang mendefinisikan untuk suatu komunitas ilmiah apa yang

menjadi pertanyaan-pertanyaan penting sekarang dan bagaimana cara

yang ditempuh untuk memperoleh jawabannya. (Optik Newtonian dan


psikoanalisa Freudian adalah dua contoh yang bagus). Studi-studi

Kuhn telah menyingkap dua hal: bahwa paradigma-paradigma itu

melekat kuat dan bahwa seseorang menumbangkan yang lain dengan

pukulan yang cepat daripada dengan tiupan yang pelan. Kemajuan

keilmuan menyerupai pertumbuhan yang tidak sistematis daripada

serangkaian konversi---Eureka! (Aku telah menemukan [nya]).

Nilai dari sebuah paradigma adalah bahwa ia fokus pada riset.

Tanpa ini, para investigator (mereka yang menguji data secara

sistematis) yang berbeda akan mengakumulasi tumpukan data-data

yang hampir acak, dan setiap orang akan menjadi terlalu sibuk

berupaya untuk membuat berbagai hal yang kacau-balau menjadi

sesuatu yang masuk akal dan melawan teori-teori yang saling bersaing

untuk membuat kemajuan-kemajuan yang kokoh dan mantap. Yang

menjadi masalah dengan paradigma-paradigma adalah bahwa mereka

cenderung untuk menjalin “hubungan perkawinan kerabat yang terlalu

dekat [inbred]” dan kaku. Kemajuan-kemajuan yang baru menjadi

semakin bersifat esoteris dan tidak dapat diakses kecuali oleh para

profesional. Kaum ilmuwan yang mempunyai sesuatu untuk

ditawarkan, tapi menolak paradigma [yang telah baku, pent.],

seringkali dikucilkan dan dianggap sebagai “orang-orang aneh”.

Bentangan jalan luas riset yang memberi manfaat-manfaat secara

potensial, menjadi terhalang karena mereka tidak bersumber dari


premis-premis yang telah diterima. Setiap paradigma, meskipun dapat

mensuplai wawasan-wawasan, ia juga menjadi sesuatu yang

membutakan: ia mengatur kita untuk melihat beberapa hal dan

sekaligus juga menghindarkan kita dari hal-hal lain.

Namun demikian, paradigma-paradigma harus bergeser ketika

model-model lama, secara konklusif, ditentang oleh bukti baru,

adapun contohnya adalah ketika penemuan Galileo bahwa planet

Yupiter mempunyai bulan-bulan, membantu meruntuhkan sistem

astronomi Ptolemeus. (Tentu saja, banyak pihak, termasuk Gereja,

memegang erat-erat, secara putus asa, pada paradigma lama). Poin

sentral Kuhn adalah bahwa paradigma bergeser, secara tiba-tiba dan

bersifat mengacaukan, menentang gambaran ideal ilmu pengetahuan

sebagai proses kemajuan secara bertahap dan stabil menuju

Kebenaran. Sepanjang sebuah paradigma itu masih menganggap

baik---selama suatu komunitas ilmiah itu menerima paradigma ini dan

selama ia sesuai dengan karakter mereka---riset dan penemuan akan

menjadi bersifat bertahap dan kumulatif. Tapi, berbagai hal baru

(observasi-observasi yang tak dapat diramalkan dan anomali-anomali)

ini belum siap dan belum dapat diasimilasikan oleh paradigma-

paradigma ini, setidaknya untuk jangka waktu yang tidak lama.

Revolusi-revolusi ilmiah---pergeseran-pergeseran paradigma---bersifat


tak terhindarkan, dan perlu, selama teori-teori yang berkuasa dan

dominan bersifat tidak lengkap dan utuh atau buta.

Apa yang membuat fakta ini menjadi menarik bagi setiap orang,

bukan hanya bagi kaum ilmuwan, adalah bahwa pergeseran sebuah

paradigma ilmiah seringkali membatasi suatu, mungkin menakutkan,

pandangan dunia yang baru. Revolusi Copernican menggeser manusia

dari pusat alam semesta dan memaksa dia untuk melihat proses

penciptaan, dan tempat dia di dalamnya, dalam cahaya yang baru.

Kepler, Newton dan kolega-kolega mereka telah menemukan suatu

alam semesta yang mekanis yang berjalan seperti sebuah jam---

dimana Tuhan tidak pernah memutar kembali. Relativitas Einstein dan

ketidakpastian Heisenberg, meskipun sangat teknis dalam detail-detail

mereka, secara perlahan-lahan telah memasuki kesadaran orang-

orang awam, dan dunia ini tampak lebih tidak dapat diprediksi dan

lebih acak dari sebelumnya. Bagian yang paling menakutkan dari

semua ini adalah bahwa paradigma selanjutnya tidak pernah dapat

diramalkan, karena kita selalu melihat masa depan melalui paradigma

yang kita miliki.

You might also like