BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di tengah tengah masyarakat tiada luput dari pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh tersebut bersifat timbal balik, artinya karya sastra dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. Karya sastra adalah gambaran kehidupan. Walaupun sebagai gambaran, karya sastra tidak pernah menjiplak kehidupan. Karya sastra merupakan hasil pemikiran tentang kehidupan yang berbentuk fiksi dan diciptakan oleh pengarang untuk memperluas, memperdalam dan memperjernih penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang disajikannya (Saini K.M, 1986:14-15). Pengarang adalah anggota masyarakat dan lingkungannya. Dengan demikian, terciptanya sebuah karya sastra oleh seorang pengarang secara langsung atau tidak langsung merupakan kebebasan sikap budaya pengarang terhadap realitas yang dialaminya. Oleh karena itu, dalam proses penciptaan karya sastra lebih banyak disebabkan oleh kontinuitas kehidupan yang tidak pernah habis antara nilai realitas sosial dengan nilai ideal dalam diri pengarang. Sebagaimana pendapat Saini K.M di atas, Sapardi Djoko Damono menegaskan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan itu sebagai suatu kenyataan sosial yang menyangkut hubungan masyarakat dengan orang perorang, antara manusia dan antara peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang menjadi bahan. sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat (Sapardi Djoko Damono, 1984:1). Selaras dengan pendapat Sapardi Djoko Damono tersebut, Jakob Sumardjo menyatakan bahwa perkembangan individu sastrawan banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, termasuk masyarakatnya. Seorang sastrawan belajar menjadi sastrawan dari lingkungan masyarakatnya. Latar belakang sosial dan budaya masyarakat mempengaruhi bentuk pemikiran dan ekspresi sastrawan (Jakob Sumardjo, 1999:1). Jadi, karya sastra seorang pengarang mengandung nilai-nilai kognitif konteks budaya dan nilai-nilai ideal kehidupan pengarang. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa secara tersusun. Namun, jalan ceritanya dapat menjadi suatu pengalaman hidup yang nyata, dan lebih dalam lagi novel mempunyai tugas mendidik pengalaman batin pembaca atau pengalaman manusia. Novel lahir dan berkembang dengan sendirinya sebagai sebuah genre pada cerita atau menceritakan sejarah dan fenomena sosial. Karya sastra termasuk novel mempunyai fungsi dulce et utile yang artinya menyenangkan dan bermanfaat bagi pembaca melalui penggambaran kehidupan nyata. Sebagai karya cerita fiksi, novel sarat akan pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan. Oleh karena itu, novel harus tetap merupakan cerita menarik yang mempunyai bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik. Dengan adanya unsur-unsur estetik, baik unsur bahasa maupun unsur makna, dunia fiksi lebih banyak memuat berbagai kemungkinan dibandingkan dengan yang ada di dunia nyata. Semakin tinggi nilai estetik sebuah karya fiksi, secara otomatis akan mempengaruhi pikiran dan perasaan pembaca. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang di dalamnya memuat nilai-nilai estetika dan nilai-nilai pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan. Dengan demikian, sastra sebagai teks harus dilihat pula dalam konteks. Seorang pengarang menciptakan novel dalam konteks tertentu, cerita yang dilukiskan di dalamnya bersumber dari masyarakat imajiner yang dikehendaki atau ditolaknya. Oleh karena itu, pengarang sebagai bagian dari masyarakat dengan kekuatan imajinasinya dapat melahirkan sebuah karya sastra dari permasalahan social masyarakat yang melingkupinya. Ia selalu terikat oleh pengalaman hidupnya, pengetahuannya, pendidikannya, tradisinya, wawasan seninya, dan sebagainya. Ia hidup dan berelasi dengan orang-orang dan lingkungan sosial budaya di sekitarnya, maka tak mengherankan kalau terjadi interaksi dan relasi antara pengarang dan masyarakatnya. Kegelisahan masyarakat menjadi kegelisahan para pengarang. Begitu pula harapan-harapan, penderitaan-penderitaan, aspirasi mereka menjadi bagian pola diri pribadi pengarang-pengarangnya. Itulah sebabnya sifat dan persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya-karya sastranya (Jakob Sumardjo dan Saini K.M, 1991:3). Pernyataan di atas menandakan bahwa suatu karya sastra tidaklah akan cukup diteliti dari aspek strukturnya saja tanpa kerjasama dengan disiplin ilmu lain, karena masalah yang terkandung di dalam karya sastra pada dasarnya merupakan masalah masyarakat. Adakalanya, seni sastra juga dapat mewakili kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu diciptakan. Berkaitan dengan hal tersebut, objek penelitian ini di antaranya aspek social yang memuat masalah mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang terdapat dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari, mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang bersifat fungsional dan tipikal dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari, mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang dominan pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari.
1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang terdapat dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari ? 2. Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang bersifat fungsional dan tipikal dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? 3. Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang dominan pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? 1.3 Tujuan Penelitihan 1. mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang terdapat dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari. 2. mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang bersifat fungsional dan tipikal dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari. 3. mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang dominan pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari.
1.4 Manfaat Penelitihan 1. Mampu mendeskripsikan wujud aspek latar social budaya yang terdapat dalam novel perahu kertas karya Dewi Lestari. 2. Mampu mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang bersifat fungsional dan tipikal dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari. 3. Mampu mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang dominan pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari. 1.5 Definisi Operasional 1. Analisis, Yaitu penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau karangan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, 1995). 2. Latar adalah tempat dan waktu terjadi peristiwa dalam cerita. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003: 887) 3. Sosial ialah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan.(Kamus Umum Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta) 4. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu.(Kamus Umum Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta) 5. Sosial budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat. (Kamus Umum Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta) 6. Novel yaitu, cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran dan penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam khayal pengarang yang dihadirkan dalam para tokoh dalam bentuk yang panjang (Saleh Saad, 1967: 117)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar 2.1.1 Pengertian Latar Berhadapan dengan suatu karya fiksi pada hakikatnya kita menghadapi sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, dunia yang sudah dilengkapi dengan penghuni dan permasalahannya. Namun hal itu masih kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan ruang lingkup, tempat, dan waktu, sebagaimana halnya kehidupan manusia dandunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah dunia, di samping membutuhkan tokoh, cerita dan plot, juga membutuhkan latar. Menurut Suharianto (1982:22) latar adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Suatu cerita hakikatnya tidak lain adalah lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atu beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Karena manusia atau tokoh cerita tidak pernah dapat lepas dari ruang dan waktu maka tidak mungkin ada cerita tanpa latar atau setting. Baribin (1985:62) berpendapat bahwa, latar atau landas lampu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Nurgiantoro (2002:216) mengungkapkan latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Pendapat yang senada diutarakan Abdurrosyid (2009:04), latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok: a. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. b. Latar waktu, berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. c. Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa yang dijadikan latar belakang penceritaan oleh pengarang yang keberadaannya harus integral dengan unsur lainnya dalam membangun keutuhan makna cerita. Jadi, latar dalam cerita pendek salah satu unsur yang perlu diperhatikan karena latar akan mendukung kemenarikan sebuah cerita pendek.
2.1.2 Definisi Sosial Budaya
Sosial Budaya terdiri dari 2 kata, yang pertama definisi sosial, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu. Maka definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
2.2.3 Manusia Sebagai Pencipta dan Pengguna Kebudayaan Terciptanya sebuah kebudayaan bukan hanya dari buah pikir dan budi manusia, tetapi juga dikarenakan adanya interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya. Suatu interaksi dapat berjalan apabila ada lebih dari satu orang yang saling berhubungan atau komunikasi. Dari interaksi itulah terjadi sebuah kebudayaan yang menyangkut lingkungan sekitar dan oleh sebab itu pula kita mempunyai beragam kebudayaan. Perubahan kebudayaan bisa saja terjadi akibat perubahan sosial dalam masyarakat, begitu pula sebaliknya. Manusia sebagai pencipta kebudayaan dan pengguna kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan akan selalu ada jika manusia pun ada.
2.2.4 Peran dan Dampak Negatif Sosial Budaya
Kebudayaan pun memiliki peran dalam kehidupan social manusia, diantaranya adalah : a) Sebagai pedoman dalam hubungan antara manusia dengan komunitas atau kelompoknya. b) Sebagai simbol pembeda antara manusia dengan binatang. c) Sebagai petunjuk atau tata cara tentang bagaimana manusia harus berperilaku dalam kehidupan sosialnya. d) Sebagai modal dan dasar dalam pembangunan kehidupan manusia. e) Sebagai suatu cirri khas tiap kelompok manusia.
Tidak berarti pula penciptaan sosial budaya itu kemudian tak memiliki dampak negatif. Bila kebudayaan yang ada kemudian menimbulkan akses negatif bagi kehidupan sosial adalah sesuatu yang perlu dipikirkan ulang, jika ingin menciptakan sebuah budaya. Beberapa dampak negative kebudayaan bagi kehidupan sosial manusia, antara lain: a) Menimbulkan kerusakan lingkungan dan kelangsungan ekosistem alam. b) Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang kemudian menjadi penyebab munculnya penyakit-penyakit sosial, termasuknya tingginya tingkat kriminalitas. c) Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang biasanya dekat dalam hubungan sosial antar masyarakat. 2.2.5 Wujud dan komponen a) Wujud Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. b) Komponen Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu : Kebudayaan material Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Lembaga social Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier Sistem kepercayaan Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi. Estetika Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut. Bahasa Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
BAB III METODELOGI PENELITIHAN 3.1 Metodelogi Penelitihan Secara ringkas yang dimaksud metodelogi penelitihan adalah cara kerja yang digunakan oleh seseorang dalam objek yang menjadi sasaran penelitihan. Karena sasaran penelitihan berikut ini adalah sastra, maka metode yang digunakan adalah metode yang mempertimbangkan keberadaan karya sastra. Penelitihan ini menggunakan pendekatan Kualitafif,oleh karena itu, penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu: 3.1.1 Metode Pustaka Metode yang digunakan untuk menelaah data-data pustaka yang berkaitan dengan penelitihan pustaka tentang sastra, psikologi dan sebagainya. Langkah yang ditempuh adalah mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitihan ini. Sedangkan cara pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitihan ini. Sedangkan cara pengumpulan datanya menggunakan studi pustaka melalui Novel Perahu Kertas. Adapun langkah yang ditempuh dalam mendeskripsikan Latar Sosial Budaya dari setiap lakuan, dialog, dan monolog.
3.1.2 Metode Analisis Deskriptif Metode yang dipakai saat analisis data dilakukan pada saat itu, pula deskripsi diterapkan karena itu, metode ini dinamakan metode analisis deskriptif. Analisis dan Deskriptif ini dilakukan untuk menganalisis data yang ditarik dari macam-macam fakta yang telah berhasil dikumpulkan yang sesuai dengan permasalahan yang berhubungan dengan Latar Sosial Budaya. Tentu saja dengan disikapi oleh landasan teori yang telah ditetapkan. Metode Deskripsi digunakan untuk memberikan dan menjelaskan hasil analisis secara terinci. Menurut Ali (1987) metode deskripsi digunakan untuk memberikan data yang ada. Metode penelitihan penelitihan deskripsi digunakan dengan tujuan membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskripsi situasi. Dari pendeskripsian akan menghasilkan simpulan tentang Latar Sosial Budaya Karya Dewi Lestari.
3.2 Sumber Data Objek penelitihan ini adalah Sebuah Novel yang berjudul Perahu Kertas dan menggunakan film Perahu yang digunakan untuk memperjelas pemahaman dan juga menggunakan novel Perahu Kertas yang diterbitkan cetakan pertama Agustus 2009 dan cetakan ke-8 Januari 2011. Oleh Bentang Pustaka, yogyakarta. Novel tersebut terdiri atas 444 halaman. Sampul depan bergambar dua perempuan dan dua laki-laki tokoh utama pemain.Warna dasar sampul berwarna biru muda dan gambar warna perahu merah. Data yang lain adalah sumber data yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Tabel 3.1. Instrumen pencatatan Latar Sosial Budaya No UNSUR YANG DITELITI 1.
2.
3. Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang terdapat dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari ? Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang bersifat fungsional dan tipikal dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari? Bagaimana mendeskripsikan wujud aspek latar sosial budaya yang dominan pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari?
Tabel 3.1. Instrumen pencatatan Latar Sosial Budaya rekap dari data yang ditemukan Metode analisis deskripsi digunakan saat menganalisis data. Dengan menggunakan landasan teori yang sudah terpapar pada bab terdahulu, data dianalisis. Hasil analisis kemudian dideskripsikan.analisis dan deskripsi ini dilakukan secara akumulatif. Artinya keduanya diterapkan secara serentak dan terpadu. Pada saat analisis data dilakukan, pada saat itulah deskripsi ditetapkan.karena itu metode ini disebut analisis deskriptif. 3.3 Langkah Kerja 3.3.1 Persiapan Pada tahap pertama ini, langkah yang pertama kali ditempuh adalah membaca buku-buku yang sesuai dengan judul yang telah dipilih. Dari sejumlah literatur tersebut, kemudian dibuat rancangan penelitihan. 3.3.2 Pelaksanaan Dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data-data dari Novel Perahu Kertas. Data-data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teori tentang Latar Sosial Budaya. 3.5.3 Penyelesaian Setelah mengadakan analisis, maka langkah selanjutnya adalah mengakhiri dengan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari analisis tersebut.