You are on page 1of 40

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT & LAPORAN KASUS MARET 2014

REFERAT: GANGGUAN FOBIA (F40) LAPORAN KASUS: SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

Disusun Oleh: Nur Arifah Binti Mohd Said C 111 10 841

SUPERVISOR: Dr. dr. H. Faisal Idrus, SpKJ (K)

PEMBIMBING: dr. Uyuni Azis

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama NIM Judul Kasus

: Nur Arifah Binti Mohd Said : C111 10 841 : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Judul Refarat : Gangguan Fobia (F40)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2014

Supervisor Pembimbing

Residen Pembimbing

Dr. dr. H. Faisal Idrus, SpKJ (K)

dr. Uyuni Azis

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan .................................................................................. 2 Daftar Isi ................................................................................................... 3 Laporan Kasus...4 I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. IX. X. XI. Pendahuluan..23 Definisi..24 Klasifikasi..25 Epidemiologi ............................................................................................. 26 Etiologi ...................................................................................................... 26 Gambaran Klinis.29 Diagnosis................................................................................................... .31 Diagnosis Banding .................................................................................... .34 Penatalaksanaan ........................................................................................ .35 Prognosis ................................................................................................... .38 Kesimpulan ............................................................................................... .39 Daftar Pustaka ........................................................................................... .40 Lampiran Referensi

LAPORAN KASUS PSIKOTIK F20.0 Skizofrenia Paranoid

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat Pendidikan Terakhir Masuk RSKD Status Perkahwinan

: Tn Y : 25 tahun : Laki-laki : Islam : Tukang parkir : Jl. Bilawiayah No. 13, Panaikang, Makassar : SD : 16 Februari 2014 : Belum menikah

II.

ALLOANAMNESIS

Nama Agama Pekerjaan Pendidikan Alamat

: Ny. R : Islam : Ibu rumah tangga : SD : Tello Panaikang, Makassar

Hubungan Dengan Pasien : Ibu

III.

ANAMNESA

A. Keluhan Utama Gelisah

B. Riwayat Gangguan Sekarang Pasien sering gelisah dan tidak tenang yang dialami sejak sehari sebelum dibawa ke RSKD Dadi. Pasien melempar barang-barang dirumahnya, sering bicara sendiri, tertawa sendiri dan kadang telanjang dirumahnya. Pasien mudah emosi sehingga mengamuk. Pasien juga sering tidak dapat tidur nyenyak pada waktu malam dan mondar-mandir ke rumah keluarga. Pasien juga ada mendengar suara-suara bisikan dan melihat bayangan, yang diantaranya berupa cahaya putih. Pasien masih bisa makan dan minum dengan teratur. Pasien sering merasakan sering dibeda-bedakan oleh keluarganya. Selain itu, pasien mengatakan bahwa dia jadi begini karena masalah ekonomi keluarga dan sering memikirkan masalah tentang perkembangan Indonesia. Pasien juga mengakui bahwa dia mempunyai kemampuan indera ke-6 yaitu membaca aura dan pikiran orang lain. Perubahan perilaku pasien terjadi sejak 4 tahun yang lalu. Pasien sudah 2 kali masuk RSKD . Pertama kali pada tahun 2011 dan dirawat selama 1 minggu. Kedua kalinya juga pada tahun 2011 dan dirawat selama 3 bulan. Pasien dimasukkan ke RSKD dengan keluhan gelisah kedua-duanya. Pasien tidak mau minum obat (warna pink, orange, putih) yang diberikan RSKD, namun pasien hanya minum obat yang berwarna putih (THD). Hendaya sosial terlihat dari pasien karena pasien tidak dapat berinteraksi dengan tetangga dan keluarganya sebagaimana mestinya karena kondisi pasien yang mudah emosi dan sering marah-marah sehingga menyebabkan keluarganya takut padanya. Pasien juga mengalami hendaya pekerjaan karena tidak dapat bekerja seperti biasa. Selain itu, hendaya dalam penggunaan waktu senggang juga dapat terlihat dari pasien karena pasien tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Faktor stressor psikososial sangat terlihat dimana pasien sering merasa dibeda-bedakan oleh keluarga. Pasien mengakui hubungannya dengan keluarga kurang baik dan sering bertengkar. Pasien merasakan keluarganya mahu menyingkirkannya dengan mengirimnya ke RSKD.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya Pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya sebanyak 2 kali. Kali pertama pada tahun 2011, dirawat selama 1 minggu dan kedua kalinya pada tahun 2011 juga, dirawat selama 3 bulan. Pasien masuk RSKD dengan keluhan gelisah kedua-dua kalinya. Dokter telah memberikan obat yang berwarna pink, putih, dan orange tapi pasien hanya minum obat yang berwarna putih saja.

Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya didapatkan pasien pernah mengalami kecelakaan motor sewaktu sekolah dan yang terluka ialah dadanya. Tiada riwayat infeksi dan juga kejang. Pasien sering merokok kurang lebih dua bungkus sehari dan pasien juga ada minum ballo sewaktu tidak bisa tidur malam.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi Pada riwayat prenatal dan perinatal ( usia 0-1 tahun), pasien lahir normal tanpa komplikasi dirumah dibantu dukun pada 30 Januari 1989. Pasien lahir cukup bulan dan tidak ada cacat bawaan. Pasien merupakan anak yang diinginkan. Ibu pasien tidak mengalami masalah selama mengandung pasien. Pada riwayat masa kanak-kanak awal ( usia 1-3 tahun), perkembangan dan pertumbuhan pasien baik. Pasien tidak pernah mengalami sakit parah. Hubungan dengan saudara-saudaranya cukup baik. Pada riwayat masa kanak-kanak pertengahan (usia 4-11 tahun), pasien tamat SD di salah satu sekolah di Tello Panaikang. Prestasi pasien di sekolah biasa saja. Pasien seorang yang peramah dan periang serta banyak temannya. Pada riwayat masa kanak-kanak akhir dan remaja ( usia12-18 tahun), pasien tidak melanjutkan sekolah di tingkat SMP dan SMA. Pada riwayat masa dewasa (>18 tahun), pasien tidak melanjutkan pendidikan karena bekerja membantu keluarga. Pasien bekerja sebagai tukang parkir di Indomaret. Pasien masih belum menikah. Saat masih normal, pasien taat menjalankan perintah agama. Namun sewaktu diwawancara pasien mengatakan bahwa dia seorang Islam dan juga Kristian.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga

Keterangan : Laki-Laki Perempuan

Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara (, , ). Hubungan pasien dengan keluarga tidak baik. Pasien mengatakan bahwa keluarganya sering mengungkit kisah lalu pasien dan hal ini membuatkan pasien marah. Terdapat riwayat penyakit jiwa dalam keluarga yaitu sepupunya.

F. Situasi sekarang Sebelum sakit pasien tinggal bersama orang tuanya. Pasien juga mengakui mengalami kesulitan ekonomi dalam keluarga. Hubungan pasien dengan tetangga dan teman-temannya masih baik. 6

G. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya Pasien merasa dirinya tidak sakit.

IV.

STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum 1. Penampilan : Tampak laki-laki, kulit agak gelap, memakai baju kaos putih dan celana pendek. Wajah sesuai umur, perawakan sedang dan perawatan diri cukup. 2. Kesadaran : Berubah 3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah 4. Pembicaraan : Lancar, spontan, intonasi agak tinggi 5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati dan Perhatian 1. Mood : Baik 2. Afek : Restriktif 3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan 4. Keserasian : Serasi C. Fungsi Intelektual (Kognitif) 1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai dengan taraf pendidikan 2. Daya konsentrasi : Cukup 3. Orentasi - Waktu : Baik - Tempat : Baik - Orang : Baik 4. Daya ingat - Jangka panjang : Cukup - Jangka pendek : Baik - Jangka segera : Baik 5. Pikiran abstrak : Terganggu 6. Bakat kreatif : Tidak ada 7. Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup

D. Gangguan Persepsi 1. Halusinasi : Halusinasi auditorik (+). Pasien mendengar suara-suara yang banyak dan ada yang dikenalinya. Suara itu sering mengatakan pergi dari rumah, tapi ada juga mengatakan hal-hal yang baik dan positif. : Halusinasi visual (+). Pasien melihat bayangan seperti cahaya putih. 2. Ilusi : Tidak ditemukan 3. Depersonalisasi : Tidak ditemukan 4. Derealisasi : Tidak ditemukan E. Proses Berpikir 1. Arus pikiran : a. Produktivitas : Cukup b. Kontinuitas : Kesan membanjir, asosiasi longgar c. Hendaya berbahasa : Tidak ada 2. Isi pikiran : a. Preokupasi : Tidak ada b. Gangguan isi pikiran : Waham kebesaran (+). Pasien mengaku memiliki indera ke-6 dan bisa membaca pikiran orang. : Waham curiga (+). Pasien merasa keluarganya mau menyingkirkannya dengan mengirimnya ke RSKD. F. Pengendalian Impuls Terganggu G. Daya Nilai 1. Normo sosial : Terganggu 2. Uji daya nilai : Baik 3. Penilaian realitas : Terganggu H. Tilikan (Insight) Derajat 1 (penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit) I. Taraf Dapat Dipercaya Dapat dipercaya

V.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik : Status Internus Tekanan darah :120/80 mmHg Nadi Suhu tubuh Pernapasan : 76x/menit : 36.6C : 20x/menit

Ektremitas atas dan bawah tidak ada kelainan

Status neurologis Glasgow Coma Scale (GCS) 15 ( E4M6V5) Fungsi motorik : derajat kekuatan motorik 5 (kekuatan penuh untuk beraktivitas) Fungsi sensorik (tes nyeri nyeri, suhu, raba halus, gerak, tekan) pasien normal

VI.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang laki-laki berumur 25 tahun datang ke UGD RSKD pada tanggal 16 Februari 2014 dengan keluhan utama sangat gelisah dan tidak tenang sejak sehari yang lalu, yakni pada tanggal 15 Februari 2014. Pasien melempar barang-barang di rumahnya, sering bicara dan tertawa sendiri. Pasien kadang telanjang di rumahnya. Pasien mudah emosi sehingga mengamuk. Pasien juga sering tidak dapat tidur nyenyak pada waktu malam dan mondar-mandir ke rumah keluarga. Pasien sering merasakan dibeda-bedakan oleh keluarganya. Pasien juga mengatakan bahwa keluarganya mau menyingkirkannya dengan menghantarnya ke RSKD. Perubahan perilaku bermula sejak 4 tahun yang lalu dan sudah 2 kali masuk RSKD sebelumnya dengan keluhan yang sama. Riwayat minum obat (warna putih, pink, orange) yang pernah diberikan RSKD tidak teratur. Pasien cuma minum obat yang berwarna putih. Pada status mental didapatkan tampak seorang laki-laki wajah sesuai umur, kulit agak gelap, penampilan cukup rapi, memakai baju kaos putih, celana pendek hijau tua, cara jalan biasa, kesadaran berubah, perilaku dan aktivitas psikomotor agak gelisah. Pembicaraan spontan, lancar dan intonasi agak tinggi. Pasien kooperatif, mood baik, afek restriktif, empati tidak dapat dirabarasakan dan keserasian serasi. Pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai tingkat pendidikannya. Daya konsentrasi cukup, orientasi dan daya ingat baik, pikiran abstrak terganggu, kemampuan menolong diri sendiri cukup. Produktivitas cukup, kontinuitas kesan membanjir dan asosiasi longgar, tidak ada hendaya berbahasa.

Preokupasi tidak ada dan uji daya nilai baik. Selain itu, didapatkan juga halusinasi auditorik dan gangguan isi pikir berupa waham kebesaran (+), pasien mengaku punya indera ke-6 dan bisa membaca pikiran orang, dan juga waham curiga (+), pasien yakin orang rumahnya mahu menyingkirkannya dengan mengirimnya ke RSKD. Tilikan berupa Insight derajat I yakni penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit, dan dapat dipercaya.

Pemeriksaan fisis ditemukan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76x/menit, pernafasan 20x/menit dan suhu 36,6C.

VII.

FORMULASI DIAGNOSTIK

i.

Pada pasien didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu gelisah, dan tidak tenang, pasien melempar barang-barang di rumahnya, pasien sering bicara serta tertawa sendiri. Pasien kadang telanjang di rumah, mudah emosi sehingga pasien mengamuk dan tidak dapat tidur nyenyak pada waktu malam serta mondar-mandir ke rumah keluarga. Pasien juga tidak mau minum obat yang diberikan RSKD Cuma minum obat yang berwarna putih. Perubahan perilaku dialami sejak 4 tahun yang lalu sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami Gangguan Jiwa.

ii.

Berdasarkan pemeriksaan status mental, pasien mengalami gangguan isi pikiran berupa waham kebesaran. Pasien mengaku memiliki indera ke-6 dan bisa membaca pikiran orang, normo sosial serta penilaian terhadap realitas terganggu, sehingga terjadi hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin, sehingga digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Psikotik.

iii.

Pada pemeriksaan status internus, tidak ditemukan kelainan dan pada pemeriksaan neurologis juga tidak dapat ditemukan adanya kelainan organobiologik, sehingga kemungkinan gangguan mental organik dapat disingkirkan dan pasien digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Psikotik Non-Organik.

iv.

Berdasarkan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), diagnosis pasien diarahkan pada Skizofrenia Paranoid (F20.0) karena ditemukan pasien sangat gelisah dan tidak tenang, afek yang restriktif, pikiran abstrak yang terganggu, ada halusinasi auditorik dan visual, waham kebesaran dan waham curiga serta arus pikiran dengan kontinuitas kesan membanjir dan asosiasi longgar, normo sosial dan penilaian realitas

10

juga terganggu sehingga sulit untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan aktivitas seharian. VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala klinis berupa gelisah dan tidak tenang, pasien melempar barang-barang di rumahnya, pasien sering bicara serta tertawa sendiri. Pasien kadang telanjang di rumah, mudah emosi sehingga pasien mengamuk dan tidak dapat tidur nyenyak pada waktu malam serta mondar-mandir ke rumah keluarga. Pasien juga tidak mau minum obat yang diberikan RSKD cuma minum obat yang berwarna putih. Perubahan perilaku dialami sejak 4 tahun yang lalu sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami Gangguan Jiwa. Berdasarkan pemeriksaan status mental, pasien mengalami gangguan isi pikiran berupa waham kebesaran. Pasien mengaku memiliki indera ke-6 dan bisa membaca pikiran orang, normo sosial serta penilaian terhadap realitas terganggu, sehingga terjadi hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin, sehingga digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Psikotik. Pada pemeriksaan status internus, tidak ditemukan kelainan dan pada pemeriksaan neurologis juga tidak dapat ditemukan adanya kelainan organobiologik, sehingga kemungkinan gangguan mental organik dapat disingkirkan dan pasien digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Psikotik Non-Organik. Berdasarkan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), diagnosis pasien diarahkan pada Skizofrenia Paranoid (F20.0) karena ditemukan pasien sangat gelisah dan tidak tenang, afek yang restriktif, pikiran abstrak yang terganggu, ada halusinasi auditorik dan visual, waham kebesaran dan waham curiga serta arus pikiran dengan kontinuitas kesan membanjir dan asosiasi longgar, normo sosial dan penilaian realitas juga terganggu sehingga sulit untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan aktivitas seharian. Diagnosis bandingnya yaitu epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan paranoid involusional (F22.8) dan paranoia (F22.0).

11

Aksis II

Pasien sebelumnya seorang yang peramah dan banyak teman.

Aksis III

Tidak ada diagnosis.

Aksis IV

Masalah keluarga dan kewangan/ekonomi.

Aksis V

Global Assesment of Functioning (GAF) Scale = 50-41, yaitu gejala berat (serious), disabilitas berat.

IX.

DAFTAR PROBLEM

Organobiologik : Diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakoterapi. Psikologik : Ditemukan adanya hendaya berupa halusinasi auditorik, visual, waham kebesaran dan curiga sehingga menimbulkan gejala psikis, maka pasien memerlukan psikoterapi.

Sosiologik : Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga memerlukan sosioterapi.

X.

DISKUSI PEMBAHASAN

Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) :

Skizofrenia Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)

12

dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) : a) - thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau - thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya, (withdrawal); dan - thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus); - delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c) halusinasi auditorik : - suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau - jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai 13

hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (selfabsorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Skizofrenia Paranoid (F20.0) Memenuhi criteria umun diagnosis skizofrenia. Sebagai tambahan : - halusinasi dan/atau waham harus menonjol; a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing); b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol; c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas; - gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.

XI.

RENCANA TERAPI

Psikofarmakoterapi : Haloperidol 5mg 3x1/2 Chlorpromazine 100mg 0-0-1

Psikoterapi Supportif : Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa lega. Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya dan menganjurkan untuk berobat teratur. Sugestif : Menanam kepercayaan dan meyakinkan bahwa gejalanya akan hilang dengan meningkatkan motivasi diri pasien.

14

Sosioterapi : memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan dukungan moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar dapat membantu proses penyembuhan.

XII.

PROGNOSIS

Dubia et bonam. Adapun faktor pendukung maupun faktor penghambat adalah seperti berikut : Faktor pendukung : Mempunyai faktor stressor yang jelas Riwayat pre morbid sosial yang baik Tidak terdapat kelainan interna dan neurologi Keinginan pasien untuk berobat dan sembuh

Faktor penghambat : Perlangsungan masalah yang sudah lama Status sosio-ekonomi rendah Belum menikah

XIII.

LAMPIRAN WAWANCARA

Autoanamnesa (Jumat, 28 Februari 2014) (DM : Dokter Muda. P : Pasien) DM P DM P DM P DM P DM : Assalamualaikum, sore pak. Saya Arifah, dokter muda yang bertugas di sini. : lye, iye. : Bisa kita bicara sebentar? : lye, bisa. : Siapa namanya bapak? : Nama saya Tn Y yah. : Berapa umur ta' pak? : Umur saya 25 tahun. : Kita tinggal dimana?

15

P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P

: Tello, Jl. Bilawaiyah No. 13. : Jadi, kita dirawat disini karena apa pak? : Saya disini karena saya ada penyakit yah. : Apa penyakitnya pak? : Pertama sering gelisah..Cuma tidak tenang. : Disini saya lihat bapak ada mengamuk? (sambil menunjuk status pasien). : Yah mengamuk ini, saya kira cuma meraba tangannya ibu, yah. : Sejak kapan bapak gelisah, mengamuk? : Sudah lama. Saya gelisah yah, bukan mengamuk yah. (intonasi tinggi) : lye, sudah berapa kali bapak masuk di RS? : Sudah 3 kali. : Yang kali pertama itu kapan pak? : Waktu 2011, kali kedua 2011 juga. : Yang pertama kali berapa lama? : 1 minggu, yang kedua 3 bulan. : Jadi, kenapa bisa bapak gelisah? : Itu mi sus saya bilang saya gelisah karena bagaimana saya tidak tenang yah, tapi kita namanya tinggal di Makassar, kehidupannya pas-pasan.

DM P DM P DM P DM P DM P DM

: Jadi ada bapak dengar suara-suara di telinganya bapak? : Ada. : Kayak apa suaranya pak? : Macam-macam. Anak, cowok, cewek, ibu, bapak. : Kita kenal suaranya? : Ada yang kenal. : Siapa namanya? : Namanya Dapit Doko. : Yang cowok itu? : lya, yang cowok, betul sekali. Yang cewek tidak tahu. : Kita lihat siapa yang bisiki ta'? 16

P DM P

: Hm..yang bisiki saya itu...suara azan. : Selain suara azan, ada kita lihat kayak bayangan? : Ya, cuma bayangan ya, kita ini tinggal di lingkungan yang banyak penduduknya, karena yang ini cumaya lihat bayangan kayak bayangan yang begitu aja yang ada.

DM P DM P DM P DM P

: Kalau kayak cahaya? : Ada. : Warna putih? : Ya, warna putih. : Terus apa yang dibilang suaranya? : Yang baik-baik, yang bawa kebaikan. : Ada dia suruh bapak bikin sesuatu? : Pernah disuruh k be rbuat..vang mencelakai itu bukan ya, waktu kurang lebih 1 bulan, saya bilang saya tidak bisa. Dibilangi pergi ko dari rumah.

DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P

: Tapi suara itu tidak menyuruh bapak mencelakai orang? : Tidak. : Terus, riwayat minum obatnya bagaimana bapak? : Rajin, teratur. : Waktu yang tahun 2011, teraturji? : Yah teratur. : Jadi kenapa bisa masuk lagi ke sini? : Katanya sih mengamuk terus. : Yang kali ketiga ini dibilangnya keluarga ta' mengamuk? : Mengamuk. : Kenapa bisa mengamuk? : Saya tidak tau itu. Saya cuma raba tangannya mamaku ya. : Maksudnya, mamanya salah anggap begitu? : Ya, salah sangka yah. : Waktu keluarga ta' mau hantar bapak ke sini, bapak tidak melawan? : Tidak. lya mau ji. Karena banyak temanku di sini. 17

DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM

: Tidurnya bagaimana pak? : Yang diluar atau di sini? : Yang diluar waktu sakit. : Diluar gelisah. Mondar-mandir yah. : Mondar-mandir waktu malam? : Ya. : Pikirkan masalah pak? : Pikirkan perkembangannya Makassar. : Kalau disini tidurnya bagaimana? : Enak sekali sus. Saya suka di sini. : Kalau bapak tidak tidur, jalan-jalan waktu malam itu, bapak sering ke mana? : Ke rumahnya keluarga, ke rumahnya teman. : Minum-minum? : Biasa minum-minum, minum ballo. Merokok. : Oh, merokok juga? : Aah, iya. : Terus, makan minumnya bagaimana pak? : Teratur. : Waktu sakit juga teratur ya? : Teratur juga dok. : Yang terbaru ini sejak kapan bapak mengamuk? : Sebelum saya masuk toh. 1 hari sebelum masuk. : Di mana lahimya, bapak? Di rumah atau RS? : Di rumah oleh dukun. : Ada masalah waktu kita dilahirkan? : Tidak ada masalah, cuma ada ari-ari..(menunjuk ke leher dan kepala) : Oh ada ari-ari di leher ta kayak terlilit? : Iya. : Perkembangan waktu kecil bagaimana pak? 18

P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P

: Mulai dari kecil sampai besar baik-baik aja, pertumbuhan mantap, ok. : Bapak kira, bapak ini seorang pendiam atau peramah, periang orangnya? : Saya itu memang peramah orangnya. : Banyak temannya ya? : Iya. : Kita bekerja di mana sebelumnya? : Tukang parkir, Indomaret. : Terus berhenti karena sakit'? : Karena sakit. Iya. : Bapak belum menikah kan? : Belum. : Sekarang bapak tinggal sama siapa kalau di luar RS? : Sama keluarga. Saya banyak punya keluargaku diluar. : Berapa saudara kita? : Tiga. : Bapak anak ke berapa? : Ketiga, anak bongsu. : Siapa-siapa saja itu? : Yang pertama cewek, namanya Sita, yang kedua cowok, Deni. : Bagaimana hubungan sesama tetangga? : Hubungan sama tetangga akrab. : Sama keluarga ta'? : Yah begitulah. Keluargaku itu selalu bikin saya marah-marah. Seringki juga ungkitungkit masa laluku. Untuk apa diungkit lagi? Begitu. Kayaknya mereka senang liat saya di sini.

DM P DM P

: Oh begitu. Di sini saya lihat bapak telanjang di rumah, tidak berbusana va? : Ya itu karena lagi buru2, karena mau pergi kerja yah. : Bapak sering marah-marah dirumah? : Kalau dirumah, keadaannya..karena saya juga ada perasaan yah. 19

DM P DM P

: Tapi ada alasan bapak marah-marah? : Ada alasannya. Karena suara-suara. : Maksud bapak, suara itu yang suruh kita marah-marah? : Suaranya jengkel. Saya bilang bikin apa ko dalam hidupku. Kenapa bisa muncul. Saya jengkel toh. Bikin pusing saya. lyo, namanya kan berinteraksi indera ke-6. Namanya begitu.

DM P

: Jadi bapak berinteraksi sama suara itu? : Saya lawan itu suara. Saya lawan baca doa. Karena saya tidak bisa musnahkan. Kalau saya bisa musnahkan, saya musnahkan itu. Seksa dia.

DM P DM P

: Suaranya itu mau mencelakai bapak atau tidak? : Tidakji, dia memang baik aja. : Bapak pernah kecelakaan? : Pernah, waktu itu, waktu sekolah ya, kelas 1 bawa motor, saya disambar pas di..kalau tidak salah di lampu kiri ya, di halangi jalanku, di depan belok jalannya ditutup. Kena sakit dadaku, jadi 3 hari sakit di dadaku. Sakit terus.

DM P

: Kalau di kepala pernah terbentur? : Pernah juga di kepala. Terbentur. Tabrakan lagi. Keras itu. Lari 180 itu motor pa. Dia hentam itu mobil Kijang. Keras pa'. Terbentur. Tapi saya tidak tau ya kalau ada gangguan yah. Jadi ndak tau yah. Saya tidak tau.

DM P DM P DM p DM P DM P

: Bapak merokok? : Merokok. : Kira-kira berapa batang sehari? : 2 bungkus. : Terus, ada minum alkohol? Atau hallo? : Ballo aja. : Berapa banyak pak? : Biasa...l botol aja. : Sebelum ini pernah demam tinggi? : Pernah. Sering juga kena demam. 20

DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P DM P

: Ada kejang-kejang pak? : Kejang tidak. : Bapak tau dimana bapak sekarang? : Di Rumah Sakit Dadi dok. : Bapak tau hari ini hari apa, dan tahun berapa sekarang? : Ya, hari ini hari Jumat, tanggal 28 bulan dua ya. Tahunnya 2014. : Sekarang siang atau malam pak? : Sekarang sore dok. : Apa yang bapak rasakan hari ini? : Aman ji. Tenang. : Ada mimpi-mimpi buruk? : Tidak ada dok. : Bapak punya kelebihan? : Oh saya bisa breakdance, menyanyi. : Selain itu, apa kelebihan bapak yang orang lain tidak punya? : Saya punya indera ke-6 dok. : Apa itu indera ke-6 pak? Bisa jelaskan? : Indera ke-6 itu dok, saya bisa baca aura di dalam kepala dok. Sebentar saya mau baca aura dok (merenung DM). Dok, kita ada aura panas. Aura panas itu, maksudnya dok ini baik orangnya.

DM P DM

: Oh, kita pernah baca pikirannya orang lain? : Saya bisa dok. Mau saya baca pikiran dok sekarang? : Oh, tidak apa-apa. Tidak usah. Maaf pak, saya lupa bertanya, kita pernah ketawa atau menangis sendiri sebelumnya?

P DM P

: Ada dok. Saya menangis karena sedih mengenang masa laluku. : Kenapa dengan masa lalu kita pak? Bisa ceritakan? : Ya..begini, masa laluku itu..saya mau sekali menikah sama pacarku, tapi mamaku tidak kasi k' dok.

21

DM

: Oh begitu. Terus, maaf ya pak kalau pertanyaan saya ini menyinggung perasaan kita. Ada kita ambil obat-obat lain?

P DM P DM 1P I DM P DM P DM P

: Tidak. Cuma obat THD sama bodrex. Itu saja. Bukan obat ya yang bikin saya begini. : Pak, ini saya ada kuis yang akan saya tanyakan sama bapak, bisa ya? : Oh iya. Bisa ji dok. : Presidennya Indonesia sekarang siapa pak? : SBY. Tapi baru-baru ini SBY mau turun kan. : Bapak, kalau 100 dikurangi 7 itu berapa? : Itu saya tau, 93 dok. : Kalau dikurangi 7 lagi? : Nah..itu saya tidak. (ketawa) : Kita tau tidak maksudnya tangan panjang? : Mencuri dok. Begini ya, kan kalau namanya tangan panjang itu, tangannya panjang kira - kira 3 jengkal toh. Nah, titik pertemuan tangan panjang itu disini (sambil menunjuk tangannya). Begitu dok kalau orang suka mencuri.

DM P DM P DM P DM P DM P

: Terus, kalau kita lihat dompet dijalan, apa yang kita bikin? : Saya kembalikan pada polisi. : Tahun berapa kita lahir? : Tahun 1989 dok. : Coba kita ulangi kata-kata yang saya ucapkan, "motor, mobil, pesawat". : Motor, mobil, pesawat. : Bapak masih ingat nama saya pak? : Tidak dok. : Ok. Makasih banyak pak atas waktunya. : lye dok. Sama-sama dok.

22

GANGGUAN FOBIA BAB I : PENDAHULUAN


1. LATAR BELAKANG
Rasa takut (fear) tentunya pernah dirasakan oleh semua orang, biasanya berhubugan dengan suatu malapetaka atau bahaya yang mengancam dan menimbulkan rasa emosi yang tidak nyaman, kuatir, cemas, pucat, berkeringat, rambut berdiri, pupil yang membelalak, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, aliran darah meningkat ke dalam otot, pernapasan memburuk, konduksi dikulit meningkat (skin conductance, psychogalvanic skin response), frekuensi dari buang air seni dan air besar meningkat, semua disebabkan oleh sekresi adrenalin didalam aliran darah. Keadaan takut ini bila melampaui ketahanan seorang dapat menimbulkan rasa akan pingsan dan sungguh terjadi pingsan dimana saja.4 Rasa takut kadang berguna untuk memberi tanda bahaya bagi makhluk hidup dan keturunannya. Manusia yang sedang menghadapi suatu yang mendebarkan akan merasa takut juga, hal ini dicerminkan oleh seorang prajurit yang akan terjun dengan payung (parachute), pada saat persiapan akan terjun terdapat perasaan yang bercampur antara takut dan ingin (fear and enthusiasm) bila sampai saat mau terjun, rasa takut menurun dan rasa ingin bertambah, bila hampir mencapai tanah rasa takut bertambah pula, setelah mendarat rasa takut menghilang sama sekali, dan rasa ingin mencapai puncaknya.4 Rasa takut perlu guna segera melaksanakan suatu aksi, dan juga memberi motivasi untuk belajar dan melaksanakan suatu tugas sosial. Namun, rasa takut yang berlebihan sangat mengganggu pelaksanaan tugas yang baik, sehingga hasilnya akan lebih rendah.4 Fobia adalah rasa takut yang kuat dan menetap serta tidak sesuai dengan stimulus, tidak rasional bahkan bagi si penderita sendiri, yang menyebabkan penghindaran objek maupun situasi yang ditakuti tersebut. Apabila cukup menimbulkan penderitaan dan ketidakmampuan maka disebut sebagai Gangguan Fobia. Rasa takut yang umum, ringan, sering muncul, tetapi bersifat sementara (misal takut pada kegelapan, ketinggian, ular) tidak didiagnosis sebagai fobia. Fobia dapat menjadi lebih parah dan dapat berkurang hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun walaupun dapat menghilang secara tiba-tiba. Akan tetapi, pada kasus berat, fobia dapat terus berlanjut hingga puluhan tahun dan secara perlahan berubah menjadi gangguan depresi. Rasa takut pada fobia dapat menyeluruh pada tahap perkembangannya (misalnya, takut pada toko digeneralisasikan lagi menjadi takut pada jalan di depan toko, kemudian digeneralisasikan lagi menjadi takut pada seluruh area perbelanjaan).2

23

BAB II : PEMBAHASAN
2. DEFINISI
Fobia adalah sejenis rasa takut yang khas, berasal dari istilah Yunani phobos yang berarti lari (flight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat (terror). Istilah ini memang telah dipakai sejak zaman Hippocrates.(4) Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan parah pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi adalah berlebihan. Namun demikian, reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam kehidupannya.3 Fobia adalah rasa takut yang sangat dan tak dapat diatasi terhadap suatu keadaan dan tugas yang biasa. (Jaspers, 1923). Fobia adalah rasa takut yang khas yang disadari oleh penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, tetapi tidak dapat mengatasinya. (Ross, 1937) Fobia adalah rasa takut yang hebat tapi tidak masuk akal terhadap suatu keadaan sehingga menghambat penderitanya untuk menuju keadaan berdiam dalam keadaan itu. (Terhune, 1949) Fobia adalah rasa takut yang patologik dan tak sesuai dengan rangsangnya, tidak dapat diatasi dan diterangkan dengan akal. (Laughlin, 1956) Fobia adalah rasa takut yang selalu ada terhadap suatu benda atau pendapat yang dalam keadaan biasa tidak menimbulkan rasa takut. (Errera, 1962) Sebagai suatu kesimpulan dapat diberikan definisi bahwa fobia ialah suatu bentuk rasa takut yang: i. tidak sesuai dengan keadaan lingkungan

ii. tidak dapat diterangkan atau dihilangkan dengan penjelasan iii. tidak dapat diatasi dengan kemauan iv. menyebabkan orang mengelak daripadanya 4 Adapun gangguan fobia itu terbahagi kepada tiga kelompok besar berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), yaitu Agoraphobia, Fobia Sosial dan Fobia Spesifik.

24

3. KLASIFIKASI
Tiga subtipe fobia telah dikenali, semuanya memiliki komponen genetik yang bersifat sedang : i. Agorafobia (F40.0) Agorafobia merupakan jenis fobia yang tersering dan tersukar untuk diatasi oleh para dokter, juga paling sering membutuhkan suatu perawatan didalam rumah sakit bila terlalu hebat rasa takutnya sehingga membuat penderita invalid. Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga di tempat-tempat tertentu seperti jalan yang sibuk, toko yang padat, ruang yang tertutup (seperti di terowongan, jembatan dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara). Pasien mungkin akan memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah. 3,4

ii.

Fobia Sosial (F40.1) Berdasarkan DSM-IV (hal. 416, 300.23), fobia sosial merupakan perasaan takut akan

diperhatikan dengan seksama oleh orang lain ketika berbicara di depan umum, ketika menggunakan kamar mandi umum, wajah kemerahan, atau ketika makan di tempat umum, dan sebagainya. Beberapa pasien terganggu dengan aktivitas sosial yang spesifik dan terbatas, sedangkan yang lain menderita akibat pajanan sosial apapun. Cemas menyeluruh yang jelas, umumnya terdapat pada kasus yang parah. Pasien mengendalikan rasa takutnya dengan cara menghindar, yang akan menimbulkan hendaya sosial.2

iii.

Fobia Spesifik/Khas (F40.2) Berdasarkan DSM-IV (hal.410, 300.29), fobia spesifik merupakan jenis fobia yang tunggal

(monofobia) atau monosymptomatic yang dapat timbul pada tiap usia dan menerus. Biasanya dimulai pada masa kecil, ditemukan pada 10% atau lebih pada populasi (lebih banyak pada wanita), dan memiliki beberapa gejala atau sindrom terkait. Antara contoh fobia spesifik adalah fobia terhadap hewan, badai, ketinggian, darah, jarum, dan sebagainya. 2,4

25

4.

EPIDEMIOLOGI & PREVALENSI


Studi epidemiologis menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan jiwa paling lazim di Amerika

Serikat. Sekitar 5-10 % populasi diperkirakan terkena gangguan yang menyulitkan. Prevalensi seumur hidup fobia sosial sekitar 11 dan prevalensi seumur hidup fobia spesifik dilaporkan sekitar 313 %.
3

Agorafobia sering mulai terjadi terhadap wanita yang berumur di antara 20 hingga 40 tahun. Sebanyak 3,2 miliar penduduk atau kurang lebih 2,2% golongan anak muda yang berumur di antara 18 hingga 54 tahun di Amerika Serikat mengidap agoraphobia. Hampir 60% kasus fobia adalah agoraphobia. Penelitian menunjukkan terdapat dua kategori umur mulainya tanda-tanda agoraphobia pada pesakit yaitu pada umur awal hingga pertengahan 20-an dan juga awal 30-an. 3 Fobia spesifik lebih lazim ditemukan dari pada fobia sosial. .Fobia spesifik lebih lazim pada perempuan dan paling lazim kedua pada laki-laki setelah gangguan terkait zat. Rasio perempuan banding laki-laki sekitar 2:1. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik (disusun dalam frekuensi kemunculan yang berkurang) adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera dan kematian. 3 Sedangkan fobia sosial lebih banyak pada perempuan di banding laki-laki. Usia puncak awitan fobia sosial adalah remaja walaupun awitannya lazim antara usia 5 tahun dan 35 tahun. 3

5. ETIOLOGI
Baik fobia spesifik dan fobia sosial memihki tipe-tipe, dan penyebab tepat dari tipe tersebut kemungkinan berbeda. Bahkan di dalam tipe-tipe, seperti pada semua gangguan mental, ditemukan heterogenisitas penyebab. Patogenesis fobia, jika dimengerti, mungkin terbukti sebagai model yang jelas untuk interaksi antara faktor biologis dan genetika, pada satu pihak, dan peristiwa lingkungan, pada pihak lain. Pada fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera, orang yang terkena mungkin memiliki refleks vasovagal yang kuat yang diturunkan, yang menjadi berhubungan dengan emosi fobik. 3 Teori Psikoanalitik Secara historis, penyebab gangguan fobia ini biasanya dijelaskan dari perspektif psikoanalisis. Dalam kasus fobia, Freud mengusulkan bahwa "phobics" pengungsi kecemasan ke objek atau situasi yang kurang relevan (seperti anjing atau hewan lain), sehingga obyek atau situasi yang ditakuti digunakan untuk melambangkan sumber utama konflik. (1) Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai 26

akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.1,3

Freud menghipotesiskan bahwa fungsi utama kecemasan adalah sebagai memberi sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan bawah sadar yang dilarang mendorong untuk mendapatkan ekspresi sadar, jadi mengubah ego untuk memperkuat dan menyusun pertahannya melawan dorongan instinktual yang mengancam. Selanjutnya, situasi atau objek biasanya adalah sesuatu yang mampu dijauhi oleh seseorang; dengan mekanisme pcrtahanan penghindaran tambahan tersebut, orang dapat lolos dari keccmasan yang serius. (3) Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis. 3 Teori Perilaku Karya Kagan dan lain-lain telah menyarankan bahwa , pada awal usia 18 bulan, anak-anak berbeda sehubungan dengan kecenderungan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, mainan, dan benda-benda . Meskipun sekitar 70 % dari anak-anak agak eksplorasi dalam situasi ini , sekitar 15 % sangat eksplorasi dan 15 % sisanya cukup pemalu dan menarik diri . Perilaku yang ditunjukkan oleh anak-anak pemalu dan menarik diri telah disebut inhibisi prilaku dan telah diusulkan untuk menjadi faktor predisposisi dalam pengembangan fobia sosial dan gangguan kecemasan lainnya . Selain itu, pasien dengan fobia sosial menggambarkan orang tua mereka sebagai ( 1 ) tidak menggalakkan mereka dari bersosialisasi , ( 2 ) ditempatkan tidak semestinya penting pada pendapat orang lain , dan ( 3 ) digunakan malu sebagai sarana disiplin. Prediktor lain dari perkembangan fobia sosial termasuk sejarah masa pemisahan kecemasan , kesadaran diri atau rasa malu pada anak dan remaja , dan frekuensi rendah dari kencan di alam remaja.1,3 Teori Genetika Fobia spesifik dan sosial cenderung berada di dalam keluarga. Penelitian telah melaporkan bahwa duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak saudara derajat pertama dengan fobia spesifik dan sosial dari tipe yang sama. Beberapa data awal menyatakan bahwa kembar monozigotik adalah lebih sering bersesuaian dibandingkan kembar dizigotik, walaupun 27

cukup penting untuk mempelajari kembar yang dibesarkan secara terpisah untuk membantu mengontrol faktor lingkungan. Tetapi, pemeriksaan kembar dan adopsi yang diperlukan belum dilakukan untuk menyingkirkan peranan bermakna transmisi non-genetik. 3 Teori Neurokimiawi Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial telah menciptakan dua hipotesis neurokimiawi spesifik tentang dua jenis fobia sosial. Secara spesifik, penggunaan antagonis adrenergikbeta, sebagai contohnya, propranolol (Inderal) untuk fobia kinerja (performance phobia) (sebagai contohnya, berbicara di depan publik) telah mengembangkan teori adrenergik untuk fobia tersebut. Pasien dengan fobia kinerja mungkin melepaskan lebih banyak norepinefrin dan epinefrin, baik di sentral maupun perifer, dan juga penurunan GABA (Gamma-aminobutiric Acid), dopamine dan serotonin, dibandingkan orang nonfobik, atau pasien tersebut mungkin peka terhadap stimulasi adrenergik tingkat yang normal. Norepinefrin yang terletak di lokus serulens dalam pons, disekresi oleh badan sel yang terletak pada otak dan hipotalamus bagi membantu pengaturan seluruh aktivitas dan perasaan, misalnya peningkatan kewaspadaan. GABA pula bersifat inhibisi dan disekresikan oleh ujung saraf dalam spinal cord, cerebellum, basal ganglia dan korteks serebri. Dopamine juga bersifat inhibisi dan disekresikan oleh neuron di substansia nigra basal ganglia. Manakala serotonin penting dalam perasaan kesejahteraan, maka jika berlaku penurunan akan mengakibatkan kecemasan dan depresi. Pengamatan bahwa inhibitor monoamin oksidase (MAOI) mungkin lebih efektif dibandingkan obat trisiklik dalam pengobatan fobia sosial umum, dikombinasikan dengan data praklinis, telah menyebabkan beberapa peneliti menghipotesiskan bahwa aktivitas dopaminergik adalah berhubungan dengan patogenesis gangguan. Akhirnya, serotonin memainkan peranan didalam fobia karena SSRI terbukti efektif dalam mengobati gangguan ini. 1,3 Teori Struktur Otak

Beberapa bagian otak menjadi kunci dalam produksi rasa takut serta kecemasan di dalam penelusuran masalah fobia. Melalui penelitian syaraf dapat ditemukan peranan berarti amygdala dan hippocampus ketika manusia mengalami kecemasan maupun ketakutan. Amygdala adalah bagian dalam otak manusia dengan bentuk menyerupai almond yang dipercaya berfungsi komunikasi untuk mcnghubungkan bagian penerimaan isyarat atau tanda-tanda dari panca indera dengan bagian penafsiran isyarat pada otak manusia (National Institute of Mental Health 21-22).6

28

Amygdala mengirim perintah kewaspadaan pada seluruh bagian otak atas kehadiran ancaman. Perintah dari amygdala kemudian mampu memicu reaksi berupa rasa cemas serta lakut yang berlebihan atas ancaman yang telah diprediksi terjadi dalam pikiran. Kepekaan amygdala serta tempo dalam merespon kehadiran ancaman akan berbeda dan sifatnya genetis berikut reaksi tubuh misalnya meningkatnya tekanan darah (Ballenger and Tylce 62). Keadaan ini menunjukkan bahwa memori emosional disimpan pada pusat amygdala jelas berperan dalam kecemasan serta ketakutan yang berlebihan seperti jenis fobia khusus atau spesifik, yakni takut pada laba-laba (spiderphobia), takut pada anjing (dogphobia), takut pada ruang tertutup (claustrophobia) dan sebagainya.6 Hippocampus adalah bagian dalam otak yang mengisyaratkan ingatan peristiwa-peristiwa mengancam ke dalam memori manusia. Hippocampus berfungsi mismatch detection, yakni menemukan ketidaksesuaian dan segera mengisyaratkan perhatian dalam pikiran seseorang (Baars 107). Perasaan takut dan cemas menganggu pikiran dan seketika hippocampus berikut bagian otak membangun mekanisme perhatian untuk menyiapkan diri dari peristiwa langsung yang tiba-tiba dapat memasuki kesadaran. Bagian otak yang istimewa ini menjadi lebih kecil pada orang yang mengalami fobia atau memang mengecil ketika manusia merasakan ancaman dapat ditelusuri juga lewat kasus lain sebagai perbandingan. Kemauan untuk membatasi dan membuat ketentuan menjadi penyebab reduksi ukuran hippocampus. 8

6. GAMBARAN KLINIS
Agorafobia Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga di tempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruang yang tertutup (seperti di terowongan, jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara). Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah. Pasien yang menderita secara parah mungkin semata-mata menolak keluar dari rumah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkahwinan, yang dapat keliru didiagnosis sebagai masalah primer. Khususnya sebelum diagnosis yang benar dibuat, pasien mungkin ketakutan bahwa mereka akan gila. Gejala penyerta serangan agoraphobia dapat berupa depresif, kecemasan umum, panik, pusing, depersonalisasi, sesak nafas, rasa tercekik, ketakutan akan kematian dan obsesi. 8

29

Fobia Sosial

Gejala Emosional Sangat takut ketika sedang bersama-sama dengan orang asing Takut situasi sosial di mana ia / dia akan dievaluasi Khawati r mempermalukan dirinya / dirinya sendiri atau membuat adegan Takut ditemukan cemas Emosi cemas seperti telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan pekerjaan Takut berbicara atau bekerja dengan orang lain, karena khawatir bahwa ia / dia mungkin akan mempermalukan dirinya sendiri / dirinya Hindari situasi di mana ia / dia mungkin menarik perhatian 7

Gejala Fisik Blushing (kemerahan) Berkeringat Dengan gemetar, suara gemetar Mual Kesulitan dalam pidato Sakit perut Tangan dan kaki dingin Palpitasi 7

Fobia Spesifik Fobia spesifik yang paling umum adalah rasa takut akan binatang (biasanya laba-laba, ular, atau tikus), terbang (pterygophobia), ketinggian (acrophobia), air, suntikan, transportasi umum, ruang terbatas (claustrophobia), dokter gigi (odontiatophobia), badai, terowongan , dan jembatan.4 Ketika menghadapi objek atau situasi, orang fobia mengalami perasaan panik, berkeringat, perilaku menghindar, kesulitan bernapas, dan detak jantung yang cepat. Kebanyakan orang dewasa fobia menyadari irasionalitas ketakutan mereka, dan banyak bertahan kecemasan intens daripada mengungkapkan gangguan mereka. 4

30

7. DIAGNOSIS
Agorafobia Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti : a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif. b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut; banyak orang/ keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri. c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita menjadi house-bound). 5

Kriteria untuk agorafobia menurut DSM IV : a) Kecemasan berada didalam suatu tempat atau situasi darimana kemungkinan sulit meloloskan diri ( atau merasa malu ) atau dimana mungkin tidak terdapat pertolongan jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobia biasanya mengenai kumpulan situasi karekteristik seperti diluar rumah sendirian, berada ditempat ramai atau berdiri disebuah barisan, berada diatas jembatan atau bepergian dengan bus, kereta, mobil. b) Situasi dihindari ( misalnya, jarang bepergian ) atau jika dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan panik sehingga perlu didampingi teman. 3 Fobia Sosial Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti : a) Gejala psikologis, peilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif. b) Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the family circle). c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.

31

Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agoraphobia, hendaknya diutamakan diagnosis agoraphobia (F40.0). 5 Berdasarkan DSM-IV : a) Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau kinerja di mana orang bertemu dengan orang yang tidak dikenal atau dengan kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Individu merasa takut bahwa ia akan bertindak dalam cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan memalukan atau merendahkan. Catatan: pada anak-anak, harus terdapat bukti adanya kemampuan unluk melakukan hubungan sosial yang sesuai dengan usia dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan harus terjadi dalam lingkungan teman sebaya, dan tidak dalam interaksi dengan orang dewasa. b) Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, yang dapat berupa serangan panik yang berikatan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: Pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, membeku, atau menarik diri dari situasi sosial dengan orang yang tidak dikenal. c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan pada anakanak, ciri ini mungkin tidak ditemukan. d) Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti adalah dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat. e) Penghindaran, antisipasi fobik, atau penderitaan dalam situas sosial atau kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (akademik), atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas tentang menderita fobia. f) Pada individu di bawah usia 18 tahun, durasi sekurangnya adalah 6 bulan. g) Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, dan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan cemas perpisahan, gangguan dismorfik tubuh, gangguan perkembangan pervasif, atau gangguan kepribadian skizoid). h) Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain, rasa takut dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya, misalnya, rasa takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau menunjukkan perilaku makan abnormal pada anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. 3

32

Fobia Spesifik Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti : d) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif. a) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly specific situations). b) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya. Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya agoraphobia dan fobia sosial. 5 Berdasarkan DSM-IV : a) Rasa takut yang jelas dan menetap yangg berlebihan atau tidak beralasan, ditunjukkkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau situasi tertentu (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapatkan suntikan, melihat darah). b) Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respons kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan oleh menangis, tantrum, membeku, atau menggendeng. c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak ada. d) Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadap dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat. e) Penghindaran antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktiviti sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia. f) Pada individu yang berusia di bawah 18 tahun, durasi sekurangnnya adalah 6 bulan. g) Kecemasan serangan panik atau penghindaran fobik berhubungan dengan objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti, gangguan obsesif- kompulsif (misalnya, takut kepada kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari stimuli yang berhubungan dengan stresor yang berat), gangguan cemas perpisahan (misalnya, menghindari sekolah), fobia sosial (misalnya, menghindari

33

situasi sosial karena takut merasa malu), gangguan panik dengan agorafobia, atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik. 3

8. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, di mana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena pasien harus selalu ditemani setiap keluar rumah. 3 Dua pertimbangan diagnosis banding tambahan untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian skizoid. Menghindari situasi sosial seringkali merupakan gejala depresi; tetapi, wawancara psikiatrik dengan pasien kemungkinan mengungkapkan berbagai kumpulan gejala depresif. Pada pasien dengan gangguan kepribadian skizoid, tidak adanya minat dalam hal sosialisasi, menyebabkan perilaku sosial menghindar. 3 Diagnosis lain yang harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis adalah ketakutan akan menderita suatu penyakit, sedangkan fobia spesifik tipe penyakit adalah ketakutan akan tertular penyakit. Beberapa pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memanifestasikan perilaku yang tidak dapat dibedakan dari perilaku seorang pasien dengan fobia spesifik. Sebagai contohnya, pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin menghindari pisau karena mereka memiliki pikiran kompulsif tentang membunuh anak-anaknya, sedangkan pasien dengan fobia spesifik yang melibatkan pisau mungkin menghindari pisau karena ketakutan dirinya akan terpotong. Gangguan kepribadian paranoid dapat dibedakan dari fobia spesifik oleh adanya ketakutan menyeluruh pada pasien dengan gangguan kepribadian paranoid. 3

9. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi

1. Golongan Trisiklik ( Misalnya clomipramine dan imipramin) Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf. 34

Klomipramin : Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari. Imipramin : Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.

2. Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin). Sebagian besar penelitian telah menggunakan phenelzine (Nardil), walaupun beberapa penelitian telah menggunakan tranylcypromine (Parnate). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa MAOIs adalah lebih efektif dibandingkan obat trisiklik, dan laporan anekdotal menyatakan bahwa pasien yang tidak berespons terhadap obat trisiklik kemungkinan berespons terhadap MAOIs. Jika mereka diobati dengan MAOIs, pasien gangguan panik tampaknya tidak mengalami efek samping awal over-stimulasi yang dapat terjadi pada obat trisiklik. Dosis MAOIs harus mencapai dosis yang digunakan untuk pengobatan depresi, dan uji coba terapeutik harus berlangsung 5 sampai 12 minggu.8,9,10

3. Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs (Misalnya fluoksetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine, paroxetine). Digunakan terutama pada pasien gangguan panik yang disertai dengan depresi. SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu menyebabkan ketergantungan fisik. SSRIS dengan cepat menjadi first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine menerima pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun (FDA) untuk indikasi ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIs juga mungkin efektif. Karena pasien fobia sosial tidak memperlihatkan supersensitivitas terhadap obat, seperti yang terlihat pada gangguan panik, dosis SSRIs dapat dimulai seperti dosis untuk antidepresan dan dititrasi berdasarkan respons klinik. 8,9,10

4. Benzodiazepine, seperti alprazolam dan clonazepam juga efektif untuk fobia sosial. Bekerja lebih cepat daripada anti-depresi, tetapi bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan menimbulkan beberapa efek samping (Misalnya rasa mengantuk, gangguan koordinasi dan perlambatan waktu reaksi). Efek samping benzodiazepin lebih ringan, mula kerjanya cepat tetapi responsnya kurang dan jika obat dihentikan kekambuhan cepat terjadi. Pada gangguan panik, pada dosis terapeutik toleransi jarang terjadi. Dosis awal dan terapeutik benzodiazepin untuk fobia sosial sama dengan untuk gangguan panik. Pengobatan alprazolam dapat dimulai dengan 0,5 mg empat kali sehari. Risiko utama pada pengobatan benzodiazepine adalah ketergantungan dan penyalahgunaan, jadi perlu diturunkan dosisnya secara perlahan-lahan bagi pasien yang telah diobati selama berbulan-bulan khususnya alprazolam. 3,4,8 35

5. Beta-blocker, seperti propranolol (Inderal ), yang digunakan untuk merawat kondisi jantung, dapat mencegah gejala-gejala fisik yang menyertai gangguan kecemasan tertentu, terutama fobia sosial. Ketika situasi takut dapat diprediksi (seperti memberikan pidato), dokter mungkin meresepkan betablocker untuk menjaga gejala fisik kecemasan di bawah kontrol. 3,8,9

Terapi Kognitif dan Perilaku

Adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik maupun agorafobia. Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panik adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan panik. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panik, kiamat atau kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa serangan panik jika terjadi tidak mengancam kehidupan. 1,3

Terapi kognitif-perilaku (CBT) sangat berguna dalam pengobatan gangguan kecemasan. Bagian kognitif membantu orang mengubah pola pikir yang mendukung ketakutan mereka, dan bagian perilaku membantu orang mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi kecemasan-merangsang. 8,10

Misalnya, CBT dapat membantu orang dengan gangguan panik belajar bahwa serangan panik mereka tidak benar-benar serangan jantung dan membantu orang dengan fobia sosial belajar bagaimana untuk mengatasi keyakinan bahwa orang lain selalu mengawasi dan menilai mereka. Ketika orang siap untuk menghadapi ketakutan mereka, mereka menunjukkan cara menggunakan teknik eksposur untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh diri untuk situasi-situasi yang memicu kecemasan mereka. CBT terapis juga mengajarkan napas dalam-dalam dan jenis-jenis latihan untuk mengurangi kecemasan dan mendorong relaksasi. 8,9,10

CBT atau terapi perilaku sering berlangsung sekitar 12 minggu. Ini dapat dilakukan secara individual atau dengan sekelompok orang yang memiliki masalah yang sama. Kelompok terapi sangat efektif untuk fobia sosial. Sering kali "PR" diberikan bagi peserta untuk menyelesaikan antara sesi.

Terapi perilaku eksposur berbasis telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengobati fobia spesifik. Orang yang secara bertahap menemukan objek atau situasi yang ditakuti, mungkin pada awalnya hanya melalui gambar atau kaset, kemudian tatap muka. Seringkali terapis akan menemani seseorang ke situasi takut untuk memberikan dukungan dan bimbingan. 36

Penerapan relaksasi, sebagai contoh, latihan relaksasi Herbert Benson untuk memasukkan rasa pengendalian pada pasien tentang tingkat kecemasan dan relaksasinya. Penggunaan teknik yang dibakukan untuk relaksasi otot dan membayangkan situasi yang menimbulkan relaksasi, pasien belajar teknik yang dapat membantu mereka melewati serangan panik.

Latihan pernapasan, karena hiperventilasi yang bersamaan dengan serangan panik kemungkinan disertai dengan beberapa gejala, seperti rasa pening, satu pendekatan langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien bagaimana mengendalikan dorongannya untuk melakukan hiperventilasi.

Pemaparan in vivo digunakan sebagai terapi perilaku primer untuk gangguan panik. Teknik melibatkan pemaparan yang semakin besar terhadap stimulus yang ditakuti; dengan berjalannya waktu, pasien mengalami desensitisasi terhadap pengalaman. Sebelumnya, fokus adalah pada stimuli eksternal; sekarang ini, teknik telah termasuk pemaparan pasien dengan sensasi internal yang ditakuti (sebagai contoh, takipnea dan ketakutan mengalami serangan panik). 3

Terapi Psikososial

Terapi keluarga; keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia mungkin menjadi terganggu selama perjalanan serangan panik, sehingga keluarga perlu untuk diarahkan agar bisa menerima keadaan pasien.3

Psikoterapi berorientasi tilikan dapat bermanfaat dalam pengobatan gangguan panik dan agorafobia. Pengobatan memusatkan pada membantu pasien mengerti arti bawah sadar dari kecemasan, simbolisme situasi yang dihindari, kebutuhan untuk merepresi impuls, dan tujuan sekunder dari gejala. Suatu pemecahan konflik infantil awal dan oedipal dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi stress sekarang. 3

37

10.

PROGNOSIS

Agorafobia Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan lengkap, terapi perilaku kadang-kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan depresif dan ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan agorafobia. 3

Fobia Sosial dan Fobia Spesifik

Tidak banyak yang diketahui tentang perjalanan penyakit dan prognosis fobia spesifik dan fobia sosial karena mereka relatif baru dikenali sebagai gangguan mental yang penting. Diperkenalkannya psikoterapi spesifik dan farmakoterapi untuk mengobati fobia akan juga mempengaruhi interpretasi data tentang perjalanan penyakit dan prognosis kecuali kontrol pemeriksaan untuk strategi pengobatan. Gangguan fobik mungkin disertai dengan lebih banyak morbiditas dibandingkan yang diketahui sebelumnya. Tergantung pada derajat mana perilaku fobik mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi, pasien yang terkena mungkin memiliki ketergantungan finansial pada orang lain semasa dewasa dan memiliki berbagai derajat gangguan dalam kehidupan sosialnya, keberhasilan pekerjaan, dan, pada orang muda, prestasi sekolahnya. Perkembangan gangguan berhubungan zat yang menyertainya juga merugikan perjalanan penyakit dan prognosis gangguan. 3

38

BAB III: PENUTUP


11. KESIMPULAN

Fobia adalah sejenis rasa takut yang khas, berasal dari istilah Yunani phobos yang berarti lari (flight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat (terror). Istilah ini memang telah dipakai sejak zaman Hippocrates. Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Gangguan fobia itu terbahagi kepada tiga kelompok besar berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), yaitu Agoraphobia, Fobia Sosial dan Fobia Spesifik. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan jiwa paling lazim di Amerika Serikat yakni sekitar 5-10 % populasi. Prevalensi seumur hidup fobia sosial sekitar 11 dan prevalensi seumur hidup fobia spesifik ialah sekitar 3-13 %. Beberapa etiologi terjadinya fobia : teori psikoanalitik, teori perilaku, teori genetika, teori neurokimia dan teori struktur otak. Gejala penyerta serangan agoraphobia dapat berupa depresif, kecemasan umum, panik, pusing, depersonalisasi, sesak nafas, rasa tercekik, ketakutan akan kematian dan obsesi. Gejala bagi fobia sosial antaranya ialah kemerahan, berkeringat, suara gemetar, mual, kesulitan dalam pidato, sakit perut, tangan dan kaki dingin, dan palpitasi. Ketika menghadapi objek atau situasi, orang fobia spesifik mengalami perasaan panik, berkeringat, perilaku menghindar, kesulitan bernapas, dan detak jantung yang cepat. Obat tidak akan menyembuhkan gangguan kecemasan, tetapi bisa tetap di bawah kontrol sedangkan orang yang menerima psikoterapi. Obat utama yang digunakan untuk gangguan kecemasan adalah antidepresan, obat antikecemasan, dan beta-blockers untuk mengendalikan beberapa gejala fisik. Dengan perawatan yang tepat, banyak orang dengan gangguan kecemasan dapat memimpin normal, memenuhi hidup. Psikofarmaka yang biasa digunakan pada pasien gangguan cemas, diantaranya Antidepresan, SSRIs, Tricyclics, MAOIs, obat Anti-Anxiety dan Beta-Blockers. Terapi kognitif-perilaku (CBT) sangat berguna dalam pengobatan gangguan kecemasan. Bagian kognitif membantu orang mengubah pola pikir yang mendukung ketakutan mereka, dan bagian perilaku membantu orang mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi yang merangsang kecemasan. Terapi keluarga juga penting supaya keluarga pasien dapat memahami keadaan pasien itu sendiri seterusnya memberi dukungan suportif demi kesembuhan pasien.

39

DAFTAR PUSAKA

1. Kay, Jerald. Social and Spesifics Phobia in Psychiatry Behavioral Science and Clinical Essential. Second Edition. Philadelphia. W.B Saunders Company : Pp 368-377 2. Tomb, David A. Gangguan Ansietas dalam Buku Saku Psikiatri. Edisi Enam. 2002. Jakarta : EGC : Pp 97-109 3. Kaplan, Harold I. Gangguan Kecemasan dalam Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Jilid Dua. Edisi Ketujuh. Jakarta : EGC : Pp 39-56 4. Roan, W.M. Neurosa Fobik dalam Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Pertama. Jakarta : Wicaksana : Pp 236-247 5. Maslim, Rusdi. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stress dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya : Pp 70-71 6. Skripsi Analisis Phobia Sebagai Pemahaman Kesadaran Manusia Dalam Pemusatan Perhatian Pada Pengalaman Subjektif, oleh Fathiah Chaerany. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Ilmu Filsafat Depok. Universitas Indonesia. Juli 2010 7. Artikel Social Anxiety Disorders (Social Fobia), oleh TirtoJiwo. Juni 2012 8. Fobia Kecemasan Blog Artikel Kesehatan www.lomboksehat.blogspot.com 9. http://www.nimh.nih.gov/publicat/NIMHphobiafacts.pdf 10. http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/10/1029.pdf

40

You might also like