You are on page 1of 13

LAPORAN SPEKTROFOTOMETRI POLARIMETRI

Pembimbing : Dra. Ari Marlina, M.Si Disusun Oleh : Nevy Puspitasari Nur Fauziyyah Ambar Nurul Latipah Octaviani Ratnasari 111431020 111431021 111431022 111431023

Tanggal Praktikum Tanggal Penyerahan

: 9 Oktober 2012 : 2 November 2012

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Jurusan Teknik Kimia Program Studi Analis Kimia Tahun Ajaran 2012 / 2013

A. TUJUAN

1. Mengenal metode penentuan sudut putar untuk penentuan konsentrasi suatu senyawa yang bersifat optik aktif 2. Mengukur sudut putar bidang polarisasi larutan sukrosa 3. Menentukan kadar sukrosa dalam larutan cuplikan

B. DASAR TEORI

Bila cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma Nicol akan diperoleh suatu cahaya monokromatik dan cahaya ini disebut cahaya terpolarisasi. Suatu isomer optis aktif dapat berinteraksi dengan cahaya terpolarisasi dan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan suatu sudut yang dilambangkan dengan dan disebut rotasi optik. Alat yang digunakan untuk mengukur besaran adalah polarimeter. Isomer optis merupakan senyawa-senyawa dengan rumus molekul sama tetapi tatanan atomatomnya dalam ruang berbeda. Isomer-isomer optis dapat mengalami reaksi yang sama, mempunyai sifat fisika yang mirip, perbedaan isomer-isomer tersebut terletak pada interaksinya dengan bidang cahaya terpolarisasi. Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan isomer optis, maka isomer aktif ini akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Isomer optis mengandung atom karbon asimetris (atom karbon yang mengikat empat atom/gugus yang berbeda) dalam strukturnya. Molekul dengan satu atom karbon asimetris merupakan molekul kiral (tidak simetris), molekul demikian dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi.

Molekul/senyawa tersebut dinamakan senyawa/isomer optis aktif. Molekul dengan dua atau lebih atom karbon asimetris, tidak selalu membentuk molekul kiral. Dengan demikian mungkin saja terdapat molekul yang mempunyai atom-atom karbon asimetris tetapi tidak optis aktif. Isomer optis dengan dua atom karbon asimetris adalah 2bromo-3- kloro butana. Isomer-isomernya adalah:

Senyawa I dan II merupakan pasangan enantiomer senyawa III dan IV juga sepasang enentiomer. Sedangkan I dan III atau IV bukan enentiomer tetapi diasteroisomer, senyawa-senyawa tersebut bukan merupakan bayangan cermin satu sama lain. Skema dari alat polarimeter dapat dilihat pada gambar berikut.

Cahaya dari lampu sumber, terpolarisasi setelah melewati prisma Nicol pertama yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian melewati senyawa optis aktif yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Prisma Nicol ke dua yang disebut analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara maksimum.

Rotasi optis yang diamati/diukur dari suatu larutan bergantung kepada jumlah senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya, temperatur pengukuran, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Untuk mengukur rotasi optik, diperlukan suatu besaran yang disebut rotasi spesifik yang diartikan suatu rotasi optik yang terjadi bila cahaya terpolarisasi melewati larutan dengan konsentrasi 1 gram per mililiter sepanjang 1 desimeter. Rotasi spesifik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

= rotasi optik (yang teramati) c = konsentrasi larutan gram/mL larutan l = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeter = panjang gelombang cahaya (bila menggunakan lampu natrium dilambangkan dengan D) t = temperatur (0C). Rotasi optik yang termati dapat berupa rotasi yang searah jarum jam, rotasi ini disebut putar kanan dan diberi tanda (+), sedangkan senyawa yang diukurnya disebut senyawa dekstro (d). Rotasi yang berlawanan dengan arah jarum jam disebut putar kiri dan diberi tanda (-), senyawanya disebut senyawa levo (l).

C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a) Botol semprot

: :

b) Polarimeter dengan tabung c) Labu takar 25 mL d) Pipet tetes dan pipet ukur 10 mL e) Gelas kimia 250 mL f) Batang pengaduk g) Neraca analitik h) Spatula

2. Bahan a) Sukrosa b) Aquades

D. PROSEDUR KERJA 1. Kalibrasi alat

a) Menghubungkan alat polarimetri dengan sumber arus listrik dan nyalakan alat tersebut. b) Alat menampilkan angka 000 dan skala Z akan menunjukan 0,0. Biarkan beberapa menit hingga lampu LED menyala stabil. c) Mengisi tabung dengan aquades dan memasang pada alat. Lampu zero set tetap menyala, jika lampu tidak menyala, maka atur posisi zero +30, lalu menekan shift ket dan tombol right rotation (R+) atau shift key dan left rotation (L-) bersamaan sampai lampu menyala. d) Mengamati cahaya, apabila sisi kanan terang maka menekan tombol R+ untuk menyamakannya, jika sebaliknya maka menekan tombol L- agar kedua sisi sama terang. e) Setelah sama terangnya, menekan zero set, kalibrasi telah selesai.

2. Pengukuran sampel a) Membuat larutan induk sukrosa 10% dengan menimbang 10,002 gram sukrosa dilarutkan dalam 100 mL aquades. b) Membuat standar larutan sukrosa 2%, 4%. 6%. 8%, 10% dari larutan induk dalam 25 mL. c) Melakukan pengukuran sudut putar optis aktifnya.

d) Mengukur sudut putar larutan cuplikan e) Membuat kurva standar dan menentukan kadar larutan cuplikan dengan cara menginterpolasikan data sudut putar cuplikan ke dalam kurva kalibrasi.

E.

DATA PENGAMATAN Konsentrasi larutan gula 2%

: Hasil pengukuran sudut putar 0,75 0,75 1,25 1,20 0,25 1,20 2,00 2,00 0,60 2,30 2,55 2,55 3,75 3,90 3,90 0,50 1,00 1,00 Sudut putar 0,75

4%

1,20

6%

2,00

8%

2,55

10%

3,90

Sampel

1,00

F. 1.

PERHITUNGAN Pembuatan larutan standar

Pembuatan larutan standar gula 15% 15 gram dalam 100 mL Volume larutan gula 15% yang dibuat: 15 gram = 100 mL x gram = 250 mL x gram = 250 mL x 15 gram 100 mL x gram = 37,5000 gram hasil berat gula yang ditimbang = 37,5234 gram Konsentrasi larutan gula 15% yang dibuat: 37,5234 gram 250 mL x 100% = 15,009%

Pengenceran pembuatan larutan 2% N1 . V1 V1 = N2 . V2

Pengenceran pembuatan larutan 4% N1 . V1 V1 = N2 . V2

15%. V1

= 2%. 50 mL = 6,67 mL

15% . V1

= 4% . 50 mL = 13,33 mL

Pengenceran pembuatan larutan 6% N1 . V1 V1 N1 . V1 V1 = N2 . V2

Pengenceran pembuatan larutan 8% N1 . V1 V1 = N2 . V2

15%. V1

= 6% . 50 mL = 20 mL

15% . V1

= 8% . 50 mL = 26,67 mL

Pengenceran pembuatan larutan 10 % = N2 . V2

15% . V1

= 10% . 50 mL = 33,3 mL

2.

Penentuan Konsentrasi Sampel

Kurva Larutan Standar Polarimetri


4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 2 4 6 8 10 12 Y-Values Linear (Y-Values) y = 0.3532x R = 0.9552

Dari hasil percobaan, maka persamaan garis adalah : No Xi 2 4 6 8 10 30 6


{ ) )

yi 0,75 1,2 2 2,55 3,9 10,4 2,08


)

(x x) -4 -2 0 2 4 0

(x x)2 16 4 0 4 16 40

(y y ) -1,33 -0,88 -0,08 0,47 1,82 0

(y y ) 2 1,7689 0,7744 0,0064 0,2209 3,3124 6,083

(x x) (y y ) 5,32 1,76 0 0,94 7,28 15,3

Jumlah Rata-rata a= a=

b = y bx b= 2,08 (0,3825 . 6) b = - 0,215 Persamaan garis : y = ax + b y = 0,3825x + ( 0,215) y = 0,3825x 0,215 Dari persamaan garis yang didapat, maka konsentrasi sampel dengan sudut putar= 1,00 adalah : y = 0,3825x 0,215 1,00 = 0,3825x 0,215 x = x = 3,18 jadi konsentrasi sampel larutan gula adalah 3,18% (*grafik larutan standar dan penentuan konsentrasi sampel terlampir)

G.

Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar dari larutan glukosa dengan

menggunakan nilai sudut putarnya. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konsentrasi sampel larutan gula/sukrosa, sehingga harus diukur terlebih dahulu pengukuran sudut putar terhadap larutan deret standar sukrosanya. Dikarenakan

sukrosa memiliki atom C yang tidak simetris maka merupakan zat yang bersifat optis aktif, sehingga memungkinkan diukur sudut putarnya. Pada pelaksanaannya dilakukan pengukuran sudut putar pada larutan deret standar dengan prinsip bahwa semakin besar konsentrasi sukrosa, perputaran sudut polarisasi semakin besar. Sehingga dari hasil pengukuran ini berdasarkan hubungan antara konsentrasi dengan besar sudut putar, dimana besarnya konsentrasi merupakan fungsi dari besar sudut putar, maka akan dihasilkan kurva linear sehingga konsentrasi sampel akan didapat dengan menginterpolasikannya ke dalam kurva tersebut. Mekanisme kerja pengukuran sudut putar adalah larutan gula yang merupakan larutan optis aktif berfungsi untuk membelokan cahaya ynag telah melalui polarisator. Untuk menemukan sinar yang telah dibelokkan oleh larutan gula, maka digunakan analisator yang sudutnya dapat diubah ubah. Besarrnya sudut yang ditunjukan analisator setelah menemukan sinar tersebut. Penentuan sudut putar pada larutan deret standar gula dilakukan pada konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10%. Sebelum dilakukan pengukuran larutan deret standar, pertama dilakukan pengukuran larutan blanko. Larutan blanko yang digunakan adalah berisi aquadest. Hal ini dikarenakan untuk pelarutan gula hanya digunakan aquadest, sehingga pengukuran blanko digunakan aquadest saja. Selain itu aquadets/air digunakan sebagai larutan blanko karena air tidak dapat memutar bidang polarisasi. Pengukuran blanko ini berfungsi untuk menstandarkan alat sehingga pengukuran blanko ini dapat mengurangi kesalahan pembacaan pengukuran. Pada setiap pengukuran, pada pengisian larutan kedalam tabung tidak boleh ada gelembung. Hal ini dikarenakan gelembung udara tersebut membentuk cekungan pada larutan sehingga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang terpolarisasi, akibatnya berpengaruh pada besarnya sudut putar suatu sampel. Akan tetapi pada pengukuran tidak setiap pengisian tabung tidak menghasilkan gelembung, sehingga ketika pada saat pengisian tabung polarimeter menghasilkan

gelembung, gelembung ditempatkan dengan menjebaknya pada bagian bulat (cembung) pada tabung polarimeter, sehingga bila polarimeter disimpan tertidur gelembung otomatis akan berada diatas bagian bulat (cembung) pada tabung polarimeter tersebut sehingga gelembung ini tidak akan mengganggu pada saat pengukuran. Setelah dilakukan pengukuran larutan blanko, larutan gula diisikan pada tabung sel polarimeter dan diletakan horizontal pada alat polarimeter. Pengukuran dilakukan dengan cara pengamatan terlebih dahulu setelah tabung sel polarimeter yang berisi larutan dimasukan. Pengamatan terlihat terdapat satu lingkaran/bulat dengan dua daerah, yaitu sisi kiri dan sisi kanan dimana salah satu sisi gelap dan satunya terang. Dengan memijit tombol R+ bila sisi kanan lebih terang dan dengan memijit tombol Lbila sisi kiri lebih terang. Dengan mengatur kedua sisi agar sama terang dengan memijit tombol R+ dan L-, maka nilai sudut putar akan muncul. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, hal ini untuk lebih mendapatkan hasil yang akurat dan presisi dengan pngukuran berulang. Setiap penggantian pengukuran sampel, alat tidak perlu di set zero kembali, akan tetapi langsung dilakukan pengamatan dan pengukuran pada sampel selanjutnya. Berdasarkan hasil yang didapat, larutan gula pada 2% adalah sebesar 0,75, pada 4% adalah 1,2, pada 6% sebesar 2,00, pada 8% adalah 2,55 dan pada konsentrasi 10% adalah 3,9 serta pada sampel adalah 1,00. Dari hasil pengukuran ini didapat semakin besar konsentrasi larutan gula, sudut putarnya semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar konsentrasi, sudut putanya semakin besar. Seharusnya bila dibuat grafik, hubungan antara konsentrasi dengan sudut putar adalah linear, akan tetapi pada hasil pengukuran kurva yang didapat tidak terlalu linear sempurna. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan pengamatan pada saat pengukuran dimana kedua sisi belum sempurna sama terang, selain itu karena pengukuran tergantung pada suhu larutan, diperkirakan adanya perbedaan suhu larutan dengan larutan yang lain pada saat pengukuran menyebabkan pengukuran tidak akurat. Sehingga kurva yang dihasilkannya tidak linear sempurna. Sedangkan dari hasil kurva yang didapat dengan persamaan garis dan interpolasi pada kurva standar, konsentrasi sampel adalah sebesar 3,18%. Ketelitian alat untuk menentukan konsentrasi larutan atau sampel dengan mengukur sudut putar cukup teliti karena zat yang bersifat optis aktif dapat langsung diukur sudut putarnya dengan menggunakan fungsi hubungan antara konsentrasi dengan nilai sudut putar, konsentrasi sampel langsung dapat diketahui akan tetapi kelemahannya alat ini

menggunakan polarisator dan analisator yang kelemahannya terletak pada penyetelan intensitas yang minimum.

H.

Kesimpulan Berdasarkan percobaan didapatkan kesimpulan bahwa semakin besar

konsentrasi larutan maka semakin besar nilai sudut putarnya hal ini terlihat pada grafik linear yang semakin menaik seiring bertambah besar konsentrasi dan sudut putar. Serta dari pengukuran yang didapat dengan menginterpolasikan kedalam kurva dan substitusi pada persamaan garis maka konsentrasi sampel gula adalah sebesar 3,18%.

DAFTAR PUSTAKA
.......... POLARIMETRI. http://www.scribd/doc/POLARIMETRI (diakses pada tanggal 18 Oktober 2012 pukul 17:20) Anonim, 2012. Penentuan Sudut Putar Jenis Zat Optik dengan Polarimeter, (online), (http://landasanteori.blogspot.com/2012/04/penentuan-sudut-putaran-jenis-zatoptik.html diunduh pkl 26 Oktober 19.23) Khorfid, 2011. Percobaan Polarimeter, (online),

(http://ofidfisika.blogspot.com/2011/01/percobaan-polarimeter.html diunduh 26 Oktober 2012 pkl. 22.09) Mifta, 2009. http://www.miftachemistry.blogspot.com (diakses pada tanggal 18 Oktober 2012 pukul 17:18) Salman, Sidik.2012. Percobaan Polarimeter, (online),

(http://chemicalpnup.blogspot.com/2012/09/laporan-polarimeter.html diunduh 26 Oktober 2012 pkl. 19.53) Wibowo, Fredi. 2011. Polarimetri, (online), (http://fredi-36-

a1.blogspot.com/2011/05/praktikum-polarimetri.html diunduh 26 Oktober 2012 pkl. 21.09)


Anonim.2010. Pemakaian Polarimeter. http://www.scribd.com/doc/5006057/ polarimeter.html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2010. Anonim.2010. Polarimeter. http://www.infojoournals.blogspot.com/2010/03/ polarimeter.html. Diakses pada tanggal 10 Desember. Dantith,John.1990. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : departemen pendidika dan Kebudayaan. Khopkhar,S.M.2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press Poedjiadi,Anna.1994. dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press Soekardjo.2002. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga. Sumarno,dkk.1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : Semarang Press.

LAMPIRAN

You might also like