Professional Documents
Culture Documents
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS IX B SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM MALANG 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Anak merupakan individu yang berbeda dalam suatu rentang perubahan dari bayi sampai remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang di
mulai dari bayi 0-1 tahun, toddler 1-3 tahun, prasekolah 3-6 tahun, sekolah 6-12 tahun dan 12-18 tahun adalah remaja (Hidayat, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan
mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu 0-5 tahun. Masa ini sering di sebut juga sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang paling
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi kelainan kelainan pertumbuhan yang dan perkembangan permanen anak sehingga di cegah
bersifat
dapat
(Narendra,2003). Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman traumatik pada anak, yakni ketakutan dan ini ketegangan disebabkan dengan atau oleh stress berbagai tua,
hospitalisasi. faktor,
Stress
diantaranya
perpisahan
orang
kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat tindakan invasif yang menimbulkan berbagai rasa nyeri. seperti Akibatnya menolak akan
menimbulkan
reaksi
makan,
menangis, terhadap
teriak, aktifitas
memukul,
menyepak, serta
tidak
kooperatif tindakan
sehari-hari
menolak
keperawatan yang diberikan (Narendra,2003). Pada usia toddler anak merasa takut bila mengalami perlukaan, karena ia menganggap bahwa tindakan dan
prosedur yang dilakukan di rumah sakit semuanya dapat mengancam integritas tubuhnya. Anak masuk rumah sakit akan bereaksi dengan agresif, ekspresi verbal dan
dependensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa mengukur suhu, mengukur tekanan darah, mendengarkan
suara napas dan prosedur lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan. Jika hal ini berlanjut maka tindakan
keperawatan dan pengobatan tidak akan berhasil sehingga masalah anak tidak teratasi (Narendra,2003). Pemeriksaan merupakan pengasuh penyebab anak anak yang beragam anak, jenisnya orang untuk tua juga atau
stress
bagi
yang Dalam
dilakukan juga
pemeriksaan.
rumah
sakit
memfasilitasi dan berupaya ke arah positif sehingga anak merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, begitu juga orang Upaya tua yang atau pengasuh yang adalah
mendampingi
anak.
dilakukan
meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu melakukan kegiatan Terapi Bermain. Manfaat Terapi Bermain dalam penanganan anak
menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan lewat permainan, anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah sakit sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak bekerja sama dengan metode pendekatan proses keperawatan di rumah sakit. Salah satu terapi bermain yang dapat mengurangi terapi dampak negatif dari Karena hospitalisasi pentingnya adalah manfaat
bermain
puzzle
Terapi Bermain dalam penanganan anak sakit dan perawat harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana penerapan terapi bermain terhadap anak yang dirawat di ruang 7A rumah sakit saiful Anwar Malang perlu segera
dilaksanakan. Salah satu cara agar dapat mengembangkan kreativitas anak adalah melalui beberapa kegiatan
kreatif dan menyenangkan yaitu bermain puzzle. Berdasarkan merasa tertarik fenomena untuk diatas, melakukan maka peraktikan terapi
kegiatan
aktifitas bermain tentang terapi bermain puzzle terhadap anak Usia sekolah di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang. B. TUJUAN TERAPI AKTIFITAS BERMAIN 1. Tujuan umum Anak akan merasa aman dan mau mengikuti
program penyembuhan yang ada dirumah Sakit 2. Tujuan khusus a. Menerapkan sarana permainan terapi bermain puzzle
aktif dapat menerima program penyembuhan yang ada di Rumah Sakit. b. menerapkan tempat yang tepat untuk bermain di
Sekolah, sehingga anak tidak merasa takut dengan lingkungannya. c. menerapkan permainan bermain. d. menerapkan butuh sosialisasi program yang tepat sehingga di anak Rumah waktu sehingga yang anak tepat tidak untuk melakukan waktu
kehilangan
terhadap
terapi
bermain
Sakit dan tidak merasa terisolir. e. Mrningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan
potensi yang ada pada anak dalam bermain puzzle. f. Meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi
: terapi bermain pada anak Usia Sekolah : anak Usia Sekolah : ruang Perawatan 7A : Jumat, Maret 2014 : 45 menit : puzzle
A. Waktu dan tempat a. Perencanaan tempat dan waktu Tempat Waktu Jam B. Metode 1. Merangkai potongan-potongan gambar 2. Observasi C. Krtiteria Peserta Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah peserta yang memenuhi kriteria 1. Anak yang tidak berpenyakit menular 2. Anak yang berusia sekolah : Ruang Perawatan 7A RSSA Malang : Jumat, Maret 2014 : 10. 00 WIB s/d 10.45 WIB
3. Anak yang mau melakukan terapi bermain puzzle 4. Anak yang di rawat di Ruang 7A D. Media / Alat puzzle E. Pengorganisasian 1. Leader 2. Co Leader : Indah Nurcahyati : sopian Asyauri Nurraisita 3. Observer F. Pembagian tugas 1. Leader, bertugas : a) Memimpin dan mengorganisasikan jalannya terapi : Ifran
mulai dari pembukaan sampai selesai b) Mengarahkan permainan c) Memandu proses permainan 2. Co leader, bertugas a) Membantu leader dalam memandu proses permainan b) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan
sampai selesai c) Mengarahkan permainan d) Memandu proses permainan 3. Fasilitator, bertugas : a) Memfasilitasi anak untuk bermain b) Membimbing anak bermain
c) Memperhatikan respon anak saat bermain d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya 4. Observer, tugasnya: a) Mengawasi jalannya permainan b) Mencatat rencana c) Mencatat bermain d) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan situasi penghambat dan pendukung proses proses permainan di sesuaikan dengan
G. Kegiatan terapi bermain N O 1 TAHAP persiapan WAKTU 5 menit KEGIATAN 1. Menyiapkan tempat / ruangan 2. Menyiapkan puzzle. 3. Menyiapkan peserta
orientasi
10 menit
1.Salam terapeutik (salam dari terapis kepada anak) 2.Evaluasi atau validasi (Menanyakan perasaan anak saat ini) 3.Kontrak a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan b) Terapis menjelaskan aturan mainnya: Jika ada anak yang ingin meninggalkan ruangan harus minta izin kepada terapis
tahap kerja
20 menit
1. Anak diberikan kebebasan dalam memilih gambar puzzle sesuai selera. 2. Anak diberi kesempatan menyusun rangkaian puzzle. 3. Memberikan bantuan atau arahan jika diperlukan. 1. Terapis menanyakan perasaan anak setelah mengikuti terapi bermain 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak 3. Terapis memotivasi anak untuk bermain puzzel agar selalu merasa senang dan gembira meskipun berada di lingkungan Sekolah 4. Kontrak Kegiatan yang akan datang 5. Terapis membuat kontrak untuk terapi bermain puzzel yang akan datang 6. Menyepakati waktu dan tempat mengevaluasi kemampuan anak sesuai dengan tujuan terapi bermain puzzle
4 .
terminasi
5 menit
evaluasi
5 menit
H. Antisipasi masalah Jika pada saat kegiatan berlangsung terjadi masalah seperti anak tiba-tiba menolak atau tidak mau mengikuti kegiatan maka perawat akan menganjurkan kepada orang tua anak untuk membujuk dan mau mendampingi anak pada saat dilakukan terapi bermain puzzle. I. Evaluasi
1. anak dapat
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik. 3. Anak merasa senang. 4. Anak tidak takut lagi dengan lingkungan sekitarnya
A. KONSEP DASAR TERAPI BERMAIN a) Definisi Konsep Bermain Bermain dapat merupakan atau suatu aktivitas dimana anak
melakukan
memberikan kreatif,
pemikiran, untuk
berperan, Bermain
(Hidayat, penting
2005).
adalah dan
dari
kehidupan
anak
salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi (Wong, 2009). b) Fungsi Bermain Pada Anak 1) Membantu perkembangan sensorik dan motorik Pada saat melakukan permainan, aktivitas
sensoris-motoris merupakan komponen terbesar yang digunakan anak sehingga kemampuan penginderaan anak dimulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual,
stimulasi pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik. 2) Membantu perkembangan kognitif Bermain dapat membuat anak mencoba melakukan
komunikasi dengan orang lain dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat
tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami yang bentuk ukuran dan
berbagai permainan.
manfaat
benda
digunakan
dalam
3) Meningkatkan sosialisasi pada anak Pada anak pra sekolah, anak mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain. 4) Meningkatkan kreativitas Anak permainan dapat yang belajar ada dan menciptakan mampu sesuatu dari objek
memodifikasi
untuk mengeksplorasi tubuhnya dan menjadikan anak sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku, orang lain. 6) Memiliki nilai terapeutik Bermain dapat menjadikan anak merasa senang dan nyaman, dan menghibur dan anak, sehingga yang dapat dan membandingkan perilakunya dengan
mengurangi anak.
stres
ketegangan
dirasakan
7) Memberikan nilai moral pada anak Bermain dapat memberikan nilai moral pada anak jika anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah, ketika berinteraksi dengan terdapat temannya, dan di yang dalam harus permainan dilakukan juga dan
aturan-aturan
tidak boleh dilanggar. c) Macam-macam Permainan Menurut Hidayat (2005), sifat bermain pada anak ada dua, yaitu: 1) Aktif Jika anak selalu berperan aktif dalam permainan, selalu memberika rangsangan, dan melaksanakannya. 2) Pasif Jika anak hanya memberikan respon pasif terhadap permainan, sedangkan orang lain dan lingkungan
memberikan rspon secara aktif. Berdasarkan permainan: 1) Bermain afektif-sosial Menunjukkan adanya perasaan senang dalam kedua sifat diatas, maka macam-macam
berhubungan dnegan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain berperan aktif dan anak hanya berespons terhadap stimulasi sehingga akan
2) Bermain bersenang-senang Memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat dari
bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, seperti bermain boneka-
bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain. 3) Bermain keterampilan Bermain ini dengan mengunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreasi dan terampil dalam berbagai hal. Sifat dalam permainan ini adalah bersifat
aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu, seperti bermain
bongkar pasang gambar, latihan memakai baju, dan lain-lain. 4) Bermain dramatik Permainan ini dapat dilakukan jika anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial. Sifat dari bermain ini adalah anak dituntut aktif dalam memerankan sesuatu, seperti berpura-pura
5) Bermain menyelidiki Sifat stimulasi kecerdasan permainan pada anak. ini adalah sehingga ini dengan dapat memberikan menambah dengan
anak,
Permainan
dilakukan
memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa alat permainan, seperti mengocok untuk mengetahui isinya. 6) Bermain konstruksi Permainan ini bertujuan untuk menyusun suatu
objek permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang benar, seperti permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif, dimana anak-anak selalu ingin menyelesaikan tugas yang ada dalam permainan, sehingga dapat membangun kecerdasan anak. 7) Permainan Permainan bersama ini dapat dengan dilakukan sendiri atau
temannya
menggunakan
beberapa
peraturan, seperti permainan ular tangga. Sifatnya aktif, sesuai anak jenis memberikan permainan respon dan kepada temannya untuk
berfungsi
memberikan kesenangan dan mengembangkan emosi anak. 8) Bermain onlooker Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan anak lain yang sedang bermain, tetapi
ini
adalah
pasif,
tetapi
anak
akan
mempunyai
kesenangan dan kepuasan sendiri untuk melihatnya. 9) Bermain soliter/mandiri Bermain yang dilakukan secara mandiri, sendiri, hanya terpusat pada permainannya lain. kurang, Sifatnya tetapi sendiri aktif, dapat tanpa tetapi
memperdulikan stimulasi
orang
tambahan
membantu
menciptakan kemandirian pada anak. 10) Bermain paralel Bermain sendiri di tengah anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang
lain. Sifat bermain ini adalah anak aktif sendiri, tetapi masih dalam satu kelompok dengan tugas harapan mandiri
kemampuan
anak
dalam
menyelesaikan
dalam kelompok terlatih dengan baik. 11) Bermain asosiatif Bermain bersama tanpa terikat aturan yang ada. Bermain ini akanmenumbuhkan kreativitas anak karena terdapat stimulasi dari anak lain, tetapi belum
dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok. 12) Bermain kooperatif Bermain sehingga bersama terdapat dengan perasaan aturan dalam yang jelas,
kebersamaan,
sehingga terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat permainan ini adalah aktif, anak akan selalu
menumbuhkan
kreativitasnya
dan
akan
melatih
anak
untuk mengikuti peraturan dalam kelompok. d) Prinsip dalam Aktivitas Bermain Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi peraga seperti: untuk menggunakan boneka sebagai alat
melakukan dan
kegiatan
bermain
seperti seperti
memperagakan
melakukan
gambar-gambar
pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya. Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain seperti: 1) Ekstra ekstra. energi, untuk yang bermain sakit diperlukan kecil energi dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal
Anak-anak
kemungkinan
untuk melakukan permainan. 2) Waktu, anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain optimal. 3) Alat permainan, untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak. 4) Ruang untuk bermain, bermain dapat dilakukan di sehingga stimulus yang diberikan dapat
5) Pengetahuan bermain
cara
dengan lebih
mengetahui terarah
maka
pengetahuan
anak
akan
lebih
berkembang
menggunakan alat permainan tersebut. 6) Teman bermain, teman bermain anak diperlukan dan membantu untuk anak
mengembangkan
sosialisasi
dalam menghadapi perbedaan. e) Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi anak dalam bermain yaitu: 1) Tahap perkembangan anak Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak
yaitu harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. 2) Status kesehatan anak Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan
energi bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat anak sedang sakit. 3) Jenis kelamin anak Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan
satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri. 4) Lingkungan yang mendukung Menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak dalam bermain. 5) Alat dan jenis permainan yang cocok Harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. f) Fungsi Bermain di Rumah Sakit Menurut Wong (2009), ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain: 1) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar 2) Memberi kontrol 3) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan 4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh 5) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang kesempatan untuk membuat keputusan dan
penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis 6) Memberi peralihan dan relaksasi 7) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing 8) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan
9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain 10) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif
g) Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit 1) Permainan pengobatan Apabila tidak yang boleh sedang tirah bertentangan dijalankan baring, pada harus dengan anak. dipilih
anak
harus
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat. 2) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi,
singkat dan sederhana 3) Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak 4) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama 5) Melibatkan orang tua h) Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit 1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan
keluarga) dan perawat 2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya
memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri. 4) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif B. KONSEP DASAR PUZZLE 1) Pengertian Puzzle Puzzle merupakan suatu masalah atau misteri yang harus diselesaikan dengan kretivitas. Sebelum
mengerjakan puzzle, anak harus mengetahu lebih dulu bentuk awal puzzle, setelah dirombak, ia akan
menggunakan ingatannya untuk menyusun puzzle sesuai dengan bentuk awalnya. yang Bermain besar, puzzle sehingga tidak dapat
membutuhkan
energi
dilakukan pada anak yang berada di rumah sakit. Ada berbagai tipe tipe puzzle puzzle, tour, seperti Maze yang puzzle lantai,
merupakan
puzzle
gambar, puzzle
konstruksi,
puzzle
balok
(batang),
puzzle angka, puzzle transport, puzzle logika, puzzle mekanik, dan lain-lain. 2) Manfaat Puzzle a) Mengasah otak Puzzle dapat digunakan untuk merangsang pikiran kreatif anak, karena anak harus mencocokkan bagianbagian kecil menjadi bentuk yang utuh.
b) Melatih koordinasi mata dan tangan Puzzle dapat melatih koordinasi mata dan
tangan, karena anak harus mencocokkan keping-keping puzzle menjadi suatu gambar. Permainan ini membantu anak mengenal bentuk. c) Melatih nalar Memadukan atau memasangkan bentuk puzzle akan membantu anak secara aktif mengembangkan kemampuan pembuatan kesimpulan, memahami logika sebab akibat, dan gagasan bahwa objek yang utuh semula berasal dari bagian-bagian yang kecil. d) Melatih kesabaran Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam
menyelesaikan tantangan. e) Pengetahuan Dari puzzle, anak dapat belajar tentang warna dan bentuk yang ada. Anak juga dapat belajar
tentang konsep dasar bentuk dan warna, binatang, alam sekitar, alfabet, buah, dan lain-lain, tetapi anak tetap harus didampingi ibu atau orang lain. C. KONSEP DASAR ANAK 1. Pengertian Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun. Anak dipandang sebagai individu yang unik yang
mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, melainkan individu
yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (Supartini, 2004). Sedangkan menurut WHO (World Health
Organization) anak adalah individu yang berusia 0-21 tahun. 2. Kategori anak Menurut Soetjiningsih (1995) membagi kategori anak sebagai berikut : a. Masa bayi atau infant: usia 0-1 tahun Merupakan kehidupan dituntut baru untuk masa diluar dapat penyesuaian rahim ibu terhadap bayi
sehingga diri
mempertahankan
dengan
lingkungannya sangat berbeda dengan sewaktu dalam rahim b. Masa usia toddler: usia 1-3 tahun Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak masih sangat cepat, pada usia 1
tahun lingkar kepala 47 cm, sedangkan berat otak bayi baru lahir 25% berat otak dewasa, pada usia 2 tahun sudah 75% berat otak dewasa. c. Masa pra sekolah: usia 3-6 tahun Pada masa prasekolah ini mulai dapat dikenal potensi bakat dan minat anak meskipun belum nyata benar. Pada saat inilah sudah keluarga dapat agar dimulai potensi
stimulasi
oleh
lingkungan
bakat dan tumbuh kembangnya berkembang seoptimal mungkin. d. Masa sekolah: usia 6-12 tahun Awal fisik yang masa sekolah merupakan dan pertumbuhan stabil, yang
relatif
mantap
kemudian
akan
berakhir
dengan
suatu
percepatan
tumbuh sekitar umur 10 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki. e. Masa remaja atau adolesent: usia 12-18 tahun Masa remaja merupakan suatu periode transisi perubahan fisik dan psikologi seorang anak menjadi dewasa. Masa ini ditandai oleh adanya kematangan fungsi seksual (pubertas) dan tercapainya bentuk tubuh dewasa yang terjadi karena kematangan fungsi endokrin.