You are on page 1of 10

KHUTBAH IDUL ADHA 1434H

BELAJAR DARI KESUKSESAN KELUARGA NABI IBRAHIM AS


Oleh: Ust. H. Fajar Hasan Mursyid, Lc, MA

3
.
.

. .




.





.








: : .

:

.

.

Melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga
kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan
Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan
kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun
kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapa pun
perkasanya, kita lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya
kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang
Maha Kuasa atas segala-galanya.


Ma'asyiral muslimin rahimakumullah !
Idul adha yang kita rayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, dikenal dengan
sebuatan Hari Raya Haji, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan
ibadah haji tengah melaksanakan rukun yang utama, yaitu wukuf di Arafah.

Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, di sebut pakaian
ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup. Tidak dapat
dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan
diri kepada Allah SWT Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca
kalimat talbiyah.






Muslimin ,Muslimat yang dirahmati Allah!
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, ia juga dinamakan Idul
Qurban, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban.
Arti Qurban ialah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada
orang lain, meskipun harus menderita . Orang lain itu bisa anak, orang tua,
keluarga, saudara sebangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang
ditujukan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan
yang sangat tinggi nilainya.
Nabi Ibrahim a.s. dalam lintas sejarah perjuangannya mendapatkan ujian
dari Allah berupa belum diberikannya keturunan setelah bertahun-tahun
menikah dengan Sarah. Nabi Ibrahim a.s. pun mengalami kegalauan dalam hati
yang antara lain tercermin dalam doa yang dipanjatkannya ke Hadirat Allah
SWT sebagaimana diabadikan dalam al-Quran Surat al-Shaffat [37]: 100,
sebagai berikut.

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orangorang yang saleh
Doa ini kemudian diijabah oleh Allah SWT, dengan lahirnya seorang
putra, yaitu Nabi Ismail a.s. melalui Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim a.s.,
sebagaimana digambarkan dalam al-Quran Surat al-Shaffat [37]: 101.


Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar".


Namun kebahagian ini kemudian diiringi pula cobaan lain dari Allah
S.W.T. bagi Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Ismail a.s. yang lahir dari istri

kedua menimbulkan kecemburuan pada diri Sarah, sang istri. Akhirnya, atas
dasar perintah Allah S.W.T., Nabi Ibrahim a.s. membawa sang anak dan ibunya
untuk kemudian meninggalkan mereka di sebuah padang tandus yang disana
berdiri rumah Allah, yaitu tempat yang kemudian menjadi kota Mekkah alMukarromah. Seorang ibu dan anaknya yang masih kecil, telah mendapat ujian
berat dengan hidup di padang gersang sebagai bagian dari keyakinan akan
perintah Allah S.W.T.
Cobaan yang diberikan Allah S.W.T. bagi Nabi Ibrahim a.s. dan
keluarganya kembali datang melalui sebuah perintah yang sangat berat, yaitu
menyembelih sang putra, padahal usianya masih muda. Sang putra pun
menunjukkan tingkat keimanan yang tinggi sehingga mengikhlaskan dirinya
untuk memenuhi perintah Allah S.W.T. melalui mimpi Ayahandanya. Hal ini
antara lain terekam dalam firman Allah S.W.T.
Dalam Surat al-Shaffat, ayat.102:










"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata, Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! ia
menjawab, Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Kesabaran Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya Hajar yang merelakan anaknya
menjadi korban dan juga kepatuhan yang ditunjukkan Ismail sebagai wujud
ketundukannya kepada perintah Allah SWT merupakan pelajaran utama di
dalam kisah yang diabadikan al-Quran ini. Al-Quran seolah mengingatkan
seluruh manusia bahwa tidak ada pertimbangan lain yang dapat menawar jika
Allah SWT. telah memberi perintah, bahkan jika pun perintah tersebut diberikan
pada seorang nabi.
Hati Nabi Ibrahim a.s. sebagai seorang ayah tentulah merasa pedih saat
mengorbankan anaknya. Namun di balik hal tersebut, terbesit keyakinan bahwa
apa yang diperintahkan Allah SWT. merupakan ujian dan pasti akan berakhir
pada kebaikan dan kebahagiaan. Al-Quran surat al-Shaffaat ayat 103 sampai
109 menggambarkan kondisi tersebut sebagai berikut:






# #

# #
#
#
.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya
atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia,
Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sungguh,
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu)
Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.


Rangkaian cobaan yang diterima Nabi Ibrahim a.s. dan keluarga inilah
yang kemudian diabadikan dalam ritual ibadah haji dan juga ibadah qurban di
bulan Dzulhijjah. Allah SWT melalui kisah Nabi Ibrahim a.s. memberikan
hikmah yang luar biasa besar bagi kita Ummat Islam di dunia ini melalui
gambaran pengorbanan penuh makna. Umat Islam saat ini dengan demikian
harus mampu meneladani Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya dalam perjuangan
mencapai derajat takwa kepada Allah yang senantiasa berupa proses panjang
dan membutuhkan kesabaran dan pengorbanan.
Karena itu, para pemimpin, kepala keluarga, elite politik dan siapapun
yang memiliki kewengan memimpin harus memberi contoh dengan
menunjukkan semangat berkorban untuk kepentingan rakyat, bila semangat ini
ada, maka pemimpin tidak akan hidup bermewah - mewah di tengah-tengah
penderitaan rakyat, apalagi bila gaya hidup mewah itu justeru dilakukan dengan
biaya dari dana rakyat, baik yang sengaja dikorup maupun disiasati melalui
ketentuan berbagai macam tunjangan jabatan agar tidak terkesan korupsi.


Diantara khalifah yang justeru menunjukkan kesederhanaan setelah
menjadi pemimpin atau pejabat adalah Umar bin Abdul Aziz. Bandingkan
dengan pemimpin masa kini yang justeru baru bisa hidup mewah setelah
menjadi pejabat. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul
Aziz, sebelum menjadi khalifah ia memang sudah menjadi orang kaya,
karenanya ia bisa menghabiskan dana untuk membeli pakaian yang harganya

600 dirham, bahkan menutut riwayat yang lain 800 dirham, tapi ketika menjadi
khalifah, ia hanya membeli pakaian yang harganya 6 sampai 8 dirham saja, hal
ini ia lakukan karena cara hidupnya yang sederhana dan tidak pula ia lakukan
hanya melalui himbauan tapi dicontohkannya langsung kepada masyarakatnya.
Roja bin Haiwah, seorang menteri pada kabinet Umar bercerita: Aku disuruh
oleh Umar Bin Abdul Aziz membeli pakaian seharga enam dirham, maka aku
belikan seperti apa yang diharapkannya itu dan kemudian beliau berkata :
Itulah pakaian yang saya senangi, karena dia tidak demikian halus. Berkata
Roja: Mendengar itu pun aku menangis, terharu. Khalifah bertanya: Apa
yang engkau tangiskan? Roja menjawab: Dulu saya bawakan kepada engkau
pakaian seharga enam ratus dirham, maka engkau berkata: saya senang pakaian
ini, sayang dia terlalu kasar. Tetapi sekarang setelah engkau jadi khalifah, saya
belikan engkau pakaian seharga enam dirham saja, justru engkau berkata: saya
senang kepadanya, kalau tidak demikian halus.Kesederhanaan inipun
mendapat dukungan dari anggota keluarganya, isteri dan anaknya sehingga
menjadi teladan pula bagi masyarakat.


Bila kemewahan hidup semakin mewabah bahkan telah menjadi
mode,trend dan gaya hidup, apalagi hal itu dilakukan oleh para pemimpin dan
keluarganya, baik pemimpin Negara, organisasi, yayasan, universitas apalagi
pemimpin partai politik, maka kehancuran suatu bangsa tidak bisa dihindarkan
lagi dan kehancuran itu semakin besar ketika kemewahan hidup itu tidak juga
ditinggalkan, Allah swt berfirman mengingatkan masalah ini:

(16)


(17)




"Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Dan berapa banyaknya kaum
sesudah Nuh telah kami binasakan. dan cukuplah Tuhanmu Maha mengetahui
lagi Maha melihat dosa hamba-hamba-Nya". (QS Al Isra [17]:16-17).


Maasyiral Muslimin Rahimakumullah

Situasi dan kondisi bangsa Indonesia hari ini, bagai berdiri ditepi jurang
pada malam gelap gulita. Berbagai musibah alam dan kejadian memilukan,
telah membuat rakyat negeri ini kebingungan menghadapi banyak persoalan
hidup, dan mengkhawatirkan persoalan-persoalan yang akan datang berikutnya.
Barangkali benar, bangsa Indonesia tengah menuai akibat perbuatan
mungkarat yang dilakukan manusia-manusia tidak bermoral, pejabat yang
zalim, ingkar dan tidak tunduk pada aturan Allah dalam menyuburkan bumi dan
mengelola negeri ini. Seakan tidak ada tempat tinggal yang aman dan nyaman
untuk didiami.
Ibarat kata, rakyat Indonesia terus menerus dikejar-kejar bencana, di
dalam negeri hingga mancanegara. Lihatlah nasib TKI dan TKW, berapa
banyak di antara mereka yang dianiaya atau diperkosa majikannya, bahkan
dihukum mati. Begitu pula nasib calon jamaah haji kita pun setiap tahun tak
henti dirundung malang banyak yang tidak bisa berangkat ke tanah suci
sekalipun sudah melunasi ONH dan memegang visa.
Pertanyaannya, mengapa negeri kita kian akrab dengan adzab dan kian
jauh dari rahmat Allah? Alangkah bijaksana jika bangsa Indonesia merenungkan
firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Araf ayat 97-99, sebagai jawaban atas
pertanyaan ini.

( 97)
(99)
( 98)
Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan
Kami kepada mereka di malam hari tatkala mereka sedang tidur? Atau apakah
penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada
mereka diwaktu pagi ketika mereka sedang bermain-main? Maka apakah
mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang
merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (Qs. Al-Araf,
7:97-99)
Perilaku umat yang kering dari ajaran agama akan menyuburkan
kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Bangsa Indonesia patut berkabung, karena negeri kita tidak saja terancam
bencana alam. Tapi yang lebih memprihatinkan, negeri kita juga terancam

menjadi produsen dan konsumen narkoba terbesar di dunia, negara gagal akibat
virus korupsi, disamping dekadensi moral, kemiskinan, tawuran pelajar dan
mahasiswa, kerusuhan sosial antar warga, aliran sesat, bahkan penculikan dan
jual beli anak.
Lebih memprihatinkan lagi, semakin sering musibah menimpa,
masyarakat luas malah semakin berani dan terbuka berbuat dosa. Segala
musibah ini, bukannya mendorong kita untuk taqarrub ilallah, menyadari dosa
dan kesalahan, lalu memperbaiki diri dengan meningkatkan amal shalih. Tapi
justru semakin ingkar dan memusuhi syariat Allah. Di kalangan masyarakat,
nampaknya belum juga menyadari, bahwa segala derita dan kesengsaraan yang
kita alami, berkaitan erat dengan kemaksiatan dan dosa yang merajalela.
Allah SWT berfirman:




(100)

Apakah belum jelas bagi mereka yang mewarisi suatu negeri sesudah lenyap
penduduknya yang lama, bahwa jika Kami menghendaki tentu Kami azab
mereka karena dosa-dosanya, dan Kami kunci mati hati mereka sehingga tidak
dapat mendengar pelajaran lagi? (Qs. Al-Araf, 7:100).
Subhanallah, apa dosa rakyat Indonesia, sehingga terus menerus
digoncang fitnah dan dilanda musibah? Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib
RA berkata: Tidaklah turun bencana kecuali diundang oleh dosa. Dan tidak
akan dicabut suatu bencana kecuali dengan tobat.
Pada saat negeri kita diguncang bencana seperti sekarang, alangkah
baiknya jika para pemimpin negeri ini belajar pada kebijakan khalifah Umar
Ibnul Khathab, tatkala rakyat yang dipimpinnya mengalami paceklik. Beliau
yang bergelar Al-Faruq, telah meletakkan dasar-dasar semangat saling
membantu dan meringankan beban sesama, tentang bagaimana seharusnya para
pemimpin berbuat pada saat rakyatnya mengalami penderitaan.
Pada masa kekhalifahan Umar Ibnul Khattab RA, pernah terjadi kemarau
panjang, diikuti bencana alam, gempa bumi dan angin badai. Akibatnya,
kelaparan merajalela, wabah penyakit melanda masyarakat dan hewan ternak.
Demikian sedih menyaksikan kondisi rakyatnya, sehingga beliau bersumpah
tidak akan makan daging dan minum susu sebelum bahan makanan tersebut
dinikmati oleh semua penduduk.

Umar yang Agung berusaha keras menundukkan ambisi pribadinya,


mengendalikan kepentingan diri dan keluarganya, demi mengutamakan
kepentingan rakyat yang lebih membutuhkan. Sehingga keluarlah ucapannya
yang terkenal: Bagaimana aku dapat memperhatikan keadaan rakyat, jika aku
sendiri tidak merasakan apa yang mereka rasakan.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Negeri ini sedang menantikan fajar menyingsing, sambil menelusuri jejak
yang dapat membimbing ke jalan hidayah. Adakah solusi atau jalan keluar dari
segala ancaman musibah ini?
Al-Quran menjelaskan, manusia akan dapat terbebas dari murka Allah,
asalkan mau mematuhi aturan-aturan Allah dalam bentuk ibadah, dan perilaku
sosial




(96)

Sekiranya penduduk negeri-negeri di dunia ini beriman dan bertaqwa kepada
Allah niscaya Allah akan membukakan pintu-pintu berkah dari langit dan dari
bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka
akibat perbuatannya.
Ayat ini menjelaskan, bahwa kunci pembuka rezki dan pembebas dari
bencana adalah iman dan taqwa. Artinya, jika kita ingin menikmati indahnya
Islam dan merasakan berbahagianya menjadi Muslim, kerjakanlah perintah dan
jauhi larangan Allah, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram. Allah akan
memberi berkah kepada rakyat yang beriman, taat dan menjauhi syirik.
Sebaliknya akan mengazab rakyat yang berbuat syirik, maksiat dan mengingkari
syariat Allah.
Marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar ummat ini diberiNya petunjuk dan
hidayah untuk menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang beriman.
Amiin.

Khutbah Kedua




:

.











.
.







.




.


.


.





.








.


:

wassalam

You might also like