You are on page 1of 24

1

PENDAHULUAN


Ada beberapa pengertian mengenai Megakolon, namun pada intinya sama yaitu penyakit
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya sphincter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Megakolon adalah
penyakit yang ditandai dengan tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid colon dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Penyakit Hirschsprung atau Megakolon
adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada
perempuan.
1,2
Pasien dengan penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada tahun 1961 oleh
Frederick Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold Hirschprung pada tahun 1886
yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai megakolon kongenital ini.
3,4
Penyakit
hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai
pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi.
Penyakit hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada
neonatus, dengan insiden keseluruhan 1 : 5000 kelahiran hidup. Laki laki lebih banyak di
banding perempuan (4:1) dan Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki.
4
Penyakit hirschsprung mungkin disertai dengan cacat bawaan lain termasuk
salah satunya sindrom down serta kelainan kardiovaskuler.
2

Megakolon non kongenital juga dapat terjadi sebagai penyulit dari penyakit kolitis,
dimana terjadi dilatasi kolon akut atau megakolon toksik dengan paralisis fungsi motorik kolon
transversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut, yang disebabkan oleh progresivitas
penyakit di dinding yang dapat dicetuskan oleh pemberian sediaan opiat atau pemeriksaan
rontgen barium. Biasanya penderita tampak sakit berat dengan takikardia dan syok toksik.
Penyakit chagas juga dapat menyebabkan dilatasi kolon (megakolon).
5-8



2

A. Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi usus besar manusia

Usus besar atau kolon kira-kira 1,5 meter adalah sambungan dari usus halus dan mulai di
katup iliokolik atau ilioseikal yaitu tempat sisa makanan lewat. Reflek gastrokolik terjadi ketika
makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltic didalam usus besar. Refleks ini
menyebabkan defekasi. Kolon mulai pada kantong yang mekar padanya terdapat appendix
vermiformis.
9
Fungsi serupa dengan tonsil sebagian terletak di bawah sekum dan sebagian dibelakang
sekum atau retrosekum. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas.
Disini kolon naik melalui daerah daerah sebelah kanan lumbal dan disebut kolon asendens.
Dibawah hati berbelok pada tempat yang disebut flexura hepatica, lalu berjalan melalui tepi
daerah epigastrik dan umbilical sebagai kolon transvesus. Dibawah limpa ia berbelok sebagai
fleksura sinistra atau flexura linealis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai
kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut flexura sigmoid dan
dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis besar menjadi rectum.
9

3


Gambar 2. Anatomi rectum dan sigmoid

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum
dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal)
adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proksimal, dan, dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang
mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial
dan depan.
9,10

Persyarafan motorik sphincter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis
(n.splanchnicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk
pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus
pudendalis mensarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanchnicus (parasimpatis).
sehingga, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanchnicus pelvik
(saraf parasimpatis).
9,10
4


Gambar 3. Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus

Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus
tersebut. Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800
ml air per hari, namun demikian kapasitas absorpsi air usus besar adalah sekitar 1500-2000
ml/hr. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram, dan 80 - 90 % diantaranya
adalah air.
9,10


Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
10


5

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
9,10
1. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.
Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila
sphincter eksternal tenang maka feses keluar.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2
4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal
parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan sphincter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Sphincter anus individu duduk ditoilet atau depan,
spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan
kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

Gambar 4. Fisiologi defekasi
6


MEGAKOLON


Megakolon adalah dilatasi abnormal dari kolon yang sering disertai oleh paralisis dari
peristaltik usus. Selama proses pencernaan makanan, otot otot pada kolon membawa makanan
dengan gerakan peristaltiknya. Ketika kita makan, sel saraf pada dinding usus (sel ganglion dari
pleksus saraf) yang menerima sinyal dari otak dan akan menghantarkan informasi ke otot
intestinal untuk mendorong isi kolon (feses). Pada keadaan dimana kolon kehilangan atau
terjadinya perkembangan abnormal dari sel saraf, isi kolon tidak dapat terdorong dari segmen
ini.
5,11

Pada kebanyakan kasus, penyakit ini terbatas pada rectum atau region rectosigmoid.
Kolon menjadi terhalang oleh feses sebagian maupun total sehingga terjadi konstipasi. Obstruksi
didalam kolon menyebabkan tekanan didalamnya menjadi meningkat (diatas zona tanpa ganglion
atau area obstruksi), relaksasi dinding usus (ukuran usus lebih besar dari pada normal) serta
stagnasi feses akibat obstruksi ini menjadi media infeksi bakteri dan akumulasi toksin yang dapat
menyebabkan masalah yang serius.
7,8,11
Pada kasus yang lebih ekstrim, feses dapat berkonsolidasi menjadi massa yang keras
didalam kolon, yang disebut dengan fecaloma, yang membutuhkan operasi untuk
mengeluarkannya. Kolon manusia dikatakan membesar secara abnormal bila diameternya
mencapai lebih dari 12 cm di caecum, lebih dari 6,5 cm di rectosigmoid dan lebih dari 8 cm di
kolon ascenden.
7
Megakolon dapat akut maupun kronik. Juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologinya, berdasarkan penyebabnya, megakolon dibagi menjadi 2 yaitu megakolon kongenital
yang sering disebut dengan penyakit Hirschsprung serta megakolon non kongenital atau akuisita
yang biasanya terjadi akibat dari beberapa penyakit tertentu.
1,4

Tanda dan gejala eksternal dapat berupa konstipasi yang memanjang, perut kembung,
nyeri perut, teraba massa feses yang keras. Pada megakolon toksik dapat ditemukan tanda-tanda
berupa demam, kadar kalium darah yang rendah, takikardia dan shock. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit megakolon. Foto polos abdomen sangat
berguna untuk screening awal, setelah foto polos abdomen dapat menemukan adanya
7

megakolon, dapat digunakan barium enema untuk pemeriksaan selanjutnya dengan beberapa
alasan:
1,11
1. Secara akurat dapat menentukan besarnya kolon.
2. Membantu untuk memisahkan antara adanya megakolon, megarektum, atau keduanya.
3. Membantu untuk melihat anatomi usus besar, dapat digunakan untuk pencernaan
tindakan terapi selanjutnya

MEGAKOLON KONGENITAL (HI RSCHSPRUNG DI SEASE)
Definisi
Penyakit Megakolon kongenital atau penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan
bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari sphincter ani interna ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum
dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional. Penyakit Hirschprung merupakan
suatu penyumbatan yang terjadi pada usus besar karena tidak terdapatnya sel ganglion Auerbach
dan Meissner. Penyakit ini lebih dikenal dengan Aganglionalis Kongenital.
2,11
Kadang seseorang menderita konstipasi yang begitu parah sehingga pergerakan usus
hanya terjadi beberapa hari sekali atau kadang hanya sekali dalam seminggu. Keadaan ini
menyebabkan sejumlah besar feses menumpuk di kolon, kadang kadang menyebabkan distensi
kolon dengan diameter 3 4 inci. Keadaan ini disebut megakolon atau penyakit Hirschsprung.
10

Gambar 5. Hirschsprung disease

8

Penyebab paling sering megakolon adalah tidak adanya atau defisiensi sel sel ganglion
pada pleksus mienterikus dalam sebuah kolon sigmoid. Akibatnya baik refleks defekasi maupun
motilitas peristaltik kuat tidak terjadi di daerah usus besar ini. Sigmoid sendiri menjadi kecil dan
hampir spastic sementara feses tertumpuk di proksimal daerah ini, menyebabkan megakolon
pada kolon asenden, transversus dan desenden.
10

Epidemiologi
Penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus. Diperkirakan satu diantara
5.000 10.000 kelahiran. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak laki laki (80%) dari
pada wanita dan tersering pada neonatus serta terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg.
2,6
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57
kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan
penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan
yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan
gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
12

Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Megakolon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
2,3
Beberapa peneliti menyatakan bahwa Hirschsprung disebabkan karena kekurangan
migrasi sel saraf untuk berkembang. Sebuah penelitian menilai neural cell adhesion molecules
(NCAM) pada Hirschsprung. Usus yang mengandung sel ganglion (kelompok control dan
kelompok Hirschsprung) memiliki jumlah NCAM yang banyak, sedangkan tidak terdapat
NCAM pada segmen aganglionosis. NCAM dipercaya berperan penting dalam migrasi sel saaraf
ke lokasi tertentu selama masa embryogenesis.
5,6


9

Patofisiologi
1,11
- Pada penyakit hirschsprung terdapat absensi ganglion Meissner dan ganglion Auerbach
dalam lapisan dinding usus (aganglionik parasimpatik intramural), mulai dari sfingter ani
kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi. Tujuh puluh sampai delapan puluh
persen terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitar 5% kurang
dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus.
- Tidak terdapatnya ganglion Meissner dan Auerbach mengakibatkan usus yang
bersangkutan tidak bekerja normal. Peristaltis tidak mempunyai daya dorong, tidak
propulsif, sehingga usus bersangkutan tidak ikut dalam proses evakuasi feses ataupun
udara. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh
feses yang tertimbun, membentuk megakolon. Penampilan klinis penderita sebagai
gangguan pasase usus. Tiga tanda yang khas, yaitu keterlambatan evakuasi mekonium,
muntah hijau dan distensi abdomen.

Gambar 6. Patofisiologi terjadinya megakolon

- Penampilan makroskopik
Bagian usus yang tidak berganglion terlihat spastic, lumen terlihat kecil. Usus dibagian
proksimalnya disebut daerah transisi, terlihat mulai melebar dari bagian yang menyempit.
Usus di bagian proksimalnya lagi lebih melebar lagi dan umumnya mengecil kembali
mendekati kaliber lumen usus normal.
10

Patologi
Akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut
mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari
kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal.
2
Segmen aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 755 penderita; 10% pada seluruh
kolon tanpa sel sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung ujung saraf pada usus yang
aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histology, tidak di dapatkan
pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas berkas saraf yang hipertrofi dengan
konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi di antara lapisan lapisan otot dan pada submukosa.
Gangguan ini dapat direproduksi pada binatang percobaan dengan merusak reseptor endothelin
B.
2

Klasifikasi
Hirschsprung diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen aganglionnya, yaitu:
1,3,11
1. Hirschsprung short segment / Hirschsprung klasik (75%)
Daerah aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung
klasik. Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih
banyak daripada perempuan.
2. Long segment Hirschsprung (20%)
Daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus.
3. Total colonic aganglionosis (3-12%)
Bila aganglionik mengenai seluruh kolon
4. Aganglionik universal : seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus.

Manifestasi klinis
Gejala gejala klinis penyakit hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan :

- Terlambatnya pengeluaran mekonium
Sembilan puluh Sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam
waktu 48 jam setelah lahir. Peyakit hirschsprung harus dicurigai apabila seseorang bayi
cukup bulan (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat
11

mengeluarkan tinja. Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi
selanjutnya memperlihatkan riwayat konstipasi kronis.
1,2,11

- Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia
Terjadi karena enteropati pembuang protein, sekarang adalah tanda yang kurang sering
karena penyakit hirschsprung biasanya sudah dikenali pada awal perjalanan penyakit.
Bayi yang minum ASI tidak dapat menampakkan gejala separah bayi yang minum susu
formula.
1,2,11

- Kegagalan mengeluarkan tinja
Keadaan ini menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi
kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat,
mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis
memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis
(Clostridium difficle, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai sepsis
dan tanda tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini penyakit hirschsprung sebelum
serangan enterokolitis sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
1,2,11

- Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat, yang
mulai pada umur minggu minggu pertama. Massa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri
perut, tetapi pada pemeriksaan rectum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar,
mungkin akan berupa butir butir kecil, seperti pita atau berkonsistensi cair; tidak ada
tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada penderita dengan konstipasi
fungsional.
1,2,11

- Pemeriksaan rectum menunjukkan tonus anus normal dan biasanya disertai dengan
semprotan tinja dan gas yang berbau busuk. Serangan intermitten obstruksi intestinum
akibat tinja yang tertahan mungkin disertai dengan nyeri dan demam.
2,11


Diagnosis
Penegakkan diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu :
- Neonatus hampir selalu dengan berat badan normal, sangat jarang prematur. Anamnesis
perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya
merupakan kunci diagnosis.
1,2

12

- Datang ke rumah sakit dengan obstruksi usus, dengan tanda tanda keterlambatan
evakuasi mekonium (lebih dari 24 jam pertama setelah lahir), muntah hijau serta distensi
abdomen. Obstruksi ini dapat mereda spontan atau akibat colok dubur yang dilakukan
pada waktu pemeriksaan. Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen
rectum yang sempit.
1,2

- Dikatakan mereda bila neonatus dapat defekasi dengan keluar mekonium bercampur
udara, abdomen kempes dan tidak muntah lagi. Kemudian dalam beberapa hari lagi
neonatus menunjukkan tanda tanda obstruksi usus berulang. Selanjutnya neonatus
secara klinis menunjukkan gejala sebagai obstipasi kronik dengan disertai abdomen yang
buncit.
1,11

- Gejala klinis dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau baru menarik perhatian
orang tua setelah beberapa bulan.
2


Pemeriksaan Manometri anorektal
Mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon dikembangkan di rectum. Pada individu
normal, penggembungan rectum mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada
penderita penyakit hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradox
karena rectum dikembungkan. Ketepatan diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara teknis sulit
pada bayi muda.
2,11

Gambar 7. Pemeriksaan manometri anorektal



13

Pemeriksaan Radiologi

- Pemeriksaan foto polos abdomen: terlihat tanda tanda obstruksi usus letak rendah.
Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus.
2,5,11

- Pemeriksaan foto dengan barium enema: terlihat lumen rekto sigmoid kecil, bagian
proksimalnya terlihat daerah transisi dan kemudian melebar. Permukaan mukosa di
bagian usus yang melebar tampak tidak teratur karena proses enterokolitis.
Barium enema tidak perlu diteruskan ke arah proksimal bila tanda tanda penyakit
hirschsprung yang khas seperti diatas sudah terlihat. Apabila tanda tanda yang khas
tersebut tidak dijumpai, pemeriksaan barium enema diteruskan untuk mengetahui
gambaran kolon proksimal. Mungkin ditemukan penyebab yang lain.
Pada penyakit hirschsprung dengan gambaran foto barium enema yang tidak jelas dapat
dilakukan foto retensi barium. Foto dibuat 24 sampai 48 jam setelah foto barium enema
pertama. Pada foto retensi barium masih terlihat di kolon proksimal, tidak menghilang
atau kumpul di daerah distal dan mungkin dijumpai tanda tanda khas penyakit
hirschsprung yang lebih jelas serta gambaran mikrokolon pada hirschsprung segmen
panjang.
2,5,11


Gambar 8. Dilatasi colon pada pemeriksaan dengan barium enema

Pemeriksaan patologi anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi dimaksudkan untuk mendeteksi adanya ganglion di lapisan
submukosa dan di antara dua lapisan otot. Serta melihat serabut serabut saraf. Apabila sediaan
14

untuk pemeriksaan patologi anatomi didapat dari biopsy hisap dari mukosa rectum, pemeriksaan
hanya untuk melihat ganglion Meissner di lapisan sub-mukosa dan melihat penebalan serabut
serabut saraf. Pada penyakit hirschsprung tidak dijumpai ganglion dan terdapat penebalan
serabut serabut saraf. Biopsi seluruh lapisan rectum dapat dilakukan saat operasi untuk
memastikan diagnosis dan derajat keterlibatan.
2,5,11


Pemeriksaan histokimia
Pada pemeriksaan histokimia aktivitas kolinesterase biasanya meningkat. Biopsy isapan
rectum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentate untuk menghindari daerah
normal hipoganglionosis di pinggir anus. Biopsy harus mengandung cukup sampel submukosa
untuk mengevaluasi adanya sel ganglion, biopsy dapat diwarnai untuk asetilkolinesterase, untuk
mempermudah interpretasi. Penderita dengan aganglionosis menunjukkan banyak sekali berkas
saraf hipertrofi yang diwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan tidak ada sel ganglion.
2,5,11


Diagnosis banding
Banyak kelainan usus dengan penampilan klinik obstruksi yang menyerupai penyakit
hirschsprung atau sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat, mekonium ileus dan
sebagainya.
1. Meconium plug syndrome
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus, tapi setelah
colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya normal.
2,11
2. Akalasia recti
Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan
Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya ganglion Meissner dan
Auerbach.
1,11


Terapi
Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis, membuang
segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus.
2,11


15

Tindakan non bedah
- Untuk neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif dengan pemasangan
sonde lambung, pemasangan pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara
(pemasangan harus hati hati, jangan terjadi salah arah) cara ini juga bertujuan untuk
mencegah enterokolitis yang dapat dilakukan bilasan kolon dengan cairan garam faali.
Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek.
11

- Biopsi hisap hendaknya dikerjakan sebelum pemeriksaan colok dubur dan pemasangan
pipa rectal. Pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit
serta pengaturan nutrisi juga diperlukan.
1


Tindakan Pembedahan
I. Tindakan bedah sementara
- Tindakan kolostomi. Stoma dibuat di bagian kolon yang berganglion paling distal.
Kolostomi ini dimaksudkan untuk menjamin pasase usus, dekompresi abdomen dan
mencegah penyulit penyulit yang tidak diinginkan seperti enterokolitis, peritonitis
dan sepsis. Manfaat lain dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada
saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada
penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan
anastomose.
3,5


II. Tindakan bedah definitif
- Tindakan bedah definitif dimaksudkan untuk mereseksi bagian usus yang
aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus. Langkah ini dikerjakan bila berat
badan bayi sudah cukup. Pada waktu itu megakolon dapat surut, mencapai kolon
ukuran normal.
1,11

- Ada beberapa prosedur bedah definitif yaitu prosedur Swenson, Duhamel,
Endorektal Pull Through dengan modifikasi masing- masing.
Pilihan pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin
setelah diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu
sampai bayi berumur 6 12 bulan untuk melakukan operasi.
5,12

16


Gambar 9. Beberapa jenis bedah definitif pada megakolon

o Prosedur Swenson
Memotong segmen yang tidak berganglion dan melakukan anastomosis
usus besar proksimal yang normal dengan rectum 1 2 cm di atas garis batas.
Terdiri dari rektosigmoidektomi seluas bagian rektosigmoid aganglionik dengan
anastomosis koloanal. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada
pengembangan dua prosedur lain.
1,12
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan
biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan
cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah
direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan
pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan
0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end
dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan
dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomosis selesai,
usus dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.
1,5,12

17


Gambar 10. Prosedur Swenson

o Prosedur Duhamel
Menguraikan prosedur untuk menciptakan rectum baru, dengan menarik turun
usus besar yang berinervasi normal ke belakang rectum yang tidak berganglion.
Rectum baru yang dibuat pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik
anterior dengans sensasi normal dan setengan ganglionik posterior dengan
propulsi normal. Operasi Duhamel adalah yang terbaik pada aganglionis total.
Kolon kiri tetap ditinggalkan dan tidak perlu menganastomosis kolon kiri ini pada
usus halus.
1,5
18


Gambar 11. Prosedur Duhamel

o Prosedur Endorectal Pullthrough atau Soave
Prosedur yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa rectum yang
tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi normal ke lapisan otot
yang terkelupas tersebut, dengan demikian memintas usus yang abnormal dari
sebelah dalam. anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (Pull Through)

Gambar 12. Prosedur Soave
19


Penyakit hirschsprung segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa ganglion
hanya terbatas pada sfingter interna. Gejalanya sama dengan gejala konstipasi fungsional.
Sel ganglionik mungkin terdapat pada biopsy isap rectum. Tetapi motilitas rectum akan
tidak normal. Eksisi pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna,
merupakan tindakan diagnostik dan terapeutik.
5,11
Penyakit hirschsprung yang melibatkan segmen panjang merupakan masalah yang
sulit. Pemeriksaan biopsy isap rectum akan menunjukkan adanya tanda tanda penyakit
hirschsprung, namun sulit diinterpretasikan pada pemeriksaan radiologi karena tidak
ditemukan daerah peralihan. Luasnya aganglionosis hanya dapat ditentukan dari biopsy
pada saat laparotomi.
5,11

Bila seluruh kolon aganglionis, sering bersama dengan panjang ileum terminal,
anatomosis ileum anus merupakan terapi pilihan dengan masih mempertahankan bagian
kolon yang tidak berganglion untuk mempermudah penyerapan air. Sehingga membantu
tinja menjadi keras.
5,11


Komplikasi
- Sering neonatus meninggal akibat penyulit seperti enterokolitis atau peritonitis dan
sepsis.
2,11

- Obstruksi kronik yang dapat terjadi pada penyakit hirschsprung dapat disertai oleh diare
berat dengan feses yang berbau dan berwarna khas yang disebabkan oleh timbulnya
penyulit berupa enterokolitis. Enterokolitis biasa disebabkan oleh bakteri yang tumbuh
berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat disetnsi berlebihan dindingnya.
Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan operasi atau berlanjut setelah operasi
definitif.
2,11

- Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah pada penyakit hirschsprung
dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis nekrotikans, dan
gangguan fungsi sphincter.
2,11

- Faktor predisposisi terjadinya penyulit pasca operasi diantaranya: usia muda saat operasi,
kondisi umum penderita saat operasi, prosedur bedah yang digunakan, keterampilan dan
20

pengalaman dokter bedah, jenis dan cara pemberian antibiotik, serta perawatan pasca
bedah.
2,11


Prognosis
Prognosis baik kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyakit hirschsprung yang diterapi
dengan pembedahan umumnya memuaskan. Sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan
tinja (kontinensia). Penyulit pasca bedah seperti kebocoran anastomosis atau striktur anastomosis
umumnya dapat diatasi. Masalah pasca bedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps,
abses perianal dan pengotoran tinja.
2,11



MEGAKOLON AKUISITA

Megakolon merupakan kondisi dimana terjadi pembesaran kolon, dilatasi kronik,
elongasi serta hipertrofi kolon. Megakolon juga dapat terjadi sebagai penyulit dari penyakit
kolitis, dimana terjadi dilatasi kolon akut atau megakolon toksik dengan paralisis fungsi motorik
kolon transversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut, yang disebabkan oleh
progresivitas penyakit di dinding yang dapat dicetuskan oleh pemberian sediaan opiat atau
pemeriksaan rontgen barium. Biasanya penderita tampak sakit berat dengan takikardia dan syok
toksik.
7,8

Gambar 13. Toksik megakolon

21

Penyakit Chagas adalah penyakit yang endemik di Amerika selatan dan tengah. Pada
penyakit chagas, organisme penyebabnya Trypanosoma Cruci menghilangkan persarafan ganglia
usus sehingga menyebabkan dilatasi kolon (megakolon).
5,7

Megakolon adalah satu komplikasi dari penyakit kronis ini, dimana terjadi kerusakan
yang menyebar dari system saraf intramural. Terapi pembedahan yang dilakukan bertujuan untuk
mengatasi konstipasi, gangguan buang air besar yang berulang maupun volvulus. Kolektomi
subtotal dengan ileoproctostomy memungkinkan terapi pilihan yang sesuai, namun beberapa ahli
lebih menyukai abdominoendoanal rectosigmoidectomy.
5

Megakolon organik yang didapat, juga dapat terjadi sebagai kondisi yang disebabkan
obstruksi mekanis dari colon bawah, rectum maupun anus. Beberapa kasus di sebabkan oleh :
5
- Stricture anorectal postoperative
- Limphogranuloma venereum
- Endometriosis
- Radiasi proktitis
- Kerusakan anorectal (anorectal injury)
- Termasuk trauma yang diakibatkan karena kecelakaan atau trauma seksual
Megakolon juga berhubungan dengan kelainan neurologis seperti paraplegia atau poliomyelitis.
Konstipasi menjadi masalah utama karena hilangnya otot volunter defekasi. Megakolon sekunder
ini dapat normal kembali ketika penyebab primer dapat terobati.
5

Megakolon toksik
Megakolon toksik merupakan tahap klinis dari colitis akut dengan dilatasi segmental ataupun
total dari kolon yang berhubungan dengan tanda toksik dengan gejala klinis yaitu :
5,13
- Demam tinggi
- Nyeri abdomen
- Malaise
- Takikardia
- Leukositosis
- Distensi abdomen
- Dehidrasi
22

Kondisi ini dapat berkembang menjadi kondisi toksik dan termasuk kegawat daruratan medis,
yang merupakan komplikasi yang mengancam jiwa dari colitis ulseratif (Morbus Chron) serta
dapat terjadi sebagai penyakit kronis eksaserbasi akut namun lebih sering berkembang selama
timbulnya gejala awal. Penyebab nya tidak diketahui namun beberapa faktor yang
menyebabkannya yaitu obat obatan anti diare, opiate, alkaloid beladona dan barium enema.
5,13
Pada keadaan awal penyakit jarang terjadi komplikasi, mungkin dapat berhubungan
dengan terapi awal yang cepat dan tepat seperti pada pasien yang sakit berat dapat dilakukan
resusitasi untuk memperbaiki homeostasis, pemberian antibiotik untuk membunuh flora bakteri
bila mungkin, kortikosteroid intravena (terkecuali pada pasien yang sebelumnya mendapatkan
terapi kortikosteroid, dimana segera dilakukan langsung tindakan pembedahan). Terapi
pembedahan komplikasi ini adalah kolektomi darurat.
5,8

Gambar 14. Penderita toksik megakolon
23

KESIMPULAN


Megakolon merupakan dilatasi abnormal dari kolon yang sering disertai oleh paralisis
dari peristaltik usus., tidak adekuatnya motilitas pada usus menyebabkan tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya sphincter rectum berelaksasi. Megakolon dibagi menjadi 2 yaitu
megakolon kongenital yang sering disebut dengan penyakit Hirschsprung serta megakolon non
kongenital atau akuisita yang biasanya terjadi akibat dari penyakit tertentu dan faktor obat -
obatan.
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) dibedakan berdasarkan
usia, gejala klinis mulai terlihat dimana pada periode neonatal terdapat trias gejala klinis yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen sedangkan
gambaran klinis pada megakolon yang didapat, sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Penatalaksanaan megakolon kongenital terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan
bedah. Tindakan bedah terdiri dari Prosedur Swenson, Prosedur Duhamel, Prosedur Soave atau
Endorectal Pull Through sedangkan penatalaksanaan terhadap penyakit yang mendasari
megakolon yang didapat, merupakan terapi yang dipilih untuk mengatasinya.

24

DAFTAR PUSTAKA


1. Hamami AH, J Pieter, I Riwanto, T Tjambolang, I Ahmadsyah. Penyakit Hirschsprung.
Dalam : R Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2.
Jakarta: EGC; 2004. 670-671.
2. Wyllie R. Megakolon Aganglionik bawaan (Penyakit Hirschsprung). Dalam : WE
Nelson, RE Behrman, editor. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke 15. Volume 2.
Jakarta:EGC; 1999.1316 - 1319.
3. Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel
modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 2009.
4. Fonkalsrud. Hirschsprungs disease. Dalam: Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H, editors.
Maingots Abdominal Operation. Edisi ke - 10. New York: Prentice - Hall intl.inc.;
1997. 2097-105.
5. Goldberg SM, S Nivatvongs, DA Rothenberger. Megacolon. Dalam : Schwartzs
Principles of Surgery. SI Schwarts, GT Shires, FC Spencer, WC Hussen. Edisi ke - 5.
Volume 2. Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1989.
6. Bullard KM, DA Rothenberger. Megacolon. Dalam : Schwartzs Principles of Surgery.
FC Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE Pullock. Edisi ke - 8.
Volume 2. Library of Congress Cataloging in Publication Data; 2005.
7. Silbernagl S. Konstipasi dan Pseudo Obstruksi. Dalam: Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. S Silbernagl, F Lang. Jakarta: EGC; 2006. 156 157.
8. Lindshet GN. Radang Usus Besar. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. SA Price. LM Wilson. Edisi ke 6. Volume 1. Jakarta: EGC; 2005. 461 463.
9. Snell RS. Anatomi Cavitas Abdominalis. Dalam: Anatomi klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran. Snell RS. Edisi ke 6. Jakarta: EGC; 2006
10. Guyton AC, JE Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Guyton AC, JE Hall. Edisi ke 11. Jakarta: EGC; 2007
11. Kartono D. Penyakit Hirschsprung Neonatus . Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 141-143.
12. Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprungs disease. In: Raffensperger JG,editor.
Swensons pediatric surgery. 5
th
ed. Connecticut:Appleton & Lange; 1990: 555-77
13. Devuni D. Toxic Megacolon Workout (online). Dalam: Medscape. Juli 2013 (diakses 28
Agustus 2013). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/181054-overview

You might also like