You are on page 1of 8

1

Hakikat Emansipasi Wanita

A. Pengantar
Emansipasi wanita tentu bukan lagi ‘barang’ yang asing saat ini. Terlebih
istilah itu sering diserukan dan didengungkan baik melalui media cetak, media
elektronik, ataupun forum-forum seminar. Emansipasi itu sendiri merupakan gerakan
untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban
dalam hukum bagi wanita. (Lihat Kamus Ilmiah Populer)
Lantas siapakah pengusungnya dan apa targetnya? Pengusungnya adalah
musuh-musuh Islam. Sementara targetnya adalah untuk menebarkan kebencian
terhadap agama Islam dengan menampilkan potret yang bukan sebenarnya. Mereka
kesankan bahwa Islam adalah agama yang memasung hak-hak kaum wanita,
membelenggu kebebasannya serta mengubur segala potensinya. Target berikutnya
adalah untuk menjerumuskan kaum wanita ke dalam jurang kenistaan, manakala
terpengaruh dengan syubhat emansipasi tersebut dan melepaskan dirinya dari rambu-
rambu dan bimbingan Islam yang suci.
Demikianlah salah satu gerakan propaganda (usaha untuk memanipulasi
persepsi) yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Sehingga amat tepat bila gerakan
ini disebut dengan GPK (Gerakan Pengacau Keimanan), karena demikian gencarnya
upaya yang mereka tempuh untuk mengacaukan keimanan umat Islam (terkhusus
kaum wanitanya) dengan intrik manipulasi tersebut.
Menyikapi hal ini umat Islam tak perlu kecil hati, karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah berjanji untuk menjaga agama Islam dari rongrongan para musuhnya.
Bahkan Dia akan senantiasa menyempurnakan cahaya agama Islam tersebut dan
memenangkannya. Sebagaimana dalam firman-Nya:

ّ‫ح‬
‫ق‬َ ‫ن اْل‬
ِ ‫سوَلُه ِباْلُهَدى َوِدي‬
ُ ‫ل َر‬
َ‫س‬َ ‫ ُهَو اّلِذي َأْر‬.‫ن‬
َ ‫ل ُمِتّم ُنوِرِه َوَلْو َكِرَه اْلَكاِفُرو‬
ُ ‫ل ِبَأْفَواِهِهْم َوا‬ِ ‫طِفُئوا ُنوَر ا‬
ْ ‫ن ِلُي‬
َ ‫ُيِريُدو‬
َ ‫شِرُكو‬
‫ن‬ ْ ‫ن ُكّلِه َوَلْو َكِرَه اْلُم‬
ِ ‫عَلى الّدي‬
َ ‫ظِهَرُه‬ْ ‫ِلُي‬

“Mereka berupaya untuk memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut


(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun
orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas semua agama
meskipun orang-orang musyrik benci.” (Ash-Shaff: 8-9)
Di antara bentuk penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan penyempurnaan-
Nya terhadap cahaya agama Islam adalah dengan dimunculkannya para ulama yang
senantiasa menjaganya dari pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh
para ekstremis, kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan
penakwilan agama yang keliru yang dilakukan oleh orang-orang jahil.

Sejarah Kaum Wanita dalam Peradaban Umat Manusia


Catatan sejarah menunjukkan bahwasanya kehidupan kaum wanita di masa
jahiliah amat memprihatinkan. Di kalangan orang Arab jahiliah, kaum wanita amatlah
hina. Betapa marah dan malunya mereka bila diberi kabar tentang kelahiran anak
wanitanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ْ ‫ن ال‬ ّ َ ‫م ب ِا ْل ُن َْثى ظ‬ َ ّ ‫وإَذا ب‬
‫ن‬
ْ ‫م‬ِ ِ ‫قوْم‬ َ ‫م‬ِ ‫واَرى‬ َ َ ‫ ي َت‬.‫م‬ ِ َ ‫سوَّدا وَهُوَ ك‬
ٌ ‫ظي‬ ْ ‫م‬ُ ‫ه‬
ُ ُ ‫جه‬
ْ َ‫ل و‬ ْ ُ‫حد ُه‬
َ ‫شَر أ‬ ُ َِ
‫ن‬ ُُ ‫حك‬ َ َ ‫هون أ َم يدسه في التراب أ‬ َ ُ َ ‫شر به أ‬ ّ
َ ‫مو‬ ْ َ ‫ما ي‬
َ َ ‫ء‬‫سا‬
َ ‫ل‬ ِ َ ّ ِ ُ ّ ُ َ ْ ٍ ُ ‫لى‬ َ ‫ع‬ ‫ه‬
ُ ‫ك‬ ‫س‬
ِ ‫م‬ْ ُ ‫ي‬ ِ ِ َ ُ ‫ب‬ ‫ما‬
َ ‫سوِء‬ُ
1
Disampaikan pada acara Dialog Remaja, IPNU-IPPNU Ranting Larangan Luar Pamekasan, 2005
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak
wanita, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Ia
menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah,
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59)
Demikian pula pada seluruh umat –selain umat Islam– baik di zaman dahulu
maupun di masa kini, kaum wanita (mereka) tak mendapatkan kehormatan yang
sepadan dengan nilai-nilai kewanitaannya bahkan kemanusiannya. (Lebih rincinya
lihat Al-Huquq wal Wajibat ‘Alar Rijal wan Nisa` fil Islam, karya Asy-Syaikh Rabi’
bin Hadi Al-Madkhali, dan Tanbihat Ala Ahkam Takhtashshu bil Mu`minat, karya
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Lalu bagaimanakah kaum wanita dalam sejarah peradaban Islam? Benarkah
haknya dipasung, kebebasannya dibelenggu dan potensinya dipangkas, sebagaimana
yang dipropagandakan para pengusung emansipasi?

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali –hafizhahullah– berkata: “Adapun agama


Islam, maka ia telah membebaskan kaum wanita dari belenggu, melepaskannya dari
segala bentuk penindasan, kedzaliman, kegelapan, kenistaan dan perbudakan, serta
memosisikannya pada posisi dan kedudukan mulia yang belum pernah didapati pada
seluruh umat (selain Islam, pen.), baik dia berstatus sebagai ibu, anak, istri ataupun
saudara perempuan. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan nilai-nilai
kemanusiaannya dari atas langit yang ketujuh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫عِليٌم‬
َ ‫ل‬
َ ‫نا‬
ّ ‫ل َأْتَقاُكْم ِإ‬
ِ ‫عْنَد ا‬
ِ ‫ن َأْكَرَمُكْم‬
ّ ‫ل ِلَتَعاَرُفوا ِإ‬
َ ‫شُعوًبا َوَقَباِئ‬
ُ ‫جَعْلَناُكْم‬
َ ‫ن َذَكٍر َوُأْنَثى َو‬
ْ ‫خَلْقَناُكْم ِم‬
َ ‫س ِإّنا‬
ُ ‫َياَأّيَها الّنا‬
‫خِبيٌر‬ َ

Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang lelaki“
dan seorang wanita, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha
(Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13
Kaum wanita tak perlu mengadakan muktamar-muktamar, seminar-seminar,
atau simposium-simposium, untuk menetapkan nilai-nilai kemanusiaannya berikut
hak-haknya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah
menetapkannya, dan umat Islam pun mengimaninya.
Kaum wanita berhak berhijrah, dan berhak pula mendapatkan pembelaan dan
perlindungan dari kaum mukminin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫ت َفل‬ ٍ ‫ن ُمْؤِمَنا‬ ّ ‫عِلْمُتُموُه‬


َ ‫ن‬ْ ‫ن َفِإ‬
ّ ‫عَلُم ِبِإْيَماِنِه‬
ْ ‫ل َأ‬
ُ ‫نا‬ّ ‫حُنوُه‬
ِ ‫ت َفاْمَت‬
ٍ ‫جَرا‬
ِ ‫ت ُمَها‬
ُ ‫جاَءُكُم اْلُمْؤِمَنا‬
َ ‫ن آَمُنوا ِإَذا‬
َ ‫َياَأّيَها اّلِذي‬
ّ ‫ن َلُه‬
‫ن‬ َ ‫حّلو‬ِ ‫ل ُهْم َي‬َ ‫ل َلُهْم َو‬
ّ‫ح‬
ِ ‫ن‬ ّ ‫ل ُه‬ َ ‫ن ِإَلى اْلُكّفاِر‬ ّ ‫جُعوُه‬ِ ‫َتْر‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang berhijrah kepada kalian para
wanita yang beriman, maka hendaklah kalian uji (keimanan) mereka. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kalian telah membuktikan bahwa
mereka benar-benar beriman, janganlah kalian kembalikan mereka kepada (suami-
suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir dan
orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka.” (Al-Mumtahanah: 10)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan segala bentuk tindakan yang menyakiti
.orang-orang mukmin dan mukminah tanpa suatu kesalahan yang mereka perbuat
‫حَتَمُلوا ُبْهَتاًنا َوِإْثًما ُمِبيًنا‬
ْ ‫سُبوا َفَقِد ا‬
َ ‫ت ِبَغْيِر َما اْكَت‬
ِ ‫ن َواْلُمْؤِمَنا‬
َ ‫ن اْلُمْؤِمِني‬
َ ‫ن ُيْؤُذو‬
َ ‫َواّلِذي‬

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminah tanpa


kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka memikul kebohongan
dan dosa yang nyata.”(Al-Ahzab: 58)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam siapa saja yang memfitnah
(mendatangkan cobaan) kepada (agama) orang-orang mukmin dan mukminah serta
enggan bertaubat dengan siksa Jahannam.

ِ ‫حِري‬
‫ق‬ َ ‫ب اْل‬
ُ ‫عَذا‬
َ ْ‫جَهّنَم َوَلُهم‬
َ ‫ب‬
ُ ‫عَذا‬
َ ‫ت ُثّم َلْم َيُتوُبوا َفَلُهْم‬
ِ ‫ن َواْلُمْؤِمَنا‬
َ ‫ن َفَتُنوا اْلُمْؤِمِني‬
َ ‫ن اّلِذي‬
ّ ‫ِإ‬
Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah (mendatangkan cobaan) kepada orang-“
orang mukmin dan mukminah kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka
(adzab Jahannam dan bagi mereka adzab yang membakar.” (Al-Buruj: 10

Tak luput pula Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan Rasul-Nya yang mulia
untuk memohon ampun dari segala dosanya dan memohonkan ampun bagi (dosa)
orang-orang mukmin laki-laki dan wanita.

ِ ‫ن َواْلُمْؤِمَنا‬
‫ت‬ َ ‫ك َوِلْلُمْؤِمِني‬
َ ‫سَتْغِفْر ِلَذْنِب‬
ْ ‫ل َوا‬
ُ ‫لا‬
ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬
َ ‫عَلْم َأّنُه‬
ْ ‫َفا‬
“Maka ketahuilah, bahwasanya tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan
Allah dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-
laki dan wanita.” (Muhammad: 19)
Apabila musuh-musuh Islam tersebut ingin melihat secercah posisi wanita
dalam agama Islam, maka tengoklah jenazahnya saat di antar ke pekuburan dan saat
dishalati. Barangkali orang-orang kafir dan munafik itu akan lebih terheran-heran
manakala menyaksikan ratusan ribu kaum muslimin di Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi yang merapikan shafnya saat menshalati seorang wanita atau seorang bayi
wanita.
Demikianlah berbagai keistimewaan dan anugerah Islam untuk wanita
mukminah yang tak akan didapati pada agama (selainnya) yang telah menyimpang.
Agama baru yang diada-adakan ataupun aturan-aturan semu yang diklaim telah
mengangkat harkat dan martabat kaum wanita.
Lebih-lebih di era modern yang dikendalikan oleh Yahudi dan Nashara ini,
kaum wanita benar-benar direndahkan dan dihinakan. Mereka dijadikan sebagai
komoditas murahan dan obyek kesenangan kaum lelaki. Baik di dunia usaha, tempat
kerja ataupun di keramaian. Begitupun di jagad mode serta beragam media (cetak,
elektronik, hingga dunia maya). Wanita tampil sekadar benda penghias, baik sebagai
SPG, bintang iklan, bintang sampul, dll. Kehormatan kaum wanita diinjak-injak
dengan ditampilkannya aurat bahkan foto-foto telanjang mereka di sekian banyak
media, demi memuaskan nafsu para lelaki hidung belang dengan pemandangan-
pemandangan porno itu. Padahal dampak dari kerusakan ini bisa berupa mata rantai
yang panjang. Badan statistik pun bisa-bisa bakal kesulitan untuk mensensus kejadian
hamil (di luar nikah) dan jumlah anak jadah/haram.
Ini semua merupakan hasil (baca: akibat) dari aturan-aturan yang mengklaim
telah berbuat adil terhadap kaum wanita dan telah memberikan segala haknya,
termasuk dalam hal kebebasan dan persamaan hak. Juga sebagai akibat dari opini
jahat yang selalu disuarakan sebagai bentuk dukungan terhadap segala aturan dan
undang-undang yang menyelisihi ketentuan (syariat) Dzat Yang Maha Pencipta lagi
Maha Bijaksana yang dicakup oleh Islam baik yang terdapat dalam Al-Qur`an
ataupun As-Sunnah, yang telah memberikan untuk masing-masing dari kaum lelaki
dan wanita segala haknya dengan penuh kemuliaan dan keadilan.” (Al-Huquq wal
Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil Islam,

Menyoroti Dalih-dalih Emansipasi


Para pembaca, sedemikian bijaknya sikap Islam terhadap kaum wanita dan
juga kaum lelaki. Namun para pengusung emansipasi wanita pun masih belum puas
terhadap apa yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat Yang Maha
Hakim, melalui agama Islam ini. Mereka menyoalnya, menentangnya dan
mencemooh Islam dengan slogan-slogan klasik yang acap kali mereka suarakan;
“Menuntut persamaan, kebebasan, dan keadilan”. Apapun yang bisa dijadikan dalil
diangkatlah sebagai dalil, tak peduli haq ataukah batil.
Padahal dengan gamblangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam
:Al-Qur`an

ٌ‫جة‬
َ ‫ن َدَر‬
ّ ‫عَلْيِه‬
َ ‫ل‬
ِ ‫جا‬
َ ‫َوِللّر‬
“Akan tetapi kaum lelaki (para suami), mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada kaum wanita (istrinya).” (Al-Baqarah: 228)
‫ن َأْمَواِلِهْم‬
ْ ‫ض َوِبَما َأْنفَُقوا ِم‬
ٍ ‫عَلى َبْع‬
َ ‫ضُهْم‬
َ ‫ل َبْع‬
ُ ‫لا‬
َ‫ض‬ّ ‫ساِء ِبَما َف‬
َ ‫عَلى الّن‬َ ‫ن‬َ ‫ل َقّواُمو‬
ُ ‫جا‬
َ ‫الّر‬
Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah“
melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
(mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa`: 34

Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang menukilkan perkataan istri
:(‘Imran

‫لْنَثى‬
ُ ‫س الّذَكُر َكْا‬
َ ‫َوَلْي‬
(Dan anak laki-laki itu tak sama dengan anak wanita.” (Ali ‘Imran: 36“

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Yaitu dalam hal kekuatan,


kesungguhan/ketabahan dalam beribadah dan mengurus Masjid Al-Aqsha.” (Tafsir
(Ibnu Katsir

Para pembaca yang mulia, lebih ironi lagi manakala mereka ‘pelintir’ ayat-ayat Al-
Qur`an demi melegalkan tuntutannya. Betapa rendahnya jalan yang mereka tempuh
itu. Di antara ayat yang mereka ‘pelintir’ tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa
:Ta’ala

ِ ‫ن ِباْلَمْعُرو‬
‫ف‬ ّ ‫عَلْيِه‬
َ ‫ل اّلِذي‬
ُ ‫ن ِمْث‬
ّ ‫َوَلُه‬

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara
yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)
Sisi pendalilan mereka tentang ayat ini adalah bahwa Islam tidak membedakan
antara kaum lelaki dengan kaum wanita dalam semua haknya.
Pendalilan tersebut tidaklah bisa dibenarkan, karena:
Ayat di atas masih ada kelanjutannya yang jelas-jelas menunjukkan keutamaan -
kaum lelaki (para suami) atas kaum wanita (para istri). Kelanjutan ayat tersebut
:adalah

‫جٌة‬
َ ‫ن َدَر‬
ّ ‫عَلْيِه‬
َ ‫ل‬
ِ ‫جا‬
َ ‫َوِللّر‬
”.Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya…“

Adanya perbedaan yang mencolok antara kaum lelaki dengan kaum wanita dalam -
banyak halnya (di antaranya penampilan fisik) yang menjadikan hak dan kewajiban
:mereka pun berbeda. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

ٍ ‫غْيُر ُمِبي‬
‫ن‬ َ ‫صاِم‬
َ ‫خ‬
ِ ‫حْلَيِة َوُهَو ِفي اْل‬
ِ ‫شُأ ِفي اْل‬
ّ ‫ن ُيَن‬
ْ ‫َأَوَم‬

“Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan
berperhiasan sedang dia tidak dapat memberikan alasan yang terang dalam
pertengkaran?!” (Az-Zukhruf: 18)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata: “Abd bin Humaid meriwayatkan dari


sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang tafsir “orang yang dibesarkan
dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberikan alasan yang terang
dalam pertengkaran” bahwa dia adalah kaum wanita. Maka dijadikanlah berbeda
antara penampilan mereka (kaum wanita) dengan penampilan kaum lelaki, berbeda
pula dalam hal warisan dengan dikuranginya jatah mereka daripada jatah kaum lelaki,
demikian pula dalam hal persaksian. Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan mereka
untuk duduk (tidak ikut berperang), maka dari itu mereka disebut khawalif (orang-
orang yang tidak ikut berperang).” (Fathul Qadir, 4/659)
- Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah diciptakannya
untuk kaum lelaki para istri dari jenis mereka (manusia) juga, supaya kaum lelaki
cenderung dan merasa tentram kepadanya serta Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan
antara keduanya rasa kasih dan sayang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ت ِلَقْوٍم َيَتَفّكُرو‬
‫ن‬ ٍ ‫لَيا‬
َ ‫ك‬
َ ‫ن ِفي َذِل‬
ّ ‫حَمًة ِإ‬
ْ ‫ل َبْيَنُكْم َمَوّدةً َوَر‬
َ ‫جَع‬
َ ‫سُكُنوا ِإَلْيَها َو‬
ْ ‫جا ِلَت‬
ً ‫سُكْم َأْزَوا‬
ِ ‫ن َأْنُف‬
ْ ‫ق َلُكْم ِم‬
َ ‫خَل‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ن آَياِتِه َأ‬
ْ ‫َوِم‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-
istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum:
21)

Manakala kaum wanita diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk (kenikmatan)


kaum lelaki dan sebagai tempat untuk merasakan ketentraman dan kasih sayang, maka
berarti posisi kaum lelaki di atas kaum wanita. Sehingga ketika seorang wanita (istri)
menganggap bahwa dirinya sepadan dengan suaminya dalam segala hak, atau merasa
lebih daripada suaminya maka tak akan tercipta lagi suasana tentram dan rasa kasih
sayang di antara mereka itu.
- Asal-muasal wanita (Hawa) adalah dari tulang rusuk lelaki (Nabi Adam
‘alaihissalam). Atas dasar itulah, maka kaum lelaki posisinya di atas kaum wanita.

Di antara ayat yang mereka ‘pelintir’ juga adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫ن َما َكاُنوا َيْعَمُلو‬


‫ن‬ ِ‫س‬َ‫ح‬
ْ ‫جَرُهْم ِبَأ‬
ْ ‫جِزَيّنُهْم َأ‬
ْ ‫طّيَبًة َوَلَن‬
َ ‫حَياًة‬
َ ‫حِيَيّنُه‬
ْ ‫ن َفَلُن‬
ٌ ‫ن َذَكٍر َأْو ُأْنَثى َوُهَو ُمْؤِم‬
ْ ‫حا ِم‬
ً ‫صاِل‬
َ ‫ل‬
َ ‫عِم‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun wanita dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)
Sisi pendalilan mereka tentang ayat ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan hak yang sama antara laki-laki dan wanita yang beriman dalam
hal pahala, atas dasar itulah tidak ada perbedaan yang mendasar antara laki-laki dan
wanita dalam hak maupun kewajiban kecuali satu kelebihan yaitu memberi nafkah
yang merupakan kewajiban laki-laki.
Para pembaca, pendalilan mereka tentang ayat di atas tidaklah benar, bahkan
bertentangan dengan syariat dan akal yang sehat, sebagaimana penjelasan berikut ini:

- Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah melebihkan kaum lelaki atas kaum wanita
semata-mata karena pemberian nafkah. Bahkan (lebih dari itu) Allah Subhanahu wa
Ta’ala melebihkan mereka disebabkan kepemimpinannya atas kaum wanita (para
istri). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ن َأْمَواِلِهْم‬
ْ ‫ض َوِبَما َأْنفَُقوا ِم‬
ٍ ‫عَلى َبْع‬
َ ‫ضُهْم‬
َ ‫ل َبْع‬
ُ ‫لا‬
َ‫ض‬ّ ‫ساِء ِبَما َف‬
َ ‫عَلى الّن‬
َ ‫ن‬
َ ‫ل َقّواُمو‬
ُ ‫جا‬
َ ‫الّر‬

Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah“
melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
(mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa`: 34

Di antara hikmah diciptakannya kaum wanita oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala -


adalah untuk (kenikmatan) kaum lelaki di dunia dan juga di akhirat. Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala karuniakan dari nikmat (istri) tersebut nikmat yang berikutnya,
yaitu dilahirkannya anak dan cucu sebagai permata hati yang tidaklah dinasabkan
kecuali kepada ayahnya; fulan bin fulan atau fulanah binti fulan. Hal ini sebagai bukti
:akan kelebihan kaum lelaki atas kaum wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

ِ ‫طّيَبا‬
‫ت‬ ّ ‫ن ال‬
َ ‫حَفَدةً َوَرَزَقُكْم ِم‬
َ ‫ن َو‬
َ ‫جُكْم َبِني‬
ِ ‫ن َأْزَوا‬
ْ ‫ل َلُكْم ِم‬
َ ‫جَع‬
َ ‫جا َو‬
ً ‫سُكْم َأْزَوا‬
ِ ‫ن َأْنُف‬
ْ ‫ل َلُكْم ِم‬
َ ‫جَع‬
َ ‫ل‬
ُ ‫َوا‬

“Allah menjadikan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan menjadikan
bagi kalian dari para istri itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rizki dari
yang baik-baik.” (An-Nahl: 72)
- Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari (pembagian) orang-orang musyrik yang
menjadikan (menganggap) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai anak, dan
anak-Nya adalah wanita. Sementara mereka memilihkan untuk diri mereka sendiri
anak laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ضيَزى‬
ِ ‫سَمٌة‬
ْ ‫ك ِإًذا ِق‬
َ ‫ ِتْل‬.‫لْنَثى‬
ُ ‫ َأَلُكُم الّذَكُر َوَلُه ْا‬.‫خَرى‬
ْ‫ل‬
ُ ‫ َوَمَناَة الّثاِلَثَة ْا‬.‫ت َواْلُعّزى‬
َ ‫ل‬
ّ ‫َأَفَرَأْيُتُم ال‬

Maka apakah patut bagi kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan“
Al-Uzza (milik kalian), dan Manat yang ketiga yang paling terkemudian (sebagai
anak wanita Allah)?! Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah
(anak) wanita?! Yang demikian itu tentulah pembagian yang tidak adil.” (An-Najm:
(19-22

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Yakni apakah kalian menjadikan


(menganggap) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai anak dan anak-Nya
adalah wanita, sementara kalian memilihkan untuk diri kalian sendiri anak laki-laki?!
Padahal jika seandainya kalian berbagi (anak) sesama kalian dengan pembagian
semacam itu, niscaya itu merupakan pembagian yang tidak adil. Bagaimanakah kalian
berbagi dengan Rabb kalian dengan cara seperti itu, sementara bila hal itu diterapkan
(pada sesama kalian termasuk suatu kejahatan dan kebodohan?!” (Tafsir Ibnu Katsir

.Keterangan di atas menunjukkan bahwa posisi kaum lelaki di atas kaum wanita

- Di antara balasan mulia bagi orang-orang beriman lagi beramal shalih yang
disebutkan dalam Al-Qur`an adalah para istri yang suci di dalam Al-Jannah. Hal
ini menunjukkan betapa posisi kaum lelaki di atas kaum wanita baik di dunia
maupun di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ن َثَمَرٍة ِرْزًقا َقاُلوا‬
ْ ‫لْنَهاُر ُكّلَما ُرِزُقوا ِمْنَها ِم‬
َ ‫حِتَها ْا‬
ْ ‫ن َت‬
ْ ‫جِري ِم‬ ْ ‫ت َت‬
ٍ ‫جّنا‬َ ‫ن َلُهْم‬ ّ ‫ت َأ‬
ِ ‫حا‬ َ ‫صاِل‬
ّ ‫عِمُلوا ال‬ َ ‫ن آَمُنوا َو‬ َ ‫شِر اّلِذي‬
ّ ‫َوَب‬
َ ‫خاِلُدو‬
‫ن‬ َ ‫طّهَرٌة َوُهْم ِفيَها‬ َ ‫ج ُم‬
ٌ ‫شاِبًها َوَلُهْم ِفيَها َأْزَوا‬
َ ‫ل َوُأُتوا ِبِه ُمَت‬
ُ ‫ن َقْب‬ْ ‫َهَذا اّلِذي ُرِزْقَنا ِم‬

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal shalih,“
bahwa bagi mereka disediakan surga-surga (selanjutnya ditulis: Al-Jannah) yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam
Al-Jannah itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang dahulu pernah diberikan kepada
kami.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalam Al-Jannah
(tersebut ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 25

‫ل ِكّذاًبا‬
َ ‫ن ِفيَها َلْغًوا َو‬
َ ‫سَمُعو‬
ْ ‫ل َي‬
َ .‫سا ِدَهاًقا‬
ً ‫ َوَكْأ‬.‫ب َأْتَراًبا‬
َ ‫ع‬
ِ ‫ َوَكَوا‬.‫عَناًبا‬
ْ ‫ق َوَأ‬
َ ‫حَداِئ‬
َ .‫ن َمَفاًزا‬
َ ‫ن ِلْلُمّتِقي‬
ّ ‫ِإ‬

Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa itu suatu kemenangan, (yaitu)“


kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas
yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya (Al-Jannah) mereka tidak mendengar
(perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.” (An-Naba`: 31-35

- Seringkali ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan pahala dan kesudahan


mulia bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa, dengan mencukupkan
penyebutan lafadz laki-laki (mudzakkar) yang dimaukan pula cakupannya untuk
kaum wanita. Contohnya; Surat An-Naba` ayat 31-35 di atas, dengan mencukupkan
penyebutan lafadz ‫ن‬ َ ‫ َاْلُمّتِقي‬yang hakikatnya mencakup pula orang-orang yang beriman
dan bertakwa dari kaum wanita. Cara penyebutan seperti ini menunjukkan bahwa
kaum lelaki posisinya di atas kaum wanita.

Kaum wanita adalah orang-orang yang minim dalam hal agama dan akal, sehingga -
tidaklah bisa disamakan dengan kaum lelaki. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
:bersabda

،‫شْيَر‬
ِ ‫ن اْلَع‬
َ ‫ن َوَتْكُفْر‬ َ ‫ن الّلْع‬َ ‫ ُتْكِثْر‬:‫ل‬
َ ‫ل؟ َقا‬
ِ ‫لا‬ َ ‫سو‬ُ ‫ َوِبَم َيا َر‬:‫ن‬ َ ‫ َفُقْل‬.‫ل الّناِر‬ِ ‫ن َأْكَثَر َأْه‬
ّ ‫ي َرَأْيُتُك‬ْ ‫ن َفِإّن‬
َ ‫صّدْق‬َ ‫ساِء َت‬َ ‫شَر الّن‬ َ ‫َيا َمْع‬
َ ‫سو‬
‫ل‬ ُ ‫عْقِلَنا َيا َر‬
َ ‫ن ِدْيِنَنا َو‬ُ ‫صا‬
َ ‫ َوَما ُنْق‬:‫ن‬َ ‫ ُقْل‬.‫ن‬ّ ُ‫حَداك‬
ْ ‫ن ِإ‬
ْ ‫حاِزِم ِم‬ َ ‫ل اْل‬ِ‫ج‬
ُ ‫ب الّر‬ ّ ‫ب ِلُل‬َ ‫ن َأْذَه‬ ٍ ‫ل َوِدْي‬ٍ ‫عْق‬َ ‫ت‬ ِ ‫صا‬ َ ‫ن َناِق‬
ْ ‫ت ِم‬ ُ ‫َما َرَأْي‬
ْ ‫ض‬
‫ت‬ َ ‫حا‬ َ ‫س ِإَذا‬َ ‫ َأَلْي‬،‫عْقِلَها‬َ ‫ن‬ ِ ‫صا‬
َ ‫ن ُنْق‬ ْ ‫ك ِم‬
َ ‫ َفَذِل‬:‫ل‬
َ ‫ َقا‬.‫ َبَلى‬:‫ن‬ َ ‫ل؟ ُقْل‬ ِ‫ج‬ ُ ‫شَهاَدِة الّر‬َ ‫ف‬ ِ ‫ص‬ ْ ‫ل ِن‬ َ ‫شَهاَدُة اْلَمْرَأِة ِمْث‬َ ‫ت‬ْ ‫س‬ َ ‫ َأَلْي‬:‫ل‬
َ ‫ل؟ َقا‬ ِ ‫ا‬
.‫ن ِدْيِنَها‬ِ ‫صا‬
َ ‫ن ُنْق‬ ْ ‫ك ِم‬َ ‫ َفَذِل‬:‫ل‬
َ ‫ َقا‬.‫ َبَلى‬:‫ن‬ َ ‫صْم؟ ُقْل‬
ُ ‫ل َوَلْم َت‬ ّ‫ص‬َ ‫َلْم ُت‬
“Wahai sekalian kaum wanita, bershadaqahlah! Karena aku melihat bahwa kalianlah
orang terbanyak yang menghuni neraka (selanjutnya ditulis: An-Naar). Mereka
berkata: ‘Dengan sebab apa wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: ‘(Karena) kalian banyak melaknat dan seringkali ingkar terhadap kebaikan
(yang diberikan oleh para suami). Aku belum pernah melihat di antara orang-orang
yang minim dalam hal agama dan akal yang dapat mengendalikan jiwa seorang lelaki
(suami) yang tangguh melainkan seseorang dari kalian.’ Mereka berkata: ‘Sisi apakah
yang menunjukkan minimnya agama dan akal kami wahai Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bukankah
persaksian wanita setengah dari persaksian lelaki?’ Mereka berkata: ‘Ya’, kemudian
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali: ‘Maka itulah di antara keminiman
akalnya. Bukankah ketika datang masa haidnya seorang wanita tidak melakukan
shalat dan shaum?’ Mereka berkata: ‘Ya’, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun menimpalinya: ‘Maka itulah di antara keminiman agamanya.” (HR. Al-Bukhari
dalam Shahih-nya no. 304 dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri z)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali –hafizhahullah– berkata: “Dalam
hadits ini terdapat kejelasan tentang minimnya agama dan akal wanita. Dan yang
nampak bahwa keminiman ini merupakan salah satu sebab banyaknya melaknat dan
terjatuhnya mereka ke dalam perbuatan ingkar terhadap kebaikan yang diberikan para
suami. Sebagaimana pula dalam hadits ini terdapat kejelasan bahwa persaksian dua
wanita sama dengan persaksian satu orang lelaki, yang di antara sebabnya adalah
minimnya akal pada mereka.” (Al-Huquq wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil
Islam,)

Penutup
Dari bahasan yang lalu dapatlah disimpulkan bahwa:
- Emansipasi wanita adalah gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan
kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum bagi wanita. Ia
merupakan propaganda musuh-musuh Islam yang ditargetkan untuk menebarkan
kebencian terhadap agama Islam dan menjerumuskan kaum wanita ke dalam
jurang kenistaan.
- Agama Islam benar-benar meletakkan kaum wanita pada posisinya yang mulia.
Harkat dan martabat mereka diangkat sehingga tak terhinakan, namun tak juga
dijunjung setinggi-tingginya hingga menyamai/melebihi kedudukan kaum lelaki.
- Semua dalih emansipasi amatlah lemah lagi batil. Bahkan bertentangan dengan
norma-norma syariat dan akal yang sehat, sebagaimana yang telah dijelaskan pada
sub judul: Menyoroti Dalih-dalih Emansipasi.
- Wallahu a’lam bish-shawab.
- '1 Kebanyakan dari bantahan yang ada dalam sub judul ini, disarikan dari
tulisan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullah- dalam Al-Huquq
wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil Islam, dengan beberapa perubahan dan
tambahan (-pen).

You might also like