You are on page 1of 9

SKENARIO 3 R.

17

Kata Sulit

: Apgar Score Kejang Tipe Fokal PCH (Pernapasan Cuping Hidung) Bayi Laki BB : 1000g PBL : 40cm Kejang terjadi setelah 30menit lahir PF : o Kejaang tipe fokal o Apgar Score 1-3-3-5-7 o HR : 140x/m o RR : 44x/m o SB : 36,8 C o Gerakan Aktif ( ) o Tonus ( ) Bayi Laki, BB 1800g dan PBL 40cm dengan apgar score 1-3-3-57 mengalami kejang-kejang setelah 30 menit lahir

Kata Kunci

Masalah Dasar

Pertanyaan 1. Anamnesis, PF, PP

2. Interpretasi Pemeriksaan Lab

Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal Seorang bayi baru lahir dikatakan normal apabila memiliki ciri-ciri berikut: Bayi baru lahir normal memiliki berat badan 2,5 4 Kg Panjang badan 48 52 cm Lingkar dada 30 38 cm Lingkar kepala 33 35 cm Frekuensi jantung 120 160 kali/menit Pernafasan 40 - 60 kali/menit

Kulit bayi baru lahir terlihat kemerahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna Kuku agak panjang dan lemas Genitalia; untuk perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora dan untuk laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik Reflek graps atau menggenggam sudah baik memiliki eliminasi yang baik, mekonium untuk bayi baru lahir akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan
Mengevaluasi Nilai Apgar

Lima kriteria Skor Apgar: Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

Warna kulit

warna kulit tubuh normal merah seluruhnya muda, biru tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis) <100 kali/menit

warna kulit tubuh, tangan, dan kaki Appearance normal merah muda, tidak ada sianosis

Denyut jantung tidak ada tidak ada respons Respons refleks terhadap stimulasi Tonus otot

>100 kali/menit

Pulse

meringis/menangis meringis/bersin/batuk lemah ketika saat stimulasi saluran Grimace distimulasi napas

lemah/tidak sedikit gerakan ada lemah atau tidak teratur

bergerak aktif

Activity

Pernapasan

tidak ada

menangis kuat, pernapasan baik dan Respiration teratur

Interpretasi Nilai Apgar Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah.

Jumlah skor Interpretasi 7-10 Bayi normal

Catatan

4-6

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang Agak rendah menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas. Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

0-3

Penanganan Bayi Baaru Lahir Berdasasrkan NILSI APGAR Nilai APGAR 5 Menit Pertama Penaganan

Tempatkan ditempat hangat dengan lampu sebagai sumber penghangat Pemberian oksigen. Resusitasi Stimulasi rujuk

0-3

Tempatkan dalam tempat yang hangat. Pemberiak oksigen Stimulasi taktil

4-6

7-10

Dilakukan penatalaksanaan sesuai drngan bayi normal.

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk

menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut. 3. Dx, DD Dx DD : HIE (Hipoksia Iskemik Ensefalopati) e.c asfiksia : - Sepsis Neonatorum - Perdarahan Intrakranial

4. Etiologi, Faktor Resiko

5. Epidemielogi
epidemiologi Angka kejadian HIE berkisar 0,3% - 1,8% di negara-negara maju, sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid, namun diyakini bahwa angka kejadian di Indonesia lebih tinggi dari angka kejadian di negara-negara maju.

6. Patofisiologi

Patofisiologi Fetus dan neonates lebih tahan terhadap afiksia dibandingkan dengan dewasa. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat terjadi hopoksia iskemik, fetus berusaha mempertahankan didupnya dengan mengalihkan darah ( redistribusi ) dari paru paru, gastrointestinal, hepar, ginjal, limpa, tulang, otot, dan kulit, menuju keotak, jantung dan adrenal ( diving reflex ). Pada fetal distress maka peristaltik usus meningkat, spincter ani terbuka, mekonium akan keluar bercampur dengan air ketuban, skuama, lanugo, akan masuk ke trakea dan paru paru, sehingga tubuhnya berwarna hijau dan atau kekuningan. Kombinasi antara fetal hypoxia yang kronis dengan cedera hipoksia iskemik akut setelah lahir mengakibatkan kelainan neuropatologi yang sesuai dengan umur kehamilan. Pada hipoksia yang ringan, timbul detak jantung yang menurun, meningkatkan tekanan darah yang ringan untk memelihara perfusi pada otak, meningkatkan tekanan vena sentral, dan curah jantung. Bila afiksianya berlanjut dengan hipoksia yang berat, dan asidosis, timbul detak jantung yang menurun, curah jantung yang menurun, dan menurunnya tekanan darah sebagai akibat gagalnya fosforilasi oksidasi dan menurunnya cadangan energy. Selama asfiksia timbul produksi metabolik anaerob, yaitu asam laktat. Selama perfusinya jelek, maka asam laktak tertimbun dalam jaringan local. Pada asidosis yang sistemik, maka asam laktat akan dimobilisasi dari jaringan ke seluruh tubuh sering dengan perbaikan perfusi. Hipoksia akan mengganggu metabolism oksidatif serebral sehingga asam laktat meningkat dan Ph menurun, dan akibatnya menyebabkan proses glikolisis ATP berkurang. Jaringan otak yang mengalami hipoksia akan meningkat penggunaan glukosa. Adanya asidosis yang di sertai dengan menurunnya glikolisis, hilangnya autoregulasi serebrovaskuler, dan menurunnya fungsi jantung, meyebabkan iskemia dan menurunnya distribusi glukosa pada setiap jaringan. Cadangan glukosa menjadi berkurang, cadangan energy berkurang, timbunan asam laktat meningkat. Selama hipoksia berkepanjangan, curah jantung menurun, aliran darah otak menurun, dan adanya kombinasi proses hipoksikiskemik menyebabkan kegagalan sekunder dari oksidasi fosforisasi dan produksi ATP menurun. Karena kekurangan energi, maka ion pump terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ intraseluler, K+, glutamatdan aspartate ekstraseluler. Mekanisme kerusakan tingkat seluler pada neonates yang mengalami asfiksia sekarang masih dalam penelitian. Teori yang dianut sel otak melalui proses apoptosis dan nekrosis, tergantung perjalanan prosesnya akut atau kronik, lokasi, dan stadium perkembangan parensim otak yang cedera. Kedua bentuk kematian sel ini berbeda. Kematian sel nekrotik ditandai dengan sekelompok sel neuron edema, disentregasi dari membran, pecahnya sel, isi sel tumpah ke rongga ekstraseluler yang memberikan reaksi inflamasi dan fagositosis. Apoptosis terjadi pada individu, sel mengerut / mengecil, kromatin kelihatan piknotik, membran sel membentuk gelembung gelembung (blebbing), inti sel berfragmentasi dan sel berbelah belah dengan masing masing pecahan ( yang mengandung pecahan nucleus dan organelle ) terbungkus oleh

membrane sel yang utuh, ini disebut apoptotic bodies . Apoptotic bodies ini kemudian akan mengalami fagositosis oleh makrofag ataupun sel sekitarnya. Kematian sel nekrotik terjadi segera setelah adanya injuri ( immediately cell death ) dan terutama terjadih pada neuron yang mature. Sebaliknya kematian sel apoptotic terjadinya lebih lambat ( delayet cell death ) dan terutama terjadi pada sel neuron yang immature

7. Manifestasi Klinik 8. Penatalaksanaan

Terapi HIE

Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995 (5). Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 4050mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40 Pada beberapa percobaan dengan hewan dan manusia ditemukan keuntungan dalam hubungannya dengan hasil akhir neurologi. Cara yang digunakan disebut selective cerebral cooling yang menggunakan air dingin disekitar kepala. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk dapat merekomendasikan pengobatan ini khususnya pada bayi. Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai peranan sebagai additive cerebral cooling sebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE. Penggunaan steroid pada percobaan hewan tidak mempunyai manfaat menurunkan cedera otak. Pada serial kasus yang dilaporkan, steroid hanya menurunkan tekanan intra kranial secara temporer dan tidak memperbaiki hasil akhir penderita dengan HIE. 9. Komplikasi

KOMPLIKASI 1. Cerebral Palsi Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu gerakan atau gangguan pada sel-sel motoric pada SSP yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. CP ini dapat terjadi akibat cedera lahir dan berkurangnya aliran darah ke otak sebelum,selama,dan segera setelah bayi lahir. Bayi premature sangat rentan terhadap CP,kemungkinan karena pembuluh darah ke otak belum berkembang secara sempurna dan mudah mengalami perdarahan atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang memadai ke otak. 2. Retardasi Mental Retaldasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi dibawah rata-rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun (Mansjoer,2001).Gangguan pada saraf yang diakibatkan HIE maupun asfiksia dapat menyebabkan retardasi mental selain berhubungan juga dengan keadaan bayi yang waktu lahir Berat Badannya kurang dari 2500 gr atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu. 3. Disfungsi berbagai organ

Asfiksia neonatorum dapat mengakibatkan kerusakan multiorgan. Respon sirkulasi terhadap asfiksia menyebabkan redistribusi aliran darah ke otak, hati, adrenal dan ginjal. Hipoperfusi yang disertai hiperkapnia dan asidosis berperan besar dalam kerusakan organ-organ tersebut . Penurunan aliran darah di daerah medula akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan masukan oksigen. Karena berbagai penyebab prerenal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun, curah jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus menurun. Kegagalan pernafasan juga mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan di antaranya : a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan. 10. Prognosis, Edukasi 11. Klasifikasi kejang pada bayi baru lahir

Klasifikasi kejang pada neonates : (saran:pertanyaan ini gak usah dimasukin dislide/dibacakan,jd pertanyaan yg disembunyikan saja~terimakasih~)
1. Kejang Tonik -Kejang tonik umum: Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah. -Kejang tonik fokal: Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan intraventrikular. 2. Kejang Klonik Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan & berirama), penyebabnya mungkin fokal/multi-fokal. 2 Setiap gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang lambat diikuti oleh fase yang lambat. Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat gerakan tersebut. Berkaitan dengan trauma fokal,infarks atau gangguan metabolik. Dikenal 2 bentuk : a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan atau tanpa gerakan wajah. b. Multifokal : Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu focus atau migrasi terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah ke ekstremitas lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik salah satu atau lebih

anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kadang-kadang karena kejang yang satu dengan kejang yang lain sering bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang umum.

3. Kejang Mioklonik Terdiri dari : Kejang mioklonik fokal, multi-fokal atau umum. -Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas. -Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak sinkron pd beberapa bagian tubuh. -Kejang mioklonik umum terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologi SSP yang difus 1 4. Kejang subtle Manifestasi klinis berupa orofasial, termasuk kedipan mata, gerakan alis yang bergetar berulang-ulang, mata yang tiba-tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu arah gerakan seperti menghisap, mengunyah, mengeluarkan air liur, menjulurkan lidah, mendayung, bertinju, atau bersepeda.

You might also like