You are on page 1of 11

Oklusi adalah hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi

dimana tonjol pertemuan gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal (lontar.ui.ac.id).
oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan bebrapa hal, yaitu gigi geligi,
ligamen periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem syaraf. Oklusi
memiliki 2 aspek, yang pertama adalagh statis yang mengarah kepada bentuk susunan
dan artikulasi gigi geligi pada dan diantara lengkung gigi serta hubungan antara gigi
geligi dan jaringan penyangga. Sedangkan aspek yang kedua adalah dinamis, yang
mengarah pada sistem stomatognatik yang terdiri atas gigi geligi, jaringan penyangga
gigi, sendi temporomandibula, sistem neuromuskular dan nutrisi (lontar.ui.ac.id).
Terdapat beberapa istilah dalam oklusi, diantaranya yaitu oklusi ideal dan oklusi
normal. Oklusi ideal tercapai ketika gigi memiliki overjet anterior sebesar 2mm, dan
overbite anterior sebesar 2 mm serta midline gigi yang berhimpit. Namun, hal ini tidak
terlalu penting untk mencapai mastikasi yang efisien. Istilah yang lain yaitu oklusi
normal, oklusi dikatakan normal jika :
1. Gigi dalam keadaan lengkap
2. Susunan gigi didalam lengkung teratur dengan baik
3. Kontak proksimal dan marginal ridge baik, kurva spee ideal,
4. Tiap gigi di rahang atas dan bawah memiliki dua gigi antagonisnya kecuali gigi
insisiv sentral rahang bawah dan M3 rahang atas
5. Titik kontak baik, baik antara gigi sebelahnya maupun gigi antagonisnya
6. Hubungan serasi antara gigi geligi rahang atas dan bawah, gigi dan tulang rahang
terhadap cranium, dan otot disekitarnya.
7. Lengkung rahang berbentuk parabola dan ukuran lengkung rahang atas sesuai
dengan lenkung rahang bawah
8. Gigi geligi rahang atas mulai dari caninus hingga molar ketiga terletak setengah
cusp lebih ke distal dari gigi rahang bawah
9. Gigi rahang atas menutupi sebagian dari bidang labial dan bukal gigi rahang
bawah
10. Besarnya gigi dan rahang seimbang, fungsi otot kunyah normal, TMJ
normal, hubungan antara maksila dan mandibula normal
11. Cusp meriobukal M1 RA berada di groove mesiobukal M1 RB dan cusp
distobukal M1 RA berada di celah antara M1 dan M2 RB
12. Cusp caninus rahang atas terletak pada titik pertemuan antara caninus bawah
dengan premolar 1 rahang bawah.
13. Gigi insisiv atas menutup gigi insisiv bawah antara 1/4 1/3 panjang koronanya.
14. Lingual cusp gigi premolar atas beradu diantara bukal dan lingual cusp dari gigi
premolar dan molar bawah
15. Lingual inclines planes dari lingual cusp dari premolar dan molar bawah dan
bukal incline dari bukal cusp dari premolar dan molar atas semuanya tidak beradu.
Maloklusi merupakan ketidakteraturan gigi-gigi diluar ambang normal. Maloklusi
sendiri dapat meliputi ketidakteraturan local dari gigi-gigi malrelasi pada tiap ketiga
bidang ruang-sagital, vertical atau tranversal. (Houston, W.J.B,1989). Untuk
mempermudah dalam mengetahui seorang pasien mengalami maloklusi maka ada
beberapa klasifikasi yang tersedia, seperti:
A. Maloklusi menurut Edward Angle
Klasifikasi Angle inilah yang sering digunakan. Dr. Edward Angle membagi
klasikasi ini menjadi tiga kelas berdasarkan lengkung gigi dirahang atas dan rahang
bawah atau skeletalnya.
1. Kelas I Angle (Netroklusi)
Maloklusi pada kelas 1 ini, dapat dilihat pada:
a. Lengkungan gigi atas & bawah mempunyai hub. Normal.
b. Mesio buccal cusp M1 atas terletak di buccal groove M1 bawah,
c. Mesio palatal cusp M1 atas terletak di central fossa MI bawah.
d. Disto buccal cusp M1 atas terletak diantara embrassure M1 & M2
bawah.
e. Letak C atas interlock antara C & P1 bawah.
2. Kelas II Angle (Distoklusi / Distal Step)
a. Gigi2 & lengkungan gigi bawah letaknya lebih distal dari normal dalam
hub. Dgn gigi2 & lengkungan gigi atas.
b. Mesio buccal cusp M1 atas letaknya lebih mesial dari buccal groove M1
bawah.

3. Kelas III Angle (Mesioklusi / Mesial Step)
a. Gigi2 & lengkungan gigi bawah letaknya lebih mesial dari normal dlm
hub. Dgn gigi2 & lengkungan gigi atas.
b. Mesio buccal M1 atas letaknya lebih ke distal dari buccal groove M1
bawah.
B. Klasifikasi menurut Dewey
Dalam klasifikasinya Dr. Martin Dewey membagi klasifikasi kelas maloklusi yang
telah dibuat Dr. Edward Angle namun berdasarkan pada hubungan dari masing-
masing gigi atau dentalnya.
1. Kelas I maloklusi Angle:
a. Type 1: bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas terletak pada garis
bukal molar pertama bawah dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal.
Gigi-gigi insisive berjejal dan gigi caninus sering terletak di labial.
b. Type 2: hubungan molar pertama atas dan bawah normal dan gigi anterior
dalam keadaan protusif atau labioversi.
c. Type 3: hubungan molar pertama atas dan bawah normal namun satu atau
lebih dari gigi insisive atas lebih mengarah ke lingual terhadap gigi
insisive bawah. (anterior cross bite).
d. Type 4 : hubungan molar pertama atas dan bawah normal namun terjadi
gigitan bersilang posterior. (posterior cross bite)
e. Type 5 : hubungan molar pertama normal, namun terjadi migrasi kearah
mesial (mesial drifting ) pada gigi posterior karena adanya gigi yang
tanggal.
2. Kelas II maloklusi Angle:
a. Divisi I : hubungan antara molar pertama atas dengan molar pertama
bawah disoklusi dan gigi anterior mengalami protusif. Ini biasanya
disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil pasien terlihat
seperti paruh burung.
b. Divisi 2 : hubungan antara molar pertama atas dengan molar pertama
bawah disoklusi dan gigi anterior normal namun deep bite sehingga profil
wajah pasien menjadi seolah-olah normal.
c. Sub Divisi : hanya pada satu sisi (unilateral)
3. Kelas III maloklusi Angle:
a. Type I : hubungan molar pertama atas dan premolar bawah mesioklusi
sedang hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge).
b. Type II : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi, sedangkan
gigi anterior normal namun insisal bawah lebih palatoversidari insisive
atas.
c. Type III : hubungan keseluruhan gigi anterior bersilang (cross bite)
sehingga profil mentum pasien lebih menonjol kedepan. (Hambali,
Tono,1985)
C. Klasifikasi menurut Lischers
Klasifikasi Lischer, sama halnya dengan Klasifikasi yang Angle namun klasifikasi
ini untuk malposisi perindividual gigi geligi dengan diikuti penambahan versi
pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal
tersebut.
1. Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal
2. Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal
3. Lingouversi : Lebih ke lingual dari posisi normal
4. Palatoversi : Lebih ke palatal dari posisi normal
5. Bucoversi : Lebih ke bukal dari posisi normal
6. Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal
7. Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
8. Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis
oklusi
9. Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped
10. Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang
11. Transversi : Perubahan pada urutan posisi
12. Perversi : terdapat gigi yang impected
D. Klasifikasi Bennette
Klasifikasi Bennette ini berdasarkan etiologinya:
1. Kelas 1
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal
2. Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu
lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.
3. Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu
lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang
E. Klasifikasi berdasarkan Dental
1. Klasifikasi Insisivus
a. Kelas 1
Insisor edge pada insisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah
cingulum plate insisive rahang atas
b. Kelas 2
Insisor edge pada insisive rahang bawah oklusi atau terletak pada
bagian palatal sampai singulum plateau pada insisive rahang atas
c. Kelas 3
Insisor edge pada insisive rahang bawah oklusi dengan atau terletak
pada bagian anterior sampai singulum plateau pada insisive rahang
bawah
2. Klasifikasi Caninus
a. Kelas 1
Caninus rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara caninus rahang
bawah dan premolar satu rahang bawah
b. Kelas 2
Caninus rahang atas oklusi di anterior sampai ruang bukal di antara
caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
c. Kelas 3
Caninus rahang atas oklusi di posterior sampai ruang bukal di antara
caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
Etiologi maloklusi dapat digolongkan menjadi dua yaitu primary etiologi site dan
etiologi pendukung lainya.
A. Primary etiologi site terbagi menjadi :
1. System Neuromuskular
Beberapa pola kontraksi neuromuscular beradaptsi terhadap
ketidakseimbangan skeletal / malposisi gigi. Pola- pola kontraksi yang tidak
seimbang adalah bagian penting dari hamper semua maloklusi.
2. Tulang
Karena tulang muka, terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar
untuk dental arch, kesalahan dalam marfologi / pertumbuhannya dapat merubah
hubungan dan fungsi oklusi. Sebagian besar dari maloklusi ynag sangat serius
adalah membantu dalam identifikasi dishamorni osseus.
3. Gigi
Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial
dalam berbagai macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis
gigi semua dapat menyebabkan maloklusi. Hal yang sering dilupakan adalah
kemungkinan bahwa malposisisi dapat menyebabkan malfungsi, secara tidak
langsung malfungsi merubah pertumbuhan tulang. Yang sering bermasalah
adalah gigi yang terlalu besar.
4. Jaringan Lunak (tidak termasuk otot)
Peran dari jaringan lunak, selain neuromuskulat dalam etiologi maloklusi,
dapat dilihat dengan jelas seperti tempat- tempat yang didiskusi sebelumnya.
Tetapi, maloklusi dapat disebabkan oleh penyakit periodontal / kehilangan
perlekatan dan berbagai macam lesi jaringan lunak termasuk struktur TMJ.
B. Etiologi Pendukung antara lain :
1. Herediter
Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal
genetic dapat menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat
dilihat sampai 6 tahun setelah kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran
herediter dalam pertumbuhan craniofacial dan etiologi kesalahan bentuk
dentalfacial telah menjadii banyak subjek penelitian. Genetic gigi adalah
kesamaan dalam bentuk keluaraga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi /
tempat aksi genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus ( contoh :
absennya gigi / penampilan beberapa syndrome craniofacial).
2. Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio. Contoh :
facial cleft.
3. Trauma
Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan
atau kesalahan bentuk dentofacial.
a. Prenatal trauma / injuri semasa kelahiran. Contohnya:
1. Hipoplasia dari mandibula yang disebabkan karena tekanan intrauterine
(kandungan) atau trauma selama proses kelahiran.
2. Asymetri. Disebabkan karena lutut atau kaki menekan muka sehingga
menyebabkan ketidaksimetrian pertumbuhan muka.
b. Prostnatal trauma
1. Retak tulang rahang dan gigi
2. Kebiasaan dapat menyebabkan mikrotrauma dalam masa yang lama.
4. Agen Fisik
a. Ekstraksi yang terlalu awal dari gigi sulung.
b. Makanan. Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja
lebih dan peningkatan fungsi gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan
karies yang lebih sedikit.
5. Kebiasaan buruk
Terdapat bermacam-macam kebiasaan buruk dalam mulut anak, antara lain
bernafas melalui mulut, menjulurkan lidah, menggigit jari, mengisap jari,
menghisap bibir. Kebiasaanburuk pada seseorang bisa berdiri sendiri-sendiri
atau terjadi bersama-sama dengan kebiasaanburuk lainnya. Artinya pada
pasien yang sama dapat terj adi beberapa kebiasaan buruk (Yuniasih
E.N. dan Soenawan H., 2006)
Klasifikasi kebiasaan buruk oral pada anak menurut Vi ken S. ( 1971)
s ebagai berikut :
1. Bernafas melalui mulut (mouth breathing)Bernafas melalui mulut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga sebagai berikut :
a. Obstruktif : Anak yang mempunyai gangguan dalam menghirup
udara melaluisaluran hidung (nasal passage).
b. Habitual : Di s ebabkan kar ena kebi as aan mes ki pun gangguan
yang abnor mal sudah dihilangkan.
c. Anatomical : Bila anatomi bibir atas-bawah pendek sehingga tidak
dapatmengatup sempurna tanpa ada usaha untuk menutupnya.
Anak yang mouth breathing biasanya berwajah sempit, gigi anterior atas
majuke arah labial, dan bibir terbuka dengan bibir bawah yang terletak di
belakang insisif atas. Karena kurangnya stimulasi muscular normal
dari lidah dan karena adanyat ekanan ber l ebi h pada cani nus
dan daer ah mol ar ol eh ot ot or bi cul ar i s or i s dan bucinator,
maka segmen bukal dari maksila berkontraksi mengakibatkan
maksilaberbentuk V dan palatal tinggi. Sehingga menurut beberapa
pendapat mouthbreathers cenderung memberikan klinis memilki wajah
yang panjang (long faced)dan sempit.Bila hal ini dilakukan terus menerus
dapat mengakibatkan kelainan berupagigi depan rahang atas baas
mrongos (protusif) dan gigitan depan menjadi terbuka(open bite).
2. Kebiasaan menghisap ibu jari
Menghisap ibu jari merupakan kebiasaan yang umum pada anak.
Kebiasaanmenghisap ibu jari yang berkepanjangan dapat
menyebabkan maloklusi. Menurut Profit (2000), karakteristik maloklusi
berhubungan dengan adanya kombinasi tekananlangsung dari ibu jari dan
perubahan pola tekanan pipi dan bibir. Tekanan pipi padasudut
mulut merupakan tekanan yang tertinggi, Tekanan otot pipi
terhadap gigi-gigiposterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi
otot buccinators selama mengisap pada saat yang sama.sehingga
memberikan risiko lengkung maksilamenjadi berbentuk V.
Mengisap ibu jari bukanlah suatu penyebab atau gejala dari masalah fisik
atau psikologis (Dionne, 2001). Beberapa kasus menunjukkan kebiasaan
mengisap ibu jari dapat menjadi masalah karena ada kemungkinan terjadinya
misalignment gigi permanen jika seorang anak yang berusia lima atau enam
tahun masih melakukan kebiasaan mengisap ibu jari (Stuani, et al, 2006).
Oral habit ini dapat menyebabkan perubahan bidang incisal gigi seri, yaitu
retroklinasi pada gigi incisivus rahang bawah dan proklinasi pada gigi
incisivus rahang sehingga meningkatkan overjet dan menciptakan crossbite
bukal unilateral yang berhubungan dengan pergeseran mandibula. Hal
tersebut juga dapat mengubah rasio antara bagian atas dan bawah ketinggian
wajah anterior. Akibatnya posisi gigi depan jauh lebih maju dari gigi bawah,
dan terjadi open bite (Millett and Welbury, 2005; Dionne, 2001). Sebuah data
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas mengisap benda non-nutritif,
dibandingkan dengan benda nutritif, sejak bulan pertama kelahiran memiliki
faktor resiko yang lebih tinggi dalam mengakibatkan penyimpangan
perkembangan oklusi dan open bite pada gigi desidui (Viggiano, et al, 2004).
3. Kebiasaan mendorong lidah (tongue thrusting)
Menurut Straub (1960), kebiasaan mendorong lidah dapat
disebabkan karena bottlefeeding yang tidak tepat dan biasanya
disertai dengn kebiasaan buruk lain seperti kebiasaan menghisap ibu
jari, menggigit bibir, dan menggigit kuku. Jika kebiasaan initerus berlanjut
akan menyebabkan open bite dan incomplete coverbite serta ujung
lidah terposisi lebih anterior dari normal.
4. Kebiasaan menggigit benda
Terdiri dari :
a. Menggigit kuku
Menggigit kuku (nail biting)Mer upakan kebi as aan bur uk or al
di mana pos i s i gi gi i ns i s i f at as dan bawahmengal ami
penekanan gi gi pada bagi an kuku t er s ebut . Meur ut Fi nn
( 1971) , kebiasaan menggigit kuku adalah kebiasaan normal pada
anak yang sebelumnyamemiliki kebiasaan menghisap. Selain itu
menurut Alexander dan Lane (1990), etiologi menggigit kuku
disebabkan karena stres, imitasi terhadap anggotakeluarga, herediter,
transfer dari kebiasaan menghisap jari, dan kuku jari yangtidak
rapi. Pada beberapa kasus kebiasaan ini dapat menyebabkan atrisi pada
gigianterior bawah.
b. Menggi gi t j ar i
Kebi as aan menggi gi t j ar i pada anak - anak t i mbul pada
us i a 1- 2 t ahun. J i ka dibiarkan terus menerus sampai usia 5
tahun atau lebih dapat berakibat kelainanpada posisi gigi. Jari
akan menekan gigi rahang atas ke depan dan gigi rahangbawah ke
dalam, sehingga gigi tampak merongos (protusif).
(www.scribd.com )
Selain kebiasaan kebiasaan di atas, kebiasaan menopang dagu juga dapat
mengakibatkan pertumbuhan tulang rahang bawah yang tidak sempurna.
Kebiasaan ini dapat menyebabkan tidak simetrisnya antara kanan dan kiri
tulang rahang tersebut karena dalam kebiasaan ini dagu tertopang sebagian
yang artinya sebagian rahang bawah mendapat suatu tekanan sehingga
pertumbuhan rahang tidak sempurna. Hal inilah yang nantinya dapat
menyebabkan maloklusi. ( foster. 1997 )
6. Penyakit
a. Penyakit sistemik
Mengakibatkan pengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas
pertumbuhan gigi.
b. Gangguan endokrin
Disfungsi endokrin saat prenatal bias berwujud dalam hipoplasia,
gangguan endokrin saat postnatal bias mengganggu tapi biasanya tidak
merusak / merubah bentuk arah pertumbuhan muka. Ini dapat
mempengaruhi erupsi gigi dan resorpsi gigi sulung.
c. Penyakit local
Penyakit disekitar mulut yang dapat mempengaruhi gigi geligi
1. Penyakit gingival periodontal dapat menyebabkan efek langsusng
seperti hilangnya gigi, perubahan pola penutupan mandibula untuk
mencegah trauma, ancylosis gigi.
2. Trauma
3. Karies
7. Malnutrisi
Berefek pada kualitas jaringan dan kecepatan dari kalsifikasi.

DAPUS:
1. Foster, T. D. 1997. Buku Ajar ORTODONDI . Edisi III. Jakarta : EGC
2. Houston, W. J. B1989. Diagnosis Orthodonti. Alih bahasa drg yuwono L.
Jakarta : Hipokrates
3. Hambali, Tono.1986. Diktat Kuliah Orthodonti II Fakultas
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/669/1/08E00229.pdf
5. scribd.com/doc/44633505/maloklusi

You might also like