You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ingatan memberikan bermacam-macam arti bagi para ahli. Pada
umumnya memandang ingatan sebagai hubungan pengalaman dengan masa
lampau. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia,
menunjukkan bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan
kembali apa yang pernah dialaminya. Apa yang telah pernah dialami oleh
manusia tidak seluruhnya hilang, tetapi disimpan dalam jiwanya; dan bila
suatu waktu dibutuhkan hal-hal yang disimpan itu dapat ditimbulkan kembali.
Tetapi ini pun tidak berarti bahwa semua yang telah pernah dialami itu akan
tetap tinggal seluruhnya dalam ingatan dan dapat seluruhnya ditimbulkan
kembali atau dengan kata lain ada yang dilupakan.
Istilah Transfer belajar berarti pemindahan atau pengalihan hasil
belajar dari mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain atau ke
kehidupan sehari-hari diluar lingkungan sekolah. Adanya pemindahan atau
pengalihan ini menunjukkan bahwa ada hasil belajar yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam memahami materi pelajaran yang lain.
Hasil belajar yang diperoleh dan dapat dipindahkan tersebut dapat berupa
pengetahuan,kemahiran intelektual, keterampilan motorik atau afektif dan
sebagainya. Sehubungan dengan pentingnya transfer belajar maka guru dalam
proses pembelajaran harus membekali si pelajar dengan kemampuan-
kemampuan yang nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Peristiwa kelupaan ini dapat terjadi karena kemampuan ingatan yang
terbatas, cepat lambat orang dalam memasukkan (mendispersi) apa yang ia
pelajari, ataupun karena problem psikologis yang ada pada dirinya. Sehingga
diperlukan teknik-teknik tertentu untuk mengatasi kelupaan yang terjadi pada
diri siswa. Banyak kiat-kiat yang dapat dicoba untuk meningkatkan
kemampuan siswa untuk mengingat, seperti yang dikemukakan oleh Barlow,
Reber, dan Anderson yang akan Penulis bahas dalam makalah ini. Selain
megenai lupa, penulis juga akan membahas tentang transfer dalam belajar
(trasfer of learning) yang merupakan pemindahan keterampilan hasil belajar
dari satu situasi ke situasi lainnya. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam
makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah definisi lupa dan hilang ingatan?
2. Apakah faktor yang menyebabkan lupa?
3. Bagaimanakah kiat-kiat megurangi lupa?
4. Apakah transfer belajar itu?
5. Apa saja teori-teori mengenai trasfer belajar?
6. Apa saja ragam dalam transfer belajar?
7. Faktor-faktor apa sajakah penyebab trasfer belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI LUPA DAN HILANG INGATAN
Ingatan memberikan kemampuan manusia untuk dapat mengingat
suatu hal. Hal tersebut juga menunjukan bahwa manusia mampu untuk
menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah pernah dialaminya. Hal
yang pernah dialaminya tersebut tidak sepenuhnya hilang, tetapi tetap
tersimpan dalam jiwanya dan pada suatu waktu tertentu jika dibutuhkan dapat
ditimbulkan kembali. Tetapi bukan berarti semua yang telah pernah
dialaminya itu akan tetap tersimpan seutuhnya dalam ingatan kita dan dapat
ditimbulkan kembali saat dibutuhkan.
Terkadang ada hal-hal yang tidak dapat ditimbulkan kembali atau
yang dilupakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lupa merupakan
ketidakmampuan untuk mengingat atau menimbulkan kembali hal-hal
tertentu yang telah pernah dialaminya. Lupa (forgetting) ialah hilangnya
kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang
sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber
(1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau
mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
Sedangkan hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk
mengingat atau menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita. Dibandingkan dengan hilang
ingatan, lupa memiliki cakupan yang lebih sempit yaitu hanya pada hal-hal
tertentu saja. Dalam hal lupa, item informasi dan pengetahuan yang tersimpan
di dalam ingatan tidak hilang (masih ada) tetapi hanya disebabkan lemahnya
item tersebut untuk ditimbulkan kembali. Sedangkan dalam hal hilang
ingatan, item tersebut hilang dari ingatan kita.
Lupa tidak dapat diukur secara langsung (Wittig: 1981). Sering
terjadi, apa yang dinyatakan telah terlupakan oleh seseorang siswa justru ia
katakan. Sebagai contoh, ketika seorang pengajar menanyakan kepada anak
didiknya tetang hal-hal apa yang telah mereka lupakan mengenai materi yang
telah ia berikan. Salah seorang peserta didik menjawabnya dengan
mengatakan sebagian besar materi yang telah diajarkan kepadanya. Apakah
peserta didik tersebut juga masih dikatakan lupa? Tentu, tidak. Materi-materi
yang dikatakannya tersebut merupakan hal-hal yang mereka ingat dan hanya
sebagian kecil yang tidak dikatakannya merupakan yang dilupakan. Sehingga
dapat disimpulkan lupa merupakan kegagalan untuk mereproduksi kembali
hal-hal yang sebelumnya telah terjadi yang disebabkan oleh lemahnya item
informasi untuk ditimbulkan ulang saat informasi tersebut dibutuhkan.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LUPA
Seseorang dapat mengingat suatu kejadian, berarti kejadian yang
diingat tersebut pernah dialami atau dengan kata lain pernah dimasukkan
dalam kesadaran, kemudian disimpan dan pada suatu ketika kejadian itu
ditimbulkan kembali diatas kesadaran. Dengan demikian ingatan itu
merupakan kemampuan jiwa untuk menerima dan memasukkan (learning),
menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal
yang sudah lampau. Yang secara skematis dapat dikemukakan sebagai
berikut: Sehingga dapat dikatakan ketiga faktor utama diataslah yang menjadi
penyebab lupa. Ketidakmampuan individu (siawa) untuk mengingat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Gangguan Konflik Antara Item-Item Informasi
Dalam interference theory (teoti mengenai gangguan),
gangguan konflik terbagi menjadi dua yaitu proactive interverence dan
retroactive interverence (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990).
Gangguan proaktif terjadi jika materi pelajaran lama yang sudah
tersimpan dalam subsistem akal permanen mengganggu masuknya
materi pelajaran baru. Hal ini bisa terjadi apabila seorang siswa
mempelajari materi baru yang hampir mirip dengan materi yang sudah
dikuasainya dalam waktu yang singkat. Hal ini akan membuat materi
baru akan sulit diingat kembali. Sedangkan gangguan retroaktif terjadi
apabila masuknya materi baru membuat konflik dan gangguan terhadap
pemanggilan materi lama yang tersimpan di subsistem akal permanen
siswa tersebut. Dalam hal ini materi pelajara lama akan sulit sekali
untuk diingat dan akan terlupakan.
2. Tekanan Terhadap Item-Item Yang Sudah Ada, Baik Disengaja
Atupun Tidak
Berdasarkan repression theory (teori represi / penekanan) oleh
Reber dan Sigmund Freud, penekanan ini terjadi karena beberapa
kemungkinan seperti:
a. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan
sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga
ia dengan sengaja menekannya hingga kealam ketidaksadarannya.
b. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item
informasi yang sudah ada.
c. Karena item informasi yang akan direproduksi itu tertekan kealam
bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.
3. Perubahan Situasi Lingkungan Antara Waktu Belajar Dengan
Waktu Mengingat Kembali
Perubahan situasi lingkungan yang dimaksud adalah perubahan
keadaaan obyek belajar saat dipelajari dengan lama waktu belajar
terhadap keadaan realnya. Sebagai contoh, ketika seorang guru
mengajarkan tentang pengenalan nama-nama hewan melalui gambar
yang ada disekolah, maka kemungkinan, ia akan lupa menyebutkan
nama hewan tadi saat ia melihatnya dikebun binatang.
4. Perubahan Sikap dan Minat Siswa Terhadap Proses Dan Situasi
Belajar Tertentu
Minat dan sikap siswa dalam mengikuti proses belajar akan
sangat mempengaruhi besarnya pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan. Ketika sikap dan minat siswa sudah tidak ada, misal
karena tidak senang terhadap guru, maka materi yang diajarkan akan
mudah dilupakan.
5. Tidak Pernah Digunakannya Materi Pelajaran Yang Sudah
Dikuasai
Menurut buku Law Of Disuse oleh Hilgard dan Bower
(1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai
tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Para ahli
mengasumsikan, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya
akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk
dengan materi pelajaran baru.
6. Perubahan Urat Syaraf Otak
Perubahan urat syaraf otak tersebut dapat disebabakan oleh
penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan gegar otak
sehingga kita mengalami kehilangan ingatan yang ada dalam memori
permanennya. Meskipun faktor penyebab lupa banyak sekali seperti
kekurangan asupan makanan, terlalu fokusnya perhatian dan pemikiran
seperti memforsirkan diri, dan kurangnya olahraga, tetapi yang paling
penting untuk diperhatikan adalah faktor pertama yang meliputi
gangguan proaktif dan retroaktif. Kecuali hal tesebut, lupa dapat
dikarenakan item informasi yang mereka serap rusak sebelum masuk ke
memori permanennya.
Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap terproses
oleh memori siswa, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali.
Kerusakan item informasi tersebut disebabkan karena tenggang waktu
antara saat diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean
dan transformasi dalam memori jangka pendek. Kemampuan cepat atau
tidaknya setiap siswa dalam memasukkan apa yang dipelajarinya
berbeda-beda. Semakin cepat ia memasukkan materi yang
dipelajarinya, makin besar kemungkinan ia akan mengingatnya. Materi
yang lemah itu dapat diperkuat lagi dengan melakukan relearning
(belajar lagi) atau mengikuti remidial teaching (pengajaran perbaikan)
ternyata dapat menunjukan kinerja akademik yang lebih memuaskan
dari pada kinerja akademik sebelumnya. Hal ini bermakna bahwa
relearning dan remidial teaching berfungsi memperbaiki atau
menguatkan item-item informasi yang rusak dalam memori siswa.
C. KIAT-KIAT MENGURANGI LUPA
Sebagai seorang pengajar yang profesional, seorang guru harus dapat
mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada dasarnya lupa
dapat ditangani dengan berbagai cara. Apabila materi yang disajikan kepada
siswa dapat diserap, diproses, dan disimpan dengan baik oleh sistem memori
siswa, maka peristiwa lupa tidak terjadi, atau terjadi namun tidak total. Jadi
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar membuat sistem
memori atau akal siswa agar berfungsi secara optimal untuk memproses
materi yang akan disampaikan. Kiat terbaik yang dapat dilakukan untuk
mengurangi lupa adalah dengan meningkatkan daya ingat akal siswa.
Menurut Barlow, Reber, dan Anderson, kiat-kiat tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Overlearning Overlearning
Artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar
atas materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi apabila respon
atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas
respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Sebagai contoh
pembacaan Pancasila setiap hari Senin pada Upacara Bendera
memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih mengenai materi
Pendidikan Pancasila.
2. Extra Study Time Extra Study Time
Adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau
penambahan frekuensi (kekerapan) waktu aktivitas belajar.
Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti siswa
menambah jam belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit
waktu belajar siswa. Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti
meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali
sehari menjadi dua kali sehari.
3. Mnemonic Device
Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering
disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan
alat pengait mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam
memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang
paling menonjol adalah sebagai berikut.
a. Rima (Rhyme), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang
isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak
ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga
dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK
yang berisi pesan-pesan moral.
b. Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah
yang harus diingat siswa. Contoh jika seorang siswa hendak
mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan
singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik dan memberi kesan tersendiri.
c. Sistem kata pasak (Peg Word System), yakni sejenis teknik
mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang
sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori
baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti
merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata
dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah, lipstik,
pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau istilah lain yang
memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
d. Model Losai (Method of Loci), yaitu kiat mnemonik yang
menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana
penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata
Loci sendiri adalah jamak dari kata lokus yang artinya tempat.
Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal
dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang
lebih relevan, dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan.
Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama
presiden pertama negara itu (George Washington).
e. Sistem Kata Kunci (Key Word System), kiat yang satu ini masih
tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini
dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya
direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing,
Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas
unsur-unsur sebagai berikut:
Kata-kata asing.
Kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling
kurang suku pertamanya memiliki suara atau lafal yang mirip
dengan kata yang dipelajari.
Arti kata asing yang dipelajari. Contoh: kata inggris kata kunci
arti dari astute butterfly challenge domination eyesight fussy,
astuti baterai celeng domino aisyah fauzy artinya cerdik, lihai,
kupu-kupu, tantangan, penguasaan, penglihatan, cerewet.
4. Pengelompokan Maksud
Kiat pengelompokan (Clustering) adalah menata ulang item-
item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih
logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal
yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini
direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti:
a. Daftar I, terdiri atas nama-nama negara serumpun, seperti:
Indonesia, Malaysia, Brunai dan seterusnya.
b. Daftar II, terdiri atas singkatan-singkatan lembaga negara, seperti
MPR, DPR, dan seterusnya.
c. Daftar III, terdiri dari singkatan-singkatan nama-nama badan
internasional, seperti: WHO, ILO, dan sebagainya.
5. Latihan Terbagi
Latihan terbagi atau distributed practice adalah latihan
terkumpul (massed pratice), yang sudah dianggap tidak efektif lagi
karena mendorong siswa membuat cramming, yakni belajar banyak
materi dengan tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam
melaksanakan distributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai
metode dan strategi belajar yang efisien.
6. Pengaruh Letak Bersambung
Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak
bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun
daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan
diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus
diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan
huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-
kata lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian kata yang
ditulis pada awal dan akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan
diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
Selain ke enam kiat-kiat diatas, Seorang guru dapat mengurangi lupa
dengan berbagai cara lain seperti berikut ini.
1. Mencoba menimbulkan atau meningkatkan memotivasi belajar siswa
dengan menyadarkan mereka akan tujuan instruksional yang harus
mereka capai. Hal ini dapat dilakukan, misalnya dengan menjelaskan
manfaat materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari, dan masa depan
mereka.
2. Mencoba selalu menjelaskan unsur-unsur pokok sebelum menunjukkan
unsur-unsur penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang
disajikan. Dalam hal ini seorang guru direkomendasikan untuk
mendemonstrasikan dengan alat-alat peraga yang tersedia atau memberi
tanda-tanda khusus pada kata atau istilah pokok.
3. Mencoba untuk selalu menghubungkan materi yang akan diajarkan
dengan materi yang telah diajarkan pada sesi yang lalu. Keempat, ketika
seorang guru bertanya kepada anak didiknya mengenai materi yang
telah diajarkan, dengan memperhatikan:
a. Seyogyanya pertanyaan itu disampaikan dengan cara yang akrab
dan tidak menegangkan, tetapi wibawa tetap dijaga.
b. Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung banyak tafsiran.
c. Pertanyaan hendaknya mengandung suatu masalah agar siswa
dapat memusatkan proses sistem akalnya untuk mencari respon.
d. Pertanyaan tidak hanya untuk mendorong siswa menjawab ya
atau tidak sebab hal ini akan menghambat kreativitasnya.
e. Jika siswa tidak mampu menjawab, Pendidik tidak perlu
mendesaknya.
f. Segera tawarkan pertanyaan yang tidak terjawab tersebut ke teman
lain agar teman yang tidak bisa menjawab dapat menggambil
pelajaran dari teman lainnya.
g. Berilah pujian terhadap anak didik ketika ia bisa menjawab
pertanyaan tersebut.
D. PENGERTIAN TRANFER BELAJAR
Menurut L.D. Crow dan A. Crow, transfer belajar adalah
pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu
pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang
lain. Pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasi belajar pada masa lalu
seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang.
Tranfer dalam belajar yang biasa disebut dengan tranfer belajar
(tranfer of learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil
belajar dari suatu situasi ke situasi berikutnya (Reber: 1988). Kata
pemindahan keterampilan tidak berkonotasi hilangnya keterampilan
melakukan sesuatu pada masa lalu karena digantikan dengan keterampilan
baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi diatas harus dipahami
sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu
terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya. Setiap
pemindahan pengaruh (tranfers) seperti yang disebut diatas pada umumnya
selalu membawa dampak baik itu positif ataupun negatif terhadap aktifitas
dan hasil pembelajaran materi pelajaran lain atau keterampilan lain.
Transfer belajar akan mudah terjadi pada diri seseorang siswa
apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situsi yang sehari-
hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang akan dia pelajari di sekolah. Transfer
positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya secara umum adalah
terciptanya sumberdaya manusia berkualitas yang edukatif.
Sementara itu Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan
bahwa transfer dapat digolongkan dalam empat kategori yaitu:
1. Transfer Positif dapat terjadi dalam diri seseorang apabila guru
membantu si belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan akan
memudahkan siswa untuk belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer
positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa untuk mempelajari
materi yang lain.
2. Transfer Negatif dialami seseorang apabila si belajar dalam situasi
tertentu memiliki pengaruh merusak terhadap ketrampilan/pengetahuan
yang dipelajari dalam situasi yang lain. Sehubungan dengan ini guru
berupaya untuk menyadari dan menghindarkan siswa-siswanya dari
situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif terhadap
kegiatan belajar dimasa depan.
3. Transfer Vertikal (Tegak) terjadi dalam diri seseorang apabila pelajaran
yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tsb. dalam
menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
Misalnya dengan menguasai materi tentang pembagian atau perkalian
maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi tentang pangkat.
Agar memperoleh transfer vertikal ini guru dianjurkan untuk
menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai manfaat materi
yang diajarkan dan hubungannya dengan materi yang lain. Dengan
mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari dengan materi lain
yang akan dipelajari dikelas yang lebih tinggi diharapkan ia akan
mengikuti pelajaran ini dengan lebih serius.
4. Transfer Lateral (Ke Arah Samping) terjadi pada siswa bila ia mampu
menggunakan materi yang telah dipelajari untuk mempelajari materi
yang memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam situasi lain. Dalam
hal ini perubahan waktu dan tempat tidak mempengaruhi mutu hasil
belajar siswa. Misalnya siswa telah mempelajari materi tentang
tambahan, dengan menguasai materi tambahan maka siswa akan lebih
mudah mempelajari materi yang lebih tinggi tingkat kesilitannya
misalnya materi tentang pembagian. Contoh lainnya seorang siswa
STM telah mempelajari tentang mesin, maka ia akan dengan mudah
mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki elemen dan tingkat
kerumitan yang hampir sama.
E. TEORO-TEORI TRASFER BELAJAR
Secara umum para ahli berpendapat bahwa trasfer dalam belajar itu
bisa terjadi, akan tetapi, apa yang sebenarnya hakekat trasfer itu dan
bagaimana dalam belajar, Para ahli berbeda pendirian. Yang secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga teori yaitu:
1. Teori Disiplin Formal/Ilmu Jiwa Daya
Pandangan ini bertitik tolak pada pandangan aliran psikologis,
daya tentang psike/kejiwaan manusia, psike itu dipandang sebagai
kumpulan dari sejumlah bagian/daya-daya yang berdiri sendiri. Seperti
daya berfikir, daya mengingat, daya kemauan, daya merasa, dan lain-
lain.
Menurut Teori Daya (Formal Disiplin) daya-daya jiwa yang
ada pada manusia itu dapat dilatih. Dan setelah berlatih dengan baik,
daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan yang lain yang
menggunakan daya tersebut dengan demikian terjdilah transfer belajar.
Misalnya seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara
melempar dengan tepat, mula-mula ia melempar-melempar dengan
batu, kemudian disekolah ia sering bermain kasti sehingga terlatih pula
melempar dengan bola. Menurut teori daya, anak yang telah melatih
daya melemparnya dengan baik, nantinya jika ia telah dewasa dan
menjadi dewasa dapat menjadi pelempar granat yang baik. Contoh lain
murid-murid dilatih belajar sejarah. Dengan mempelajari pelajaran
sejarah tidak boleh tidak daya ingatannya sering digunakan untuk
mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, ingatan anak itu makin
terlatih dan makin baik terhadap pelajaran itu. Maka pendapat menurut
teori daya daya ingatan yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat
digunakan pula (ditransferkan) kepada pekerjaan lain.
Demikian, menurut teori daya pada tiap mata pelajaran
disekolah pendidik perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berpikir,
merasakan, dan sebagainya) sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu
akan dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lain dan bagi
pekerjaan pekerjaan lain diluar sekolah. Sekolah yang menganut teori
daya ini, sudah tentu mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa
anak, dari pada nilai atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau
tidaknya materi/isi mata pelajaran itu dalam praktek dikemudian hari,
tidak menjadi soal. Yang penting, apapun yang diajarkan asal dapat
melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut teori daya beranggapan
bahwa anak-anak yang pandai di sekolah suadah tentu akan pandai pula
dimasyarakat.
2. Teori Elemen Identik/Ilmu Jiwa Asosiasi
Pandangan ini dipelopori oleh edward thorndike, yang
berpendapat bahwa transfer belajar dari satu bidang studi kebidang
studi yang lain atau idang studi sekolah ke kehidupan sehari-hari,
terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam kedua bidang
studi atau antara bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari.
Makin banyak unsur yang sama makin besar kemungkinan terjadi
tarnsfer belajar.Dengan kata lain terjadinya transfer belajar sangat
tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan unsur-unsur. Misalnya
antara bidang studi aljabar dan ilmu ukur dll.
Mula-mula thorndike mengartikan elemen identik sebagai
unsur yang sungguh-sungguh sama (identik) kemudian pengertian
identik diartikan sebagai ada kesamaan, sejenis perubahan pandangan
ini membuat teorinya tentang transfer belajar lebih mudah dapat
diterima. Menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah pengalihan
dari penguasaan suatu unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin
banyak adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar terjadinya
transfer belajar positif.
3. Teori Generalisasi
Pandangan ini dikemukakan oleh Charles Judd yang
berpendapat bahwa Menurut teori ini transfer belajar lebih berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola
dan prinsip umum . Bila seorang siswa mampu menangkap konsep,
kaidah dan prinsip untuk memecahkan persoalan maka siswa itu
mempunyai bekal yang dapat ditransferkan ke bidang-bidang lain diluar
bidang studi dimana konsep, kaidah dan prinsip itu mula-mula
diperoleh. Maka siswa itu dikatakan mampu mengadakan generalisasi
yaitu mampu menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang terdapat
dalam sejumlah hal yang khusus. Generalisasi semacam itu sudah
terjadi bila siswa membentuk konsep, kaidah, prinsip dan siasat-siasat
pemecahan problem. Jadi kesamaan antara dua bidang studi tsb. tidak
terdapat dalam unsur-unsur khusus melainkan dalam pola, dalam
struktur dasar dan dalam prinsip.
F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TRANSFER BELAJAR
1. Intelegensi
Individu yang lancar dan pandai biasanya segera mampu
menganalisa dan dapat melihat hubungan logis, ia segera melihat unsur-
unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat
mudah terjadi transfer.
2. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta
hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian/kecenderungannya
menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, dan demikian
sebaliknya.
3. Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah
berdekatan akan mudah terjadi transfer. Contohnya: Matematika
dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan lebih mudah
terjadi transfer.
4. Sistem Penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu
pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau
dengan menunjuk kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya akan
mudah terjadi transfer.
BAB III
PENUTUP KESIMPULAN
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau
mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari.
Hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau
menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan
pengetahuan dari akal kita.
Lupa disebabkan oleh gangguan konflik antara item-item informasi, tekanan
terhadap item-item yang sudah ada baik disengaja atupun tidak, perubahan
situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali,
perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu,
tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai, dan
perubahan urat syaraf otak.
Lupa dapat ditangani dengan berbagai cara seperti overlearning, extra study
time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak
bersambung.
Transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan
atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke
keadaan belajar yang lain.
Dalam teori disiplin formal, transfer belajar hanya dapat terjadi bila
diperkuat dan didisiplinkan dengan latihan-latihan yang keras dan terus
menerus.
Dalam teori elemen identik, transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi
yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi
terdahulu yang telah dipelajari.
Dalam teori generalisasi, transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama
telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak
kesamaan unsur-unsur.
Gagne, membedakan transfer belajar menjadi empat kategori yaitu transfer
positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
selanjutnya.
Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar
selanjutnya.
Transfer vertikal, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi.
Transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang sederajat.
Faktor-faktor penyebab transfer belajar seperti intelegensi, sikap, materi
pelajaran, dan sistem penyampaian guru.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar Anak. Jakarta. PT. Rineka
Cipta.
Mustaqim. 2004. Psikologi Pendidikan. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. ed. rev.
Cetakan keempaat belas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Walgito, Bimo. 1990. Pengantar Psikologi Umum. ed. rev. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Andi Offset

You might also like