You are on page 1of 17

Pembahasan Kasus

Snake Bite

Disusun Oleh: Marviane 11.2012.109

Pembimbing: dr. Gunadi Petrus, Sp.B-KBD

Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Rumah Sakit Bayukarta Karawang 2014

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT: Rumah Sakit Bayukarta Karawang

Nama : Marviane NIM : 11-2012-109

Tanda Tangan .....

Dr. Pembimbing/ Penguji : Dr. Gunadi Petrus, Sp.B-KBD

================================================================== I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : An.C Tanggal lahir : 24 Mei 2001 Status perkawinan : Belum Menikah Pekerjaan : belum bekerja Usia : 12 tahun

Alamat : Jenis kelamin : laki-laki Suku bangsa : Sunda Agama : Islam No. RM : 2014

II. ANAMNESIS Diambil dari : Alloanamnesis Tanggal: 31 Maret 2014 Jam : 18.30

Keluhan utama: kaki kanan digigit ular

RIwayat Penyakit Sekarang : Mechanisme of Injury : Kira-kira 2 jam SMRS kaki OS tidak sengaja menginjak sesuatu karena keadaan gelap di dekat tiang listrik di sekitar sawah. Lalu OS merasa kakinya digigit ular. Jenis ataupun bentuk ular tidak diketahui.

Injury Seen and Suspected : Luka bekas gigitan di daerah sekitar pergelangan kaki kanan

Sign and Symptoms : setelah kejadian OS tidak merasakan adanya nyeri otot, kaku otot, sesak, mual, muntah, sulit menelan.

Treatment Required/transport decision: Setelah kejadian kaki OS sudah diikat dengan kain, lalu dibawa ke klinik terdekat dan sudah dibersihkan lukanya dengan betadine.

Primary Survey Airway : Clear, OS dapat berbicara dengan jelas Breathing : Clear, RR 22x/menit, tidak ada deviasi trakea, suara nafas vesikuler, gerakan dinding thoraks simetris Circulation : nadi 88x/menit, TD 100/60 mmHg, tidak ada tanda pendarahan yang terlihat, Capillary refill time <2s Disability : GCS 15, E4V5M6 Exposure : vulnus morsum pada ankle joint

Riwayat Penyakit dahulu Selama ini OS dikatakan jarang sakit, bila sakit pun hanya sakit batuk pilek, yang cepat sembuh dalam beberapa hari.

Riwayat hidup Riwayat kelahiran : (+) Di rumah () Rumah sakit (+) Bidan () Rumah bersalin () Dukun () Lainnya

Ditolong oleh: () Dokter

Riwayat Sosial dan Ekonomi Adanya kesulitan : Pekerjaan : tidak Keuangan : tidak Keluarga : tidak

Riwayat Makanan Frekuensi/hari : 3x/hari Variasi/hari : variasi untuk lauk, sayur ditambah susu Jumlah/hari : 3 porsi piring makan/hari dengan susu 1 gelas sehari Nafsu makan : baik

Riwayat Imunisasi (+) BCG (+) Hep B (+) DPT (+) Campak (+) Polio (-) suntikan ulangan

Riwayat Penyakit dahulu : ( - ) Cacar ( - ) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Diabetes ( - ) Tonsilitis ( - ) Hipertensi ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Neurosis ( - )Dispepsia Fungsional Lain-lain : (-) Operasi (- ) Kecelakaan (- ) Malaria ( - ) Disentri ( - ) Hepatitis ( - ) Wasir ( - ) Sifilis ( - ) Gonore ( - ) Penyakit Pembuluh ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Psikosis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih ( - ) Burut (Hernia) ( - ) Batuk Rejan ( - ) Campak ( - ) Alergi ( - ) Tumor ( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Pneumonia ( - ) Gastritis ( - ) Batu Empedu

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga dari pasien yang mengalami hal yang sama dengan pasien.

III. STATUS GENERALIS Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis

Berat Badan : 38 kg

Tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg N: 82x/menit RR:20 x/menit S: 36,7oC

Kepala Mata Telinga Hidung Tenggorokan Leher

: normocephali : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) : normotia, sekret (-), membran timpani intak : septum deviasi (-), sekret (-) : sekret (-), faring tidak hiperemis : kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

Thoraks Paru paru Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak, lesi (-) Palpasi Perkusi :Iktus cordis teraba, kuat angkat : Batas Atas : pada sela iga III garis parasternal kiri Batas Kiri : pada sela iga V garis midklavikular kiri Batas Kanan : pada sela iga IV, garis sternalis kanan Auskultasi : BJ I II regular, murmur (-), gallop (-) Inspeksi : Kedua dada tampak simetris, tidak tampak retraksi sela iga Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, fremitus suara simetris Perkusi : Terdengar suara sonor di kedua lapang paru Auskultasi :Suara nafas vesikuler, ronki - / - , wheezing - / -

Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris, supel, benjolan (-) : supel, nyeri tekan (-) : timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Extremitas (lengan&tungkai) Anggota gerak Lengan Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Sensori Oedem : : : : : : : normotonus normal nyeri (-) aktif +5 (+) (-) (+) normotonus normal nyeri (-) aktif +5 (+) (-) (+) Kanan Kiri

Akral hangat :

Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Sensori Oedem Luka : : : : : : : : : :

Kanan ada tidak ada

Kiri tidak ada tidak ada

normotonus normal nyeri (-) aktif +5 (+) (-) (-) (+)

normotonus normal nyeri(-) aktif +5 (+) (-) (-) (+)

Akral hangat :

Pemeriksaan Neurologis : Refleks fisiologis : biceps +2 Triceps +2 APR +2 KPR +2

Refleks Patologis : Babinski (-)

IV. STATUS LOKALIS

Ekstremitas inferior dextra : Vulnus morsum: gigitan ular berbentuk melingkar dengan kedalaman sekitar 0,3mm bekas taring bisa (-), hiperemis daerah sekitar (+), edem (+), Nyeri (-), Nyeri tekan (-)

V. RINGKASAN (RESUME) Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun datang dengan kaki kanan digigit ular 2 jam SMRS. Jenis dan bentuk ular tidak terlihat karena gelap. Sebelum dibawa ke Rumah Sakit, sudah dibawa ke klinik dan dibersihkan lukanya dengan betadine Tidak ada keluhan lainnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan vulnus morsum di pergelangan kaki kanan sebelah medial, berbentuk melingkar, taring bisa (-).

VI. DIAGNOSIS KERJA Vulnus Morsum ec gigitan ular derajat 0

VII.

DIAGNOSIS DIFFERENTIAL Vulnus Morsum ec gigitan ular derajat 1

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi lengkap Pemeriksaan Urine lengkap

IX. PENATALAKSANAAN Tindakan lokal: torniket dipasang di proksimal luka, dan dilonggarkan setiap 30 menit untuk mencegah nekrosis lokal dan batasi pergerakkan penderita Perawatan di Rumah Sakit: Insisi pada bekas luka gigitan dengan torniket tetap terpasang Bila penderita tidak alergi : Berikan 1 vial serum antibisa ular secara IV + 100 cc Nacl 0,9% + 100 mg Solu-cortef DRIP dalam 2 menit Bila penderita alergi : 0,1ml antisera 1:1000, dosis ditingkatkan setiap 5 menit Berikan AB Imunisasi Tetanus

X. PROGNOSIS Ad vitam : Ad bonam

Ad functionam : Ad bonam Ad sanationam : Ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah

pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam family Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah). Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa

contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris). Ciri-ciri ular tidak berbisa: 1. Bentuk kepala segiempat panjang 2. Gigi taring kecil 3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan Ciri-ciri ular berbisa: 1. Bentuk kepala segitiga 2. Dua gigi taring besar di rahang atas 3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa

neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae). GEJALA KLINIS : Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur Gigitan Elapidae (misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits) 1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut. 2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak. 3. Setelah digigit ular a. 15 menit: muncul gejala sistemik. b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan

kabur, mati rasa di sekitar mulut. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam. Gigitan Viperidae/Crotalidae (ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo): 1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan. 2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam. 3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat. Gigitan Hydropiidae (misalnya: ular laut): 1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. 2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung. Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo) 1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin. 2. Anemia, hipotensi, trombositopeni. Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin dan 5hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae. Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).

Penatalaksanaan Akibat Gigitan Ular Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah: 1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis. Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressureimmobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. 2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. 3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya. 4. Terapi yang dianjurkan meliputi: a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban. b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat. c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal. d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus. e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular. f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik. g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

Cara pemberian SABU : Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit: 1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan 2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan. Setelah dibawa ke rumah sakit: Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi: 1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon 2. 25-50 LD50 bisa Bungarus 3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix 4. Fenol 0,25% v/v. Teknik Pemberian: 2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).

You might also like