You are on page 1of 16

BIOFISIKA 1

Tujuan Intruksional Setelah mempelajari konsep Biofisika 1, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan fenomena : 1. bioelektrik tubuh manusia meliputi potensial aksi, propagasi impuls dan perekaman aktifitas listrik tubuh 2. biomekanika tubuh manusia meliputi postur dan gerakan tubuh 3. biofluida yaitu udara dan cairan tubuh yang mendasari kinerja sistem respirasi dan kardiovaskuler Bahasan 1. Bioelektrik Resting Membran Potensial (RMP) dan elektrostatika a. cair tubuh & beda gradient listrik b. Hukum Coulomb Potensial aksi a. depolarisasi b. repolarisasi c. after potensial d. hipo dan hiperpolarisasi Propagasi dan elektrodinamika a. Propagasi impuls b. Hukum elektrodinamika Perekaman aktifitas listrik a. Prinsip perekaman listrik tubuh b. EEG, EMG dan EKG 2. Biomekanika Postur dan Sistem tuas tubuh a. Gaya recoil otot b. Sistem Tuas Gerakan a. Konsep gerakan dan Hukum Newton III b. Analisis beberapa gerakan 3. Biofluida Fluida gas pada respirasi a. Hukum Dalton dan tekanan gas respirasi b. Pengembangan alveolus dan Hukum Laplace c. Recoil dan compliance paru d. Resistensi jalan napas e. Pengukuran volume paru dan Hukum Boyle Gay Lussac Fluida cair pada sirkulasi a. Kecepatan alir darah dan faktor yang mempengaruhi b. Luas penampang pembuluh darah dan hukum kontinuitas c. Hukum Bernauli dan kekekalan energi d. Aliran darah dan pengukuran tekanan darah e. Viskositas darah

Bioelektrik Listrik berperan penting di dalam kontrol sistem fungsi tubuh manusia. Muatan listrik menentukan respon seluler terhadap stimulasi, meliputi resting state, treshold state, active state. Resting state adalah respon dasar sel saat besar stimulasi di bawah batas minimum aktifasi sel; threshold state adalah respon sel saat besar stimulasi mencapai batas minimum aktifasi sel; active state adalah respon sel saat besar stimulasi melebihi batas minimum aktifasi sel. Bentuk aktifasi sel beragam, bergantung jenis dan fungsi sel, contoh : sel endokrin mensekresi hormone, sel B limfosit mensekresi antibodi, sel makrofag yang melakukan fagositosis dan sel otot yang berkontraksi. Listrik dapat tercipta manakala terdapat perbedaan muatan listrik antara satu bagian tertentu dengan bagian yang lain. Di dalam tubuh manusia, kita mengenal dua bagian kompartemen besar yang berisi cairan. Bagian yang terletak di dalam sel, dibatasi oleh membran sel disebut cair intra sel (cis). Sedangkan bagian yang terletak di luar sel disebut dengan cair ekstra sel (ces). Komponen penyusun cis dan ces sebagian besar adalah elektrolit yang mengandung ion bermuatan listrik. Semakin besar perbedaan muatan listrik antara cis dan ces, semakin besar pula potensi listrik yang dihasilkan. Perbedaan muatan listrik antara cis dan ces inilah yang disebut dengan beda potensial membran. Komposisi di dalam cis dan ces bersifat dinamis dan selalu berubah, mengingat kedua kompartemen tersebut saling berhubungan. Pada saat resting, komposisi ion cis dan ces menghasilkan bedaan muatan listrik, dimana muatan listrik cis lebih kecil dibandingkan dengan muatan listrik ces. Beda potensial tersebut terukur dengan galvanometer menghasilkan nilai negatif (pada sel syaraf = -70 m volt). Nilai negatif mengisaratkan bahwa muatan listrik cis kurang 70 volt daripada ces. Artinya, muatan positif relatif lebih banyak pada ces, sedangkan muatan negatif relatif menumpuk di cis. Perbedaan inilah yaang kemudian disebut dengan resting membrane potensial (RMP) Ion Na + Ca ++ K+ CL Ekstraselullar (ces) Plasma Interstisial 142 139 1,3 1,2 4,2 4 108 108 Intrasellular (cis) 14 <<< 140 <<< / 4 Cenderung Masuk Masuk Keluar Masuk

Beda potensial membran pada saat resting (RMP) menunjukan potensi arah kecenderungan ion untuk bergerak. Potensi tersebut terbatasi oleh keberadaan membran sel yang bersifat semipermeable. Ion yang cenderung bergerak masuk atau keluar sel harus melewati membran sel, sayangnya ion tidak dapat menembus membran sel. Ion hanya dapat melewati membran sel melalui kanal khusus yang terbuka atau tertutup oleh pemicu listrik ligand gated channel atau pemicu kimia ligand gated channel. Potensi pergerakan ion (muatan listrik) melintasi membran dapat dipahami sebagai penjabaran Hukum Coulomb yang menyatakan bahwa gaya tarik (F) yang diciptakan oleh RMP adalah berbanding lurus dengan besar muatan ion (Q) yang berada di cis maupun di ces dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r 2) antara cis dan ces. Fenomena ini disebut dengan bioelektrostatika.

RMP = -70 mv

HUKUM COULOMB :
Galvano/ Volt meter

Cl-

Pergerakan muatan ion dipengaruhi gaya F dan kuadrat jarak antara 2 muatan: F = k Q1 Q2 2 r

Na+

Ca

+2

F Q r

= gaya listrik = muatan = jarak antar 2 muatan

Kuadrat jarak antara cis dan ces dipahami sebagai tebal membran sel; semakin tabal membran sel maka semakin kecil gaya tarik (F) yang ditimbulkan, artinya potensi listrik statis juga semakin kecil. Sel cenderung tidak mudah dirangsang atau kurang sensitif. Contoh adalah sel syaraf yang berselubung myelin pada bagian aksonya. Selubung myelin menyebabkan ketebalan membran akson syaraf bertambah sehingga pada bagian yang terdapat myelin, akson syaraf menjadi kurang sensitif atau tidak mudah dirangsang.. Potensial aksi Potensi listrik statik pada membran (RMP) dapat berubah dinamik saat potensial aksi terjadi. Potensial aksi merupakan rangkaian persitiwa yang terjadi akibat beda potensial membran distimulasi. Potensial aksi hanya akan muncul bila terdapat stimulus atau rangsangan yang adekuat atau lebih untuk membuka voltage gated ion channel. Setiap channel memiliki nilai ambang kepekaan (firing level/ treshold) yang berbeda. Respon sel yang mendapatkan stimulasi sampai betas minimal, disebut treshold state dan yang mendapatkan stimulasi melebihi batas minimal, disebut active state (potensial aksi). Potensial aksi dimulai dengan depolarisasi membran, yang berarti peniadaan atau berkurangnya polarisasi (beda potensial) antara cis dan ces. Bila RMP terukur adalah -70 mv, maka stimulasi yang adekuat merubah beda potensial membran dari -70 mv menjadi lebih kecil hingga mendekati nol. Penurunan beda potensial disebabkan oleh pembukaan kanal ion natrium (Na+). Sensor listrik kanal ion natrium peka terhadap beda potensial yang paling kecil, sehingga kanal ion natrium terbuka pertama kali setelah sel distimulasi. Kanal ion natrium yang terbuka menyebabkan pergerakan masuk (influx) ion natrium menjadi nyata. Influx ion natrium membawa masuk muatan positif ke dalam cis menjadi lebih positif, sehingga beda potensial antara cis dan ces berkurang mendekati nol. Depolariasi membran akan berhenti manakala beda potensial membran telah mencapai nilai ambang dari sensor kanal ion kalium dan chlor. Nilai ambang sensor kanal ion chlor menghendaki beda potensial yang lebih kecil dibandingkan kanal ion kalium sehingga kanal ion chlor terbuka terlebih dahulu. Kanal ion chlor yang terbuka membawa masuk sejumlah muatan negatif ke dalam sel (cis) sehingga menambah beda potensial membran. Dengan demikian beda potensial yang semula mengecil akibat depolarisasi, kembali meningkat akibat pembukaan kanal ion chlor. Beda potensial yang kembali meningkat sampai pada nilai ambang kanal ion kalium, maka kanal tersebut akan terbuka dan membawa keluar muatan positif dari dalam sel. Negatifitas muatan di dalam sel meningkat kembali dan polarisasi membran pun bertambah mendekati kondisi semula. Hal

inilah yang disebut dengan fenomena repolarisasi, artinya polarisasi membran kembali pada kondisi semula.

Stimulus
+30 mV - 0 mV repolarization depolarization Firing level
Membrane Cell Na+ channel tertutup Na+ Na+ channel terbuka

- 55 mV - 70 mV

Action potential

depolarisasi

Cl

repolarisasi
Membrane Cell

Membrane Cell

K+

Repolarisasi terkadang melebihi potensial membran saat resting (RMP) sehingga sejumlah ion natrium dan chlor terjebak di dalam sel sedangkan ion kalium terjebak di luar sel. Fenomena ini sering disebut dengan positive after potential. Upaya untuk mengembalikan komposisi ion seperti semula tidak mudah, karena sel harus mengaktifkan pompa ion yang mentransport secara aktif dengan bantuan ATP (Na K ATP ase) Semakin besar beda potensial membran (polarisasi membran), semakin sensitif sel tersebut. Pada kondisi potensial membran yang besar dibutuhkan stimulus yang besar pula untuk memicu depolarisasi. Beda potensial membran yang melebihi RMP disebut dengan hiperpolarisasi, sedangkan beda potensial yang kurang dari RMP disebut dengan hipopolarisasi. Selama potensial aksi terjadi, sel menjadi kurang sensitif terhadap rangsangan. Periode penurunan sensitifitas ini disebut dengan periode refrakter. Periode refrakter terbagi menjadi periode refrakter absolut dan relatif. Periode refrakter absolut menggambarkan kondisi sel tak dapat dirangsang kembali walupun dengan stimulus yang lebih besar. Sedangkan periode refrakter relatif menggambarkan sel masih dapat depolarisasi kembali bila stimulus yang diberikan lebih besar. Periode refrakter absolut terjadi sejak nilai ambang tercapai hingga depolarisasi berlangsung. Sedagkan periode refrakter relatif terjadi saat repolariasasi berlangsung hingga melewati nilai ambang semula. Stimulus yang lebih besar diberikan pada saat periode refrakter berpotensi menghasilkan potensial aksi yang lebih besar dari sebelumnya. Pada otot jantung dan otot polos tipe single unit terdapat fenomena plateau. Feomena plateau merupakan perlambatan dari fase relaksasi. Hal ini dimungkinkan terjadi bila : 1. terjadi perlambatan pembukaan kanal ion kalium, atau 2. terjadi pembukaan dari slow natrium-calcium channel yang hanya terdapat di membran sel otot jantung. Respon dari kanal ion ini terlambat, dimana kanal baru terbuka setelah depolariasasi berlangsung.

Plateau memperpanjang periode refrakter sehingga otot jantung tidak mudah mengalami tetani meskipun diberikan rangsangan berulang dengan intensitas yang meningkat. Propagasi impuls Potensial aksi yang terjadi akan ditularkan pada bagian lain dari membran ke segala arah. Peristiwa ini disebut dengan propagasi atau konduksi. Propagasi tidak akan berhenti hingga seluruh membran mengalami potensial aksi. Propagasi menyebabkan potensial aksi yang semula bersifat lokal berjalan dan menjalar menjadi arus listrik. Arus listrik (I) berbanding lurus dengan besar potensial aksi (V) yang terjadi dan berbanding terbalik dengan besar hambatan (R). Besar hambatan (R) bergantung pada kualitas membran sel, seperti ketebalan membran, konduktifitas membran dan jumlah protein membran.

Hukum elektrodinamika : I = V/R atau V = R I

Perekaman aktifitas listrik Aktifitas listrik tubuh dapat direkam dan diamati dengan menggunakan alat khusus yang disebut EEG, EMG dan EKG. EEG (encephalography) adalah alat yang dapat merekam akifitas listrik otak, sedangkan EMG (elektromyography) merupakan alat perekam aktifitas listrik otot rangka. EKG (elektrocardiography) merekam aktifitas listrik jantung. Upaya merekam aktifitas listrik tubuh dilakukan dengan menggunakan tranducer. Tranducer merupakan bahan tertentu yang bersifat konduktan listrik dan mampu mengubah energi listrik menjadi bentuk lain, seperti kinetik atau termal. Aktifitas listrik yang ditangkap oleh tranducer kemudian diamplifikasi dengan tujuan memperbesar sinyal yang ditangkap sehingga dapat diamati dengan lebih jelas. Secara umum alat EEG, EMG dan EKG menggunakan prinsip kerja tranduksi dan amplifikasi ini. Penggunaan alat perekam aktifitas listrik tubuh dalam praktek medis ditujukan untuk membantu diagnosis kelainan yang terjadi dan terapi. EKG misalnya, merupakan standar emas di dalam penegakan diagnosis berbagai kelainan jantung, seperti : infarc myocard acute (IMA) dan blokade impuls. Khusus EKG, perekaman menggunakan lebih dari satu elektroda tranducer, yaitu terdiri dari tiga elektroda extremitas dan enam elektroda yang diletakan di dinding dada. Perekaman EKG dapat menentukan beda potensial pada satu titik kedudukan (unipolar) dan beda potensial antara dua titik kedudukan (bipolar). Beda potensial bipolar yang diukur adalah antara tangan kanan dengan tangan kiri (lead I), tangan kanan dengan kaki kiri (lead II) dan tangan kiri dengan kaki kiri (lead III).

Hasil pengukuran beda potensial lead I menunjukan tangan kanan lebih negatif dibandingkan tangan kiri. Sedangkan pada lead II menunjukan tangan kananlebih negatif dari kaki kiri dan pada lead III tangan kiri lebih negatif daripada kaki kiri. Dengan demikian arah vektor lead II adalah resulatante dari lead I dan lead III.
unipolar bipolar

RA II

I III LF +

+LA -

Lead II = lead I + lead III

Dasar perekaman EKG adalah propagasi impuls depolarisasi dan repolarisasi. Arah propagasi depolarisasi dan repolarisasi pada umunya tiap sel adalah bolak-balik, namun khusus pada sel jantung arah propagasi satu arah. Kekhasan otot jantung yang lain adalah memiliki serabut konduksi tersendiri, yaitu : sa node, av node, bundle of his dan serabut purkinje. Hasil rekaman EKG merupakan resultante dari arah propagasi impuls yang merujuk dari sa node menuju ke apex jantung. Defleksi positif ditunjukan bila arah propagasi mendekati elektroda, sedangkan defleksi negatif muncul bila arah propagasi menjauhi elektroda. Elektroda yang dilalui oleh propagasi impuls akan menghasilkan bentukan bifasik. Model EKG normal adalah hasil rekaman dari elektroda lead II. Hal ini didasarkan pada arah vektor lead II yang searah dengan propagasi impuls jantung. Rekaman EKG normal dari lead II terdiri dari gelombang p, kompleks qrs dan gelombang t. Gelombang p menunjukan depolarisasi atrium, sedangkan kompleks qrs menggambarkan depolarisasi ventrikel dan gelombang t menggambarkan repoalrisasi ventrikel. Fase repolarisasi atrium tidak nampak oleh karena bersamaan dengan depolarisasi ventrikel.

Defleksi -

Bifasik

Defleksi +

Interval antar gelombang menunjukan kualitas konduksi impuls. RR interval mewakili jedah waktu antara satu impuls dengan impuls berikutnya dan mewakili kualitas dan frekuensi irama jantung. PR interval mewakili kualitas konduksi impuls dari sa node melewati av node hingga mencapai dinding ventrikel mengalami depolarisasi. Lebar kompleks qrs menggambarkan periode depolarisasi dinding ventrikel. Sedangkan ST segment adalah waktu yang dibutuhkan dari peralihan fase depolarisasi ventrikel menjadi repolarisasi ventrikel. Interval yang memanjang menunjukan kualitas konduksi yang memburuk, misalnya blokade pada salah satu serabut konduksi. Hasil rekaman EKG di luar lead II merupakan hasil rekaman yang khas pada lokasi perekaman dimana elektroda diletakan. Pembacaan hasi rekaman tersebut perlu mempertimbangkan posisi elektroda dan memahami arah propagasi impuls dan vektor jantung.

Biomekanika

Manusia diciptakan mampu berdiri dan berjalan dengan tegak, berbeda dengan golongan kera atau simpanse. Prinsip inilah yang penting untuk selalu diingat dan menjadi acuan dasar mendiskusikan biomekanika tubuh manusia. Tuhan menganugerahkan 2 pasang extremitas, yaitu : tangan dan kaki sebagai anggota gerak utama. Organ tubuh utama di dalam biomekanika adalah otot dan rangka. Kedua organ tersebut membentuk sistem lokomotoris. Otot merupakan jaringan kontraktil yang memiliki elastisitas. Gaya yang dihasilkan oleh otot sebenarnya mirip dengan gaya pada pegas, yang disebut dengan gaya recoil. Sifat dari gaya recoil adalah makin diregang, makin besar gaya reaksi yang dikeluarkan otot tersebut. Hal ini sesuai dengan Hukum Frank Starling. Selain otot, gaya recoil juga dimiliki oleh jaringan kontraktil lain seperti kolagen dan jaringan ikat penyekat antar alveolus.

Gaya recoil

Biomekanika tubuh manusia dapat dipandang pada dua fungsi utama, yaitu stabilitas saat diam dan bergerak. Stabilitas saat diam dan bergerak melibatkan beberapa sistem gaya yang bekerja baik pada tubuh maupun pada lingkungan. Kontrol dan manipulasi terhadap sisitem gaya inilah yang diyakini menjadi penjelasan berbagai fenomena medis Pemahaman tentang stabilitas statis tidak terlepas dari pengertian sistem tuas tubuh. Pada dasarnya keseimbangan sistem gaya tubuh dibedakan menjadi 3 sistem tuas. Sistem tuas yang pertama menempatkan pengumpil (o) berada diantara gaya berat (w) dengan gaya yang ditimbulkan oleh respon konraksi otot (m). Salah satu contoh aplikasi sistem tuas pertama adalah kemampuan menegakan kepala dan leher. Berat kepala (w) direspon oleh gaya dari sekumpulan otot penyangga kepala dan leher.

Kemampuan bayi dalam menegakan kepala ditentukan oleh tonus otot (m) yang menciptakan respon gaya terhadap berat kepala (w). Selama tonus otot penyangga kepala leher belum optimal, maka bayi belum dapat menegakan kepala. Sebaliknya, peningkatan berat kepala (w) pada bayi dengan hidrochepalus menuntut respon gaya otot (m) penyangga kepala leher yang lebih besar sehingga tonus otot meningkat. Peningkatan tonus inilah yang menambah nyeri kepala pada penderita hirochepalus. Pendekatan serupa juga dapat menjelaskan kelainan tension headache, penderita tumor kepala dan meningitis. Sistem tuas kedua meletakan gaya berat (w) berada diantara pengumpil (o) dan respon gaya otot (m). Salah satu aplikasi dari sistem tuas kedua adalah keseimbangan

saat berdiri jinjit bertumpu pada ujung jari kaki. Rahasia dari seorang balerina yang stabil adalah kemampuan otot gastrocnemius dan tendon achiles (m) dalam merespon berat tubuh yang diproyeksikan tepat di tengah. Pergeseran proyeksi berat badan ke depan akibat obesitas sentral atau kehamilan menyebabkan seseorang cenderung jatuh ke depan saat berjinjit. Sebaliknya tes jinjit dapat dipakai untuk mengetahui kemampuan otot gastrocnemius dan tendon achiles. Pada atlit sepakbola yang cidera tendon achiles tidak dapat berdiri jinjit.

Sistem tuas ketiga meletakan gaya otot (m) berada diantara pengumpil (o) dengan proyeksi gaya berat (w). Aplikasi sederhana dari sistem tuas ketiga dapat diamati ketika lengan atas (brachii) menahan beban yang diletakan di telapak tangan. Kemampuan menahan atau mengangkat berat beban (w) tersebut bergantung pada kontraksi otot biceps yang berorigo pada humerus dan berinsersio di radius. Sendi siku bertindak sebagai pengumpil pada sistem ketiga

Salah satu metode latihan otot beseps yang sudah sangat dikenal menerapkan sistem tuas ketiga. Semakin jauh posisi beban yang diangkat dari siku semakin besar gaya yang harus direspon otot biseps. Postur Postur diartikan sebagai stabilitas tegak tubuh manusia saat berdiri di atas dua kaki. Postur tubuh sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : vertebrae (ruas tulang belakang), m. Paraspinalis (otot punggung) dan proyeksi berat badan tubuh. Dalam mendukung kemampuan bediri tegak, tubuh membutuhkan keseimbangan. Sistem tuas pertama merupakan pinsip yang diaplikasikan pada postur tubuh tegak manusia. Vertebrae sebagai pengumpil (o) berada diantara gaya otot paraspinal (m) dengan proyeksi gaya berat tubuh (w/ cg).

Kualitas gaya tarik otot paraspinal (m) sangat menentukan stabilitas postur tubuh. Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi central gravity ke depan meningkatkan beban yang diatnggung otot paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil. Inilah awal dari keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil (o) lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh (w). Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contoh nyata adalah pada penderita obesitas sentral, wanita hamil dan tumor abdomen. Gerakan Definisi gerakan adalah perubahan posisi tubuh seluruhnya atau sebagian dari kondisi awal. Contoh dari gerakan antara lain : berjalan, berlari, bernapas, melompat dan lainya. Prinsip dari gerakan meliputi adanya gaya, kecepatan dan percepatan. Newton berpendapat bahwa gerakan dapat terjadi bila gaya aksi lebih besar dari gaya reaksi. Hal ini sesuai dengan Hukum Newton III, dimana F = F aksi F reaksi, bila F 0 diam; dan bila F > 0 bergerak Melompat adalah gerakan sederhana yang mudah dijelaskan. Dasar dari gerakan melompat adalah stabilitas berdiri dengan posisi jinjit. Melompat menggunakan ujung telapak kaki sebagai tumpuan pengumpil (o). Besar gaya tolak yang diciptakan oleh otot gastrocnemius (m) sangat menentukan tinggi lompatan. Besar gaya tolak harus lebih besar dari berat tubuh itu sendiri (w). Contoh lain dari gerakan adalah bernapas. Mekanika bernapas terdiri dari dua tahap, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah gerakan mengambil napas, sedangkan ekspirasi adalah gerakan menghembuskan napas. Saat inspirasi, dada terangkat ke atas melawan berat os sternum dan os costae yang berjumlah 13 pasang (w). Dada terangkat oleh karena gaya tolak otot levator costae (m) yang lebih besar dari berat dada itu sendiri. Saat inspirasi, volume rongga dada meningkat oleh karena diameter antero-posterior dan supero-inferior bertambah. Peningkatan diameter supero-inferior disebabkan oleh kontraksi otot diafragma ke arah rongga abdomen. Kontraksi otot diafragma menimbulkan gaya yang meningkatkan tekanan intraabdomen. Besarnya efek dari gaya yang ditimbulkan kontraksi otot diafragma sangat membantu di dalam proses persalinan (partus) untuk mengakhiri kehamilan. Keberhasilan persalinan sangat bergantung dari besar gaya dorong yang diciptakan oleh kontraksi otot diafragma saat inspirasi. Pada posisi berbaring, gaya gesek (f) berlawanan arah dengan gaya dorong (F) yang besarnya maksimal, yaitu sama dengan

gaya berat (w). Gaya gesek (f) merupakan representasi dari proyeksi gaya reaksi bidang tekan (N). Bila posisi partus adalah tidur terlentang, maka proyeksi gaya berat (w) membentuk sudut 0 derajat / 180 derajat terhadap N. Besar gaya gesek (f) sama dengan gaya berat janin (w) dikalikan dengan cos 0 derajat yang hasilnya sama dengan w. Cairan ketuban mengurangi besar gaya gesek (f) dengan membuat licin jalan lahir. Dengan demikian, kunci dari pimpinan persalinan adalah kemampuan dokter atau bidan dalam memandu inspirasi dalam supaya gaya dorong diafragma (F) maksimal. N F

f = w cos 0 w

Biofluida

Fluida diartikan sebagai zat alir atau zat yang memiliki sifat mengalir. Tubuh manusia memliki 2 macam zat yang mengalir, yaitu udara di dalam saluran napas dan darah di dalam pembuluh darah. Karakteristik antara fluida cair dan gas berbeda dalam beberapa hal. Sifat fluida gas molekul penyusunya bebas bertumbukan. Inilah sumber dari tekanan fluida gas yang tidak pernah tegak lurus terhadap bidang tekan. Sedangkan fluida cair memiliki molekul yang lebih terikat longgar, karena itu terdapat gaya adhesi dan kohesi. Tekanan fluida cair muncul akibat gravitas sehingga selalu tegak lurus terhadap bidang tekan. Fluida Gas Pada Respirasi Gas merupakan bahan baku proses respirasi. Sebagian orang berpendapat bahwa gas yang dihirup saat inspirasi berbeda dengan gas yang keluar saat ekspirasi. Pendapat ini telah lama dipathkan oleh Dalton yang mengungkapkan 2 hukum penting, yaitu: 1. tekanan udara merupakan kumulatif dari tekanan parsial komponen gas penyusunya, 2. komponen tekanan parsial O2 selalu lebih besar dari CO2 baik saat inspirasi maupun ekspirasi.

Gas yang masuk ke dalam paru saat insprasi mengisi sebagian besar jalan napas mulai dari saluran napas atas yang berdiameter besar hingga saluran napas bawah yang berdiameter lebih kecil. Gas yang kaya O2 ditukar dengan CO2 yang dibawa oleh darah. Pertukaran ini hanya terjadi di alveolus, sedangkan komposisi gas di saluran napas lain hampir tidak berubah. Hal inilah yang menyebabkan tekanan dan presentase O2 saat ekspirasi tetap lebih besar. Hukum Dalton menjelaskan mengapa prosedur pemberian napas buatan aman dilakukan dan sangat bermanfaat. Gas ekspirasi merupakan bahan baku pemberian napas buatan. Alveolus merupakan unit fungsional dari sistem respirasi. Alveolus harus terus mengembang dan tidak boleh kolaps. Upaya tubuh menjaga alveolus untuk tetap mengembang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : tegangan permukaan yang tinggi pada dinding alveolus dan sisa udara ekspirasi yang tertinggal (residual volume) sebagian di dalam alveolus. Tegangan permukaan alveolus dipertahankan tinggi oleh adanya surfaktan yang melapisi dinding alveolus. Kadar surfaktan sangat menentukan pengembangan paru pertama kali pada bayi baru lahir. Tekanan di dalam alveolus berbanding lurus dengan besar tegangan permukaan, namun berbanding terbalik dengan besar jejari atau volume alveolus. Pernyataan ini dinyatakan Laplace dalam sebuah Hukum yang diringkas dalam sebauah persamaan, yaitu P = 4 , P : tekanan intra alveolus; : tegangan permukaan; R : jejari R Laplace juga menyatakan bahwa rahasia dibalik alveolus tetap terkembang tanpa meletus adalah adanya penyekat antar alveolus. Penyekat menjaga antar alveolus tidak

saling berhubungan. Hal ini penting agar alvelolus tidak kolaps, seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
P2 P1 P1 P2

P1>P2

P2>P1

Penyekat alveolus merupakan jaringan ikat yang menghasilkan gaya recoil, seperti otot. Gaya recoil tersebut menyebabkan paru memiliki elastisitas yang tinggi. Gaya recoil membatasi paru untuk terus mengembang saat inspirasi. Jaringan ikat penyekat paru umumnya tidak bertambah banyak, namun dapat berkurang oleh karena proses degenerasi (penuaan). Hal ini menyebabkan gaya recoil melemah sehingga paru kehilangan elastisitasnya dan molor saat inspirasi. Volume udara yang mengisi paru meningkat melebihi batas normal. Masalah muncul saat ekspirasi; volume udara yang besar dikeluarkan secara bersamaan melalui jalan napas yang mengecil saat ekspirasi sehingga munculah keluhan sesak. Gaya recoil dapat meningkat tanpa diikuti penambahan jumlah jaringan ikat penyekat alveolus. Penyebabnya adalah munculnya jaringan parut atau cicatrix yang memiliki kekuatan tarikan lebih besar dari jaringan ikat penyekat itu sendiri. Jaringan parut muncul sebagai hasil akhir proses keradangan paru, misalnya TB paru dan pneumonia. Alveolus tak mampu mengembang maksimal oleh karena tertahan gaya recoil yang besar sehingga sesak muncul saat inspirasi.

Cicatrix paru

EMFISEMA

Aliran udara masuk dan keluar paru berlangsung dengan tidak mudah karena terdapat tananan atau resistensi sepanjang jalan napas. Resistensi berbanding lurus dengan besar tekanan udara di dalam jalan napas dan berbanding terbalik dengan kecepatan alir udara melewati jalan napas. Hal ini dinyatakan oleh Ohm melalui hukum yang diringkas dalam sebuah persamaan berikut Rg = P Rg: resistensi, P : tekanan, v = kecepatan alir v Sesak napas dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan udara yang melalui jalan napas, seperti pada kondisi emfisema dimana begitu besar tekanan udara di dalam paru melalui saluran napas yang menyempit saat ekspirasi. Sebaliknya penurunan kecepatan

alir udara insprasi menunjukan adanya resistensi yang besar terutama pada saluran napas atas. Kondisi ini menunjukan adanya obstruksi, baik yang bersifat parsial maupun total. Volume udara di dalam paru sulit dapat diketahui secara langsung. Sebagian ahli mencoba menampung udara respirasi ke dalam sebuah kantong yang ditemukan Douglas. Metode ini sangat membahayakan orang coba, sehingga pengukran volume udara respirasi dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu melalui alat yang disebut spirometer. Alat ini mencatat volume udara saat inspirasi maupun ekspirasi dalam bentuk grafik yang mengikuti gerakan napas. Kelemahan pengukuran menggunakan spirometer adalah tidak mampu mengukur volume residu dan volume paru yang diperoleh belum menggambarkan kondisi sebenarnya. Untuk mendapatkan volume paru sebenarnya diperlukan konversi melalui aplikasi hukum Boyle Gay Lussac yang meyatakan bahwa hasil kali dari tekanan dan volume akan tetap selamanya konstan sehingga bila tekanan dan volume diukur pada dua kondisi berbeda, hasil kalinya tetap akan sama. Kondisi berbeda tersebut adalah tekanan,volume dan suhu alat spirometer serta tekanan, volume dan suhu tubuh. P1.V1 = P2.V2 T1 T2 Keterangan : P1 : Patm Palt pd suhu T1 (alt) P2 : Patm Ptbh pd suhu T2 (tbh) T1 : suhu alat dalam K T2 : suhu tubuh dalam K V1 : hasil pengukuran spirometer V2 : vol paru sesungguhnya Fluida Darah Pada Sirkulasi Fluida cair yang mengalir di dalam pembuluh darah disebut dengan darah. Kecepatan alir darah melalui pembuluh darah bergantung pada beberapa faktor antara lain: luas penampang pembuluh darah, perubahan tekanan, panjang pembuluh darah dan viskositas. Hukum Kontinuitas menyatakan bahwa volume cairan per satuan waktu (Q) yang keluar sama dengan yang masuk. Semakin kecil luas penampang pembuluh darah, semakin cepat laju alir darah. Hukum Kontinuitas membuktikan luas penampang mempengaruhi kecepatan alir darah..
A1. v1

A1 v1 = A2 v2; A.V = Q A : luas penampang pembuluh darah v : kecepatan alir darah Q : debit
A2. v2

Bernauli menyatakan sebuah hukum yang mirip dengan hukum kontinuitas. Hukum Bernauli memperbaiki kelemahan dari kontinuitas yang tidak memperhitungkan faktor massa jenis dan beda ketinggian. Hukum Bernauli menyatakan bahwa energi dari sebuah fluida cair adalah konstan. Bernauli ikut membuktikan kebenaran dari hukuk kekekalan energi.

E=C W + Ep + Ek = C P. V + m v2 + mgh = C P.V + v2 + gh = C


h2

h1

Tekanan darah yang mengalir di dalam pembuluh darah menentukan sifat aliran. Aliran darah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu aliran laminar dan tubulen. Arah aliran laminar sejajar dengan bidang pembuluh darah yang dilalui dan bersifat tenang. Sedangkan aliran turbulen arahnya berputar dan tidak terkendali. Pada massa jenis dan viskositas yang tetap, perubahan sifat aliran darah dari laminar menjadi turbulen disebabkan oleh peningkatan tekanan (P) dan kecepatan (v). Perubahan aliran darah dapat diprediksikan melalui pengukuran bilangan Reynould. Bilangan Reynould yang melebihi 2000 menujukan potensi aliran turbulensi pada pembuluh darah tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan tekanan yang dapat disebabkan faktor internal atau eksternal. Salah satu faktor internal yang sering dikaitkan dengan aliran turbulensi adalah atherosklerosis. Pengukuran tekanan darah menggunakan prinsip yang sama dengan perubahan aliran laminar menjadi turbulen. Udara yang dipompakan terus ke manset menambah tekanan eksternal pada pembuluh darah. Sesaat aliran darah berubah dari laminar menjadi turbulen. Bila tekanan terus ditambah, maka aliran pembuluh darah menjadi total tertutup. Pada saat ini, bising yang semula kuat terdengar menghilang karena aliran darah mengalami retensi. Setelah pengunci manset dibuja perlahan, tekanan mualai berkurang dan obstruksi menjadi parsial. Darah yang semula mengalami retensi, kembali megalir turbulen. Bising mulai terdengar ing beberapa saat kemudian kembali menghilang seiring dengan penurunan tekanan manset. Bising yang terdengar pertama kali setelah pengunci manset dilepas mewakili kondisi sistolik sehingga tekanan darah saat bising itu pertama kali terdengar juga disebut tekanan sistolik. Bising itu terdengar beberapa saat lalu menghilang. Bising terkahir yang terdengar sebelum menghilang menunjukan perubahan aliran dari turbulen menjadi laminar dan mewakili kondisi diastolik. Tekanan yang terukur saat bising terakhir terdengar sebelum menghilang disebut tekanan diastolik. Rerata tekanan darah normal secara umum disepakati sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg.

Bilangan Reynould 2 vr Bilangan reynould < 2000 laminar Bilangan reynould > 2000 turbulen

Faktor terakhir yang ikut mempengaruhi kecepatan alir darah adalah viskositas. Viskositas diartikan sebagai kekentalan yang diukur dari kecepatan endap dua buah benda pipih yang dimasukan ke dalam zat cair. Viskositas dipengaruhi oleh resultante gaya, luas bidang benda di dalam zat alir, kecepatan benda mengendap dan perubahan jarak tempuh. Kekentalan darah diwakili oleh parameter hematokrit atau PCV pada pemeriksaan laboratorium. Viskositas
r

= F/A v/r F : gaya yang bekerja A : luas bidang v : kecepatan piring yang diatas r : jarak antar piring

You might also like