You are on page 1of 14

5

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skizofrenia
2.1.1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau
kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran,
emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien
digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik,
yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,
khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah
gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala
sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock, 2004).
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang
terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase
aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi,
pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik
serta adanya gejala negatif (APA, 2000).
2.1.2. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Menurut Kaplan & Sadock (2004), terdapat beberapa kriteria
diagnostik skizofrenia di dalam DSM-IV antara lain :
A. Karakteristik gejala
Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing
ditemukan secara signifikan selama periode satu bulan (atau kurang,
bila berhasil ditangani):
1) Delusi (waham)
2) Halusinasi
3) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering
menyimpang atau tidak berhubungan).
4) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya
perilaku katatonik yang jelas.
5
6
5) Gejala negatif; yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi
(tidak adanya kemauan).
Catatan : Hanya diperlukan satu gejala dari kriteria A, jika delusi
yang muncul bersifat kacau (bizzare) atau halusinasi
terdiri dari beberapa suara yang terus menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua
atau lebih suara yang saling berbincang antara satu
dengan yang lainnya.
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan
Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset
gangguan, ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi
utama; seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri,
yang jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset
pada masa anak-anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai
beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau
pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi
Adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus menetap selama
sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus termasuk
sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani)
yang memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif gejala) dan mungkin
termasuk pula periode gejala prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual ini, tanda-tanda dari gangguan mungkin hanya
dimanifestasikan oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lemah.
D. Di luar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood
Gangguan-gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan,
karena :
1) Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran
yang terjadi secara bersamaan yang terjadi bersama dengan gejala
fase aktif.
5
7
2) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, maka durasi
totalnya akan relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi
periode aktif atau residualnya.
E. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu
zat (penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis
umum.
F. Hubungan dengan perkembangan pervasive
Jika ada riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan
pervasive lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika
muncul delusi atau halusinasi secara menonjol untuk sekurang-
kurangnya selama satu bulan (atau kurang jika berhasil ditangani).
Klasifikasi perjalanan gangguan jangka panjang (klasifikasi ini
hanya dapat diterapkan setelah sekurang-kurangnya satu tahun atau
lebih, sejak onset awal dari munculnya gejala fase aktif) :
a) Episodik dengan gejala residual interepisode (episode ini
dinyatakan dengan munculnya kembali gejala psikotik yang
menonjol); khususnya dengan gejala negatif yang menonjol.
b) Episodik tanpa gejala residual interepisodik.
c) Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di
seluruh periode observasi); dengan gejala negatif yang menonjol.
d) Episode tunggal dalam remisi parsial; khususnya: dengan gejala
negatif yang menonjol.
e) Episode tunggal dalam remisi penuh.
f) Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik).
2.1.3. Etiologi
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu :
a. Diatesis-Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan
lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga
5
8
dapat menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga
faktor tersebut saling berpengaruh secara dinamis (Kaplan & Sadock,
2004).
b. Faktor Biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang
menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik
yang berlebihan di bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala
positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga menunjukkan
pentingnya neurotransmiter lain termasuk serotonin, norepinefrin,
glutamat dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi,
penelitian menggunakan CT Scan ternyata ditemukan perubahan
anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi koteks atau
atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis
skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004).
c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko
masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara
kandung 8% dan pada anak 12% apabila salah satu orang tua
menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua
sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar
monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12%
(Kaplan & Sadock, 2004).
d. Faktor Psikososial
Teori perkembangan
Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya
perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal
kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri,
salah interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan
sosial pada penderita skizofrenia (Sirait, 2008).
Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang
menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir
5
9
irasional orang tua yang mungkin memiliki masalah emosional
yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari penderita
skizofrenia akan berkembang karena mempelajari model yang
buruk selama anak-anak (Sirait, 2008).
Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam
menimbulkan skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia
berasal dari keluarga yang disfungsional (Sirait, 2008).
2.1.4. Tipe-Tipe Skizofrenia
Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, skizofrenia di
dalam DSM-IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu
(Kaplan & Sadock, 2004):
a. Skizofrenia Paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
A. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar
yang menonjol secara berulang-ulang.
B. Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak
terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai.
b. Skizofrenia Terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
A. Di bawah ini semuanya menonjol :
1) Pembicaraan yang tidak terorganisasi.
2) Perilaku yang tidak terorganisasi.
3) Afek yang datar atau tidak sesuai.
B. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizofrenia Katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh
sekurang-kurangnya dua hal berikut ini :
1) Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
5
10
2) Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal).
3) Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadap semua bentuk perintah atau
mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha
untuk menggerakkannya) atau mutism.
4) Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh
posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara
disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, manerism
yang menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol.
5) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).
d. Skizofrenia Tidak Tergolongkan
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia Residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
A. Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisasi, dan perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik
yang menonjol.
B. Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya gejala negatif
atau dua atau lebih gejala yang terdapat dalam kriteria A, walaupun
ditemukan dalam bentuk yang lemah (misalnya,keyakinan yang
aneh, pengelaman persepsi yang tidak lazim).
2.1.5. Gejala dan Gambaran Klinis Skizofrenia
Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah
adanya campuran dari dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala
negatif) (APA, 2000). Secara umum, karakteristik gejala skizofrenia
(kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga kelompok :
a. gejala positif,
b. gejala negatif, dan
c. gejala lainnya.
5
11
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan
tidak ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul. Gejala positif
adalah gejala yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi,
ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan perilaku (Kaplan & Sadock,
2004).
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku
tertentu, seperti perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia
dan gembira, menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami
gangguan sosial, serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas (Kaplan &
Sadock, 2004).
Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain
perilaku yang aneh (misalnya katatonia, di mana pasien menampilkan
perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh; atau
waxy flexibility, yaitu orang lain dapat memutar atau membentuk posisi
tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam waktu
yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi
pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan
pembicaraan, sehingga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan
berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya
(Prabowo, 2007).
2.1.6. Terapi
Tiga dasar akan pertimbangan pengobatan gangguan pada
skizofrenia adalah (Kaplan & Sadock, 2004) :
Terlepas dari berbagai etiologi, skizofrenia terjadi pada seseorang yang
memiliki sifat individual, keluarga, serta sosial psikologis yang unik,
maka pendekatan pengobatan disusun berdasarkan bagaimana
penderita telah terpengaruhi oleh gangguan dan bagaimana penderita
akan terobati oleh pengobatan yang dilakukan (terapi farmakologi).
Faktor lingkungan dan psikologi turut berperan dalam perkembangan
skizofrenia, maka harus dilakukan juga terapi non farmakologi.
5
12
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap
pendekatan terapetik jarang tercukupi untuk mengobati gangguan yang
memiliki berbagai macam bentuk.
2.1.7. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Skizofrenia
Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada
setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu
(Prabowo, 2007) :
a. Fase prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam
fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak
disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat,
serta mencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria
diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi
setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika
seorang individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya
(Prabowo, 2007).
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung
selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain
yang memenuhi kriteria untuk menegakkan diagnosis skizorenia
muncul. Individu dengan fase prodromal singkat, perkembangan gejala
gangguannya lebih jelas terlihat daripada individu yang mengalami
fase prodromal panjang (Prabowo, 2007).
b. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala
skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan
skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat
realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya
episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin
besar antara individu dengan lingkungan sosialnya (Prabowo, 2007).
5
13
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit
terdapat dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia
yang bersifat mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau
gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa
pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali.
Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya kekambuhan.
Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
prognosis positif apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti:
onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya
kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang
sosial, pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara singkat,
munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah,
dan adanya sistem pendukung yang baik (Kaplan & Sadock, 2004)
Sedangkan prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul
beberapa keadaan seperti berikut: onset gangguan lebih awal, faktor
pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan
kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama, adanya perilaku yang
autistik, melakukan penarikan diri, statusnya lajang, bercerai, atau
pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap
skizofrenia, munculnya gejala negatif, sering kambuh secara berulang, dan
tidak adanya sistem pendukung yang baik (Kaplan & Sadock, 2004).
Menurut Sirait (2008) skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat
kronis, berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak
berfungsi selama bertahun-tahun. Beberapa penelitian menemukan lebih
dari periode waktu 5 sampai 10 tahun setelah perawatan pertama kali
dirumah sakit, hanya 10 sampai 20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari
50% memiliki hasil buruk.
Seorang caregiver maupun anggota keluarga lainnya berperan
penting selama pasien berada pada fase aktif maupun fase residual. Hal ini
disebabkan karena setelah pasien selesai dengan perawatan di rumah sakit,
5
14
terapi akan tetap dilanjutkan di lingkungan rumah, oleh karena itu,
kesuksesan pengobatan serta kekambuhan pasien akan ditentukan oleh
caregiver selain faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kesuksesan
pengobatan tersebut.
2.1.8. Kambuh
Kambuh merupakan kondisi dimana pasien kembali menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia setelah remisi dari rumah sakit. Penderita
mengalami kambuh diikuti oleh perburukan sosial lebih lanjut pada fungsi
dasar pasien (Kaplan & Sadock, 2004).
2.2. Caregiver
2.2.1. Pengertian Caregiver
Caregiver adalah individu yang memberikan perawatan kepada
orang lain yang sakit atau orang tidak mampu (Oyebade, 2003). Seorang
caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga
profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009).
2.2.2. Jenis Caregiver
Caregiver dibedakan dalam dua kelompok, yaitu caregiver
informal dan caregiver formal. Caregiver formal adalah individu yang
menerima bayaran untuk memberikan perhatian, perawatan serta
perlindungan kepada individu yang sakit, seperti perawat yang bekerja di
rumah sakit jiwa, wisma, atau panti yang menampung penderita kelainan
jiwa (Nadya, 2009).
Sementara caregiver informal adalah individu yang menyediakan
bantuan untuk individu lain yang memiliki hubungan keluarga atau dekat
dengannya, seperti pada keluarga, teman atau tetangga. Biasanya tidak
menerima bayaran. Pengertian caregiver informal dapat disamakan dengan
caregiver keluarga (Nadya, 2009). Dalam penelitian ini, caregiver yang
dimaksud adalah individu yang merupakan anggota keluarga (caregiver
informal).
5
15
2.2.3. Tipe Tugas Caregiver
Tipe-tipe tugas caregiver digolongkan ke dalam dua kelompok,
yaitu (Lubis, 2004) :
1. Berdasarkan bentuk gangguan yang dialami pasien
Setiap caregiver memberikan bantuan yang berbeda-beda kepada
pasiennya dikarenakan masing-masing pasien memiliki bentuk
gangguan yang berbeda-beda. Contohnya, individu yang mengalami
gangguan pada fungsi fisik, mengetahui apa yang hendak ia lakukan,
namun tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan caregiver.
Berbeda dengan individu yang mengalami gangguan pada fungsi
kognitif. Ia mengalami kesulitan dalam menentukan cara untuk
menyelesaikan pekerjaannya, sehingga membutuhkan seorang
caregiver.
2. Berdasarkan bentuk tindakan yang dilakukan caregiver
Seorang caregiver dapat melakukan beberapa tindakan, antara lain
menyediakan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung,
memberikan informasi atau saran tentang situasi dan kondisi pasien,
memberikan rasa nyaman dan dihargai serta diperlukan, menghargai
sikap positif individu dan memberikan semangat dengan memberikan
penilaian positif kepada pasien, serta membuat pasien merasa menjadi
anggota dari suatu kelompok yang saling membutuhkan.
2.2.4. Caregiver Pasien Skizofrenia
Gangguan skizofrenia akan mempengaruhi kondisi fisik serta mental
caregiver-nya (Irmansyah, 2002). Caregiver informal penderita
skizofrenia seringkali mengalami tekanan mental karena gejala yang
ditampilkan penderita atauupun karena harus selalu memberikan obat
untuk pasiennya. Caregiver mengalami kesulitan berinteraksi secara sosial
dikarenakan adanya stigma yang terbentuk di masyarakat. Oleh karena itu,
caregiver maupun anggota keluarga lainnya seringkali turut mengucilkan
diri dari lingkungan keluarga dan masyarakat, dan beberapa dari mereka
5
16
mengalami kesulitan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan dari
pusat kesehatan yang ada (Irmansyah, 2002).
2.3. Beban
2.3.1. Beban pada Caregiver
Pengertian beban keluarga dalam melakukan perawatan terhadap
penderita gangguan jiwa adalah berbagai permasalahan, kesulitan atau
efek yang dialami oleh keluarga yang merawat anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa. Berbagai literatur membagi beban caregiver
secara umum menjadi dua, yaitu beban obyektif dan beban subyektif
(Nadya, 2009).
2.3.2. Macam-macam Beban
Secara garis besar beban terbagi menjadi 2, yaitu beban obyektif dan
beban subyektif. Beban obyektif adalah berbagai beban dan hambatan
yang dijumpai dalam kehidupan caregiver yang berkaitan dengan
perawatan penderita gangguan jiwa. Contoh beban obyektif diantaranya
adalah beban biaya finansial yang dikeluarkan untuk merawat penderita,
hambatan aktivitas caregiver, gangguan dalam kehidupan berumah tangga,
isolasi sosial, pengucilan atau diskriminasi bagi keluarga penderita dan
menurunnya kesehatan fisik (Nadya, 2009).
Beban subyektif adalah beban berupa stres emosional dari setiap
aspek beban obyektif yang dialami caregiver berkaitan dengan tugas
merawat penderita gangguan jiwa. Contoh beban subyektif diantaranya
perasaan cemas, sedih, frustasi, dan kekhawatiran akan masa depan
penderita, ketidakberdayaan, perasaan kehilangan, dan perasaan bersalah
(Nadya, 2009).
2.3.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan beban caregiver
Berdasarkan dari beberapa literatur beban dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam 3 kategori: 1) faktor
caregiver; 2) faktor pasien; dan 3) faktor lingkungan.
5
17
1) Faktor Caregiver: Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
penghasilan, kesehatan, waktu merawat dalam 1 hari, Pengetahuan
mengenai Skizofrenia, budaya, kemampuan caregiver mengatasi
masalah, stigma.
2) Faktor Pasien: usia, gejala klinis, disabilitas dalam kehidupan sehari-
hari
3) Faktor Lingkungan
2.4. Kerangka Teori
Karakteristik Cargiver
- usia
- jenis kelamin
- pendidikan
- kesehatan
- lama merawat
- budaya
- kemampuan mengatasi masalah
- pengetahuan mengenai skizofrenia
- stigma
Karakteristik Pasien
- usia
- simptom positif dan negatif
- disabilitas pasien
Karakteristik Lingkungan
Beban Caregiver
BAGAN 1. Kerangka Teori
5
18
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
BAGAN 2. Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis
a. Terdapat hubungan antara frekuensi kekambuhan pasien terhadap
beban caregiver.
b. Terdapat hubungan antara usia caregiver terhadap beban caregiver.
c. Terdapat hubungan antara jenis kelamin caregiver terhadap beban
caregiver.
d. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan caregiver terhadap beban
caregiver.
e. Terdapat hubungan antara status keluarga caregiver terhadap pasien
dengan beban caregiver.
1. Frekuensi Kambuh
2. Usia Caregiver
3. Jenis Kelamin Caregiver
4. Tingkat Pendidikan
Caregiver
5. Hubungan Keluarga
antara Caregiver dengan
Pasien
Beban Caregiver

You might also like