You are on page 1of 44

ADSORPSI

Joni Hermana
Rachmat Boedisantoso
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS
Kampus Sukolilo, Surabaya 60111
TEKNOLOGI PENGENDALIAN
PENCEMAR GAS
Semester Ganjil 2010-2011
PENGENDALIAN PENCEMAR GAS
Pengenceran
Pengenceran di udara dapat dilakukan
dengan meninggikan cerobong.
Cerobong yang tinggi dapat mendispersikan
pencemar ke lapisan udara bagian atas
Untuk jangka panjang akan menimbulkan
efek
Kontrol Pada Sumber Pencemar
Untuk jangka panjang, kontrol terhadap sumber
pencemar lebih efektif daripada metoda
pengenceran.
Dapat dilakukan, misalnya dengan mengganti
bahan bakar fosil pada proses pembakaran
dengan tenaga hidrolis, geothermal atau sinar
matahari.
Cara lain dengan mengganti peralatan,
meningkatkan standar operasi dan
pemeliharaan, mengganti proses dan lain-lain.
TEKNOLOGI PENGENDALIAN
GAS
Adsorpsi
Absorpsi
Combustion
Condensation
Adsorpsi
Secara umum adsorpsi dapat diartikan sebagai
peristiwa fisika pada permukaan suatu bahan, yang
tergantung dari spesifikasi antara adsorbent dengan zat
yang diserap (adsorbat).
Sedangkan Weber (1972) mengartikan sebagai
akumulasi interphase atau konsentrasi dari
substances pada permukaan.
Bahan yang dapat digunakan sebagai adsorbent. Antara
lain activated carbon, alumina, bauxite, silica gel,
strontium sulfate, magnesia dan lain-lain.
Karakteristik penting dari adsorbent antara lain rasio
luas permukaan terhadap volume. Rasio luas
permukaan terhadap volume dapat meningkatkan daya
adsorpsi beberapa jenis adsorbent.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses adsorpsi,
diantaranya adalah :
Luas permukaan adsorbent
Afinitas adsorbent terhadap adsorbate, yang dipengaruhi oleh
ukuran dan bentuk pori, polaritas dan reaktivitas
Karakteristik adsobate, yang meliputi :
Densitas dan berat molekul
Ukuran dan bentuk molekul
Tekanan uap
Konsentrasi
Adanya senyawa lain sebagai competitor
Polaritas
Reaktivitas adsorbate
Temperatur dan Tekanan
Waktu kontak antara adsorbate dengan adsorbent.
Gambar berikut menunjukkan konsep
adsorpsi
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan
adsorbent dapat bersifat :
Adsorpsi Fisika (adsorpsi Van der Waals)
Adsorpsi Kimia (chemisorption)
Adsorpsi Fisik (Adsorpsi Van Der Waals)
Adsorpsi fisik terjadi akibat adanya perbedaan energi
atau gaya tarik bermuatan listrik (gaya van der
Walls). Molekul adsorbat mulai diikat secara fisik
menuju molekul adsorbent.
Tipe adsorpsi ini multilayer, karena masing-masing
molekul membentuk lapisan diatas lapisan
sebelumnya, dengan nomor lapisan sesuai dengan
konsentrasi kontaminan.
Adsorpsi ini tidak spesifik dan mirip dengan proses
kondensasi.
Adsorpsi Fisika ini terjadi pada zat-zat yang bersuhu
rendah dengan adsorpsi relatif rendah.
Dalam hal ini perubahan panas adsorpsi mempunyai
derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas
menjadi cair, sehinga gaya yang menahan adsorpsi
molekul-molekul fluida biasanya cepat tercapai dan
bersifat reversibel, karena kebutuhan energi yang
sangat kecil.
Adsorpsi Kimia (Chemisorption)
Adsorpsi ini bersifat specifik dan terjadi berdasarkan
ikatan kimia antara adsorbent dengan zat yang
teradsorpsi (adsorbat), sehingga dibandingkan
dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih
besar begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding
dengan adsorpsi fisik, selain itu adsorpsi kimia
terjadi pada suhu yang tingi.
Karena terjadinya ikatan kimia, maka pada
permukaan adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan
dan apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak
akan mampu lagi menyerap zat lainnya. Dan proses
adsorpsi secara kimia ini bersifat irreversible.
Dari penjelasan diatas, dan menurut Noll, et al. (1992),
maka adsorpsi fisik dapat dibedakan dari adsorpsi kimia
sebagai berikut :
Adsorpsi fisik tidak melibatkan trasfer elektron dan
selalu mempertahankan individualitas dari senyawa
yang berinteraksi. Interaksi yang terjadi adalah
reversible, yang memungkinkan terjadinya desorpsi
pada temperatur yang sama, walaupun proses terjadi
secara lambat akibat efek difusi. Adsorpsi kimia
melibatkan ikatan kimia dan bersifat irreversible.
Adsorpsi fisik tidak site spesifik, molekul yang terserap
bebas menutupi seluruh permukaan. Hal ini
memungkinkan dilakukannya pengukuran luas area solid
adsorbent. Sebaliknya, adsorpsi kimia bersifat site
spesifik, molekul hanya terserap pada tempat-tempat
tertentu saja.
Panas pada adsorpsi fisik lebih rendah dibandingkan
dengan panas dari adsorpsi kimia.
1. Karbon aktif
Merupakan arang yang diperoleh dari carbinisation kayu, coconul shells, peat, fruit
pits. Sebagai activating agent digunakan zinc chlorida, magnesium chlorida,
kalsium chlorida dan phosphoric acid. Digunakan untuk control polusi, solvent
recovery, mengurangi bau dan gas purification.
2. Activated alumina
Activated alumina (hydrated aluminium oxide) berasal dari native aluminas atau
bauxite, berbentuk granular atau pellet dengan tipical properties sebagaimana
tabel 2. Umumnya digunakan untuk drying gas.
3. Silica gel
Berasal dari netralisasi sodium silikat kemudian gel dicuci untuk menghilangkan
garam garam yang terbentuk selama proses reaksi netralisasi dilanjutkan dengan
proses pengeringan, pemanasan dan grading.Umumnya berbentuk granular tetapi
ada juga yang berbentuk bead. Properties silica gel sebagaimana tabel 3. Terutama
digunakan untuk drying gas tetapi bisa juga untuk gas desulfurization dan
purification.
4. Molecular sievas
Berbentuk kristal dehydrated zeolit yang berasal dari aluminosilicate gel dengan
typical properties sebagaimana tabel 4.
Jenis-jenis adsorbent penting :
Secara garis besar, mekanisme proses
adsorpsi dapat berlangsung berdasarkan
tahapan sebagai berikut :
Transfer molekul-molekul adsorbat menuju
lapisan film yang mengelilingi adsorbent
Difusi adsorbat melalui lapisan film
Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori
dalam adsorbent
Adsorpsi adsorbat pada dinding kapiler atau
permukaan adsorbent.
Pengendalian suatu polutan/ pencemar
gas dengan proses adsorpsi dibedakan
menjadi 3 tahap, yaitu :
Tahap adsorpsi
Tahap desorpsi
Tahap recovery
Tahap Adsorpsi
Tahap dimana terjadi proses adsorpsi
Adsorbate tertahan pada permukaan
adsorbent (tertahannya gas atau uap atau
molekul pada permukaan padatan).
Pada proses adsorpsi umumnya dilakukan
untuk senyawa organic dengan berat molekul
(BM) lebih besar dari 46 dan dengan
konsentrasi yang kecil.. Semakin besar BM
maka proses adsorpsi akan semakin baik.
Tahap Desorpsi
Tahap ini merupakan kebalikan pada tahap
adsorpsi, dimana adsorbate dilepaskan dari
adsorbent (lepasnya gas atau uap atau
molekul pada permukaan padatan). Desorpsi
dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantarnya adalah :
Menaikkan temperature adsorbent di atas
temperature didih adsorbent, dengan cara
mengalirkan uap panas/ udara panas atau
dengan pemansan
Menambahkan bahan kimia atau secara kimia
Menurunkan tekanan
Tahap Recovery
Tahap ini merupakan tahap pengolahan dari
gas, uap atau molekul yang telah di desorpsi,
dimana recovery dapat dilakukan dengan :
Kondensasi
Dibakar
Solidifikasi
1.Fixed or stationary bed
-Terdiri dari satu atau dua adsorbent (1=on stream adsorbing, 2=
regeneration).
-Dual adsorber system dapat dioperasikan secara simultan
-Kedalaman bed 12 36 inchi
Tipe Sistem adsorpsi
2. Moving bed
- Continuous regeneration
- Waktu regenerasi untuk
setiap segmen bed pendek
sehingga tidak memerlukan
bed yang panjang
- Compac system dan mampu
reduce pressure drop
- Kerugian maintaining seal
pada moving parts

3. Fluidized bed
- Resirkulasi kontinyu melalui
adsorption regeneration cycle
- Velocity udara sekitar 240 fpm
- Countercurrent movement
meningkatkan efektivitas
penggunaan karbon, lebih
banyak solvent yang dapat
direcovery dibandingkan dengan
stationary atau rotary bed sistem
Gambar 11 menggambarkan operasional adsorbent dengan initial
consentration pollutan gas C
o
dengan konsentrasi effluent C
1
, C
2
, C
3
dan
C
4
. Kurva berbentuk S dengan dengan ketajaman bentuk yang berbeda
beda tergantung konsentrasi initial polutan,velocity fluida, rate dan
mekanisme proses adsorbsi, panjang bed adsorber.
Desain dan performance
Model persamaan dari adsorpsi
1. Model Dari Langmuir
Model dari Langmuir pertama kali dikembangkan
pada tahun 1918 yaitu untuk proses penyerapan gas
pada permukaan solid.
Model langmuir diambil berdasarkan asumsi-asumsi
sebagai berikut :
Energi dari adsorpsi adalah konstan dan tidak tergantung
pada sifat permukaan.
Adsorpsi terjadi hanya pada bagian yang terbatas dan tidak
ada interaksi antara molekul-molekul adsorbat.
Adsorpsi terjadi maksimum pada saat terbentuk monolayer
yang menyeluruh.
Permukaan bersifat heterogenous, afinitas pada tiap tempat
terjadinya ikatan adalah sama
Untuk sistem solid gas, persamaan Langmuir
bisa dituliskan sebagai :



dimana :
qc : jumlah dari adsorbet yang diserap
persatuan berat adsorbent.
Qo : adsorpsi maksimum.
Ce : konsentrasi akhir pada saat keseimbangan
k = ka / kd
kd dan ka adalah konstanta untuk proses penguapan dan
kondensasi.
e
e o
c
kC
kC Q
q
+
=
1
2. Model Dari Freundlich
Persamaan Freundlich sangat tepat
dipergunakan untuk adsorpsi secara fisik.
Persamaan Freundlich sangat tepat
dipergunakan bila :
Tidak ada assosiasi atau dissosiasi dari molekul
setelah teradsorp pada permukaan adsorbent.
Tidak terjadi adsorpsi kimia.
Persamaan Freundlich dinyatakan sebagai
berikut :


atau :


dimana :
qc : banyaknya adsorbat yang diserap oleh
adsorbent, atau


kf , n : konstanta
Ce : konsentrasi akhir pada saat kesetimbangan
tercapai.
n
e f c
C k q
1
=
e f c
C n k q log 1 log log + =
m
x
q
c
=
) 1 ( f p C r
a a
=
f C r
d d
=
*
*
p C C
p C
f
a d
a
+
=
1.Model mathematic Langmuir Isotherm
Teori ini berdasarkan pada asumsi bahwa :
- Phase adsorbed adalah unimolecular layer
- Pada kondisi equilibrium, rate adsorption sama dengan rate desorption
dari permukaan media
Dimana : p = tekanan partial
C
a
= konstanta adsorbsi
f = fraksi total solid surface dengan adsorbate molecule
Pada saat equilibrium, maka rate adsorption = rate desorption
sehingga f menjadi :
Rate adsorption =
Rate desorption =
f C m
m
=
Karena adsorbed phase adalah unimolecular layer maka
massa adsorbate per unit massa adsorbent (m) sebanding
dengan permukaan media yang tertutupi.
1
*
2
*
1
+
=
p k
p k
m
sehingga dengan menggabungkan dua persamaan diatas maka
dimana k
1
= C
a
C
m
/C
d
dan k
2
= C
a
/C
d

Pada very low equilibrium maka tekanan partial k
2
p
*
= 0
sehingga m = k
1
p
*

Sedangkan pada high equilibrium m = k
1
/k
2

Langmuir Isotherm
( )
n
p k m
*
=
2. Model mathematic Freundlich Isotherm
Pada persamaan Langmuir isotherm di atas, apabila
pada kondisi intermediate maka
Dimana : k = konstanta
n = konstanta dengan nilai antara 0 1
Nilai k dan n merupakan nilai berdasarkan data eksperimen
untuk adsorbates Calgon type BPL activated carbon (4 x 10
mesh) dengan nilai seperti table berikut ini ;
Freundlich Isotherm
3. Persamaan lain
( )( )
z z St St B
L X L X VC A t + =
0
/
Dimana :
A = Luas area bed adsorbent (ft
2
atau cm
2
)
V = Total gas volumetric flow rate (ft
3
/min atau
L/min)
X
St
= kapasitas adsorpsi per volume adsorbent bed
dalam zona saturated (lb/ft
3
atau g/cm
3
)
X
z
= Rata rata kapasitas adsorpsi per unit volume dalam
zona adsorption (lb/ft
3
atau g/cm
3
)

- Service time
HEEL
Z
MTZ
Z
MTZ Z
CAP WC
|
.
|

\
|
+
|
.
|

\
|

= = 5 . 0
) / (
0 . 1
1
i i
n
i
CAP w
WC

=
-Working Change (Working Capacity)
Untuk multicomponent adsorption, maka
Untuk dua compartment (WC), persamaan menjadi :
WC = (CAP
A
) (CAP
B
)/[(w
A
)(CAP
B
) + (w
B
) (CAP
A
)
Re
875 . 0 ) 1 ( 75
) 1 ( ) 2 )( (
2
3
+
=

A
c
c
c
u Z
d Pg
p c
Dimana :
P = Pressure drop gas
Z = Kedalaman packing
g
c
= constanta konversi 4.18x10
8
ft-lb/lb-h
2

d
p
= diameter efektive partikel (feet=6(1-)/a
p

= fraksi volume kosong dalam dry packed bed (ft
3

voids/ft
3
packed volume)
a
p
= surface solid particle ft
2
/ft
3
packed colum
= densitas gas lb/ft
3

u = superficial velocity gas melalui bed (fph)
Re = Bilangan Reynolds = d
p
u/
= Viscositas gas (lb/ft-h)
- Pressure Drop
Gambar dibawah ini sering digunakan untuk perhitungan
pressure drop pada berbagai ukuran (mesh) carbon
p
T
d
G f C
Z
P

2
=
A
) / (
3
1
3
2
c c
c
p
l d
d
d
+
=
Sedangkan untuk adsorbent tipe molecular sieves,
pressure drop dapat ditentukan berdasarkan
persamaan Ergun yang lebiih sedarhana
Dimana :
C
T
= koefesien pressure drop ft-h
2
/in
2
(ditentukan dari plot figure 13)
f = friction factor (ditentukan dari Figure 13)
G = superficial velocity lb/h-ft
2
=
P = Pressure drop gas
Dimana d
c
= diameter partikel
l
c
= panjang partikel
Untuk molecular sieves pellet, diameter efektive partikel
ditentukan berdasarkan :
Tabel 6. Molecular Sieves Pressure Drop Coefficients
Size d
p

1/8 inch pellets 0.37 0.0122
1/16 inch pellets 0.37 0.0061
14x30 mesh granular 0.37 0.0033
G
w w
G
w
B g
a
a

= = u
G
w
E
= u
a E
a
a E
a
a
w w
w
Z Z z
) 1 ( ) 1 ( | u | u
u

=

=
tOG tOG
Ye
YB Y
a
N H
Y Y
dY
a K
G
z =

=
}
*
a
B
YE
YB
Y
YB
a
w
w w
Y Y
dY
Y Y
dY
z
z
=

=
}
}
*
*
- Breakthrough
pers. 4.18
Kurva breakthrough merupakan hasil
plot persamaam 4.18 dan 4.19
pers. 4.19
Hal-hal yang harus dipertimbangkan :
- Ukuran partikel adsorbent
Berpengaruh pada pressure drop dan diffusion rate. Pressure
drop akan rendah jika bentuk dan ukuran partikel (d) adsorbent
seragam dan spherical. Peningkatan pressure drop terjadi
dengan peningkatan angka Reynolds. Kecepatan transfer massa
meningkat berbanding terbalik dengan d
3/2
dan internal
adsorption rate berbanding terbalik dengan d
2
.
- Physical adsorbent bed depth
Berhubungan dengan kedalaman zona transfer dan kapasitan
adsorpsi.
| | X t t t
depth bed total
MTZ
B st st

=
/(
_ _
Dimana :
t
st
= time required for saturation
t
B
= time required until break point
X = degree of saturation in the mass transfer zone
MTZ = Mass Transfer Zone
- Gas velocity
Kecepatan gas yang melalui bed ditentukan dengan crushing velocity
(dari manufactured adsorbent). Panjang MTZ proporsional dengan
velocity, biasanya lebih tinggi dari velocity dan lebih lama dari MTZ.
- T inlet gas buang dan adsorbent
Suhu meningkat maka adsorbent capacity menurun. Adsoption proses
terjadi exothermic, selama aktivitas penyerapan panas akan tertransfer
ke bed adsorbent. Perbedaan suhu yang terjadi selama adiabatic operasi
dapat diperkirakan dengan rumus :
) / ( 51 . 0 10 ) / (
1 . 6
5
1
CAP C x C C
T
A p
+
= A
Dimana :
T = temperature
C
p
= heat capacity udara (Btu/ft
3
-
o
F)
C
1
= Konsentrasi polutan di inlet (ppm)
C
A
= Heat capacity adsorbent (sesuai table 5 dalam Btu/ft
3
-
o
F)
CAP = Equilibrium capacity bed adsorbent pada temperature rata rata
(T + T)
Activated carbon 0.25
Alumina 0.21
Molecular Sieve 0.25
Table 5. Spesific Adsorbent Heat Capacity values
(ambient Conditions, Btu/ft3-oF)
Konsentrasi kontaminan yang akan diserap
Removal efisiensi (60 80%)
Kemungkinan terjadinya dekomposisi dan polymerization ketika
kontak dengan adsorbent. Sehinggs dapat menyebabkan menurunkan
kapasitas adsorpsi dan proses regenerasi
Frekuensi operasi
Regenerasi/desorption, diklasifikasikan dalam empat type :
Thermal Swing cycle
Menggunakan direct heat transfer yaitu mengkontakkan bed dengan hot
fluida atau indirect transfer melalui permukaan adsorbent dengan
peningkatan suhu. Suhu antara 300 600oF, memerlukan cooling step.
Pressure swing cycle
Menggunakan tekanan rendah atau vacumm untuk desorpsi bed.
Dioperasikan mendekati kondisi isothermal dengan tanpa heating atau
cooling step.
Purge gas stripping cycles
Desorption bed dengan reduksi tekanan partial adsorbed, lebih efisien
dioperasikan pada suhu lebih tinggi dan pressure yang lebih rendah
Displacement cycles

Reaktor
Adsorpsi

You might also like