You are on page 1of 27

1

BAB I PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau seringkali disebut juga sebagai Premature Rupture of the Membrane (PROM) atau amniorrhexis didefinisikan sebagai robeknya selaput ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan atau inpartu.1 Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Penyebab KPD pada sebagian besar kasus tidak diketahui secara pasti. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor infeksi merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada kasus KPD. Selain itu, faktor sosio-ekonomi yang rendah yang berimbas pada rendahnya kualitas perawatan antenatal, munculnya infeksi menular seksual seperti neisseria gonorrhea dan chlamydia trachomatis, infeksi pada ketuban, selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks dan trauma diduga sebagai faktor yang dapat menimbulkan KPD.2 KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama infeksi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain3,4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi

Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.4 2.2 Epidemiologi

Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan 25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dimana menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada

ketuban pecah dini < 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini lebih daripada 24 jam4,5. Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan. Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Cox dkk. mendapatkan 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34 minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal5. Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas4.

2.3

Etiologi

Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara lain adalah1,3,5 : 1. Infeksi Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. 2. Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu. 3. Faktor selaput ketuban Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban

itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindrom Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 4. Faktor umur dan paritas Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. 5. Faktor tingkat sosio-ekonomi Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat. 6. Faktor-faktor lain Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4.5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.

2.4

Patogenesis

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban3.

Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13. Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.

Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis

pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3. Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu

sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2. Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2 Gejala Temperatur Denyut jantung ibu Denyut jantung janin Leukosit / ml >37,8 C 100 / menit 169 / menit > 15000 > 20000 Cairan vagina berbau Frekuensi (%) 100 20 80 40 70 70 90 3 10 5 22

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.

Kematian Sel Terprogram Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.

Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan sebagai penyebab ketuban pecah dini3

2.5

Gejala dan Tanda

Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus atau kesan basah di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina. Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik antara lain1,7,8: 1. Anamnesis: a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya. b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks). 2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam. 3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).

10

4. Pemeriksaan dalam: a. Ada cairan dalam vagina. b. Selaput ketuban sudah pecah. Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan7,9

2.6

Diagnosis

Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7: Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang serviks. Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes

nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu. Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan secara luas. Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.

11

Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.

Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.

2.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah adalah9: Penanganan dirawat di RS. Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari. Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im). Observasi di kamar bersalin: 1. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri. 2. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam dan bila ada kecenderungan meningkat atau sama dengan 37,6 C dilakukan terminasi segera Di ruang obstetri: 1. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam. 2. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan LED setiap 3 hari. Tata cara perawatan konservatif: 1. Dilakukan sampai janin viable. 2. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan

pemeriksaan dalam. 3. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaaan USG untuk menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan

12

diteruskan. Bila kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis/peningkatan LED, lakukan terminasi.

2.8

Komplikasi

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain6: Infeksi intrauterin Tali pusat menumbung Kelahiran prematur Amniotic Band Syndrome

13

BAB III LAPORAN KASUS

3.1

Identitas Penderita Nama Usia : NMW : 32 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Agama Alamat Pekerjaan Status : Hindu : Jalan Kertapura VI no.19 : Pegawai Swasta : Menikah

Tanggal MRS : 6 Maret 2014

3.2

Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama : Keluar air melalui kemaluan Pasien datang ke VK RSUD Wangaya pada tanggal 6 Maret 2014 pukul 08.00

WITA dengan keluhan berupa keluar air melalui kemaluannya sejak 2 jam SMRS (06.00 WITA). Cairan yang keluar berupa cairan jernih. Dikatakan keluar air sedikitsedikit (merembes) dan telah terjadi sebanyak dua kali. Pasien tidak ada mengeluhkan adanya nyeri perut, keluar darah dan lendir melalui kemaluan. Riwayat demam disangkal, riwayat keputihan berbau juga disangkal. Gerakan anak masih dirasakan baik.

Riwayat Menstruasi o Menarche usia 13 tahun, dengan siklus teratur 28 hari, lamanya 3 hari setiap kali menstruasi, tidak ada keluhan pada saat menstruasi o Hari pertama haid terakhir 18 Mei 2013 o Pasien menyangkal adanya gangguan selama menstruasi

14

o Tafsiran persalinan : 25 Februari 2014

Riwayat Perkawinan Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang ini selama empat tahun. usia pertama kali menikah 28 tahun.

Riwayat Persalinan
Hamil ke1 2 Usia kehamilan aterm INI 3200 g P BBL L/P Cara Persalinan Pspt B Penolong Persalinan Dokter Tempat persalinan Klinik tidak sehat abortus keterangan

Riwayat ANC o Bidan 4 kali o Dokter Sp.OG 1 kali USG

Riwayat Kontrasepsi Pasien mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien tidak memiliki penyakit sistemik lain seperti Diabetes melitus, Hipertensi, Jantung, dan asma. Pasien juga menyangkal tindakan operasi sebelumnya.

Riwayat Keluarga Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung dan asma pada keluarganya.

3.3

Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6

15

Tekanan darah : 120/60 mmHg Respirasi Tinggi : 20 x/menit : 151 cm

Nadi

: 80 x/menit

Suhu Rek/ax : 37,2 / 36,5C Berat badan : 76 kg

Status General Kepala Mata Jantung Pulmo : Normosefali : Anemia -/-, ikterus -/: S1S2 tunggal reguler murmur (-) : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status obstetri Ekstremitas : edema (-), akral hangat pada keempat ekstremitas

Status Obstetri o o Inspeksi : Tampak pembesaran perut, bulat, tegang, adanya striae gravidarum, tak tampak bekas luka sayatan Palpasi Leopold I. II. III. IV. o Teraba bagian bulat dan lunak, kurang melenting (kesan bokong) Teraba tahanan keras pada sisi kiri (kesan punggung) Teraba bagian bulat dan keras (kesan kepala) 4/5 bagian kepala sudah masuk pintu atas panggul : Tinggi Fundus Uteri pertengahan pst-px (36 cm)

Kontraksi uterus 1x/10 menit ~ 20 detik Auskultasi : DJJ 138x/menit

Vagina VT : vulva/vagina tidak ada apa-apa, po lunak, p 2 cm, eff 25%, ketuban (+) merembes, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan kepala Hodge I, tidak teraba bagian kecil atau tali pusat. Tes Lakmus (+) jadi biru

16

3.4

Diagnosis G2P1001 uk 41-42 minggu T/H + KPD

3.5

Penatalaksanaan Pdx : DL, UL, BT/CT, HbsAg Tx : - MRS - observasi (ekspektatif pervaginam) - drip oksitosin sesuai protap - amoxicillin 3 x 500 mg Mx : observasi keluhan, vital sign, kontraksi uterus, DJJ KIE : pasien dan keluarga mengenai diagnosis dan rencana perawatan

3.6

Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (6 maret 2014) WBC NEUT : 15,99 x 103 / L : 72,3

3.7

Perkembangan Selama Perawatan Tanggal 06 Maret 2014, pukul 09.00 S O : pasien belum mengeluh nyeri perut, gerak anak aktif, air masih keluar : status present Keadaan umum : baik Tekanan darah Nadi Respirasi Taxilla : 120/70 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C

Status general Dalam batas normal

17

Status obstetri Abdomen VT : His 1x/10 menit ~ 20 detik, DJJ 140x/menit : v/v taa, po lunak, p 2 cm, eff 25%, ket (+) merembes, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, ttbk/tp A P : G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD : Amoxicillin 3x500 mg, pro/ drip oksitosin sesuai protap, observasi DJJ

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 11.30 S O : pasien belum mengeluh nyeri perut, gerak anak aktif, air masih keluar : status present Keadaan umum : baik Tekanan darah Nadi Respirasi Taxilla : 120/70 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C

Status general Dalam batas normal

Status obstetri Abdomen VT : His 1x/10 menit ~ 20 detik, DJJ 140x/menit : v/v taa, po lunak, p 2 cm, eff 25%, ket (+) merembes, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, ttbk/tp A P : G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD : Amoxicillin 3x500 mg, drip oksitosin sesuai protap, observasi DJJ

18

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 14.30 S : pasien mulai mengeluh nyeri perut hilang timbul, gerak anak aktif, air masih keluar. O : status present Keadaan umum : baik Tekanan darah Nadi Respirasi Taxilla : 120/70 mmHg : 100 x/menit : 22 x/menit : 36,8 C

Status general Dalam batas normal

Status obstetri Abdomen VT : His 2x/10 menit ~ 25 detik, DJJ 138x/menit : v/v taa, po lunak, p 2 cm, eff 25%, ket (+) merembes, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, ttbk/tp A P : G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD : Amoxicillin 3x500 mg, drip oksitosin sesuai protap, observasi DJJ

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 18.30 S O : sakit perut dirasakan bertambah berat : status present Keadaan umum : baik Tekanan darah Nadi Respirasi Taxilla : 130/90 mmHg : 90 x/menit : 24 x/menit : 37,0 C

19

Status general Dalam batas normal

Status obstetri Abdomen VT : His 3x/10 menit ~ 35-40 detik, DJJ 146x/menit : v/v taa, po lunak, p 5 cm, eff 50%, ket (+) merembes, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, ttbk/tp A P : G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD : Amoxicillin 3x500 mg, drip oksitosin sesuai protap, observasi DJJ, ekspektatif pervaginam, monitor keadaan ibu dan janin pada partograf WHO

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 20.45 S O : pasien ingin mengedan : status present Keadaan umum : baik

Status general Dalam batas normal

Status obstetri Abdomen VT : His 4x/10 menit ~ 35-40 detik, DJJ 148x/menit : v/v taa, po lunak, p 10 cm, eff 100%, ket (-), teraba kepala, denominator uuk atas, penurunan Hodge III+, ttbk/tp A P : G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD : Pimpin persalinan, monitor keadaan ibu dan janin (DJJ) pada partograf WHO

20

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 21.05 Lahir bayi, partus spontan belakang kepala, perempuan, segera menangis (AS 79), dengan berat badan lahir 4400 gram, panjang badan 55 cm, lingkar kepala 36 cm, lingkar dada 37 cm, anus (+), perdarahan aktif (-). Manajemen aktif kala III : 1. Injeksi oksitosin 1 amp (10 IU), peregangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri.

Tanggal 06 Maret 2014, pukul 21.15 Lahir plasenta kesan komplet, injeksi metil ergotamin (metergin), kalsifikasi (-), hematoma (-), kontraksi uterus baik, ruptur perineum grade I, perdarahan aktif (-) A P : P2002 partus spontan belakang kepala + PP hari ke-0 : Amoxicillin 3 x 500 mg, Asam mefenamat 3 x 500 mg, SF 1 x 1 tab, observasi post partum 2 jam

Tabel Observasi 2 jam Post-partum Waktu TD Nadi Suhu Kontraksi Perdarahan Uterus 21.20 21.35 21.50 22.05 22.35 23.05 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80 88 88 92 88 84 84 36,5 36,7 (+) baik (+) baik (+) baik (+) baik (+) baik (+) baik (-) (-) (-) (-) (-) (-) Kandung TFU Kemih Kosong Kosong Kosong Kosong Kosong Kosong 2 jari bpst 2 jari bpst 2 jari bpst 2 jari bpst 2 jari bpst 2 jari bpst

Follow-up pasien Tanggal 7 Maret 2014, pukul 06.00 S : nyeri perut (+) seperti kram, produksi ASI (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), makan/minum baik, BAK/BAB (+) normal, keluar darah melalui kemaluan

21

: TD : 120/80 mmHg Nadi : 88x/menit RR : 22x/menit Tax : 36,4 C Status generalis : dalam batas normal Status obstetri : Abd : TFU 2 jari bpst, kontraksi uterus baik, BU (+) normal Vag : Lochia rubra (+)

A P

: P2002 Pspt B + PP hari ke-I : monitoring vital sign, amoxicillin 3 x 500 mg, asam mefenamat 3 x 500 mg, metil ergotamin 3 x 1 tab, sulfas ferosus 1 x 1 tab, BPL, KIE

22

BAB IV PEMBAHASAN

4.1

Diagnosis

Seorang pasien perempuan 32 tahun, beragama Hindu datang ke VK RSUD Wangaya pada tanggal 6 Maret 2014 pukul 08.00 WITA dengan keluhan keluar air pervaginam. Konsistensi jernih. Sebanyak dua kali sedikit-sedikit. Nyeri abdomen (-), bloody show (-), demam (-), leukore (-). Gerakan anak (+) baik. HPHT 18 Mei 2013. TP 25 Februari 2014. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status obstetri didapatkan TFU pertengahan pusat dan xiphoid processus (36 cm), kontraksi uterus 1x/10 menit ~ 20 detik, letak kepala dengan punggung kiri, 4/5 bagian kepala sudah masuk PAP dan DJJ 138x/menit. Pemeriksaan VT didapatkan vulva dan vagina normal, portio lunak dengan pembukaan 2 cm, effacement 25%, selaput ketuban teraba, bagian terbawah janin teraba kepala dengan denominator belum jelas, penurunan kepala Hodge I, tidak teraba bagian kecil atau tali pusat, tes lakmus (+). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pasien didiagnosis dengan G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KPD. Diagnosis KPD didasarkan pada riwayat keluar air bening dari vagina pada saat pasien hamil dengan usia kehamilan 41-42 minggu, tanpa adanya tanda-tanda inpartu seperti nyeri perut hilang timbul yang teratur dan semakin lama semakin meningkat, maupun keluarnya lendir bercampur darah (bloody show) dari vagina. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TFU sesuai dengan usia kehamilan, tidak terdapat kontraksi uterus yang adekuat, tidak ada lendir bercampur darah dari vagina, gerakan janin yang masih baik, tes lakmus (+). Meskipun air ketuban masih bening dan tidak berbau serta tanda vital ibu dan DJJ dalam batas normal, hasil tes darah menunjukkan tanda-tanda infeksi berupa peningkatakan leukosit 15,99 x 103 / L dan neutrofil 72,3, yang dicurigai sebagai tanda infeksi akut.

23

4.2

Faktor Predisposisi

Pecahnya selaput ketuban secara umum disebabkan oleh peregangan berulang dan kontraksi uterus. Pada kondisi KPD, beberapa faktor risiko yang diduga berperan antara lain : infeksi, defisiensi vitamin C, abnormalitas selaput ketuban, peregangan selaput ketuban berlebihan, gangguan sintesis kolagen dan keadaan sosio-ekonomi rendah. Pada pasien ini, penyebab pasti KPD sebelum adanya inpartu masih belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang mungkin terlibat adalah kemungkinan adanya peregangan selaput ketuban yang berlebihan mengingat ukuran janin yang besar dengan berat lahir 4400 gram.

4.3

Penatalaksanaan

Melalui pertimbangan bahwa kehamilan pada pasien ini aterm maka dilakukan telah diobservasi hingga jam 11.00 tidak terdapat tanda-tanda inpartu, maka dilakukan penatalaksanaan aktif untuk terminasi kehamilan dengan ekspektatif pervaginam. Pasien ini diberikan antibiotik berupa amoxicillin 3 x 500 mg dan KIE bahwa kehamilan akan diterminasi. Pada pukul 11.30 diberikan drip oksitosin dimulai dengan 5 IU dalam 500 dekstrosa 5% dengan kecepatan 8 tpm dan dinaikkan sebesar 4 IU setiap 15 menit. Selama diberikan drip oksitosin dilakukan pemantauan terhadap kontraksi uterus, DJJ, tanda vital pasien, perubahan serviks dan keluhan pasien. Pada pukul 14.30 pasien sudah mulai merasakan nyeri perut hilang timbul dan semakin lama semakin kuat hingga pukul 18.30 pembukaan serviks sudah 5 cm dan pemantauan dilanjutkan pada partograf WHO. Pada pukul 20.45 keluhan nyeri perut semakin kuat dan didapatkan pembukaan serviks sudah lengkap 10 cm dan persalinan segera dipimpin. Pada pukul 21.05 lahir bayi perempuan dengan berat bayi lahir 4400 gram, PB 56 cm, LK 36 cm, LD 37 cm. Setelah bayi lahir dilakukan asuhan perawatan bayi baru lahir dan manajemen aktif kala III pada pasien. Pukul 21.15 plasenta lahir dengan kesan komplet dan dilanjutkan dengan observasi kala IV selama dua jam.

24

Pasien dipindahkan dari VK ke ruang perawatan pukul 23.00 dan menjalani rawat inap selama satu hari. Selama rawat inap kondisi pasien stabil. Kemudian pada keesokan harinya pasien diperbolehkan pulang dengan medikamentosa sebagai berikut : Amoxicillin 3 x 500 mg, asam mefenamat 3 x 500 mg, Methergin 3 x 1 tab, sulfas ferosus 1 x 1 tab dan kontrol di poliklinik pada jadwal ditentukan.

3.4

Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam mengingat tidak ada komplikasi yang berat pada pasien.

25

BAB V SIMPULAN

Telah dilaporkan kasus dengan pasien perempuan usia 32 tahun dengan usia kehamilan 41-42 minggu, yang mengeluhkan keluar air melalui kemaluannya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien didiagnosis dengan G2P1001 uk 41-42 mg T/H + KP. Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian antibiotik, induksi persalinan dengan drip oksitosin sesuai protap. Persalinan dilakukan secara pervaginam. Setelah persalinan pasien dirawat pada ruang perawatan selama satu hari dan segera diperbolehkan pulang. Obat-obatan yang diberikan antara lain antibiotik amoxicillin 3 x 500 mg, anti nyeri asam mefenamat 3 x 500 mg, uterotonika metergin 3 x 1 tab dan penambah zat besi sulfas ferosus 1 x 1 tablet. Komplikasi pada pasien ini diperkirakan telah terjadi infeksi, yang didasarkan pada hasil leukosit meningkat. Faktor etiologi KPD pada pasien ini tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan peregangan selaput ketuban berlebihan diduga sebagai faktor predisposisi.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17 2. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37. 3. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p: 357-67. 4. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70. 5. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32. 6. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 5 Juli 2006. 7. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses 5 Juli 2006. 8. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).

27

Revised: October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses 5 Juli 2006. 9. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003. 10. The Royal Womens Hospital. Rupture of the Membrans: Preterm Prematur (PPROM). Last Updated 06 June 2005. Authorised by: Jeremy Oats. http://www.rwh.org.au/rwhcpg/maternity.cfm. Akses 5 Juli 2006. 11. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Prematur rupture of membrans. Washington (DC): American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG); 1998 Jun. 10 p. (ACOG practice bulletin; no. 1). http://www.guideline.gov. Akses 5 Juli 2006.

You might also like