You are on page 1of 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perekonomian di Indonesia mengalami perkembangan yang
begitu pesat setelah pada tahun 1997 mengalami krisis moneter. Perkembangan
pesat ini terjadi berkat adanya upaya pemerintah dalam pelaksanaan pemulihan
perekonomian negara dengan melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi. Hal ini
berimbas pada penyehatan sektor usaha dengan ditandai masuknya para investor
ke dalam negeri. Akibat semakin menjamurnya invetasi yang terjadi, perlahan-
lahan sektor perekonomian Indonesia mulai bangkit dan bermunculanlah
perusahaan yang berkembang dan berubah menjadi perusahaan multinasional.
Seiring dengan perkembangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan
terjadi kesenjangan sosial atau kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi,
maka dari itu muncul kesadaran dari perusahaan tersebut untuk mengurangi
dampak negatif tersebut. Hal ini didukung pula dengan adanya peraturan
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang tercantum pada UU PT No. 40
tahun 2007 pasal 74 ayat 1 yang berbunyi Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial (CSR) dan lingkungannya, pereseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dengan adanya UU ini, mulai banyak perusahaan yang
2

menyadari akan pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility
(CSR) sebagai bahan dari strategi bisnis. Tanggung jawab sosial perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah gagasan yang
menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada aspek keuntungan semata, namun juga harus memperhatikan aspek sosial
dan aspek lingkungannya.
Pengungkapan sosial perusahaan didefiniskan sebagai salah satu bagian dari
informasi perusahaan yang memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya
sebagaimana informasi tersebut dinyatakan dalam laporan tahunan perusahaan.
Corporate Social Responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak
sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok
khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan
(Hackston dan Milne dalam Rahmawati, 2011).
Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas
sosialnya. Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan kepedulian
perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara luas daripada hanya
sekedar kepentingan perusahaan saja. Tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibilty) merujuk pada semua hubungan yang terjadi di
antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya
adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor,
pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Pengembangan program-program
sosial perusahaan berupa dapat bantuan fisik, pelayanan kesehatan,
pengembangan masyarakat (community development), beasiswa dan sebagainya.
3

Pada saat ini dengan diberlakukannya UU tentang Corporate Social
Responsibility membuat setiap perusahaan diwajibkan melaksanakan CSR
termasuk perusahaan go public yang terdaftar pada BEI, baik swasta maupun
BUMN. Apabila menilik pada trend yang terjadi, sudah sepatutnya bagi
perusahaan yang telah melaksanakan kegiatan Corporate Social Responsibility
memperoleh peningkatan investasi dari para investor, terutama peningkatan harga
saham pada BEI. Karena dengan adanya Corporate Social Responsibility ini telah
membuktikan bahwa perusahaan peduli terhadap para stakeholder.
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurdin, dan Fani (2006).
Dalam penelitian tersebut mencoba memberikan bukti empiris hubungan antara
tema pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan bagi perusahaan yang
masuk dalam kategori high profile terhadap reaksi investor. Tema-tema sosial dan
lingkungan yang diteliti adalah keterlibatan masyarakat, sumber daya manusia,
lingkungan dan sumber daya fisik, serta produk atau jasa. Keempat variabel
independen ini diukur dengan memberikan nilai 0, 1, atau 2 setiap item
pengungkapan. Penelitian tersebut disamping mengukur besarnya pengaruh
pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan secara
simultan terhadap reaksi investor, juga mengukur besarnya pengaruh
pengungkapan tema-tema sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan secara
parsial terhadap reaksi investor dengan path anlysis. Sedangkan indikator dari
reaksi investor adalah abnormal return dan unexpected tranding volume. Nurdin
dan Fani (2006) membuktikan bahwa secara simultan, pengungkapan tema-tema
sosial dan lingkungan (yang terdiri dari tema keterlibatan masyarakat, sumber
4

daya manusia, lingkungan dan sumber daya fisik, serta produk atau jasa) dalam
laporan tahunan perusahaan berpengaruh terhadap perubahan harga saham dan
volume perdagangan saham, yang menunjukkan hubungan rendah dan nyata.
Secara parsial, hanya tema lingkungan dan sumber daya fisik yang berpengaruh
terhadap perubahan harga saham dan tema produk atau jasa berpengaruh terhadap
perubahan volume perdagangan saham.
Sayekti dan Sensi (2007) melakukan penelitian tentang pengungkapan
informasi CSR dan laporan tahunan terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
dengan menguunakan alat uji analisis regresi berganda dan menyatakan bahwa
tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan
berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan
bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian penelitian terdahulu
penulis tertarik untuk mengetahui perbedaan harga saham yang terjadi sebelum
dan setelah pemberlakuan UU tentang CSR terhadap reaksi investor sehingga
penulis mengambil judul Perbandingan Tingkat Reaksi Investor pada
Perusahaan yang Menerapkan Corporate Social Responsibility ( Sebelum dan
Setelah Pemberlakuan UU No 40 Pasal 74 Tahun 2007 Studi Kasus
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006 dan 2007) .

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalaha bagaimana perbedaan harga saham pelaksanaan dan
5

non pelaksana Corporate Social Responsibilty terhadap tingkat kepercayaan
investor pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tahun 2006 dan
2007 pada saat sebelum dan setelah pemberlakuan UU No 40 Pasal 74 Tahun
2007. Adapun untuk ruang lingkup dan pembatasan masalah yang terkait adalah:
1. Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
BEI pada tahun 2006 dan 2007.
2. Penelitian ini merupakan studi empiris dengan menggunakan periode
penelitian selama dua tahun, yaitu 2006 dan 2007.
3. Penelitian ini menggunakan harga saham sebagai proksi indikator reaksi
investor.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam Laporan Tugas Akhir ini
adalah mengetahui dan memahami perbedaan perbedaan harga saham pelaksanaan
dan non pelaksana Corporate Social Responsibilty terhadap tingkat reaksi investor
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tahun 2006 dan 2007 pada
saat sebelum dan setelah pemberlakuan UU No 40 Pasal 74 Tahun 2007.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai
pihak yang terkait,diantaranya:
1. Penulis
6

a. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan penjelasan akan
pentingnya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dan kondisi
tingkat reaksi investor pada saat sebelum dan setelah adanya UU tentang
Corporate Social Responsibility.
b. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai wujud pengaplikasian antara
teori yang telah didapat selama perkuliahan dengan pelaksanaannya di
dunia nyata.
2. Pihak Perusahaan
Memberikan masukan yang positif kepada perusahaan akan pentingnya
pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam pelaksanaan dan
pengembangannya sehingga memberikan dampak positif yang lebih luas bagi
stake holder.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pemikiran baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan dengan dasar teori
yang telah ada sebelumnya.
4. Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi,
pemikiran, perbandingan sekaligus sebagai sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya di bidang yang sama.



7

1.4 Pendekatan Masalah
Menurut (Nuryana, 2005) CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan
mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan
prinsip kesukarelaan dan kemitraan. CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa
depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang
diperoleh bukan hanya sekedar keuntungan secara financial namun lebih pada
kepercayaan dari masyarakat sekitar dan para stakeholders berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraan.
Corporate Social Responsibility sendiri adalah sebuah kewajiban yang
dibebankan pada Perseroan Terbatas melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU 40 tahun 2007 ini
menjelaskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan. Pembangunan suatu negara tidak hanya tanggung jawab
pemerintah dan industri saja. Diperlukan kerjasama dengan seluruh masyarakat
untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup
masyarakat. Perusahaan berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha
tidak hanya memperhatikan keuntungan yang didapatkan, namun juga harus
memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen inilah yang
kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan berkelanjutan.
8

Corporate Social Responsibilities adalah sebuah wujud kepedulian
perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung
jawab sosial.
CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam
konteks ekonomi global, nasional maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR
pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firms behaviour),
termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:
1. Good Corporate Governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia,
jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja;
2. Good Corporate Responsibility: pelestarian lingkungan,
pengembangan masyarakat (community development), perlindungan hak azasi
manusia, perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan
terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan
melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga
internasional dan stakeholder lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan
perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek
ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal
dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR seringkali dimaknai
sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar
kepatuhan terhadap hukum.
9

Di Indonesia sendiri pelaksanaan CSR mulai hangat dibicarakan sejak tahun
2001 dimana banyaknya perusahaan dan instansi yang melihatnya sebagai suatu
konsep pemberdayaan masyarakat. Sampai saat ini, perkembangan implementasi
CSR semakin meningkat dengan pesat baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Hal ini dapat terlihat dari menjamurnya perusahaan maupun instansi yang
melaksanakan kegiatan CSR. Biasanya bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain
pemberian beasiswa, pembangunan tempat ibadah, bantuan bencana dan lain-lain.
Dalam praktiknya, CSR sendiri memiliki beberapa jenis pelaksanaan.
Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di
Indonesia. Keempat model tersebut antara lain:
1. Terlibat langsung yaitu perusahaan melaksanakan sendiri kegiatan CSR tanpa
melalui perantara pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki bagian
tersendiri atau bagaian yang digabung dalam pengelolaan pelaksanaan CSR
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan
yayasan dibawah naungan perusahaan dimana biasanya pada model ini
perusahaan menyediakan dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan CSR
3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin
kerja sama dengan pihak lain baik lembaga pemerintahan maupun lembaga
non pemerintahan.
4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan mendukung
atau menjadi anggota suatu lembaga sosial yang bertujuan dalam
pengembangan dan pelaksanaan CSR.
10

Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki alasan diantaranya
adalah:
1. Alasan Sosial.
Perusahaan melaksanakan CSR sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap
lingkungan sekitar. Terlebih bagi para stakeholder yang merupakan komponen
penting dalam perkembangan perusahaan.
2. Alasan Ekonomi.
Motif perusahaan selalu berujung pada keuntungan. Dengan adanya CSR
perusahaan dapat menunjukkan kepedulian yang nantinya akan mengundang
minat para konsumen yang berujung pada peningkatan profit.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya peran CSR bagi
dunia usaha. Terlebih dengan adanya CSR kondisi lingkungan sosial perusahaan
dapat merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan tersebut, terutama bagi para
stakeholder. Merujuk pada alasan yang menjadi motif pelaksanaan CSR terutama
pada perusahaan swasta maupun non swasta, hal ini tentu sangat berdampak pada
perkembangan perusahaan. Apabila menilik pada alasan sosial, tentu saja
perusahaan akan mendapat pengakuan lebih dari stakeholder sebagai perusahaan
yang mempunyai jiwa tanggung jawab sosial dan hal ini berimbas pada image
perushaan tersebut. Sementara untuk alasan ekonomi, perusahaan akan
memperoleh imbas pada peningkatan jumlah konsumen dan kenaikan minat dari
para investor.
Berdasarkan pada hubungan yang terjadi antara CSR dengan manfaaat yang
diperoleh perusahaan, dapat dipastikan semakin banyak perusahaan baik swasta
11

maupun non swasta yang mulai mengembangkan program ini dan hal ini pun akan
berimbas positif bagi perekonomian bangsa.

1.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan pendekatan masalah di atas
maka hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara
harga saham perusahaan manufaktur pelaksana dan non pelaksana CSR yang
terdaftar pada BEI pada saat sebelum dan setelah pemberlakuan UU No 40 Pasal
74 Tahun 2007.

1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis yaitu metode yang dilakukan peneliti dengan cara mengumpulkan data-
data terlebih dahulu, kemudian diolah, dianalisis dan diteliti lebih lanjut untuk
kemudian dianalisis dan diambil kesimpulan kuantitatif.
1.6.2 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
BEI tahun 2006 dan 2007 sejumlah 30 perusahaan.
1.6.3 Operasional Variabel
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan harga saham dan
CSR terhadap tingkat kepercayaan investor. Penelitian ini menggunakan harga
12

saham sebagai variabel independen dan tingkat kepercayaan investor sebagai
variabel dependen.


Tabel 1.1
Daftar Variabel Penelitian
Variabel Penelitian Definisi Skala
X
1(Harga Saham tahun 2006)
Saham adalah satuan nilai atau
pembukuan dalam berbagai
instrumen finansial yang mengacu
pada bagian kepemilikan
sebuah perusahaan
Rasio
X
2(Harga Saham tahun 2007)
Saham adalah satuan nilai atau
pembukuan dalam berbagai
instrumen finansial yang mengacu
pada bagian kepemilikan
sebuah perusahaan
Rasio
Y(
Tingkat reaksi investor)
Investor adalah pelaku investasi baik
dalam investasi riil maupun non riil
Rasio




13

1.6.4 Teknik Sampling Data
Pada penelitian ini, penulis menggunakan non probability sampling dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini digunakan untuk mendukung
metode analisis deskriftif yang penulis gunakan.
1.6.5 Metode Analisis Data
Uji Beda Independen
Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak
berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji beda t-test dilakukan
dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar
error dari perbedaan rata-rata dua sampel. Derajat kepercayaan yang digunakan
adalah 95% ( tingkat signifikansi = 5%). Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan antara t-hitung dan t-tabel. Dasar pengambilan keputusan pada
pengujian ini adalah sebagai berikut:
Apabila t-hitung < t-tabel, maka H
0
diterima.
Apabila t-hitung > t-tabel, maka H
0
ditolak.
Alternatif lain untuk pengujian statistik t adalah dengan melihat tingkat
signifikansi pada hasil output analisis deskriftif yang dilakukan menggunakan
software SPSS versi 20. Dasar pengambilan keputusan pada alternatif ini adalah
sebagai berikut:
Apabila tingkat signifikansi (sig t) > 0,05, maka H
0
diterima
Apabila tingkat signifikansi (sig t) < 0,05, maka H
0
ditolak, H
a
diterima
Uji hipotesisnya sebagai berikut:
14

H
0
= Tidak terdapat perbedaan antara harga saham sebelum dan
sesudah CSR
H
a
= Terdapat perbedaan antara harga saham sebelum dan sesudah
CSR
1.6.6 Data Penelitian
1.6.6.1 Jenis Data
Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka yang kemudian diolah
dan diinterpretasikan untuk memperoleh makna dari data tersebut. Data kuantitatif
dalam penelitian ini diperoleh dari laporan indeks harga saham dan laporan
keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tahun 2006 dan 2007.
1.6.6.2 Sumber Data
Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain)
yang telah diolah. Data sekunder yang diperoleh berasal dari sumber internal dan
eksternal. Namun pada penulisan laporan ini hanya akan menggunakan sumber
data eksternal yang berasal dari buku teks, studi media elektronik seperti internet
melalui situs terkait, jurnal dan artikel.




15

1.6.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Studi Kepustakaan
Studi pustaka dilakukan dengan cara memperoleh dan mempelajari data sebagai
landasan teori dari buku-buku referensi dan catatan dari berbagai literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

1.7 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan dengan cara memperoleh data sekunder dari situs
Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sedangkan waktu penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah pada bulan Mei sampai dengan awal minggu bulan
Juni 2013.










16

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Corporate Social Responsibilities
2.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility
Dalam buku Etika Bisnis dinyatakan:
CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraaan (Nuryana, 2005).

Schermerhorn dalam Suharto (2007) menyebutkan bahwa definisi tanggung
jawab sosial adalah Suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan
cara-cara merekasendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan
publik eksternal.
World Business Council for Sustainable Development dalam Suharto (2008)
CSR adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku
etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya.
Pada rancangan (draft) ISO 26000 yang akan mengatur mengenai CSR dalam
Suharto (2008) Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sebuah
organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-
kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan
17

kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan,
sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional,serta
terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3).
Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan bahwa pihak perusahaan harus
melihat jika Corporate Social Responsibility bukan program pemaksaan
melainkan bentuk rasa kesetiakawanan terhadap sesama umat manusia, yaitu
membantu melepaskan berbagai pihak dari kesulitan yang mendera dan efeknya
akan berimbas pada perusahaan tersebut.
2.1.2 Dasar Hukum Corporate Social Responsibilty di Indonesia
Pada pelaksanaanya, untuk memfasilitasi program Corporate Social
Responsibility dengan baik, pemerintah mengeluarkan dasar hukum
pelaksanaannya yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU 40 tahun 2007 ini menjelaskan
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. Selain itu tercantum pula peraturan bagi para investor dalam Pasal
15 (b) UU Republik Indonesia No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
menyatakan bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan. Dengan adanya Undang-Undang ini, industri atau
korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya, namun kewajiban ini bukan
merupakan suatu beban yang memberatkan.
Pembangunan suatu negara tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan
industri saja. Diperlukan kerjasama dengan seluruh masyarakat untuk
menciptakan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat.
18

Perusahaan berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha tidak hanya
memperhatikan keuntungan yang didapatkan, namun juga harus
memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen inilah yang
kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan berkelanjutan
2.1.3 Perusahaan dan Prinsip Corporate Social Responsibility
Tanggung jawab perusahaan pada masyarakat saat ini dikenal dengan istilah
Corporate Social Responsibilty. Pembahasan Corporate Social Responsibility
pada era sekarang ini mulai meningkat sehubungan dengan banyaknya
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat akibat tindakan perusahaan.
Sebenarnya sudah lama kata Corporate Social Responsibilty ini didengungkan ke
permukaan, namun kurangnya respon kuat dari pubik. Sekitar tahun 1955 seorang
tokoh pemerhati sosial bernama Howard Robert Bowen sudah mengemukakan
tentang perlunya suatu perusahaan memberikan perhatian lebih pada masyarakat
sekeliling dimana perusahaan tersebut berada. Dan ini dipertegas dengan
diterbitkannya buku karangan Howard Robert Bowen yang berjudul Social
Responsibility of The Businessman. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat ini
menjadi buku terlaris di dunia usaha pada era 1950-1960.
Howard Robert Bowen oleh beberapa pihak telah disebut sebagai penggagas
dan peletak dasar konsep Corporate Social Responsibility untuk diterapkan. Ide
dasar yang dikemukakan oleh Bowen adalah mengenai kewajiban perusahaan
menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai
masyarkat di tempat perusahaan tersebut beroperasi.
19

Pada dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai
ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep
Iron Law of Social Responsibility. Davis berpendapat bahwa penekanan pada
tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan besarnya
perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar
perusahaan atau ebih tepatnya dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan
terhadap masyarkat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang
harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarkatnya.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan waktu pembahasan Corporate
Social Responsibility semakin berkembang, para pengelola bisnis semakin
menyadari akan peran serta fungsi dari Corporate Social Responsibility dalam
mempengaruhi pembentukan kinerja suatu perusahaan. Seperti pada masa 1990-an
banyak kalangan mulai memberikan penafsiran yang beragam tentang Corporate
Social Responsibility. Tahun 1990-an dianggap sebagai tahun yang begitu tinggi
menyagkut pembahasan Corporate Social Responsibility, dan hal ini diikuti oleh
dukungan serta tekanan dari berbagai LSM.
Sejak itu banyak model Corporate Social Responsibility diperkenalkan
termasuk Corporate Social Performance (CSP), Business Ethic Theory (ET) dan
Corporate Citizenship, sejak itu Corporate Social Responsibility menjadi tradisi
baru dalam dunia usaha di banyak negara. meskipun sesungguhnya memiliki
pendekatan yang relatif berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan
atau bahkan identik dengan Corporate Social Responsibility ini antara lain
Investasi Social Perusahaan (Corporate Social Investment), Kedermawanan
20

Perusahaan (Corporate Philanthropy), Relasi Kemasyrakatan Perusahaan
(Corporate Community Realtion), dan Pengembangan Masyarakat (Community
Development)(Brilliant dan Rice, 1988; Burke, 1988; Suharto, 2006).
Dengan perkembangan begitu pesat, maka lahirlah dua metode dalam
memperlakukan Corporate Social Responsibility, yaitu:
1. Metode Cause Branding, adalah pendekatan Top Down, dalam hal ini
perusahaan menetukan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu
dibenahi.
2. Metode Venture Philanthropy yang merupakan pendekatan Bottom Up, disini
perusahaan membantu berbagai pihak non-profit dalam masyarkat sesuai apa
yang dikehendaki masyarkat.
2.1.4 Kategori Corporate Social Responsibility
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan realitas, tipologi
ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan
CSR. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam mengembangkan
program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk menentukan
model CSR yang tepat (Suharto, 2007). Dengan menggunakan dua pendekatan,
sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori
reformis dan 15 progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja
saling bertautan.
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR:
21

Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR
yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.
Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun
anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah
perusahaan besar, namun pelit.
Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran
CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut perusahaan
dermawan atau baik hati.
Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR yang
tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban,
melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.
2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan
masyarakat:
Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,
bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar melakukan
kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai
hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk
pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan tebar pesona
daripada tebar karya.
Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada
promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada
tebar pesona.
22

Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan
sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang
bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan.
2.1.5 Manfaat Corporate Social Responsibility bagi Perusahaan
Pada dasarnya dengan menerapkan Corporate Social Responsibility ada
banyak manfaat yang akan diterima. Ini sebagaimana dikatakan oleh Suhandari
M.P bahwa manfaat Corporate Social Responsibility bagi perusahaan antara lain:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra
2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas
6. Mereduksi biaya
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator
9. meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
10. Peluang mendapatkan penghargaan
Manfaat lain yang akan dirasakan oleh pihak perusahaan dengan menerapkan
CSR berdampak jangka panjang. Salah satunya jika ternyata perusahaan
menemukan potensi lain yang menciptakan dukungan penuh dari masyarakat. Hal
ini terbentuk dalam Community Development, yaitu pemberdayaan masyarakat
sekitar dalam usaha memberikan kontribusi bagi perusahaan.
23

Sebagaimana dikatakan oleh Chairil N.Siregar bahwa Investor juga ingin
investasinya dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan memiliki citra
yang baik. Dengan demikian, apabila perusahaan melaksanakan kegiatan CSR
diharapkan menjadi suatu investasi dan menjadi strategi bisnis.
Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang dikembangkan Archie B.Carrol memberikan justifikasi logis
bahwa sebuah perusahaan perlu enerpakan CSR bagi masyarakat di sekitarnya
(Saidi dan Abidin, 2004:59-60).
a) Tanggung jawab ekonomis (Make a Profit)
b) Tanggung jawab legal (Obey the Law)
c) Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan
praktik bisnis yang baik, benar, dan adil
d) Tanggung jawab filantropis. Perusahaan dituntut agar dapat memberikan
kontribusi langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
2.1.6 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung
jawab sosial dan lingkungan adalah proses yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengungkapkan informasi berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan
pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Jenis
pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary).
Setelah diberlakukannya undang-undang No.40 Pasal 74 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, di Indonesia perusahaan yang menjalankan usahanya
berkaitan atau di bidang sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab
24

sosial dan lingkungan. Oleh karena itu perusahaan tersebut juga wajib melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan. Masnila (2010) mengatakan
bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu dari tingkat pengungkapan, tema yang diungkapkan, tipe
pengungkapan , maupun lokasi atau tempat pengungkapan tersebut dilakukan
dalam laporan tahunan. Alasan yang mendorong praktik pengungkapan sosial dan
lingkungan menurut Deegan (dalam Chariri dan Ghozali, 2007) antara lain :
1. Mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang.
2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi.
3. Mematuhi pelaporan dalam proses akuntabilitas.
4. Mematuhi persyaratan peminjaman.
5. Mematuhi harapan masyarakat.
6. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan.
7. Mengelola kelompok stakeholder tertentu.
8. Menarik dana investasi.
9. Mematuhi persyaratan industri.
10. Memenangkan penghargaan pelaporan.
2.1.7 Model Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia
Menurut Saidi dan Abidin (2004:64-65) sedikitnya ada empat model atau
pola CSR yang umumnya diterapkan di Indonesia, antara lain:
1. Terlibat langsung yaitu perusahaan melaksanakan sendiri kegiatan CSR tanpa
melalui perantara pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki bagian
tersendiri atau bagaian yang digabung dalam pengelolaan pelaksanaan CSR
25

2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan
yayasan dibawah naungan perusahaan dimana biasanya pada model ini
perusahaan menyediakan dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan CSR
3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin
kerja sama dengan pihak lain baik lembaga pemerintahan maupun lembaga
non pemerintahan.
4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan mendukung
atau menjadi anggota suatu lembaga sosial yang bertujuan dalam
pengembangan dan pelaksanaan CSR.

2.2 Keyakinan Investor
2.2.1 Definisi Investasi
Definisi Investasi Menurut para Ahli:
Jack Clark Francis (Francis, Jack C., Investment: Analysis and Management,
5th edition, McGraw-Hill Inc., Singapore, 1991, Hal. 1), investasi adalah
penanaman modal yang diharapkan dapat menghasilkan tambahan dana pada
masa yang akan datang.
Frank Reilly (Reilly, Frank, & Brown, Keith C., Investment Analysis and
Portfolio Management, 7th edition, Thomson South-Western Inc., US, 2003, Hal.
5) mengatakan, investasi adalah komitmen satu dollar dalam satu periode
tertentu, akan mampu memenuhi kebutuhan investor di masa yang akan datang
dengan: (1) waktu dana tersebut akan digunakan, (2) tingkat inflasi yang terjadi,
(3) ketidakpastian kondisi ekonomi di masa yang akan datang.
26

Berdasarkan definisi-definisi investasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan suatu bentuk pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk
mendapatkan keuntungan di masa depan dengan tingkat resiko tertentu.
2.2.2 Jenis Investasi
Investasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
(Bodie, Zvi, Alex Kane & Alan J. Marcus, Essentials of Investment, 2nd edition,
Richard D. Irwin Inc, US, 1995, Hal. 3 )
1. Investasi dalam bentuk aset riil (real assets) = Yaitu investasi dalam bentuk
aktiva berwujud fisik, seperti emas, batu mulia dan sebagainya.
2. Investasi dalam bentuk surat berharga/sekuritas (marketable securities
financial assets) = Yaitu investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang
pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang diawasi oleh suatu
lembaga/perorangan.
Pemilikan aktiva finansial dalam rangka investasi pada sebuah
institusi/perusahaan dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Investasi langsung (direct investing). Diartikan sebagai suatu kepemilikan
surat-surat berharga secara langsung dalam suatu institusi/perusahaan tertentu
yang secara resmi telah di go public dengan tujuan mendapatkan tingkat
keuntungan berupa deviden dan capital gain.
2. Investasi tidak langsung (indirect investing). Terjadi apabila suatu surat
berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi
yang berfungsi sebagai perantara. Kepemilikan aset secara tidak langsung
dilakukan melalui lembaga-lembaga keuangan yang terdaftar, yang bertindak
27

sebagai perantara. Dalam perannya sebagai investor tidak langsung, pedagang
perantara mendapatkan deviden seperti halnya dalam investasi langsung serta
capital gain atau hasil perdagangan portofolio yang dilakukannya.
2.2.3 Motif Investasi pada Perusahaan yang Menjalankan Corporate
Social Responsibility
Adapun motif yang menjadi dasar para investor untuk berinvestasi pada
perusahaan yang menjalankan Corporate Social Responsibility, antara lain:
1. Penggantian untuk keberlanjutan usaha atau penurunan biaya
2. Ekspansi atas produk yang sudah ada
3. Ekspansi atas produk yang baru
4. Proyek pengamanan lingkungan
2.2.4 Manfaat Investasi
Pada dasarnya terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh pemodal dengan
membeli atau memiliki saham, yaitu:
1. Dividen
Yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham
tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan, deviden diberikan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Deviden yang
dibagikan perusahaan dapat berupa devien tunai artinya kepada setiap pemegang
saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk
setiap saham atau dapat pula berupa deviden stock yang artinya setiap pemegang
saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga sejumlah saham yang dimiliki
investor bertambah dengan adanya pembagian deviden stock tersebut.
28


2. Capital Gain
Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual, dimana harga
jual lebih tinggi dari harga beli, capital gain terbentuk dengan adanya aktifitas
perdagangan di pasar sekunder.
3. Saham Bonus
Saham bonus (jika ada) yaitu saham yang dibagikan perusahaan kepada
pemegang saham yang diambil dari agio saham, agio saham adalah selisih antara
harga jual terhadap harga nominal saham tersebut pada saat perusahaan
melakukan penawaran umum dipasar perdana.

2.3 Keterkaitan Investor dengan Corporate Social Responsibilities
Secara logika keuangan, sudah banyak bukti yang menunjukkan CSR dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan. Banyak pelaku dan pemerhati tanggung
jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) belum jelas
tentang hubungan antara melakukan CSR dengan keuntungan yang diperoleh
perusahaan dalam hal peningkatan harga saham.
Blackburn (2007) memperkenalkan show me the money model untuk
mengetahui logika di balik keuntungan berinvestasi pada CSR. Dalam model ini
digambarkan bagaimana perusahaan dapat meningkatkan reputasi, penjualan, dan
dapat menurunkan biaya dengan melakukan program keberlanjutan
(sustainability) yang sebetulnya merupakan tujuan akhir CSR.
29

Menurut konsep manajemen keuangan, tujuan perusahaan didirikan adalah
untuk meningkatkan nilai para pemegang saham dan pemangku kepentingannya.
Apakah yang menjadi indikator peningkatan nilai para pemegang saham ini?
Jawabnya adalah peningkatan harga saham. Tim CSR harus mampu meyakinkan
manajemen bahwa harga saham dapat meningkat bila manajemen menyetujui
program yang menggunakan keuntungan perusahaan untuk investasi, misalnya
untuk membeli mesin pengolah limbah atau membeli mesin dengan teknologi
hemat energi. Hal ini adalah tugas paling menantang yang dihadapi tim CSR.
2.3.1 Green Ranking
Naik-turunnya harga saham sebenarnya ditentukan oleh jumlah permintaan
dan penawaran. Semakin banyak yang berminat membeli saham perusahaan,
harga saham akan meningkat. Oleh sebab itu, manajemen harus mempelajari apa
saja yang menyebabkan para investor ingin membeli saham sebuah perusahaan.
Sebelum dua kejadian besar, yakni Konferensi Lingkungan dan Pembangunan
di Rio de Janeiro (1992) dan peluncuran panduan pelaporan keberlanjutan
(sustainability reporting) oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang
dipergunakan oleh lebih dari 3.000 organisasi, biasanya investor membeli saham
cukup melalui analisis atas kinerja keuangan perusahaan.
Semenjak terjadi banyak pelaporan keberlanjutan muncul, ditambah dengan
kehancuran bisnis Lehman Brothers tahun 2008, kini para investor (individu
maupun institusi) mulai menggunakan kinerja CSR atau keberlanjutan perusahaan
untuk menentukan saham mana yang akan mereka beli.
30

Tahun 2009 Newsweek mengeluarkan indeks green ranking. Indeks ini
menyajikan peringkat perusahaan yang memperhatikan jejak karbon, termasuk
emisi gas rumah kaca dan penggunaan air, manajemen pengelolaan lingkungan
serta pengungkapan (pelaporan keberlanjutan). Kedua hal tersebut merupakan
beberapa referensi yang digunakan para analis saham (investor) dalam memilih
saham mana yang akan dibeli.
2.3.2 Kesadaran Investor
Para investor mulai sadar bahwa perubahan iklim mengakibatkan air, tanah,
mineral, dan bahan bakar fosil yang terbatas jumlahnya menjadi kian mahal. Oleh
karena itu, mereka mulai menganalisis bagaimana perusahaan mengatasi hal ini
dan bahkan tetap dapat menghasilkan keuntungan dari bisnis mereka.
Terdapat tiga hal utama yang mereka analisis, yaitu:
1) reputasi perusahaan dalam melakukan CSR,
2) aspek peningkatan penjualan, yakni keunggulan bersaing,
3) penghematan biaya melalui peningkatan produktivitas, pengurangan beban
operasional dan interupsi bisnis, penurunan biaya rantai pemasok, penurunan
biaya modal, serta biaya konsekuensi hukum.
Keunggulan bersaing dapat dicapai melalui inovasi. Misalnya, perusahaan
menggunakan kemasan ramah lingkungan dan memproduksi makanan rendah
kolesterol, menciptakan kelompok konsumen baru dengan cara memampukan
masyarakat mengatasi kemiskinan, yakni penciptaan lapangan pekerjaan dan
membuat masyarakat menjadi pemilik usaha yang dibangun, misalkan melalui
pembangunan koperasi.
31

Melalui program CSR tersebut, perusahaan dapat mempunyai hubungan baik
dengan masyarakat sekitar dan pemerintah lokal. Jika kepemilikan bisnis (usaha
kecil dan menengah) tidak berpusat pada beberapa orang, tetapi oleh masyarakat
(melalui koperasi), keberadaan perusahaan akan mereka lindungi. Karena
masyarakat yang dibantu tidak akan melupakan jasa perusahaan dan mereka tidak
ingin ada konflik di daerah mereka agar keberlanjutan bisnisnya terjamin. Hal ini
dapat menghemat biaya operasional perusahaan dan biaya interupsi bisnis.
2.3.3 Pengelolaan Resiko
Penghematan biaya juga dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas
melalui program keselamatan kerja; program pendidikan karyawan untuk
meningkatkan jiwa kepemimpinan dan keterampilan; membina hubungan baik
dengan karyawan; penghematan listrik; serta pengelolaan risiko bisnis.
Hal ini dapat membangun kebanggaan karyawan, meningkatkan loyalitas, dan
mempermudah perusahaan merekrut karyawan baru yang mempunyai kepedulian
terhadap keberlanjutan. Penurunan biaya rantai pemasok dapat dilakukan dengan
mengajarkan para pemasok memproduksi bahan baku sesuai standar. Hal ini dapat
menjamin keberadaan pasokan yang terjamin mutunya. Ini dilakukan dengan
membayar pemasok tepat waktu sehingga dapat membangun kepercayaan mereka
dan tidak akan terjadi boikot atas pasokan bahan baku.
Biaya modal dapat diturunkan dengan menjalankan bisnis yang inovatif yang
mengatasi persoalan perubahan iklim. Saat ini sangat banyak lembaga keuangan
yang bersedia memberikan pinjaman dengan biaya rendah kepada perusahaan-
perusahaan seperti ini. Misalnya, mereka berpatokan pada green ranking,
32

panduan principle for responsible investment (PRI) yang dikeluarkan PBB dan
dipakai oleh 87 persen dari seluruh manajer investasi di dunia yang turut
menyetujui kesepakatan ini.
Biaya konsekuensi hukum dapat diturunkan jika perusahaan menjalankan
aturan-aturan yang berlaku, misalnya proper, amdal, dan Undang-Undang (UU)
No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 108 dan 109 yang
mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) untuk menyusun program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat, serta PP No 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 106 sampai 109.










33

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Perusahaan
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut:


34

[Desember 1912] Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di
Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda
[1914 1918] Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang
Dunia I
[1925 1942] Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama
dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
[Awal tahun 1939] Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya ditutup
[1942 1952] Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama
Perang Dunia II
[1956] Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa
Efek semakin tidak aktif
[1956 1977] Perdagangan di Bursa Efek vakum
[10 Agustus 1977] Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden
Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM
(Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10
Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai
dengan go public PT Semen Cibinong sebagai
emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara
[1977 1987] Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah
emiten hingga 1987 baru mencapai 24.
35

Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan
dibandingkan instrumen Pasar Modal
[1987] Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987
(PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi
perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum
dan investor asing menanamkan modal di
Indonesia
[1988 1990] Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar
Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk
asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
[2 Juni 1988] Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi
dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang
dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri
dari broker dan dealer
[Desember 1988] Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88
(PAKDES 88) yang memberikan kemudahan
perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan
pasar modal
[16 Juni 1989] Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan
dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta
yaitu PT Bursa Efek Surabaya
[13 Juli 1992] Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi
36

Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini
diperingati sebagai HUT BEJ
Sumber: Sejarah Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id)

3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaaan manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 dan 2007. Daftar sampel
penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Daftar Perusahaan Manufaktur
1
Asahimas Flat Glass
2
Astra International
3
Barito Pacific Timber
4
Citra Tubindo
5
Fajar Surya Wisesa
6
Gajah Tunggal
7
Indo Kordsa
8
Indocement Tunggal Prakasa
9
Indofarma
10
Kabelindo Murni
11
Kalbe Farma
12
Selamat Sempurna
37

13
SMART
14
Sorini Corporation
15
Tira Austenite
16
Unilever
17
United Tractor
18
BAT Indonesia
19
Darya Varia Laboratoria
20
Dynaplast
21
Indofood Sukses Makmur
22
Intraco Penta
23
Kimia Farma
24
Multibintang Indonesia
25
Polysindo Eka Perkasa
26
Sumalindo Lestari Jaya
27
Titan Kimia Nusantara
28
Ultra Jaya
29
Semen Gresik
30
AKR Corporindo
Sumber: Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id)

3.3 Pengujian Hipotesis
Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
yaitu uji t. Uji t menunjukkan seberapa jauh variabel independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Derajat
38

kepercayaan yang digunakan adalah 95% (tingkat signifikansi = 5%). Pengujian
ini dilakukan dengan melihat signifikansi pada hasil output analisis deskriftif yang
dilakukan menggunakan software SPSS versi 20. Dasar pengambilan keputusan
alternatif ini adalah sebagai berikut:
Apabila tingkat signifikansi (sig t) > 0,05, maka H
0
diterima
Apabila tingkat signifikansi (sig t) < 0,05, maka H
0
ditolak, H
a
diterima
Uji hipotesisnya sebagai berikut:
H
0
= Tidak terdapat perbedaan antara harga saham sebelum dan
sesudah CSR
H
a
= Terdapat perbedaan antara harga saham sebelum dan sesudah
CSR
Hasil pengujian analisis deskriftif nilai t hitung adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2
Tabel Uji Beda Independen
Independent Samples Test

Levene's
Test for
Equality
of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig.
(2-
taile
Mean
Differe
nce
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
39

Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS 20
Berdasarkan hasil uji t diketahui tidak terdapat pengaruh variabel harga
saham dan CSR terhadap tingkat reaksi investor. Untuk mengetahui harga
saham tidak memiliki nilai kesamaan varians diperoleh dari nilai signifikansi
(sig t) yang melebihi 0,05 yaitu sebesar 0,86. Setelah mengetahui asumsi
varians yang digunakan tidak memiliki kesamaan maka hasil uji t
menunjukkan bahwa tingkat signifikansi (sig t) harga saham lebih besar dari
0,05 yaitu 0,852, maka H
0
diterima dan H
a
ditolak. Nilai signifikansi ini
terjadi pada tahun 2006 dan 2007 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
signifikansi harga saham baik sebelum dan sesudah berlakunya CSR tidak
mengalami perubahan.

3.4 Pembahasan
Analisis perbedaan harga saham sebelum dan setelah pelaksanaan CSR
sebagai salah satu indikator reaksi investor pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 dan 2007 tidak memiliki
perbedaan pada perubahan harga saham. Hal ini dapat terlihat dari nilai
signifikansi uji beda independen yang memiliki nilai > 0,05 yaitu 0,852.
d) Lower Upper
Harga
Saham
Equal
variances
assumed
,032 ,86
0
-,188 58 ,852 -
568,7
33
3031,873 -
6637,6
87
5500,2
20
Equal
variances not
assumed

-,188 58,00
0
,852 -
568,7
33
3031,873 -
6637,6
87
5500,2
21
40

Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa reaksi investor tidak dapat diukur
berdasarkan satu aspek. Terlebih pada awal diberlakukannya UU tentang CSR
pada tahun 2007, CSR belum dapat menunjukkan perubahan yang signifikan
terhadap kenaikan harga saham. Apabila melihat kondisi tersebut, pada tahun
2007 pelaksanaan GCG dan pelaporan keuangan perusahaan merupakan indikator
lain reaksi investor pada perusahaan.
Sementara itu, selain dua indikator diatas terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan antara lain:
1. Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Apabila tingkat bunga naik, maka investor saham akan menjual seluruh atau
sebagian sahamnya untuk dialihkan ke dalam investasi lainnya yang relatif
lebih menguntungkan dan bebas resiko, akibatnya indeks akan turun.
Sebaliknya bila tingkat bunga turun, maka masyarakat akan mengalihkan
investasinya pada saham yang relatif lebih profitable dan akibatnya indeks
akan naik. Dengan demikian tingkat bunga akan memberikan pengaruh
negatif terhadap indeks saham.
2. Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan
karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek
investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-
rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang
harga-harga relatif.

41

3. Tingkat Pendapatan Nasional
Dengan adanya tingkat pendapatan yang tinggi maka akan mendorong
permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga keuntungan perusahaan akan
bertambah dan akan mendorong kegiatan investasi yang lebih banyak, jika
pendapatan nasional bertambah maka nilai pasar investasi akan bertambah
pula.
4. Pengaruh Infrastruktur
Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan
yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis.
Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang
selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi
masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh
dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.
5. Keuntungan yang Akan Diperoleh
Dengan berinvestasi, maka masyarakat akan mendapatka keuntungan yang
lebih banyak daripada menabung biasa.Selain itu juga dapat meningkatkan
modal dan keuntungan bagi perusahaan.






42

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Harga saham sebelum dan sesudah pelaksanaan CSR pada saat sebelum dan
setelah pemberlakuan UU No 40 Pasal 74 tahun 2007 tidak mengalami
perubahan. Hal ini menunjukkan reaksi investor pada suatu perusahaan tidak
hanya bertolak pada perubahan harga saham dan pemberlakuan CSR.
2. Terdapat faktor lain yang mendorong reaksi investor terhadap perubahan
harga saham dan pemberlakuan CSR seperti Good Corporate Governance,
laporan keuangan, pengaruh tingkat suku bunga,inflasi, infrastruktur,
keuntungan, dan keefektifan pemberlakuan kebijakan pemerintah.
3. Diperlukan waktu yang cukup bagi para investor untuk dapat
mengaplikasikan kebijakan pemerintah yang berlaku.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang telah diuraikan, maka penulis
menyarankan hal-hal berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah indikator lain yang
mempengaruhi kepercayaan investor seperti GCG dan laporan keuangan
perusahaan.
43

2. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan perbedaan data selama lebih
dari 2 tahun setelah pemberlakuan UU tentang CSR.
3. Untuk pemerintah, diharapkan dapat melakukan sosialisasi yang lebih aktif
terhadap segala kebijakan yang dikeluarkan termasuk UU tentang CSR.

You might also like