You are on page 1of 11

http://theveterinarian23azmi.blogspot.com/2010/12/gangguan-reproduksi-pada-ternak.

html
Selasa, 07 Desember 2010
GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK

Faktor Penyebab Gangguan Reproduksi. Ada beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi,
yaitu faktor maternal, faktor fetal, faktor hormonal, dan faktor nutrisi. Aspek induk yang dapat
mengakibatkan gangguan reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan
pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang
tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon
(ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus
dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan,
faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu
fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni
pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga
panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan.
2.2 Gangguan Kelahiran.
Ada banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa
kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi) bersifat
mendadak dan membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat pula, sehingga tidak menimbulkan efek yang
permanen yang akan mempengaruhi status reproduksi dan fertilitas pada periode berikutnya.
2.2.1 Gangguan Menjelang Kelahiran.
1.Prolaps Vagina/Rektal
Prolapsus dapat didefinisikan sebagai reposisi abnormal dari sebagian/seluruh organ tubuh dari
struktur anatominya (Powell, 2008), di mana organ tersebut normalnya secara anatomis berada di dalam
rongga tubuh kemudian keluar, menonjol/menggantung. Pada induk sapi yang sedang bunting tua, umum
ditemukan kasus prolaps vagina dan prolaps rectal.Penyebab kasus ini dikarenakan adanya perubahan
pada jaringan otot di sekitar saluran peranakan bagian luar yang mengalami relaksasi pada saat induk sapi
memasuki kebuntingan trisemester ketiga (Cuneo, 2009). Selain itu, meningkatnya tekanan di dalam
rongga perut seiring perkembangan foetus (janin sapi) dapat mendorong bagian dalam vagina/rectum
keluar rongga tubuh. Pada banyak kasus, saluran kantung kemih tertutup oleh bagian vagina yang
mengalami prolaps sehingga sapi tidak dapat kencing. Kasus ini lebih banyak dijumpai pada induk sapi
yang berumur tua dan induk sapi yang baru pertama kali bunting (Bicknell, 2009). Sapi - sapi yang
digembalakan pada area yang banyak tanaman legume (kacang-kacangan) dan sapi yang mengalami
kegemukan, sapi bunting yang dipelihara dengan kontruksi lantai yang terlalu miring memiliki resiko
yang tinggi terhadap kasus prolaps.
Prinsip dasar penanganan kasus ini adalah mengembalikan organ yang mengalami prolaps ke
posisi normalnya. Tindakan penjahitan kadang dibutuhkan namun saat parturisi jahitan tersebut harus
dilepas. Untuk tindakan tersebut dapat menghubungi dokter hewan terdekat.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat desain lantai kandang yang
tepat/tidak terlalu miring. Kontrol manajemen pakan sehingga sapi-sapi yang bunting terutama pada
trisemester ke tiga tidak mengalami kegemukan. Dan yang penting adalah jangan memelihara sapi yang
pernah mengalami kejadian prolaps vagina/rektal pada saat bunting karena ada kecenderungan genetis
berperan dalam kejadian kasus prolaps (Card, 2009).
2.Ketosis/Pregnancy Toxemia
Penyebab kasus ini biasanya karena sapi-sapi bunting tua (umur kebuntingan 2 bulan terakhir)
mengalami kekurangan pakan baik dalam kualitas maupun kuantitas. Sapi bunting tua yang terlalu gemuk
atau bunting kembar akan memiliki resiko yang lebih tinggi terkena ketosis.
3. Milk fever
Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi betina menjelang atau
pada saat melahirkan atau sesudah melahirkan (72 jam setelah beranak). Penyakit ini paling banyak
menyerang sapi perah saat 72 jam setelah melahirkan. Penyebab penyakit adalah karena kekurangan Ca
(calsium) di dalam darah yang akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme mineral, yang dapat
berakibat kepada seluruh tubuh sapi. Atau menurut kamus milk fever adalah semacam demam pada sapi
perah yang ditimbulkan oleh congesti air susu di dalam ambing, sehingga sekresinya tersendat.
2.2.2 Gangguan Saat Kelahiran
Distokia
Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang masa
kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan yang kurang
bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan oleh faktor induk dan
faktor anak (fetus) Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk
mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada
abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan
kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia
diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus
dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan,
jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk
juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan
lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan.
Terdapat tiga tahapan melahirkan sesuai yaitu pelebaran serviks(leher rahim) selama 2-6 jam,
pengeluaran fetus 0.5-1 jam dan pengeluaran plasenta (selaput fetus) 4-5 jam. Apabila proses kelahiran
melebihi waktu 8 jam dari saat pertama kali seekor induk merejan untuk melahirkan dapat dikatakan sapi
mengalami distokia.
a. Gejala Distokia
Dua gejala distokia adalah perpanjangan periode kelahiran (di atas 8 jam) dan fetus terbukti tidak
berada pada orientasi yang tepat untuk kelahiran normal (3,5). Jika sapi tidak dilahirkan pada waktu yang
spesifik atau fetus malpresentasi, bantuan dokter hewan sangat diperlukan. Malpresentasi diindikasikan
oleh perpanjangan labor atau sapi tidak keluar dalam waktu yang telah dijelaskan di atas. Beberapa
malpresentasi dapat diatasi sendiri dengan menolak sapi ke belakang dan dia akan berorientasi sendiri.
Jika terdapat keraguan untuk memperbaiki malpresentasi, pemanggilan dokter hewan sangat diperlukan
b. Pencegahan Distokia
Beberapa tindakan atau cara yang dapat dilakukan sebagai usaha pencegahan distokia yaitu
berikan pakan yang cukup pada sapi dara yang akan melahirkan selama 24 bulan sehingga sapi-sapi
berada dalam kondisi tubuh yang baik untuk melahirkan tetapi tidak overconditioned, area kelahiran harus
bersih, kering dan mempunyai ventilasi baik, obsevasi kelahiran secara seksama, berikan waktu yang
cukup pada sapi untuk menyiapkan kelahiran sendiri, lakukan prosedur sanitasi yang ketat ketika
pemeriksaan dilakukan, mengetahui limit waktu untuk memanggil bantuan dokter hewan ketika kesulitan
terjadi dan sebelum sapi menjadi lemah, berikan perawatan neo-natal yang baik, dan seleksi induk untuk
sapi dara dengan kelahiran yang normal.
c. Faktor Penyebab Distokia
Sekitar 80 % seluruh sapi yang melahirkan fetus mati mempunyai anatomi reproduksi yang
normal. Kebanyakan dari sapi-sapi tersebut mati karena perlukaan yang dihasilkan dari kesulitan atau
hambatan melahirkan. Factor-faktor yang berkontribusi terhadap problem ini digolongkan kedalam tiga
kategori yaitu efek fetus, efek induk, dan posisi saat kelahiran.
d. Diagnosa dan Rancangan Penanganan
Sebagai hasil dari pemeriksaan klinis umum, Pemeriksaan onstetrik yang rinci, dan beberapa
informasi, dan beberapa informasi latar belakang yang berguna yang diberikan melalui riwayat pasien,
dokter hewan secara normal akan dapat mencapai diagnosa penyebab distokia dan merumuskan rwncana
untuk mengatasi kasus tersebut. Rencana seperti ini pada awalnya bersifat sementara karena, jika usaha
pertama pada penanganan tidak berhasil, penanganan alternatif mungkin harus dilakukan dan harus selalu
diingat.
Kesejahteraan pasien harus diutamakan sewaktu merencanakan dan melakukan penanganan. Harap
pemilik kadang-kadang diekspresikan dengan cukup kuat harus dipertimbngkan dengan hati-hati tetapi
keputusan terakhir ada pada dokter hewan. Dalam praktek pertimbngan ekonomis harus diperhitungkan
untuk memastikan bahwa biaya penanganan yang diajukan dapat dipenuhi dan realitis.
Penanganan yang mungkin adalah: Penanganan bedah: pada operasi sesar uterus dibuka dengan
pembedahan untuk memungkinkan pengambilan anak melalui laparotomi. Pada kejadian kerusakan uterus
yang berat sewaktu pembedahan maka perlu dilakukan hisrektomi. Fetotomi (embriotomi) adalah
pemotongan oleh dokter hewan yang bekerja lewat vagina dari fetus menjadi bagian-bagian kecil yang
dapat dengan mudah dikeluarkan melalui saluran peranakan.

DAFTAR PUSTAKA
Hardjopranto S. 1995. ILMU KEMAJIRAN PADA TERNAK. Airlangga University Press.
Surabaya.
Jackson Peter GG. 2007. OBSTETRI VETERINER. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sayuti Arman. 2008. Gangguan Reproduksi Pada Ternak. Syiah Kuala University Press.
Banda Aceh.
http://id.wikipedia.org/wiki/Distokia_pada_sapi
http://www.sinartani.com/ternak/gangguan-dan-penyakit-terkait-proses-kelahiran-pada-sapi-potong-
1267425870.htm
Diposkan oleh veterinerian di 11:31:00 PM



http://ternakterpadu.wordpress.com/ternak/

Ternak
Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital).
b. Gangguan fungsional.
c. Kesalahaan manajemen.
d. Infeksi organ reproduksi.

1. Retensi Plasenta
Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama dari 8 12 jam di dalam uterus setelah
kelahiran Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan
plasenta induk (kryptacaruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah untuk
berkontraksi), pakan (kekurangan karotin,vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga
otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan selaput fetus
secara manual, pemberian preparat antibiotika spektrum luas (oxytetracyclin, Chlortetracyclin atau
Tetracyclin). Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian daun waru dan bambu
dengan cara diberikan langsung lewat pakan (Affandhy, 2001).










Gambar 4.1 retensio sekundinaria
2. Prolaps Uterus
Merupakan pembalikan uterus, vagina dan servik, menggantung keluar melalui vulva.Penyebabnya
adalah hewan selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal saat berbaring maupun
genetik. Pada keadaan prolaps partial, organ masuk ke saluran reproduksi seperti semula saat berdiri
namun bila terjadi secara total maka organ akan tetap menggantung keluar meskipun dalam keadaan
berdiri Penanggulangan secara teknis yaitu dengan ditempatkan dikandang dengan kemiringan 5 15 cm
lebih tinggi di bagian belakang. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi semula, irigasi
(pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran)antiseptik (povidon iodine) dan injeksi dengan antibiotika
spectrum luas (oxytetracycline).








3. Distokia
Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dan kedua (pengeluaran fetus) lebih
lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi induk untuk
mengeluarkan fetus. Sebab sebab distokia diantaranya herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik dan
berbagai sebab lain. Penanganan yang dapat dilakukan diantaranya: Mutasi, mengembalikan presentasi,
posisi dan postur fetus agar normal dengan cara di dorong (eKPSPulsi), diputar (rotasi) dan ditarik
(retraksi) Penarikan paksa, apabila uterus lemah dan janin tidak ikut menstimulir perejanan. Pemotongan
janin (Fetotomi), apabila presentasi, posisi dan postur janin yang abnormal tidak bisa diatasi dengan
mutasi/ penarikan paksa dan keselamatan induk yang diutamakan. Operasi Secar (Sectio Caesaria),
merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukandengan pembedahan
perut (laparotomy) dengan alat dan kondisi yang steril.

4. Silent Estrus
Gangguan fungsional dapat juga menjadi sumber kerugian.Silent estrus/subestrus merupakan suatu
keadaan dimana gejala birahiyang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dan
disertaiovulasi (pelepasan telur).Birahi tenang merupakan suatu keadaansapi dengan aktifitas ovarium dan
adanya ovulasi namun tidakdisertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian inidiantaranya:
rendahnya estrogen (karena defisiensi karotin, P,Co, Kobalt dan berat badan yang rendah ).Apabila
terdapat corpus luteum maka dapat diterapi denganPGF2 (prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian
GnRH(Gonadotropin Releasing Hormon).

5. Torsio Uteri
Merupakan perputaran uterus pada porosnya, biasanya disebabkan oleh : gerakan sapi yang mendadak
saat berbaring berdiri, kekurangan cairan fetus, terjatuh dan selalu dikandangkan, tonus uterus (kekuatan
rahim) menurun, gerakan fetus yang berlebihan dan karena struktur anatomi (sebagai factor predisposisi/
pendukung). Gejala yang nampak adalah hewan terlihat tidak tenang, menendang-nendang perut,
mengejan, pulsus dan frekuensi nafas meningkat, terjadi obstruksi suplai darah ke uterus yang berujung
pada kematian fetus.Penanganan teknis yang bisa dilakukan diantaranya dengan penggulingan dengan
atau tanpa fiksasi secara cepat ke arah yang berlawanan dengan arah torsi atau dengan operasi seksio
sesaria.

6. Corpus Luteum Presisten
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak
cukupnya produksigonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormone gonadotropin. Secara
perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan
teraba irreguler (tidak teratur) karena adanyakorpus luteum yang regresi (melebur).

7. Mastitis
Mastitis adalah penyakit radang ambing yang merupakan radang infeksi.Biasanya penyakit ini
berlangsung secara akut, sub akut maupun kronis. Mastitis ditandai dengan peningkatan jumlah sel di
dalam air susu, perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai perubahan
patologis atau kelenjarnya sendiri (Subronto, 2003). Di Indonesia, kasus mastitis masih banyak terjadi,
terutama pada peternakan kecil yang kurang memperhatikan kondisi kandang maupun tingkat
kebersihannya. Hal-hal yang meyebabkan kerugian begitu besar ini diantaranya karena produksi susu
yang menurun, ongkos perawatan dan pengobatan, banyaknya air susu yang dibuang karena diafkir, serta
kenaikan biaya penggantian sapi untuk kelangsungan produksi. Menurut faktor penyebabnya, mastitis
dapat disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae, Str.dysgalactiae, Str.uberis, Str. zooepidemicus,
dan Staphylococcus aureus, serta berbagai spesies lain yang juga bisa menyebabkan terjadinya mastitis
walaupun dalam persentase kecil. Dilihat dari faktor penyebabnya yaitu bakteri, memang penggunaan
antibiotik sangatlah tepat untuk pengobatan penyakit ini, terutama penicillin (Benzyl penicillin G, procain
penicillin-G, ampicilin), cephalosporin, erythromycin, neomycin, novobiosin, oksitetrasiklin, dan
streptomycin.

http://heyfifihindhis.blogspot.com/2012/02/blok-15-up-5-distokia-pada-sapi.html
kaki kaki kecil :)
Rabu, 29 Februari 2012

Fetotomi
Fetotomi adalah tindakan operasi pada fetus, berupa pemotongan bagian tubuh fetus
untuk mengurangi ukurannya dengan menyisihkan bagian tertentu fetus baik secara parsial
maupun total.
Tujuan fetotomi adalah mengurangi ukuran fetus dengan cara memotong sebagian atau
keseluruhan dari fetus, hal ini dilakukan karena untuk menghindari bedah Caesar (sectio
caesarea), pelaksanaannya tidak terlalu rumit, dapat mengurangi trauma atau kelukaan akibat
tarikan, ukuran fetus menjadi lebih kecil sehingga mudah ditarik. Syaratnya, servik harus
dalam keadaan membuka penuh sehingga kedua tangan operator bisa masuk ke dalam ruang
uterus untuk manipulasi fetus. Akibat yang dapat ditimbulkan dari fetotomi ini potongan fetus
dapat menyebabkan kelukaan, tenaga tidak sedikit, waktu yang lama, operator dapat
mengalami kelukaan dan bisa terjadi infeksi akibat fetus yang terinfeksi. Fetotomi dapat
dilakukan bila fetus yang dipotong sudah mati, dilatasi lintasan peranakan tidak sempurna dan
juga bila pemilik menyetujui untuk dilakukan fetotomi. Bila terpaksa harus dilakukan fetotomi
dan fetus belum mati, maka seharusnya fetus dimatikan lebih dahulu (mercy killing) dengan
cara memotong tali pusatnya dengan gunting atau scalpel (Azmi, 2010).
C. Sectio Cesaria
Sectio Caesaria atau pembedahan caesar adalah pengeluaran foetus, umumnya pada
waktu partus, melalui laparohisteretomi atau pembedahan pada perut dan uterus, Bedah ini
dilakukan apabila mutasi, tarik paksa dan foetotomi tidak dapat atau sangat sulit dilakukan
untuk mengeluarkan foetus atau peternak menginginkan supaya foetus dikeluarkan dalam
kedaan hidup. Kata Caesaria berasal dari kata-kata Latin yaitu caeso matris utera
yangberarti memotong uterus induk. Sectio-caesaria atau yang lebih dikenal dengan operasi
sesar merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh seorang dokter hewan untuk
menghentikan masa kebuntingan, baik yang disebabkan oleh distokia maupun oleh sebab-
sebab yang lain. Dan pada kasus-kasus tertentu operasi sesar merupakan tindakan pertama
untuk menyelamatkan induk atau anak ataupun kedua-duanya. Akan tetapi operasi sesar
umumnya dilakukan terhadap hewan yang mengalami distokia. Indikasi untuk melakukan
operasi sesar bermacam-macam, begitu pula dengan teknik yang akan dilakukan. Hal ini sangat
tergantung pada kondisi dan spesies hewan tersebut.
(Erwin, 2009)

Daftar Pustaka

Azmi, Z. 2010. Gangguan Reproduksi Pada
Ternak. http://theveterinarian23azmi.blogspot.com /2010/12/gangguan-reproduksi-pada-
ternak.html. Diakses pada 17 Januari 2012.

Cady, R.A. 2009. DystociaDifficult Calving, What It Costs and How to Avoid
It.www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf . Diakses pada 17 Januari 2012.

Erwin. 2009. Sectio Caesar pada Sapi.http://erwinklinik.blogspot.com/2009/07/sectio-caesar-
pada-sapi.html.Diakses pada 17 Januari 2012.

You might also like