You are on page 1of 4

No.

7 - November 2011
24
Edible vaccine adalah tanaman yang di
rekayasa secara genetik untuk memproduksi
vaksin sebagai produk pertanian dalam bentuk
buah dan sayuran. Tanaman ini disisipi gen
yang memproduksi protein sebagai epitop suatu
penyakit yang bila masuk ke dalam tubuh kita
dapat berfungsi sebagai vaksin. Dengan model ini
tanaman berfungsi sebagai bioreaktor atau pabrik
yang memproduksi vaksin berupa buah atau sayur
yang dapat dikonsumsi langsung.
Temuan ini memberikan kabar baik bagi dunia
kesehatan, karena dapat menyelesaikan beberapa
masalah di lapang berkaitan dengan vaksinasi
penyakit endemik. Edible vaccine muncul sebagai
jawaban atas keterbatasan yang dimiliki oleh
vaksin konvensional. Sejauh ini vaksinasi belum
mampu menjangkau seluruh bayi, khususnya
di negara-negara berkembang dan dunia ketiga
disebabkan oleh keterbatasan produksi, distribusi,
dan penanganannya sampai siap ke pengguna.
Walaupun masih baru tahap uji coba praklinikal,
tentu teknologi edible vaccine ini akan membuka
peluang baru bagi penanganan berbagai penyakit
dengan lebih mudah dan terjangkau. Anak-anak
tidak perlu lagi takut untuk divaksin karena
melalui teknologi ini nantinya vaksinasi tidak
menggunakan jarum suntik.
Sebaliknya, produk ini juga menimbulkan
suatu kekhawatiran bagi beberapa pihak. Sebagai
produk tanaman transgenik, maka edible vaccine
tentu akan memiliki permasalahan yang sama
sebagaimana tanaman sebelumnya, yaitu adanya
ketakutan terhadap efek samping maupun
penggunaan bahan yang tidak dapat diterima.
Diantara ketakutan yang muncul antara lain
masuknya allergen dari organisme yang disisipkan
serta pencemaran gen pada lingkungan melalui
persarian silang (cross-pollination). Disamping
MENGENAL EDIBLE VACCINE,
Pemanfaatan Produk Hortikultura untuk Media Vaksin
iptek hortikultura
25
itu, kemungkinan perlawanan dari kelompok
religius tertentu akibat penggunaan sumber yang
berlawanan dengan doktrin agama yang dianut.
Sejarah Kemunculan Eschereia
Ide ini muncul di tahun 1992 yang didukung
oleh WHO yang menginginkan adanya vaksin
murah untuk program imunisasi anak-anak di
seluruh dunia. Proyek pembuatan edible vaccine
(vaksin edibel) dimulai oleh Charles Arntzen,
peneliti dari Boyce Thompson Institute, USA.
Target pertama penelitian vaksin edibel ialah
bakteri E. coli dan virus Norwalk penyebab diare,
yang endemik di banyak negara berkembang.
Teknologi yang diterapkan menggunakan media
buah dan sayuran ini, pada awalnya diketahui
sebagai sintesa molekul immunoglobulin pada
tanaman tembakau. Dalam perkembangannya,
vaksin ini juga dikembangkan untuk berbagai
penyakit infeksi, baik untuk anak-anak maupun
orang dewasa.
Produk vaksin edibel diperoleh dengan cara
menyisipkan gen-gen terpilih, sesuai dengan target
penyakit yang akan dituju ke dalam tanaman,
sehingga tanaman tersebut memproduksi protein
yang dikendalikan oleh gen sisipan ini. Proses
tersebut telah umum dikenal dengan istilah
transformasi dan tanamannya disebut tanaman
transgenik. Vaksin edibel hanya terdiri atas protein
antigen dan bebas dari gen-gen yang bersifat
patogen, sehingga tidak menimbulkan infeksi dan
aman bagi pengguna.
Kelebihan Vaksin Edibel
Adanya teknologi vaksin edibel menjawab
sebagian persoalan yang dihadapi dalam
penggunaan vaksin konvensional. Sebagaimana
diketahui, produksi vaksin selama ini dianggap
sangat mahal dan berteknologi tinggi, memerlukan
pemurnian dan penyimpanan dalam suhu dingin,
sehingga menghambat dalam produksi dan
pendistribusiannya di negara-negara berkembang.
Dalam aplikasinya yang menggunakan jarum
suntik telah memberikan kesulitan tersendiri
terutama di tempat-tempat yang kekurangan tenaga
medis, juga karena jarum suntik menjadikan anak-
anak takut diimunisasi.
Dengan pendekatan vaksin edibel ini,
diharapkan akan meningkatkan keberhasilan
imunisasi karena produksi yang lebih efsien, tidak
memerlukan pabrik farmasi, mudah diproduksi
secara besar-besaran tanpa teknologi tinggi, lebih
murah karena tidak perlu proses purifkasi, lebih
mudah didistribusikan karena lokasi produksi
(penanaman) lebih dekat, tidak memerlukan
penyimpanan pada suhu dingin, dan bagi negara-
negara berkembang tidak lagi bergantung dengan
negara maju dan aplikasi di lapang lebih mudah
khususnya untuk anak-anak karena cukup dengan
makan makanan yang biasa, dan tidak perlu melatih
tenaga paramedis untuk melakukan imunisasi.
Disamping itu, tanaman vaksin edibel ini juga
disebutkan memiliki stabilitas genetik yang
tinggi.
Status Terkini Vaksin Edibel
Sejauh ini, vaksin edibel umumnya masih
dalam taraf uji coba praklinikal. Namun demikian,
beberapa uji coba pada manusia telah menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Pembuatan vaksin
edibel diutamakan untuk menangani penyebab
penyakit diare (Norwalk virus, Rotavirus, Vibrio
cholerae dan enterotoxigenic E. Coli), karena
penyakit ini dianggap telah menjadi penyebab
kematian bayi yang besar di negara-negara miskin.
Penyakit penting lain yang juga menjadi target
ialah hepatitis. Vaksin ini juga diharapkan dapat
digunakan untuk menangani penyakit yang lain
seperti rabies.
Berbagai tanaman yang telah diuji coba untuk
ditransformasi menjadi vaksin edibel diantaranya
ialah pisang, kentang, tomat, selada, dan padi yang
merupakan tanaman yang umum dikonsumsi oleh
masyarakat di berbagai belahan dunia. Beberapa
tanaman lain seperti apel juga sedang diuji untuk
lebih memperluas jangkauan vaksin ini.
Sisi Negatif dan Polemik yang Mungkin
Terjadi
Disamping kelebihan-kelebihan yang
ditawarkan, vaksin edibel juga memiliki beberapa
titik lemah yang mungkin juga bisa menjadi
sisi negatif yang perlu mendapat perhatian.
Diantaranya ialah dalam menentukan dosis yang
No. 7 - November 2011
26
tepat berhubungan dengan ukuran dan tingkat
kemasakan buah atau sayur yang akan dikonsumsi
berbanding dengan keadaan tubuh pengguna.
Masalah dalam memroduksi bahan pertanian seperti
tomat dan pisang ialah pada ukurannya yang tidak
stabil. Pengguna bisa jadi mengonsumsi vaksin
terlalu banyak yang menyebabkan keracunan, atau
terlalu sedikit yang menyebabkan salah perhitungan,
sehingga justru terjadi ledakan penyakit pada
kelompok pengguna yang awalnya diduga telah
terimunisasi. Dalam hal ini juga menjadi masalah
bagi bayi yang mungkin memuntahkan kembali atau
hanya makan sebagian saja.
Sebagai produk tanaman transgenik, vaksin
edibel dikhawatirkan memiliki efek yang sama
sebagaimana tanaman GMO yang lain. Kontaminasi
tanaman transgenik berupa penyebaran polen,
perpindahan melalui serangga, atau mikroba melalui
tanah, terhadap lingkungan sekitarnya tidak dapat
dihindari. Tanaman transgenik memungkinkan
juga menghasilkan produk yang berbahaya atau
menyebabkan alergi. Demikian juga produk
rekayasa genetik dianggap berbahaya karena dalam
prosesnya menggabungkan organisme yang sangat
beda (hewan vs. tumbuhan) termasuk penggunaan
vektor dari bakteri dalam prosesnya, yang mungkin
akan terjadi mekanisme pertahanan yang dapat
merugikan secara fsiologis. Vaksin ini mungkin
juga mengandung risiko lebih, karena DNA yang
disisipkan dapat dengan mudah terintegrasi ke
dalam material genom yang selanjutnya mengalami
perbanyakan dan mutasi. Akibat ini hanya dapat
diketahui dalam jangka yang panjang. Jadi, masih
memerlukan waktu yang lama agar vaksin edibel ini
benar-benar siap pakai sebagaimana layaknya.
Aspek lain yang mungkin juga muncul ialah
adanya penolakan dari pihak agama tertentu
berkaitan dengan materi yang digunakan. Sebagai
contoh, penggunaan kentang sebagai media ternyata
tidak sesuai dengan kelompok kepercayaan Jainism
di India. Demikian juga penolakan yang mungkin
muncul dari kelompok agama dan etnis lain.
Belum lagi dari kelompok perlindungan konsumen
dan lembaga swadaya masyarakat yang dengan
berbagai alasan menolak kehadiran vaksin edibel
tersebut. Atau boleh jadi, persaingan bisnis dan
masalah politik juga sering menjadi latar belakang
dari perbedaan penerimaan produk tanaman.
KESIMPULAN
Pengetahuan terus berkembang untuk
senantiasa menjawab setiap permasalah yang
timbul. Namun demikian, tidak ada satu cara
penyelesaian pun yang dapat tuntas, justru akan
muncul masalah-masalah baru. Karena dengan
cara inilah, ternyata ilmu pengetahuan berkembang
dan mencapai bentuknya melalui setiap peradaban.
Tidak dapat dibendung, tapi juga berisiko bila tidak
dicermati. Oleh karena itu penting bagi semua
pihak untuk lebih arif dalam menyikapi perbedaan
pandangan yang mungkin timbul. Sebagai
pengguna, masyarakat harus lebih terbuka terhadap
setiap temuan baru dan membuka wawasan yang
lebih luas agar dapat memilih mana yang sesuai
dengan kebutuhan kita dan mana yang tidak.
Tidak menolak mentah-mentah, tetapi juga tidak
menerima bulat-bulat. Selalu ada kelebihan dan
kekurangan yang mengiringi setiap temuan baru.
Bagi pihak yang mengatasnamakan orang
banyak, pemerintah atau LSM, juga perlu lebih jujur,
apakah benar sedang mengusahakan kepentingan
masyarakat atau justru untuk kepentingan pihak-
pihak tertentu, sehingga kecenderungan penolakan
atau penerimaan suatu temuan baru lebih didasari
oleh kepentingan bisnis atau politis semata.
Bagi pihak ilmuan akan lebih bijak kalau
mempersiapkan lebih matang dalam pelepasan
produk, dalam kasus ini ialah vaksin edibel. Sebagai
produk baru, vaksin ini belum diketahui banyak
efeknya, yang biasanya muncul dalam waktu
yang lama. Perlu kiranya dicari model pendugaan
efek negatif untuk antisipasi. Demikian juga agar
diperhatikan bahwa ilmuwan merupakan bagian dari
masyarakat, sehingga membangkitkan kesadaran
bahwa produk yang dia hasilkan merupakan
jawaban bagi kebutuhan masyarakat, bukan hanya
kepentingan ilmiah dan ilmuan saja.
iptek hortikultura
27
PUSTAKA
1. Abalua, A.O. 2009. Transgenic Plants: Successes
and Controversies. Biotechnol. and Mol. Biol.
Reviews. 4 (6):118-127.
2. Ball, J.J. Shi, X. Jiang, M.K. Estes, and C.J.
Arntzen. 1996. Expression of Norwalk Virus
Capsid Protein in Transgenic Tobacco and
Protein and Its Oral Immunogenicity in Mice.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 93:5335-5340.
3. Daniell, H., S.J. Streatfield, and K. Wycoff.
2001. Medical Molecular Farming: Production
of Antibodies, Biopharmaceuticals, and Edible
Vaccines in Plants. Trend Plant Sci. 6:219-226.
4. Gupta, Varsa. 2009. Edible vaccines.ppt.
5. Haq, T.A., J.D. Clement, and C.J. Arntzen.
1998. Edible Vaccine Protects Mice against
e. coli Heat-labile Enterotoxin (LT): Potatoes
Expressing a Synthetic LT-B Gene. Vaccine.
16:1336-1343.
6. Hernandez, Andres. 2010. Benefts and Safety
Issues Concerning Genetically Modifed Foods.
http://www.suite101.com/content/benefts-and-
safety-issues-concerning-genetically-modifed-
foods-a270065#ixzz18bxDvwjr [18 Desember
2010].
7. Lal, P., V.G. Ramachandran, R. Goyal, and R.
Sharma. 2007. Edible Vaccines: Current Status
and Future. Indian J. Med .Microbiol. 25:93-
102.
8. Lam, D.M.K. and C.J. Arntzen. 1992. Expression
of Hepatitis B Surface Antigen in Transgenic
Plants. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 89:11745-
11749.
9. Mason, H.S. and C.J. Arntzen. 1995. Transgenic
Plant as Vaccine Production System. Tends
Biotechnol. 13:388-392.
10. Mishra, N., P.N. Gupta, K. Khatri, A.K. Goyal,
and S. P. Vyas. 2008. Edible Vaccines: A New
Approach to Oral Immunization. Indian J.
Biotechnol. 7:283-294.
11. Modelska, A., B. Dietzschold, N. Sleysh, F.Z.
Fu, K Steplewski, D.C. Hooper, H. Koprowski,
and V. Yusibov. 1998. Immunisation Against
Rabiest with Plant-Derived Antigen. Proc. Natl.
Acad.Sci. USA. 95:2481-2485.
12. Mor, T.S. and C. J. Arntzen. 2002. Plants
and Human Health: Delivery of Vaccines
vi a Tr ansgeni c Pl ant s. ht t p: / / www.
molecularfarming.com [18 Desember 2010].
13. Ruf, S., M. Hermann, I.J. Berger, H. Carrer, and
R. Bock. 2001. Stable Genetic Transformation
of Tomato Plastids and Expression of A Foreign
Protein in Fruit. Nat. Biotechnol. 18:1167-
1171.
14. Tacket, C.O., H.S. Mason, G. Losonsky, M.K.
Estes, M.M. Levine, and C.J. Arntzen. 1998.
Immunogenicity in Humans of a Recombinant
Bacterial-antigen Delivered in Transgenic
Potato. Nat. Med. 4:607-609.
15. Taylor, Daniel. 2009. Edible Vaccines and Flying
Syringes. http://www.oldthinkernews.com. [18
Desember 2010].
16. Washam, C. 2004. Biotechnology Creating
Edible Vaccine. The American College of
Physicians. Ann. Intern. Med. 127(6):499
Santoso, P.J.
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
Jl. Raya Solok - Aripan Km.8, Solok
Sumatera Barat 27301

You might also like