You are on page 1of 26

TETANUS

Tugas Refrat
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan Oleh: Prima Randisa Sativa, S. Ked J 500 050 015

Pembimbing : dr. Hakimansyah, Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA 2010

TETANUS

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan pendidikan program profesi dokter stase Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh : Prima Randisa Sativa, S. Ked NIM : J 500 050 015

Menyetujui dan mengesahkan

Pembimbing : dr. Hakimansyah, Sp. B

Mengetahui

Ketua Program Profesi Dokter FK UMS

Pembimbing

dr. M. Shoim Dasuki, M.kes

dr. Hakimansyah, Sp. B

BAB I PENDAHULUAN

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. .Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus (Ritarwan, 2004). Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun luka kecil, luka nyata maupun luka tersembunyi. Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yang menghasilkan eksotoksin. Clostridium tetani merupakan basil gram positif dan bersifat anaerob (Karakata, 1992). Tetanus sudah dikenal sejak dahulu, yang berhubungan antara adanya luka dan terjadinya kejang pada otot. Hipokrates sudah menggambarkan gejala penyakit tetanus pada manusia. Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier mengisolasi toksin tetanus yang seperti strychnine dari tetanus yang hidup bebas, merupakan bakteri anaerob. Etiologi dari penyakit itu lebih lanjut diterangkan pada tahun 1884 oleh Antonio Carle dan Giorgio Rattone, yang menunjukkan sifat tetanus untuk pertama kali. Mereka mengembangbiakan tetanus di dalam tubuh kelinci-kelinci dengan menyuntik syaraf mereka di pangkal paha dengan nanah dari suatu kasus tetanus

manusia yang fatal di tahun yang sama tersebut. Pada tahun 1889, C.tetani terisolasi dari suatu korban manusia, oleh Kitasato Shibasaburo, yang kemudiannya menunjukkan bahwa organisme bisa menghasilkan penyakit ketika disuntik ke dalam tubuh binatang-binatang, dan bahwa toksin bisa dinetralkan oleh zat darah penyerang kuman yang spesifik. Pada tahun 1897, Edmond Nocard menunjukkan bahwa penolak toksin tetanus membangkitkan kekebalan pasif di dalam tubuh manusia, dan bisa digunakan untuk perlindungan dari penyakit dan perawatan. Vaksin lirtoksin tetanus dikembangkan oleh P.Descombey pada tahun 1924, dan secara luas digunakan untuk mencegah tetanus yang disebabkan oleh luka-luka pertempuran selama Perang Dunia II (Arditayasa, 2008). Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Perkiraan angka kejadian umur ratarata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok umur, peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 519 tahun dan 2029 tahun, sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 3039 tahun dan umur lebih 60 tahun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka kejadian lebih banyak dijumpa pada anak lakilaki; dengan perbandingan 3:1. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda dan sangat tua. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anakanak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima vaksin booster (Iswara, 2009).

Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai tenaga medis dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan penatalaksanaan yang tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukan gejala dengan gangguan neuromuskuler akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot yang disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman ananerob Clostridium tetani (De jong, 2004). B. Etiologi Infeksi tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni. Kuman ini mudah dikenali karena pembentukan spora dan bentuk yang khas. Ujung sel menyerupai tongkat pemukul gendering atau raket squash (De jong, 2004). Klasifikasi Ilmiah Kingdom: Division: Class: Order: Family: Genus: Species: Bacteria Firmicutes Clostridia Clostridiales Clostridiaceae Clostridium Clostridium tetani (Arditayasa, 2008)

Karakteristik Umum Clostridium tetani adalah bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang. Clostridium tetani termasuk bakteri gram positif anaerobic berspora, mengeluarkan eksotoksin. Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospamin yang dapat menyebabkan penyakit tetanus. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tetanospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia (Arditayasa, 2008). Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8F (121C) selama 1015 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya (Arditayasa, 2008).

C. Patogenesis Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadangkadang luka tersebut hampir tak terlihat. Pandi dkk (1965) melaporkan bahwa 70% pada telinga sebagai port dentree, sedangkan beberapa peneliti melaporkan bahwa porte d'entree melalui telinga hanya 6,5% (Iswara, 2009). Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium tetani sehingga harus mendapatkan perawatan khusus adalah: Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas Luka baker tingkat 2 dan 3 Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya Luka-luka di bawah kuku Ulkus kulit yang iskemik Luka bekas suntikan narkoba Bekas irisan umbilicus pada bayi Endometritis sesudah abortus septik Abses gigi Mastoiditis kronis Ruptur apendiks Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja (Arditayasa, 2008). Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipoaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, bendabenda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian

berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara : 1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujungujung saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer. 2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya susunan saraf pusat (Iswara, 2009). Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus (Iswara, 2009). Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah, tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorpsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai ke sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat pada sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau degenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap (De jong, 2004) .

D. Gejala klinis Masa inkubasi tetanus umumnya antara 328 hari, namun dapat singkat hanya 12 hari dan kadangkadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin panjang. Secara klinis tetanus ada 3 macam yaitu tetanus umum, tetanus local, tetanus cephalic (Iswara, 2009).

Tetanus umum Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis (Barkin, 1979).

Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menuunjukkan trismus. Dalam 2448 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otototot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus (Barkin, 1979). Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otototot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih (Barkin, 1979). Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hatihati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung (Barkin, 1979).

Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas: 1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang. 2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. 3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan (Barkin, 1979). Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas: A. Grade 1: ringan Masa inkubasi lebih dari 14 hari Period of onset > 6 hari Trismus positif tetapi tidak berat Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada. Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari. B. Grade II: sedang Masa inkubasi 1014 hari Period of onset 3 hari atau kurang Trismus ada dan disfagia ada. Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada.

C. Grade III: berat Masa inkubasi < 10 hari Period of onset 3 hari atau kurang Trismus berat Disfagia berat. Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia (Barkin, 1979). Tetanus lokal Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otototot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum (Iswara, 2009). Bentuk cephalic Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendirisendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulanbulan. Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek (Iswara, 2009).

E. Diagnosis Diagnosis cukup ditegakan berdasarkan gejala klinis karena pemeriksaan kuman Clostridium tetani belum tentu berhasil. Anamnesis tentang adanya kelainan yang dapat menjadi tempat masuknya kuman tetanus, adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan atau kejang tanpa gangguan kesadaran sudah cukup menegakan diagnosis tetanus (De Jong, 2004). Bila gambaran klinis tetanus sudah jelas, biasanya diagnosis pasti mudah ditegakan. Pada fase awal kadang dapat timbul keraguan. Infeksi lokal daerah mulut juga sering disertai trismus. Kemungkinan lainnya adalah meningitis atau ensefaliti. Pasien dengan gejala hysteria mungkin sulit dibedakan dengan pasien tetanus (De Jong, 2004). F. Penatalaksanaan 1) Pengobatan Umum: Ruangan perawatan harus tenang. Apabila terdapat luka maka dilakukan debridement dan medikasi luka setiap hari dengan Rivanol atau Betadin. Apabila luka tertutup maka dibuat luka terbuka dengan tujuan membuat kondisi aerob disekitar luka. Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Bila perlu diberikan oksigen dan kadangkadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas. Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan pengisap lendir. Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori (Iswara, 2009).

2) Pengobatan Khusus: a) Tetanus immunoglobulin (TIG) Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk: - Toksin bebas dalam darah; - Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf. Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin.
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius (Arditayasa, 2008).

Di negara Barat pencegahan tetanus dilakukan dengan pernberian kombinasi toksoid dan TIG. Tabel I di bawah ini adalah skema yang digunakan di Amerika Serikat (Iswara, 2009) : Imunisasi tetanus sebelumnya (dosis) Tidak jelas 0-1 2 >3 Toksoid Td Td Td -(xx) TIG Toksoid Td Td Td -(xxx) TIG Ya Ya -(x) Luka besar / Luka tembus / Luka kotor

Luka kecil

Keterangan: TIG Td Ya x xx xxx : Tetanus Imun Globulin (manusia) : Tetanus difteri toksoid : Tidak diberikan : Diberikan : Kecuali luka lebih dari 24 jam : Kecuali telah lebih dari 10 tahun pemberian toksoid yang terakhir : Kecuali telah lebih dari 5 tahun pemberian toksoid yang terakhir

b) Anti Tetanus Serum (ATS) ATS diberikan apabila TIG tidak tersedia. Sebelum pemberian ATS harus dilakukan: - Anamnesa apakah ada riwayat alergi; - Tes kulit dan mata; dan - Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.

Tes mata Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada konjungtiva.

Tes kulit Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap. Dosis Dosis ATS biasanya diberikan 10.000-20.000 U selama 5 hari berturut-turut. Akan tetapi ada yang berbeda pendapat. Behrman (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000100.000 U yang diberikan setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100200 cc glukosa 5% dan diberikan selama 12 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 U selama 3 hari (Iswara, 2009). c) Antikonvulsan dan sedatif Obatobat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakangerakan volunter atau kesadaran. Obatobat yang lazim digunakan ialah: - Diazepam Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,1 mg/kg.bb/kali i.v. perlahanlahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali kejang. Diikuti pemberian diazepam peroral (sonde lambung) dengan dosis 0,1 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali (Iswara, 2009).

- Fenobarbital Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 59 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis (Iswara, 2009).

- MgSO4 Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis sehingga dapat digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik alfa (Joshi, 2007). Obat anti kejang MgSO4 diberikan dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit). Apabila kejang masih terjadi diberikan MgSO4 10gr IM, masing-masing 5gr bokong kanan dan bokong kiri. Syarat pemberian MgSO4 : o frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit o tidak ada tanda-tanda gawat napas o diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya o refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit). Dalam beberapa penelitian MgSO4 efektif untuk mengatasi spasme otot. Di rumah sakit Eastern Nepal, MgSO4 merupakan protocol tetap untuk penatalaksanaan pasien tetanus (Joshi, 2007).

d) Antibiotik. - Penisilin Prokain Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari (Iswara, 2009). - Tetrasiklin dan Eritromisin Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin. Tetrasiklin : 3050 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis. Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari (Iswara, 2009). -Metronidazole Metronidazole merupakan pilihan obat untuk mengeliminasi

Clostridium tetani. Dalam beberapa penelitian metronidazole lebih baik daripada menggunakan penisilin karena penisilin dalam beberapa kasus bisa memacu antagonis GABA yang bisa meningkatkan resiko terjadinya kejang. Selain itu metronidazole mempunyai kemampuan penetrasi yang lebih baik ke jaringan anaerob, sehingga mengeliminasi Clostridium tetani lebih cepat daripada penisilin. Dosis yang diberikan adalah 500 mg per 8 jam (Joshi, 2007).

e) Oksigen Diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit bila terjadi asfiksia dan sianosis (Iswara, 2009).

f) Trakeostomi

Gangguan yang mengindikasikan perlunya dilakukan trakeostomi : o terjadinya obstruksi jalan nafas atas o sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma. o untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator). o apabila terdapat benda asing di subglotis. o penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa. o mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang o Cedera parah pada wajah dan leher o Setelah pembedahan wajah dan leher o Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi (Utama, 2007). Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi: - Spasme berkepanjangan dari otot respirasi - Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan - Obstruksi larings; dan - Koma (Iswara, 2009).

G. Komplikasi 1) Pada saluran pernapasan Oleh karena spasme otototot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva

serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi. 2) Pada kardiovaskuler Komplikasi berupa akti itas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia, hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium. 3) Pada tulang dan otot Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terusmenerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta. 4) Komplikasi yang lain: - Laserasi lidah akibat kejang; - Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja - Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu:

Bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks (Asa, 1986).

H. Prognosis Dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1) Masa inkubasi Makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan, sebaliknya makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari maka tergolong berat.

2) Umur Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek. 3) Period of onset Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus sampai terjadi kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosa jelek. 4) Panas Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka prognosanya jelek. 5) Pengobatan Pengobatan yang terlambat prognosa jelek. 6) Ada tidaknya komplikasi 7) Frekuensi kejang Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya (Iswara, 2009).

I. Pencegahan 1) Pertimbangan individual penderita Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan riwayat imunisasi. 2) Debridement Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan nekrotik dan benda asing harus dikerjakan untuk semua jenis luka.

3) Imunisasi aktif Tetanus toksoid diberikan dengan dosis sebanyak 0,5 cc IM, diberikan selama 1x sebulan selama 3 bulan berturut-turut. DPT terutama diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2-6 bulan dengan dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x sebulan selama 3 bulan berturutturut. Booster diberikan pada usia 12 bulan, 1 x 0,5 cc IM dan antara 5-6 tahun 1 x 0,5 cc IM. Booster diberikan setiap 10 tahun setelah suntikan imunisasi dasar lengkap. Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera, baik sebagai imunisasi dasar ataupun sebagai booster kecuali bila penderita telah mendapat booster dalam 5 tahun terakhir. 4) Imunisasi Pasif ATS (anti tetanus serum), dapat merupakan antitoksin bovine maupun antitoksin equine. Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU per IM dan untuk anak-anak adalah 750 IU per IM. HIG (human immunoglobuline) merupakan antitoksin berasal dari manusia. Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 250 IU per IM (setara dengan 1500 IU ATS), sedangkan untuk anak-anak adalah 125 IU per IM. HIG diberikan apabila penderita alergi terhadap ATS yang diolah dari hewan (Karakata, 1992).

BAB III KESIMPULAN

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukan gejala dengan gangguan neuromuskuler akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot yang disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman ananerob Clostridium tetani. Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipoaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, bendabenda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 328 hari, namun dapat singkat hanya 12 hari dan kadangkadang lebih dari 1 bulan. Secara klinis tetanus ada 3 macam yaitu tetanus umum, tetanus local, tetanus cephalic. Diagnosis cukup ditegakan berdasarkan gejala klinis. Anamnesis tentang adanya kelainan yang dapat menjadi tempat masuknya kuman tetanus, adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan atau kejang tanpa gangguan kesadaran sudah cukup menegakan diagnosis tetanus. Prinsip penatalaksanaan yaitu dengan mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kuman penyebab, menetralkan toksin yang beredar dalam darah, mencegah terjadinya kejang berulang, mengatasi penyulit, dan mencegah terjadinya komplikasi. Prognosis tetanus tergantung berdasarkan masa Inkubasi, usia penderita, frekuensi

kejang, kenaikan suhu badan, pengobatan terlambat, adanya penyulit seperti spasme otot pernafasan atau obstruksi jalan nafas. Pencegahan merupakan jalan terbaik daripada melakukan pengobatan. Cara pencegahan tetanus bisa dilakukan dengan mencegah terjadinya luka, apabila terjadi luka dilakukan pengobatan yang adekuat, pemberian imunisasi aktif atau dengan pemberian imunisasi pasif.

DAFTAR PUSTAKA

Arditayasa, Wayan. 2008. Clotridium tetani. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Bagian Mikrobiologi. Asa, K. D.; Bertorini, T. E. Pinals, R. S. Case Report Myositis Ossificans Circumscripta, a Complication of Tetanus. Am. J. Med. Sciences 1986 Atrakchi, S. A. and Wilson, D. H. Epidemiology. Br. Med. J. 1977 Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. DiphteriaPertusisTetanus Vaccine Teactogenicity. Cimmercial Products. Pediatricas 1979 De Jong, Wim, R. Sjamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Iswara, Yoga. 2009. Difteri, Pertusis, Tetanus. Wordpress.com Joshi, Agarwal B., Malla , Karmacharya B. 2007. Complete elimination of tetanus is still elusive in developingcountries: A review of adult tetanus cases from referral hospital in Eastern Nepal. Kathmandu University Medical Journal. Karakata, Sumiardi. 1992. Bedah minor. Jakarta : hipokrates Ritarwan, Kiking. 2004. Tetanus. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Bagian Neurologi. RSU H. Adam malik. Utama, Harry Wahyudhy. 2007. Trakeostomi. Wordpress.com

You might also like