You are on page 1of 7

Artikel Penelitian

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia
Laurentia Mihardja
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Abstrak: Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit. Untuk mencegah komplikasi perlu pengendalian kadar gula darah melalui diet, olahraga dan obat-obatan. Dilakukan analisis data untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah dari 279 responden usia 15 tahun atau lebih yang mempunyai riwayat menderita DM. Data responden didapat dari Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilaksanakan secara potong lintang melalui wawancara, pengukuran fisik, dan pemeriksaan darah. Data diolah menggunakan statistik SPSS versi 15 dengan memperhitungkan desain complex sampling. Hasil yang didapat adalah prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Prevalensi lebih banyak pada wanita dan kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi. Penderita yang makan sayur dan buah 5 porsi atau lebih hanya 8,8%; beraktivitas fisik kurang 35,1%; yang minum atau injeksi obat anti diabetes hanya 47,0%. Prevalensi kegemukan 60,8% pada lakilaki dan 66,9% pada perempuan; obesitas sentral 32,5% pada laki-laki dan 59,9% pada wanita; tekanan darah tidak terkontrol (> 130/80 mmHg) 70,0% pada laki-laki dan 76,8 % pada wanita. Kadar gula darah 2 jam post prandial yang tidak terkontrol baik (>144 mg/dL) sebesar 68,0% pada laki-laki dan 81,1% pada perempuan. Faktor yang berhubungan dalam pengendalian gula darah adalah usia, jenis kelamin, dan minum atau injeksi obat diabetes. Studi ini menunjukkan sebagian besar responden belum mengetahui ataupun menyadari apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mengontrol penyakit diabetes. Diharapkan penentu kebijakan dapat membuat program gaya hidup sehat untuk penderita diabetes agar faktorfaktor risiko dapat terkendali sehingga kadar gula darah dapat terkontrol. Kata kunci: faktor risiko, hipertensi, prevalensi, riskesdas, riwayat DM

418

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus

Factors Associated with Blood Glucose Control in Patients with Diabetes Mellitus in Urban Indonesia Laurentia Mihardja
National Institute Health Research & Development, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta

Abstract: Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic disorders that causes many complications. Controlling blood glucose by diet, physical activity and medicines is needed to prevent these complications. Data analyze was done in 279 respondents of 15 year old and over who had DM history (diagnosed DM or DDM) to evaluate factors associated with blood glucose control. The data came from the baseline health research (Riskesdas) 2007 that was done cross sectionally with personal interview, physical and blood laboratory measurement. Data was analyzed using SPSS 15 software by complex samples. The prevalence of DDM increased with age, but sharply decreased in age group of 65 years or older. The prevalence of DDM were higher in females and high socioeconomic group. The proportion of DDM cases who had > 5 portions of fruit and vegetables intake per day were only 8.8%; lack of physical activity were found in 35.1% respondents; taking antidiabetic medicines or injection was found in only 47.0% . Prevalence overweight and obesity among DDM were 60.8% in male and 66.9% in female; central obesity were 32.5% in male and 59.9% in female; uncontrolled blood pressure (>130/80 mmHg) were 70.0% in male and 76.8% in female. Respondents with 2 hours post prandial blood glucose >144 mg/dL were 68.0% in male and 81.1% in female. Factors associated with blood glucose control were age, sex and taking DM medicines or injection. From this study it is clear that there is a gap between what the respondents should do and what they have been doing in managing their diabetes. It is recommended that the policy markers should conduct programs to initiate and promote behavioural changes in people with diabetes in order to controll the blood glucose level. Key words: diagnosed diabetes mellitus, hypertension, prevalence, risk factors, Riskesdas

Pendahuluan Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren, dll.1,2 DM tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang baik yang mempunyai sasaran dengan kriteria nilai baik, di antaranya gula darah puasa 80-<100 mg/dL, 2 jam sesudah makan 80-144 mg/dL, A1C <6,5%, kolesterol total < 200 mg/dL, trigliserida <150 mg/dL, IMT 18,5-22,9 kg/m2 dan tekanan darah <130/80 mmHg.3 Berdasarkan Riskesdas 2007 didapat prevalensi DM 5,7%; 1,5% di antaranya telah mengetahui dirinya menderita DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

karakteristik sosiodemografi, perilaku, dan biologis penderita yang telah mengetahui dirinya menderita DM di Indonesia dan kaitannya dengan pengendalian gula darah. Apakah mereka melakukan pengendalian diet, melakukan aktivitas fisik yang cukup, minum/injeksi obat agar gula darah terkontrol dengan baik? Bahan dan Cara Populasi dan Sampel Kerangka pengambilan sampel yang digunakan dalam Riskesdas I adalah kerangka sampel Susenas Kor tahun 2007 dengan jumlah sampel 280.000 rumah tangga. Pemilihan sampel dilakukan secara bertahap; pertama, dilakukan pemilihan Blok Sensus (BS) secara probability proportional to size (PPS) linear systematic sampling dengan besar sampel adalah banyaknya rumah tangga hasil listing di setiap Blok Sensus menurut hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan-PEMILU 2004 (P4B). Dari BS terpilih dipilih 16 rumah tangga (RT) secara linear systematic sam-

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

419

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus pling. Sampel biomedis nasional adalah subsampel sebesar 15% dari blok sensus perkotaan di 33 provinsi di Indonesia yang didapat secara systematic random sampling. Responden adalah seluruh anggota rumah tangga dari RT terpilih di blok sensus (BS) terpilih, usia 1-97 tahun, khusus untuk pengambilan gula darah usia 15 tahun ke atas. Kriteria inklusi adalah tercantum dalam daftar responden kesehatan masyarakat dan bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah sakit berat, mempunyai riwayat penyakit hemofilia, idiopatik trombositopenia dan minum obat pengencer darah secara rutin.4 Responden yang berpartisipasi untuk pemeriksaan biomedis sejumlah 24.417 orang. Pemeriksaan gula darah vena 2 jam setelah pemberian gula oral 75 gram ( WHO 1999 dan ADA 2003).5,6 Khusus bagi responden yang telah mengetahui dirinya menderita Diabetes, konfirmasi oleh dokter pemeriksa di laboratorium lapangan berdasarkan (a) minum / injeksi obat diabetes atau (b) gejala DM jelas dan berdasarkan anamnesis didapatkan informasi kadar gula darah puasa >126 mg/dL atau gula darah sewaktu >200 mg/ dL atau (c) 2 kali pemeriksaan pada hari yang berbeda mempunyai kadar gula darah puasa >126 mg/dL atau gula darah sewaktu >200 mg/dL, diberi perlakuan pemberian makanan cair 300 kalori. Prevalensi DM yang didapat sebesar 5,7%; 1,5% di antaranya telah mengetahui dirinya menderita DM (riwayat DM) sejumlah 279 orang.4 Desain penelitian adalah potong lintang. Data yang dikumpulkan meliputi wawancara individu, pengukuran status gizi, tekanan darah, dan pemeriksaan darah antara lain gula darah 2 jam pembebanan dan hemoglobin. Persetujuan etik didapat dari Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Batasan Operasional Umur dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir. Status ekonomi dikategorikan menjadi 5 kuintil berdasarkan jumlah pengeluaran perkapita (data Susenas), kuintil 1-2 dikategorikan status ekonomi rendah atau miskin dan kuintil 3-5 status ekonomi menengah ke atas atau tidak miskin. Aktivitas fisik dinyatakan kurang jika nilai hitungan MET <600 (WHO step). Kategori pendidikan rendah: sampai tamat SMP atau sederajat; pendidikan menengah: tamat SMA atau sederajat; pendidikan tinggi: lanjutan sekolah setelah tamat SMA Status kegemukan dinilai menurut Indeks Massa Tubuh (IMT), berat badan dalam kg dibagi tinggi badan kuadrat dalam m, yaitu kurus (<18,5); normal (18,5-22,9); berat badan lebih (23,0-24,9); obesitas >25,0 (WHO, Asia Pasifik). Untuk kategori obesitas sentral adalah lingkar perut >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada perempuan.4 Gula darah dinyatakan terkontrol baik bila kadar gula darah 2 jam setelah pemberian makanan cair 300 kalori sebesar 80- <144 mg/dL.3 Tekanan darah dinyatakan terkontrol baik bila <130/80 mmHg.3
420

Analisis Data Analisis data dilakukan pada responden yang telah mempunyai riwayat menderita DM. Data yang diolah adalah data hasil kuesioner mengenai sosiodemografi, perilaku, pengukuran dan hasil pemeriksaan darah. Data dianalisis dengan menggunakan statistik SPSS versi 15 dengan memperhitungkan desain complex sampling. Hasil
Tabel 1. Prevalensi Penderita DM di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Sosiodemografi Variabel Usia (tahun) 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+ Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status perkawinan Belum kawin Kawin Cerai hidup Cerai mati Tidak jelas Pendidikan Tertinggi Pendidikan rendah Pendidikan menengah Pendidikan tinggi Pekerjaan Tidak kerja Sekolah Ibu Rumah Tangga Pegawai. Wiraswasta/ Pedagang Petani, Buruh, Nelayan Lainnya Status ekonomi Miskin Tidak miskin f (orang) Prevalensi (%)

10 14 41 77 80 49 8 125 154 15 225 4 33 2 156 85 36 40 2 68 59 64 14 27 24 236

3,6 5,0 14,7 27,6 28,7 17,6 2,9 44,8 55,2 5,4 80,6 1,4 11,8 0,7 56,3 30,7 13,0 14,3 0,7 24,4 22,5 22,9 5,0 10,0 9,2 90,8

Tabel 1 memperlihatkan prevalensi penderita DM (responden dengan riwayat DM) meningkat sesuai usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 tahun ke atas, tertinggi pada kelompok 55-64 tahun, yaitu sebesar 28,7%, tetapi mulai usia 65 tahun terlihat mulai menurun drastis. Prevalensi pada perempuan sebesar 55,2% lebih tinggi dari laki-laki 44,8%. Prevalensi DM pada pendidikan rendah cukup tinggi, yaitu 56,3%. Responden pada umumnya sudah menikah. Dari segi pekerjaan prevalensi tertinggi pada kelompok ibu rumah tangga, wiraswasta/pedagang dan pegawai. Dari segi ekonomi prevalensi tertinggi pada kelompok tidak miskin (90,8%).
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus
Tabel 2. Prevalensi Penderita DM di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Perilaku Variabel Makan sayur buah <5 porsi/hari >5 porsi/hari Makan/minum manis >1 x/hari 1-6 x/minggu <3 x/bulan Minum kafein >1 x/hari 1-6 x/minggu <3 x/bulan Merokok 1 bulan terakhir Merokok tiap hari Tidak merokok Minum alkohol 1 bulan terakhir Minum alkohol >5 x /minggu Tidak minum alkohol Aktivitas Kurang Cukup Obat anti DM Minum/injeksi Tidak minum/injeksi f (orang) Prevalensi (%)

239 23 141 50 87 56 38 185 58 221 3 276 98 181 132 142

91,2 8,8 50,7 18,0 31,3 20,1 13,6 66,3 20,1 79,9 3,4 96,6 35,1 64,9 47,0 53,0

Tabel 2 memperlihatkan 91,2% responden makan sayur buah <5 porsi perhari, 50,7% minum/makan manis >1 kali perhari, 20,1% minum kafein >1 kali perhari dan merokok tiap hari, dan 3,4% minum alkohol. Aktivitas fisik kurang didapati pada 35,1% responden dan yang tidak minum/injeksi obat anti diabetes sebesar 53%. Tabel 3 memperlihatkan prevalensi penderita DM cenderung meningkat seiring bertambahnya IMT baik pada
Tabel 3. Variables f (orang)

kelompok laki-laki maupun perempuan. Prevalensi kegemukan sebesar 60,8% pada laki-laki dan 66,9% pada perempuan. IMT >25 pada laki-laki sebesar 33,3% dan 49,0% pada perempuan. Obesitas sentral sebesar 32,5% pada laki-laki dan 59,9% pada perempuan. Tekanan darah tidak terkontrol baik sebesar 70,0% pada laki-laki dan 76,8 % pada perempuan. Anemia 10,4% pada laki-laki dan 16,9% pada perempuan. Kadar gula darah 2 jam post prandial yang tidak terkontrol baik (>144 mg/dL) sebesar 68% pada laki-laki dan 81,1% pada perempuan. Perilaku minum alkohol tidak diolah karena data responden yang minum alkohol sedikit sekali. Kebiasaan merokok juga tidak diolah karena data pertanyaan merokok hanya pada 1 bulan terakhir sehingga hasilnya bias. Demikian juga minum manis dan kafein hanya ditanyakan frekuensi, tanpa data jumlah yang diminum. Pada tabel 4 terlihat usia 35-54 tahun berisiko hiperglikemia 4,7 kali sedangkan usia 55 tahun atau lebih berisiko 5,4 kali dibanding usia 15-34 tahun. Wanita berisiko 2 kali lebih tinggi terjadi hiperglikemia dibanding pria. Risiko hiperglikemia kelompok berpendidikan rendah dan menengah tidak berbeda bermakna dengan kelompok berpendidikan tinggi (p=0,260). Proporsi hiperglikemia tidak berbeda bermakna antara yang tidak bekerja dengan yang bekerja (p=0,100), maupun antara yang miskin dan yang tidak miskin (p=0,400). Tidak terdapat perbedaan risiko hiperglikemia yang bermakna antara yang makan sayur buah <5 porsi/hari dibanding >5 porsi/ hari (p=0,300), yang kurang aktivitas dengan yang cukup aktivitas (p=0,500), antara yang tekanan darahnya tidak terkontrol dengan yang terkontrol (p=0,200), antara obesitas dengan yang tidak obesitas (p=0,700), dan antara obesitas sentral dengan yang tidak (p=0,060).

Prevalensi Penderita DM Berdasarkan Variabel Biologis dan Jenis Kelamin Prevalensi Penderita DM Laki-laki f (orang) (%)

Perempuan (%)

Obesitas (IMT Asia Pasifik) (n=271) Kurus (<18,5) Normal (18,5-22,9) BB lebih (23-24,9) Obesitas (>25) Lingkar Perut (n=272) Obesitas Sentral Tidak Obesitas Sentral Tekanan Darah (n=279) Tidak terkontrol (>130/80) Terkontrol (<130/80 mmHg) Hemoglobin (n=271) Anemia Tidak anemia Kadar Gula Darah 2 jam post prandial makanan cair 300 kalori (n=279) <144 mg/dL 145-179 mg/dL >180 mg/dL

8 39 33 40 39 81 84 36 13 112

6,7 32,5 27,5 33,3 32,5 67,5 70,0 30,0 10,4 89,6

13 37 27 74 91 61 106 32 26 128

8,6 24,5 17,9 49,0 59,9 40,1 76,8 23,2 16,9 83,1

40 12 73

32,0 9,6 58,4

29 11 114

18,8 7,1 74,0

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

421

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus
Tabel 4. Hubungan Bivariat Karakteristik Sosiodemografi, Perilaku dan Biologis dengan Hiperglikemia Karakteristik Kadar Gula Darah >144 mg/dL <144 mg/dL f(orang) f(orang) OR 95% CI Nilai p

Usia (tahun) 1534 3554 5597 Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Pendidikan rendah dan menengah Pendidikan tinggi Pekerjaan Pengangguran, ibu RT, Sekolah Bekerja Status Ekonomi Tidak miskin Miskin Konsumsi buah dan sayur <5 porsi/hari >5 porsi/hari Aktivitas Kurang Cukup Minum/injeksi obat Tidak minum Minum/inj obat anti DM Tekanan Darah Tak terkontrol baik Terkontrol baik Obesitas Obesitas Tidak obesitas Obesitas sentral Obesitas sentral Tidak obesitas sentral

14 27 28 29 40 58 11 22 47 58 7 61 4 23 46 27 39 33 29 43 20 27 42

10 91 109 125 85 183 25 86 124 178 17 178 19 175 135 115 93 120 76 131 56 103 100

1,0 4,7 5,4 2.0 1,0 1,4 1,0 1,4 1,0 1,3 1,0 1,6 1 1,1 1,0 1,7 1,0 1,3 1,0 1,1 1,0 1,6 1,0

Referens 2,97,4 2,9-7,5 1,33,1 Referens 0,82,5 Referens 0,92,4 Referens 0,72,2 Referens 0,64,1 Referens 0,81,5 Referens 1,2-2,6 Referens 0,82,0 Referens 0,61,7 Referens 0,9-2,6 Referens

0,001 0,001 0,002

0,260

0,100

0,400

0,300

0,500

0,004 0,500 0,200

0,700

0,060

Tabel 5. Hubungan Multivariat Karakteristik Sosiodemografi, Perilaku dan Biologis dengan Hiperglikemia Variabel Usia (tahun) 5597 3554 1534 Jenis kelamin perempuan Tidak minum/injeksi obat DM OR 95% CI p

6,7 4,5 1,0 2,5 2,2

3,512,7 2,38,5 Referens 1,54,2 1,4-3,3

<0,001 <0,001 <0,001 0,001

Tabel 5 memperlihatkan usia >55 tahun memiliki risiko hiperglikemia 6,7 kali sedangkan usia 3554 tahun 4,5 kali dibanding usia 1534 tahun. Jenis kelamin perempuan berisiko 2,5 kali dibanding laki-laki, dan yang tidak minum/ injeksi obat anti diabetes berisiko 2,2 kali dibanding yang minum/injeksi obat. Pembahasan Prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini

disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang.7 Namun prevalensi pada usia 65 tahun ke atas semakin menurun, kemungkinan pada kelompok tersebut responden DM berkomplikasi berat sehingga tak bisa datang ketempat pemeriksaan (kriteria eksklusi sakit berat) atau kemungkinan pada kelompok tersebut sebagian besar sudah meninggal. Prevalensi penderita DM pada yang pendidikan rendah cukup tinggi, yaitu sebesar 56,3%. Hal ini perlu mendapat perhatian karena pengetahuan dan kepatuhan mereka untuk berdiet, olahraga dan minum/injeksi obat diabetes harus ditingkatkan, misalnya melalui penyuluhan mengenai apa yang terjadi jika kadar gula darah tidak terkendali. Penelitian yang dilakukan Aliasgharzadeh et al,7 menunjukkan meningkatnya tingkat pendidikan seiring dengan meningkatnya kepatuhan dalam berdiet, berolahraga dan obat-obatan. Responden pada umumnya sudah menikah, sehingga penyuluhan sebaiknya mengikut sertakan keluarga. Pada umumnya responden makan sayur buah <5 porsi perhari ( 91,2%), minum/makan manis >1 kali perhari ( 50,7%).

422

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Perlu penyuluhan manfaat serat dan efek makan/minum manis terhadap terjadinya hiperglikemia. Prevalensi kegemukan dan obesitas sentral cukup tinggi baik pada kelompok laki-laki maupun perempuan. Khatib et al9 mendapatkan prevalensi DM dengan IMT >25 (obesitas) sebesar 24,1% di daerah rural. Dalam penelitian ini didapatkan prevalensi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 33,3% pada laki-laki dan 49% pada perempuan. Hal ini mungkin karena penelitian dilakukan di daerah perkotaan. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IMT dengan faktor risiko. Oleh karena itu, fokus mencapai berat badan normal adalah salah satu pendekatan untuk mengurangi faktor risiko lainnya, misalnya tekanan darah, dislipidemia, dan gula darah.10,11 Obesitas meningkatkan resistensi insulin, dalam hal ini perlu program diet, olahraga dan obat-obat yang aman bagi penderita dalam mencapai berat badan yang normal. Penelitian yang dilakukan Karmel et al12 pada usia 2685 tahun menunjukkan bahwa 39,0% pasien diabetes tidak memonitor berat badan; 35,3% tidak mengontrol tekanan darah; 34,7% tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup; dan 21,7% tidak minum /injeksi obat DM. Penelitian yang dilakukan Jackson et al13 menunjukkan bahwa pengurangan berat badan dapat mengurangi faktor risiko diabetes yang berhubungan dengan komplikasi. Tekanan darah yang tidak terkontrol dengan baik (>130/ 80 mmHg) pada penderita DM sebesar 70,0% pada laki-laki dan 76,8% pada perempuan. Hipertensi meningkatkan resistensi insulin, karena itu hipertensi harus diterapi dengan baik. Kadar gula darah 2 jam post prandial yang tidak terkontrol didapatkan pada 68,0% responden laki-laki dan 81,1% perempuan. Terlihat bahwa penderita DM kurang mengetahui apa manfaatnya jika kadar gula darah terkontrol baik. Kontrol intensif untuk penderita diabetes melalui terapi nutrisi medik, olahraga dan obat-obatan sangat perlu agar gula darah terkontrol baik sehingga dapat mencegah atau menunda terjadinya komplikasi penyakit. Dokter dengan tim kesehatan perawat dan ahli gizi harus dapat memotivasi pasien serta saling bekerja sama dalam menanggulangi penyakit diabetes. Tingkat kepatuhan berdiet, berolahraga, dan minum/injeksi obat antidiabetes harus dipantau.14 Faktor risiko yang berperan dalam pengendalian gula darah yang didapat dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, dan perilaku minum /injeksi obat anti diabetes. Agar penderita DM mau minum/injeksi obat anti diabetes secara rutin maka perlu diberi penyuluhan tentang manfaat obat anti diabetes terhadap hiperglikemia. Kesimpulan dan Saran Ditinjau dari data kuantitatif, penelitian ini menunjukkan sangat tingginya prevalensi obesitas, tekanan darah dan kadar gula darah yang tidak terkontrol pada penderita DM. oleh karen aitu, perlu dilakukan program yang menyeluruh dan terpadu oleh penentu kebijakan melalui penyuluhan, diet, olahraga dan obat-obatan pada penderita DM agar kadar
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

gula darah dapat terkontrol untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi akibat penyakit tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium lainnya, misalnya HbA1C, kolesterol, trigliserida, asam urat, ureum, kreatinin, lipoprotein A, apolipoprotein B, C reaktif protein, protein uria, dan asam urat, serta pemeriksaan penunjang lainnya misalnya Rontgen paru, elektrokardiografi untuk mengetahui gambaran kondisi kesehatan penderita DM secara lebih detail. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto SH, MSi, SPF(K) selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; dr. Triono Soendoro, Ph.D selaku mantan Kepala Badan yang mencetuskan Riskesdas; dr. Endang Sedyaningsih, MPH, Dr.PH selaku mantan Kepala Pusat Penelitian dan Dr. dr. Trihono MSc selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi yang telah memberikan ijin untuk melakukan anlisis lanjut data Riskesdas 2007. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Tim Manajemen Data dan Sekretariat Riskesdas yang telah bekerja keras menyediakan data-data yang diperlukan, serta kepada Tim Ahli, surveyor, tim laboratorium, para responden, serta personil yang terlibat dalam Riskesdas 2007. Daftar Pustaka
Bogardus C, Lillioja S, Howard BV, Reaven G, Mott D. Relationships between insulin secretion, insulin action, and fasting plasma glucose concentration in nondiabetic and noninsulin-dependent diabetic subjects. J Clin Invest. 1984; 74:1238-1246. 2. Reaven GM, Banting L. Role of insulin resistance in human disease. Diabetes. 1988;37:1595-1607. 3. Perkeni. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: Perkeni; 2006. 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Laporan Riskesdas. Jakarta: Balitbangkes; 2007. 5. Report of WHO. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia. Geneva: WHO; 2006.p.9-43. 6. Ferrannini E, Bjorkman O, Reichard GA Jr, Pilo A, Olsson M, Wahren J, et al. The disposal of an oral glucose load in healthy subjects: A quantitative study. Diabetes. 1985;34:580-588. 7. Dunstan DW, Zimmet PZ, Welborn TA, De Courten MP, Cameron AJ, Sicree RA, et al. The rising prevalence of diabetes and impaired glucose tolerance: The Australian Diabetes, Obesity and Lifestyle Study. Diabetes Care. 2002;25:829-834. 8. Aliasgharzadeh A, Mobasseri M, Adib M. Adherence to management plans for diabetes in type 2 diabetic patients. Abstract Book 13th Asia Oceania Congress of Endocrinology, 2006, May 10-12. Teheran: 2006.p.162. 9. Khatib NM, Quazi ZS, Gaidhane AM, Waghmare TS, Goyal RC. Risk factors of type 2 diabetes mellitus in rural Wardha: A community based study. Int J Diabetes. 2008; vol 28 (3):79-82 10. Krishnan S, Rosenberg L, Djousse L, Cupples A, Palmer YR. Overall and central obesity and risk of type 2 diabetes. Obesity. 2007;15:1860-6. 11. Schafer S, Kantarcis K, Machann J, Venter C, Niess A, Schick F, et al. Lifestyle intervention in individuals with normal versus impaired glucose tolerance. Eur J Clin Invest. 2007;37:535-543. 12. Karmel NM, Badawy YA, El-Zeiny NA, Merdan IA. Sociodemographic determinants of management behavior of dia1.

423

Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus
betic patients. Eastern Mediterranean Health J. 1999;5:967-973. 13. Jackson, Edelman D, Weinberger M. Primary care research. Journal of General Internal Medicine. 2006;21:1050-6. 14. Susman JL, Helseth LD. Reducing the complications of type 2 diabetes: A patient centre approach. Am Fam Physician. 1997; 56:471-80. EV

424

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009

You might also like