You are on page 1of 6

DIET RENDAH PROTEIN DAN PENGGUNAAN PROTEIN NABATI

PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK




Triyani Kresnawan*, HMS Markun**
*Ahli Gizi Instalasi Gizi RSCM Jakarta
**Divisi Ginjal Hipertensi Bag. Penyakit Dalam FKUI-RSCM

PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium, yaitu stadium I, II, III, dan IV.
Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum menjalani terapi pengganti
dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi konservatif yang meliputi
terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan
masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK.
Penelitian keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) 25 ml/mt yng diberikan terapi
konservatif di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status gizi kurang.
Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang sebagai akibat dari tidak
nafsu makan, mual dan muntah.
Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring
dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari
suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar
terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga
keseimbangn cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.
Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis stadium IV dengan TKK < 25
ml/mt pada dasarnya mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara mengurang
beban kerja nephron dan menurunkan kadar ureum darah. Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre
Dialisis dengan terapi konservatif adalah sebagai berikut:
1. Syarat Dalam Menyusun Diet
Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB, dengan
ketentuan dan komposisi sebagai berikut:
Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori
Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6
g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan
0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet
ini biasa disebut Diet Rendah Protein. Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai
biologi tinggi/hewani hingga 60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat
ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan
kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu.
Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan 30 % diutamakan lemak tidak
jenuh.
Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah IWL
500 ml.
Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan dalam
tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari.
Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari
Fosfor yang dianjurkan 10 mg/kg BB/hari
Kalsium 1400-1600 mg/hari
2. Bahan Makanan yang Dianjurkan
Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepung-
tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.
Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani
Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai
pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk
pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan
dan kelemahan sumber protein nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.
Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam,
mentega.
Sumber Vitamin dan Mineral
Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu menghindari
buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam
sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang,
sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat dimasak
menjadi stup buah/coktail buah.
3. Bahan Makanan yang Dihindari
Sumber Vitamin dan Mineral
Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan
makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun
pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan
makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering,
makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.
PEMBAHASAN
Sumber Protein Pada Penyakit Ginjal Kronik
Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu proteos berarti yang utama atau didahulukan. Jumlah dan
jenis protein yang diberikan pada pasien PGK pre dialisis dalam bentuk diet Rendah Protein sangat penting
untuk diperhatikan karena protein berguna untuk mengganti jaringan yang rusak, membuat zat antibodi,
enzim dan hormon, menjaga keseimbangan asam basa, air, elektrolit, serta menyumbang sejumlah energi
tubuh. Protein dibuat dari 20 asam amino penyusun protein, 11 diantaranya dapat disintesis oleh tubuh, dan
9 sisanya disebut asam amino esensial yang diperoleh dari bahan makanan, yaitu Leusin, Isoleusin, Valin,
Triptofan, Fenilalanin, Metionin, Treonin, Lisin dan Histidin. Dari asam amino, 8 diantaranya dibutuhkan
oleh orang dewasa, sedangkan Histidin dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Bahan makanan yang mengandung semua asam amino disebut lengkap protein, seperti telur, daging, ikan,
susu, unggas, keju. Oleh karena itu, protein hewani biasa disebut sebagai protein bernilai biologi tinggi.
Bahan makanan nabati, misalnya beras dan kacang-kacangan, mengandung asam amino esensial yang
terbatas atau tidak lengkap. Oleh karena itu, dikatakan mengandung protein bernilai biologi rendah.
Kedelai dan hasil olahannya, yaitu tempe, tahu dan susu kedelai, mengandung asam amino esensial
walaupun ada 1 asam amino yang kurang, terbatas fungsinya hanya untuk pemeliharaan, tidak untuk
pertumbuhan (Limiting Amino Acid) yaitu metionin. Demikian pula asam amino esensial lisin kurang pada
beras dan triptopan kurang pada jagung, akan tetapi apabila bahan makanan yang mengandung asam amino
terbatas dikonsumsi secara bersamaan dalam hidangan sehari-hari, dapat saling melengkapi kekurangan
dalam asam amino esensial. Sebagai contoh, nasi yang terbatas lisin dimakan bersamaan dengan tempe
yang terbatas pada metionin didapatkan campuran yang memungkinkan saling melengkapi dalam asam
aminonya untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.
Metode penilaian kualitas protein dahulu menggunakan Protein Efficiency Ratio (PER) yang
berdasarkan respon pertumbuhan pada pemberian sejumlah protein. Saat ini, penilaian mutu protein
digunakan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) yang menggambarkan jumlah
asam amino dari protein dan tingkat daya cernanya pada manusia. Dengan metode ini, protein kedelai
mempunyai nilai yang sama dibandingkan dengan putih telur dan protein susu, kecuali asam amino
methionin yang harus ditambah.
Sumber protein dari kacang-kacangan dan produk kedelai, seperti tempe, tahu, susu acang juga
mengandung kalium dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga untuk mencegah hiperkalemia dan
hiperfosfatemia tetap dibutuhkan pengikat fosfor dan kalium yang adekuat. Produk kedelai cukup aman
untuk selingan pengganti protein hewani sebagai variasi menu dengan jumlah sesuai anjuran. Akan tetapi
tidak untuk suplemen atau tambahan sehingga melebihi kebutuhan. Susu kacang kedelai dapat pula
digunakan sebagai pengganti susu sapi. Hal positif yang didapat dari protein nabati adalah mengandung
phytoestrogen yang disebut isoflavon yang memberikan banyak keuntungan pada PGK.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatan protein dari kedelai dapat menurunkan
proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamato cytokines yang diperkirakan dapat menghambat penurunan
fungsi ginjal lebuh lanjut. Penelitian lain mengenai diet dengan protein nabati pada pasien PGK adalah
dapat menurunkan ekresi urea, serum kolesterol total dan LDL sebagai pencegah kelainan pada jantung
yang sering dialami pada pasien PGK. Pada binatang percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang
diberi casein dibandingkan dengan protein kedelai setelah 1-3 minggu didapatkab menunda penurunan
fungi ginjal lebih lanjut.

Contoh Menu (Modifikasi)
Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi protein hewani:nabati = 50%: 50%. Menu dibuat
untuk pasien PGK pre HD pria 62 tahun dengan BB 66 kg dan TB 173 cm.
Nilai gizi : Energi 2000 kkal, protein 40 g, lemak 58 g, KH 335 g.
Jumlah
Waktu Menu
Gram URT*
Pagi Nasi
Tumis Tahu
Madu
Susu
Gula
100
75
40
15
13
gls
1 ptg sdg
2 saset
3 sdm
1 sdm
Pk 10.00 Kue Talam
Teh
Gula
50

13
1 porsi

1 sdm
Siang Nasi
Rolade Daging
Cap-cay Goreng
Stup Nanas
150
50
50
100
1 gls
1 ptg sdg
gls
1 ptg
Pk 16.00 Kue Mangkok
Fla Sirup
50
30
1 ptg sdg
3 sdm
Sore Nasi
Ayam Goreng
Stup Buncis-Wortel
Koktail Pepaya
150
40
50
100
1 gls
1 ptg sdg
gls
1 ptg
*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg =
sedang, btr = butir, bks = bungkus

Contoh Menu Konvensional
Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi protein hewani 60 %. Menu dibuat untuk pasien
pria PGK pre HD 61 tahun dengan BB 66 kg dan TB 173 cm.
Nilai gizi : Energi 2030 kkal, protein 40 g, lemak 60 g, KH 336 g.
Jumlah
Waktu Menu
Gram URT*
Pagi Nasi
Telur Balado
Madu
Susu
Gula
100
75
40
20
13
gls
1 btr kcl
2 saset
4 sdm
1 sdm
Pk 10.00 Kue Talam
Teh
Gula
50

13
1 porsi

1 sdm
Siang Nasi 150 1 gls
Beefsteak Daging
Stup Buncis + Wortel
Stup Nanas
50
50
100
1 ptg sdg
gls
1 ptg
Pk 16.00 Puding
Sirup
50
30
1 ptg sdg
3 sdm
Sore Nasi
Ayam Panggang
Cap Cay Goreng
Pepaya
150
40
50
100
1 gls
1 ptg sdg
gls
1 ptg
*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg =
sedang, btr = butir, bks = bungkus



Kesimpulan:
Terapi konservatif, yaitu diet dan obat diberikan untuk pasien PGK yang belum menjalani terapi
pengganti, dimana TKK < 25 ml/mt (stasium IV PGK).
Diet yang diberikan adalah rendah protein cukup tinggi. Caitan dan elektrolit disesuaikan dengan
kondisi pasien.
Pada Diet Rendah Protein, sumber protein sebagai lauk pauk tidak hanya bersumber dari protein
hewani, dapat digunakan hasil olahan kedelai untuk pengganti protein hewani sebagai variasi
menu atau untuk penganut vegetarian dengan memperhatikan segala kelebihan dan kekurangan.
Asupan protein yang konsisten dan terkendali adalah penting.
Mengatur makanan dan memenuhi anjuran dapat meningkatkan kualitas pasien.


Daftar Pustaka
1. Paulo Fanti, Soyfood in Chronic Renal Disease, University of Kentucky. Third
2. Annual Soyfoods Symposium Proceedings. http://www.soyfoods.com/
3. Soy & Health. Incorporating Optimal Levels of Protein in The Diet. United Soybean Board.
www.talksoy.com
4. Dietary protein and chronic Kidney Disease (CKD)-Davita 2004-2007
5. Joan Brookhyser, Eating a Vegetarian Diet While Living with Kidney Disease. Vegetarian Journal
2004.
6. Nutrition and Chronic Kidney Disease. National Kidney Foundation, 1998-2006. www.kidney.org
7. Denise E. Fair, Malcom R.Ogbom, at all. Doetary Soy Protein Attenauates Renal Disease
Proression After 1 and 3 weeks in Han: SPRD-cy Weanling Rats. Ametican Society for Nutrition
Sciences. 2004
8. Bagian Gizi RSCM dan PERSAGI, Penuntun Diet, PT. Gramedia, Jakarta, 2004
9. K/DOQI, Executive Summery Clinical Practice. Guideline for Nutrition in Clinical Renal Failure
Adult & Pediatric. Nutrition Kidney Foundation, USA. 2000
10. National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI)
Advisory Board: K/DOQI Clinical practice guideline for chronic kidney disease: evaluation,
classification, and stratification. Kisney Disease Outcome Quality Initiative. Am J Kidney Dis 39
(Suppl 1): S246, 2000
11. Adamasco, et all, Vegetarian Diet Alternated with Conventional Low-Protein Diet for Patient with
Chronic Renal Failure. National Kidney Fondation. 2002
12. Koople and Massrys Nutrition Management of Renal Disease, second edition. Lippincott William
& Wilkins, A Wolters Kluwers Company. 2004

You might also like