You are on page 1of 21

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis (Warta medika,2009). Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian. Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau komplikasi dari parotitis

Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-tata kematian akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen. Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal tersebut, melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan tepat dan benar.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep dari gangguan saliva parotitis 2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saliva parotitis

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan saliva parotitis 2. Tujuan Khusus a. Dapat mengetahui definisi dari Parotitis b. Dapat mengetahui etiologi dari parotitis c. Dapat mengetahui Manifestasi klinis dari Parotitis d. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari parotitis e. Dapat merumuskan pengkajian sampai dengan intervensi dan WOC dari Parotitis f. Dapat merumuskan Asuhan Keperawatan dari Parotitis

D. Manfaat 1. Untuk Teoritis: Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan penyakit infeksi parotitis 2. Untuk Praktis: Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Anatomi Kelenjar Saliva Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981). Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995). Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar (Rensburg, Moore dan Agur, 1995). Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995). Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).

Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Rensburg, 1995)

B. Definisi Parotitis Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anakanak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).(Warta Medika,2009) Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008) Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui: 1. Kontak langsung 2. Percikan ludah (droplet) 3. Muntahan 4. Bisa pula melalui air kencing Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 3040% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.

C. Etiologi Parotitis Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)

D. Klasifikasi Parotitis 1. Parotitis Kambuhan Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.

2. Parotitis Akut Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan dehidrasi.

E. Manifestasi Klinis Parotitis Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut : Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

F. Patofisiologi Parotitis Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat: 1. Percikan ludah 2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain

3. Muntahan 4. urine Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis. Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.

G. Komplikasi klinis Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis, miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis. Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini menurut Nelson (2000) : 1. Meningoensepalitis

Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak. 2. Ketulian Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen. 3. Orkitis Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi. 4. Ensefalitis atau Meningitis Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah. 5. Ooforitis Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca pubertas 6. Pankreatitis

Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps. 7. Nefritis Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal. 8. Tiroiditis Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita. 9. Miokarditis Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik. 10. Artritis Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna. 11. Kelainan pada mata Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari

kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena sentral.

H. Penatalaksanaan Parotitis Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif. Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai. Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita: 1. Penderita rawat jalan Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik). a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres. b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup c. Kompres panas dingin bergantian d. Medikamentosa e. Analgetik-antipiretik bila perlu metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai salicylate atau acetylsalicylic acid.

2. Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi a. Diet lunak, cair dan TKTP b. Analgetik-antipiretik c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi

3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi a. Encephalitis simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit kepala. b. Orkhitis istrahat yang cukup pemberian analgetik sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4 hari

c. Pankreatitis dan ooporitis Simptomatik saja

I. Pencegahan Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif. 1. Pasif Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi. 2. Aktif Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007). Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan

bermakna dalam antibodi mumps pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurangkurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak. Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat radiasi. Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps dalam situasi ini

J. Pmeeriksaan Diagnostik a. Darah rutin Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang. b. Amilase serum Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah. c. Pemeriksaan serologis Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu: Hemaglutination inhibition (HI) test Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.

Neutralization (NT) test Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

Complement Fixation (CF) test Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.

Pemeriksaan Virologi Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfatNaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

2.10 WOC (Web Of Caustion) DOWNLOAD : WOC ASKEP PAROTITIS

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus: An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot sejak seminggu yang lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan bahwa teman sebangkunya menderita penyakit yang sama.

B. Pengkajian: 1. Identitas a. Nama b. Umur c. Suku/Bangsa d. Agama e. Pendidikan f. Alamat g. Penanggung jawab biaya h. Alamat : An. B : 9 tahun : Jawa / Indonesia : Islam : Pelajar : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya : Ibu D : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya

2. Keluhan Utama: Demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan

3. Riwayat Penyakit Sekarang: An. B sejak seminggu lalu mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi kiri. Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan di sekitar daerah nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi kanan. An. B menjadi

sukar menelan dan nafsu makan menurun. BB awal adalah 30kg, kemudian saat ini turun menjadi 28kg. Sudah 3 hari tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah akibat penyakit ini.

4. Riwayat Penyakit Dahulu: An.B sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama. Tidak punya riwayat penyakit menular, dan tidak punya riwayat alergi. Belum pernah di imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela)

5. Riwayat Penyakit Keluarga Semua anggota keluarga An.B dahulu sudah pernah mengalami gejala yang sama dengan An.B. Kemungkinan tertular teman sebangku.

6. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda Vital: a. Suhu: 38 C b. Nadi: 108 x/menit c. RR: 20 x/menit d. Tensi: -

7. Kesadaran: Compos Mentis a. B1 (breathing) b. B2 (blood) c. B3 (brain) : Normal : kelemahan fisik dan takikardi : An. B compos mentis, mengalami kecemasan dan terus

menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher d. B4 (bladder) e. B5 (bowel) f. B6 (bone) : normal : porsi makan menurun : kelemahan otot, malaise

8. Pemeriksaan Penunjang

Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar leukosit < 4 x 109/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam serum, terbukti kadar amilase naik >137 U/L darah.

9. Analisis Data NO Data 1` Data subjektif : Sulit menelan,bengkak,nafsu makan menurun. Data objektif : -BB turun menjadi 28kg dari BB semula yang 30kg. Nutrisi kebutuhan 2 Data subjektif : Sulit tidur, tertutup dan Parotitis tidak mau membuka diri karena ada pembengkakan ada kalenjar parotis. Data objektif : Pembengkakan pada kelenjar parotid dan Sakit kepala Gangguan rasa aman dan nyaman kurang dari Intake menurun Sulit menelan Etiologi Parotitis Masalah Keerawatan Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri

Perasaan tidak aman dan nyaman 3 Data subjektif : Nyeri kepala hebat,yang kemudian disusul oleh gelisah Tidak tertangani Parotitis Resiko komplikasi

muntah-muntah,

dan suhu tubuh yang tinggi Data objektif : -adanya ST deresi -suhu tubuh meningkat 38 c -ditemukannya organ lain risilo komplikasi virus di penyebaran virus ke organ lain

10. Diagnosa dan intervensi Keperawatan a. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien adekuat akibat kondisi infeksi Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal No 1 Intervensi Rasional yang keras tidak

Berikan makan lembut sedikit demi sedikit dan Makanan makanan kecil tambahan yang

tepat. mampu dikunyah oleh pasien parotitis. Makanan asam

Menghindari makanan asam

menmbah rasa tidak nyaman

pada pasien parotitis. 2 Berikan diet cair atau makanan selang Bila masukan kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan metabolic, dukungan digunakan malnutrisi 3 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi Membasahi selaput lendir mulut sering yang kurang basah karena jarang digunakan nutrisi untuk dapat mencegah

/hiperalimentasi bila diperlukan

b. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan Tujuan: pasien dapat merasakan kembali rasa aman dan nyaman seiring dengan proses penyembuhan Kriteria Hasil: Pasien ikut serta dan bekrjasama dalam proses mengembalikan rasa aman dan nyaman No 1. Intervensi Istirahat selama periode demam Rasional Pada perode demam, metabolism tubuh tinggi sehingga istirahat dapat Mengurangi metabolism tubuh dan mempercepat

kesembuhan klien 2. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di sekitar lokasi pembengkakan

mengalami peningkatan Dengan kompres dingin diharapkan suhu dapat turun dan mengurangi pembengkakan

c. Diagnosa keperawatan : Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar parotis Tujuan : menghilangkan factor resiko komplikasi Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi No 1 Intervensi Mengurangi terjadinya komplikasi Rasional dengan Kortikosteroid dapat menekan mikroba dan

pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama 2-4 pertumbuhan hari dan globulin

Globulin mencegah terjadinya orkitis

Pantau jantung dengan pemasangan EKG

Mencegah

resiko

terjadi

komplikasi ke otot jantung

BAB 4 PENUTUP

A. Simpulan Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan sialadenitis. Penyakit parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps) merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.

B. Saran Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga harus sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, penambahan volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC 2. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran 3. EGC 4. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku 5. Kedokteran EGC 6. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku 7. Kedokteran: EGC 8. Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media 9. Aesculapicus Penerbit FK UI 10. Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI

You might also like