You are on page 1of 14

MAKALAH BOTANI FARMASI

DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

Nama Kelompok : Kristanty Yunitasari Reisa Adhi Putra ( 1041311177 ) ( 1041311181 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG 2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan juga bisa dikonsumsi sebagai sayur. Tanaman katuk tumbuh subur di India, Malaysia, dan Indonesia pada ketinggian 0 - 2.100 m di atas permukaan laut. Tanaman ini berbentuk perdu. Tingginya mencapai 2 - 3 m. Cabang-cabang agak lunak, daun tersusun selang - seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm, dan lebar 1,25 - 3 cm. Saat ini, daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000, telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk, beredar di Indonesia. Bahkan ekstrak daun katuk juga telah digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, memperlancar dan meningkatkan produksi ASI. Daun katuk yang populer sebagai sayur ini bisa juga membangkitkan vitalitas seks, mencegah osteoporosis, dan mengobati macammacam penyakit. Pengembangan riset mengenai daun katuk terus dilakukan, terutama untuk menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul. Daun katuk disarankan untuk dikonsumsi setelah direbus atau ditumis. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) telah terbukti khasiatnya sebagai laktagogum (pelancar sekresi air susu), mengandung protein, mineral dan vitamin-vitamin. Komponen protein berkhasiat merangsang peningkatan sekresi air susu, sedangkan steroid dan vitamin A berperan merangsang prolifersi epitel alveolus sehingga akan terbentuk alveolus yang baru, dengan demikian terjadi peningkatan jumlah alveolus dalam kelenjar. Ekstrak daun katuk terbukti memiliki daya laktagogum. Pemberian ekstrak daun katuk selama 7 hari meningkatkan produksi air susu, mekanisme laktagogum ekstrak daun katuk mempengaruhi hormon prolaktin. Daun katuk mengandung flavonoid lutein dan zeaxanthin, serta klorofil tinggi.

Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofilnya yang tinggi. Daun katuk dapat diolah seperti kangkung atau daun bayam. Ibu-ibu menyusui diketahui mengonsumsi daunnya untuk memperlancar keluarnya ASI. Perlu diketahui, daun katuk mengandung papaverin, yaitu suatu alkaloid yang juga terdapat pada candu (opium). Konsumsi berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti keracunan papaverin.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. Apa saja komponen zat aktif yang terdapat di dalam daun katuk ? Apa saja manfaat atau khasiat dari daun katuk selain sebagai pelancar sekresi air susu ? 3. Adakah dampak atau efek negatif yang di timbulkan dari penggunaan daun katuk yang berlebihan ?

1.3 Manfaat 1. Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang beberapa manfaat dari daun katuk di Indonesia. 2. Memberi pengetahuan tentang bagaimana cara pengolahan daun katuk yang bisa dimanfaatkan didalam kehidupan sehari hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Taksonomi dan Morfologi Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)

Gambar 1. Daun Katuk(Sauropus androgynus (L.) Merr)

Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies

: Spermatophyta : Angiospermae : Dicotiledoneae : Monochlamydeae (Apetalae) : Euporbiales : Euporbiaceae : Sauropus : Sauropus androgynus (L.) Merr

2.2 Komponen zat yang terdapat di dalam Daun Katuk Dilihat dari nilai gizinya, daun katuk punya nilai gizi yang cukup baik, seperti protein,lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. Daun katuk juga mengandung beberapa senyawa alifatik. Khasiat daun katuk sebagai peningkat produksi ASI, diduga berasal dari efek hormonal senyawa kimia sterol yang

bersifat estrogenik. Daun katuk juga mengandung efedrin yang sangat baik bagi penderita influenza. Komposisi kimia daun katuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia daun katuk per 100 gram Komponen Zat Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg) Air (g) Kadar 5,9 4,8 1,0 11,0 1,5 1,7 204 84 2,7 10.270 249 0,1 81

2.3 Manfaat dari Daun Katuk secara Umum Manfaat daun katuk secara umum, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Dapat Mencegah osteoporosis Efektif melancarkan ASI Mengandung kadar kalsium yang tinggi Mengandung efedrin yang sangat baik bagi penderita influenza Kaya senyawa yang dapat meningkatkan mutu dan jumlah sperma, serta mampu membangkitkan vitalitas seksual 6. Terdapat tujuh senyawa aktif yang merangsang produksi hormon-hormon steroid dan senyawa eikosanoid 7. Sebagai Sumber vitamin A yang diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit mata, pertumbuhan sel, sistem kekebalan tubuh, reproduksi, serta menjaga kesehatan kulit 8. Senyawa utama tubuh untuk pembuatan kolagen (protein berserat pembentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron, pemacu

gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Juga untuk penyembuhan luka dan meningkatkan fungsi otak agar dapat bekerja maksimal 9. Daun katuk kaya akan klorofil, paling banyak diantara jenis tanaman lain. Klorofil membersihkan jaringan tubuh dan tempat pembuangan sisa limbah metabotisme, sekaligus mengatasi parasit, bakteri, dan virus yang ada dalam tubuh manusia. 10. Turunan klorofil feoditin berfungsi sebagai antioksidan. Turunan lainnya chlorophyllide menggali ke dalam sel atau jaringan dan mengangkat senyawa hidrokarbon, seperti pestisida, timbunan obat, parasit, bakteri, bahkan virus dari dinding sel serta mengeluarkannya dari dalam tubuh. 11. Di taiwan dan di amerika daun katuk ini di gunakan sebagai pelangsing tubuh (Obat anti obesitas).

2.4 Manfaat Daun Katuk yang diperoleh berdasarkan penelitian 1. Pengaruh Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) dalam Ransum terhadap Fungsi Reproduksi pada Puyuh Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) mengandung karotenid, vitamin E, vitamin C, protein, dan senyawa fitosterol yang baik untuk perkembangan fungsi reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah fitosterol dalam daun katuk dapat meningkatkan fungsi reproduksi pada puyuh. Daun katuk yang di ekstraksi dengan maserasi menggunakan etanol 70%, selanjutnya ekstrak kasar di beri pengisi amilum dengan jumlah sama dengan ampas (ekstrak kasar = 28,9% (28,9 g / 100 g daun katuk kering) ; pengisi = 71,1%), sehingga senyawa aktif yang terdapat dalam tepung ekstrak katuk sama dengan yang terdapat dalam tepung daun katuk.Kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar tersebut di uji dengan CGMS dan hampir seluruh senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dan di klasifikasikan sebagai asam lemak, vitamin, klorofil dan fitosterol. Kandungan fitosterol dari daun katuk yang di dapat dengan

mengekstrak tepung katuk dengan etanol 70% adalah 2,43% (2,43 g/ 100 g) atau 2433,4 mg/100 g kering. Puyuh betina sebanyak 150 ekor dipelihara dari umur 2 minggu, di bagi dalam 3 kelompok perlakuan ransum, dengan lima ulangan pada setiap perlakuan dan 10 ekor puyuh pada setiap ulangan. Perlakuan ransum, yaitu 1) kelompok kontrol: ransum tanpa katuk, 2) kelompok ransum dengan 9% ekstrak katuk dengan menggunakan etanol 70% (TEK); 3) kelompok ransum dengan 9% tepung daun katuk (TDK). Masa permulaan bertelur yang lebih awal dicapai oleh puyuh perlakuan TDK yaitu 46 hari dibandingkan dengan TEK 52 hari dan kontrol 53 hari. Fertilitas tertinggi (94,55%) dicapai oleh puyuh yang diberi ransum TDK pada umur 24 minggu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sistem reproduksi puyuh betina bukan hanya ditingkatkan oleh fitosterol daun katuk saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kandungan -karoten, vitamin C dan -tokoferol dalam daun katuk. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung daun katuk mampu meningkatkan fertilitas dan daya tetas pada puyuh.

2.

Penggunaan Tepung Daun Katuk dan Ekstrak Daun Katuk ( Sauropus androgynus (L.)Merr) sebagai Substitusi Ransum yang Dapat

Menghasilkan Produk Puyuh Jepang Rendah Kolesterol Beberapa peneliti telah menemukan senyawa-senyawaaktif dalam daun katuk yang salah satunya merupakan senyawa sterol. Selain itu juga ditemukan lignin diglikosida dan megastigmanglikosida (sauroposide) dari daun katuk yang diisolasidari bagian aerial katuk. Beberapa senyawa aktif dalam daun katuk yang mempunyai peran penting dalam metabolisme jaringan, yaitu: 1. Lima senyawa kelompok dari asam lemak tak jenuh seperti octadecanoic acids; 9-eicosyne; 5,8,11-heptadecatrienoic acid methyl ester; 9,12,15octadecatrienoic acid ethyl ester, dan 11,14,17-eicosatrienoic acid methyl ester. 2. Satu senyawa steroid, yaitu androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha.

3.

Senyawa

lain

yaitu

3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic alphamerepresentasikan

acid. 17-

Androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5

ketosteroid (kelompok keto padaC17), secara langsung merupakan precursor atausenyawa intermediate dalam biosintesis hormon steroid(Suprayogi, 2000). Senyawa tersebut dapat digolongkan ke dalam fitosterol. Daun katuk yang diekstraksi dengan maserasi menggunakan etanol 70%, selanjutnya ekstrak kasar diberi pengisi amylum dengan jumlah sama dengan ampas (ekstrak kasar = 28,9% (28,9 g / 100 g daun katuk kering) ; pengisi = 71,1%), sehingga senyawa aktif yang terdapat dalam tepung ekstrak katuk sama dengan yang terdapat dalam tepung daun katuk. Kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar tersebut diuji dengan CGMS dan hampir seluruh senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai asam lemak, vitamin, klorofil dan fitosterol. Kandungan fitosterol dari daun katuk yang di dapat dengan mengekstrak tepung katuk dengan etanol 70% adalah 2,43% (2,43 g/ 100 g) atau 2433,4 mg/100 g kering. Puyuh betina sebanyak 150 ekor dipelihara dari umur 2 minggu, dibagi dalam 3 kelompok perlakuan ransum, dengan lima ulangan pada setiap perlakuan dan 10 ekor puyuh pada setiap ulangan. Perlakuan ransum, yaitu 1) kelompok kontrol: ransum tanpa katuk, 2) kelompok ransum dengan 9% tepung ekstrak daun katuk dengan menggunakan etanol 70% (EDK); 3) kelompok ransum dengan 9% tepung daun katuk (TDK).Kolesterol diuji dengan metode CHOD-PAP dari Human yaitu, teskolorimeter enzimatis untuk kolesterol dengan faktor pembersih lemak. Kandungan fitosterol dari daun katuk yang didapat dengan mengekstrak tepung katuk dengan etanol 70% adalah 2,43% (2,43 g/100 g) atau 2433,4 mg/100 g kering. Designed for Health (2006) dalam ulasannya memaparkan kandungan fitosterol tertinggi dari beberapa bahan pangan terseleksi, yaitu biji wijen 443 mg/100 g, buncis 108 mg/100g, dan minyak zaitun 91 mg/100 g. Berdasarkan ulasan tersebut ternyata kandungan fitosterol tepung daun katuk lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan tersebut. Hal ini kemungkinan karena dalam penelitian ini digunakan daun katuk kering, sedangkan pada ulasan Designed for

Health (2006) digunakan bahan pangan segar. Kandungan fitosterol tersebut di atas bila dikonversikan dalam daun katuk segar dengan asumsi kadar air 78,2% adalah 466 mg/100 g, ternyata juga lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sayuran lain. Dapat disimpulkan bahwa daun katuk dapat menjadi sumber fitosterol. Penggunaan daun katuk dalam ransum baik dalam bentuk tepung dan ekstrak ternyata menghasilkan produk unggas yang rendah kolesterol (kuning telur, hati dan karkas). Konsumsi fitosterol dalam penelitian ini, yaitu EDK : 0,54 dan TDK : 0,55 ekor-1 hari-1 pada puyuh mampu menghasilkan produk yang rendah kolesterol.

4.

Biskuit Laktogenik Perangsang Produksi Asi (air susu ibu) berbasis Kearifan lokal Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang Diuji secara In-vivo Kerawanan gizi pada bayi banyak disebabkan karena Air Susu Ibu (ASI)

banyak digantidengan susu formula dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan dengan alasanproduksi ASI tidak mencukupi. Salah satu cara yang dapat meningkatkan kuantitas ASI adalahdengan mengkonsumsi makanan laktogenik yang mempunyai efek laktagogum. Daun katuk(Sauropus androgynus (L.) Merr) salah satu tanaman yang terbukti dapat meningkatkan produksiASI karena adanya polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks prolaktin untuk memproduksi ASI, serta merangsang hormon oksitosin untuk memacu pengeluaran dan pengaliran ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi tepung terigu dengan tepung daun katuk sehingga diperoleh biskuit laktogenik dengan karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik yang terbaik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai substitusi tepung daun katuk dalam pembuatan biskuit. Harapannya, penggunaan tepung daun katuk pada biskuit dapat digunakan sebagai pangan fungsional bagi ibu menyusui.

Pembuatan tepung daun katuk, daun katuk segar direbus dengan suhu 100 C selama 5 menit. Ditambahkan natrium bikarbonat sebanyak 200 ppm. Daun katuk dikeringkan dalam pengering kabinet selama 4 jam. Selanjutnya daun katuk kering dihancurkan, dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu dan tepung daun katuk dengan perbandingan (90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 50:50).Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan berdasarkan pada metode indeks efektivitas dengan karakteristik fisik dan penilaian kesukaan panelis (organoleptik) diperoleh biskuit laktogenik terbaik dengan proporsi tepung terigu : tepung daun katuk 90 : 10 dengan nilai untuk masing-masing parameter fisik adalah tingkat kecerahan 42,8; derajat kekuningan 23,00; derajat kemerahan 6,73; tekstur 10,2; pengembangan volume 7,22. Tingkat kesukaan panelis terhadap perlakuan terbaik adalah untuk warna biskuit laktogenik sebesar 5,35; aroma sebesar 5,00; rasa sebesar 5,7; dan kerenyahan sebesar 5,65. Biskuit laktogenik yang tersubstitusi tepung daun katuk memiliki efek laktagogum dibuktikan dengan adanya pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi ASI yang ditunjukkan dengan pertambahan berat badan anak tikus yang diamati selama 15 hari. Biskuit tersebut memiliki karakteristik kimia dengan kadar abu, kadar protein dan kadar lemak yang semakin meningkat. Serta kadar air dan kadar karbohidrat yang semakin menurun.
0

4.

Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Katuk (sauropus androgynus) sebagai Antibakteri terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (mrsa) secara in vitro. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan galur

spesifik dari bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antimikroba semua turunan penicillin dan methicillin serta antimikroba spektrum luas betalactamase resisten penicillin. Infeksi MRSA terbukti lebih berbahaya,

dibandingkan kasus Staphylococcus biasa karena resisten terhadap pengobatan. Selain itu, bakteri MRSA merupakan penyebab penting dari infeksi nosokomial

atau didapat dari rumah sakit. Oleh karena itu, perlu dikembangkan alternatif pengobatan sebagai solusi mengatasi masalah resistensi antibiotik. Salah satu tanaman yang telah banyak dimanfaatkan secara tradisional namun belum banyak diteliti aktivitas antibakterinya adalah Katuk (Sauropus androgynus). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antibakteri ekstrak etanol daun katuk terhadap MRSA secara in vitro. Metode yang digunakan adalah uji dilusi tabung yang terdiri atas tahap penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Daun Katuk (Sauropus androgynus) yang digunakan adalah daun katuk tua yang berwarna hijau tua yang didapatkan dari Balai Materia Medika, Batu, Malang. Ekstrak etanol daun katuk didapatkan dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi, kemudian dilakukan penyaringan dan penguapan dengan menggunakan rotary-evaporator. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi ekstrak etanol daun katuk terendah yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri MRSA yang ditandai dengan kejernihan dalam tabung. Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah konsentrasi ekstrak etanol daun katuk terendah yang mampu membunuh bakteri MRSA yang dapat dilihat dari tidak adanya koloni yang tumbuh pada agar plate atau jumlah koloni kurang dari 0,1% dari jumlah koloni pada original inoculum. Konsentrasi ekstrak etanol daun katuk yang digunakan adalah 4%, 6%, 8%, 10%, 12%, 14%, dan 16% v/v, sedangkan konsentrasi MRSA adalah 106 CFU/ml. Dari pengamatan pada dilusi tabung dapat ditentukan bahwa KHM ekstrak etanol daun katuk terhadap MRSA adalah pada konsentrasi 14% v/v. Selanjutnya dilakukan penggoresan pada NAP untuk mengamati pertumbuhan koloni MRSA, sehingga KBM didapatkan pada konsentrasi 16% v/v. Hasil ini diduga disebabkan karena semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula konsentrasi bahan aktif yang berpengaruh terhadap pertumbuhan MRSA, sehingga pertumbuhan MRSA menjadi semakin

sedikit.Kandungan ekstrak etanol daun katuk yang diperkirakan berperan sebagai antibakteri adalah saponin, flavonoid, dan tannin. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun katuk memiliki efek antibakteri terhadap MRSA secara in vitro.

2.5 Dampak Negatif dari Penggunaan Daun Katuk Selain memiliki kelebihan, daun katuk ternyata juga menyimpan sejumlah kekurangan. Selain membantu proses metabolisme di dalam tubuh, glukokortikoid hasil metabolisme senyawa aktif daun katuk dapat mengganggu penyerapan kalsium dan fosfor, baik kalsium dan fosfor yang terdapat dalam daun katuk itu sendiri maupun dalam makanan lain yang disantap bersama masakan daun katuk. Pernah dilaporkan bahwa pada orang yang mengonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2 minggu hingga 7 bulan, terjadi efek samping dengan gejala sulit tidur, tidak enak makan, dan sesak napas. Namun, gejala-gejala tersebut menghilang setelah 40 - 44 hari penghentian konmumsi jus daun katuk. daun katuk mengandung papaverina, suatu alkaloid yang juga terdapat

pada candu (opium). Konsumsi berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti keracunan papaverin. Terlalu banyak mengkonsumsi daun katuk dapat terjadi kelainan paru-paru seperti bronkiolitis yang permanen, dianjurkan sebelum mengkonsumsi daun katuk lebih baik di rebus terlebih dahulu untuk menghilangkan sifat anti protozoa yang artinya adalah membunuh racun yang terkandung di daun katuk tersebut. Sedangkan maksimal mengkonsumi daun katuk ini adalah 50 g per hari.

BAB III PENUTUP

4.1

KESIMPULAN

1. Fitosterol, -karoten, vitamin C dan -tokoferol yang terdapat pada daun katuk berguna untuk meningkatkan fertilitas dan daya tetas pada puyuh.

2. Fitosterol pada daun katuk dapat digunakan untuk menghasilkan produk puyuh yang rendah kolesterol.

4. Flavonoid, saponin, dan tanin yang terdapat didalam daun katuk memiliki efek enti bakteri terhadap MRSA secara in vitro.

4. Konsumsi daun katuk secara berlebih dapat mengakibatkan: a. b. c. mengganggu penyerapan kalsium dan fosfor di dalam tubuh. sulit tidur, tidak enak makan, dan sesak napas. kelainan paru-paru seperti bronkiolitis yang permanen.

4.2

SARAN

Perlu dilakukan penelitian pada bagian tanaman lain seperti pada akar, batang dari tanaman pohon katuk untuk mengetahui adakah senyawa atau zat yang bisa dimanfaatkan seperti daun katuk.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like