You are on page 1of 41

Hands-Out Mata Kuliah

Teknik Pengecoran Logam





Dr. Eko Marsyahyo, ST., MSc











Teknik Mesin-ITN Malang
Oktober 2009

BAB I. PENDAHULUAN


Proses pengecoran logam adalah proses menuangkan logam cair ke dalam cetakan
pola/mould yang akan menghasilkan produk coran setelah dingin dan mengeras di dalam cetakan
yang kemudian dilakukan pembongkaran cetakan. Untuk menghasilkan produk coran yang
berkualitas maka diperlukan teknik desain cetakan dan pemahaman sifat logam pada fase cair serta
praktek pengecoran. Aspek teknis mendasar yang perlu dipelajari adalah solidifikasi logam,
perpindahan panas logam ke dinding cetakan dan aliran logam cair menuju rongga
pola yang sekaligus faktor sangat berpengaruh terhadap kualitas produk coran. Gambar 1
menunjukkan garis besar proses pengecoran.















Gambar 1. Garis besar kelompok proses pengecoran logam

Proses pengecoran tidak hanya digunakan untuk bahan-bahan logam tetapi juga bisa diterapkan
pada bahan-bahan non-logam yakni, plastik, keramik dan kaca. Produk coran banyak ditemukan
pada komponen-komponen otomotif seperti blok silinder, piston, rumah alternator, pulley,
manifold gas buang, karburator, drum rem, silinder rem rumah transmisi dan lain-lain.

Gambar 2 mengetengahkan langkah-langkah teknik atau cara pengecoran logam (c.pasir).
















Proses pengecoran logam
Cetakan permanen
Cetakan sekali
pakai/expendable
Cetakan pertumbuhan kristal
tunggal
Peleburan/Foundry
C. Pasir
C. cangkang
C. plaster
C. keramik
C. invesmen
C. slush
C. tekanan
C. die
C. sentrifugal
C.squeeze
C. semi padat
C.khusus untuk
komponen
mikroelektronik dan
sudu turbin presisi
Bahan logam Tungku : tempat
pencairan logam
Ladel: alat
penuangan
Sistem pengolahan
bahan cetakan:
c.pasir, jenis pasir,
komposisi dan
ukuran mesh pasir
Mesin pembuat cetakan
dan pola: desain rangka,
saluran alir dan desain
pola
Proses penuangan
logam cair
Proses
solidifikasi/pengerasan logam
di dalam cetakan
Pembongkaran cetakan:
c.sekali pakai
Pembersihan dan pemeriksaan hasil
Sedangkan konstruksi cetakan pasir tersusun dari bagian-bagian seperti pada Gambar 3.





Gambar 3 Konstruksi cetakan pasir dan urutan proses pengecoran
I. Contoh produk coran






Gambar 4. Berbagai produk coran


II. Solidifikasi/Pembekuan Logam Cair
Logam yang dicairkan akan mengalami beku atau mengeras di dalam cetakan atau
terjadi solidifikasi. Cepat atau lambatnya terjadinya solidifikasi dipengaruhi oleh sifat-sifat
termal logam tersebut dan bahan cetakan, volume dan luas permukaan bidang kontak
logam-dinding cetakan serta bentuk pola. Selain itu, ukuran, bentuk dan komposisi kimia
logam yang di cor berpengaruh juga pada proses solidifikasi. Proses solidifikasi logam cair
di dalam cetakan ditunjukkan pada Gambar 5.

























Gambar 5. Skema solidifikasi logam cair di dalam cetakan

Daerah mushy atau daerah yang mengalami dua fase sekaligus yakni padat dan cair
memiliki lebar rentang perbedaan temperatur atau disebut rentang beku/freezing range
sebagai berikut.

Freezing range = T
Cair
- T
Padat
(1)

Untuk logam murni memiliki nilai freezing range mendekati harga nol sedangkan untuk
logam paduan berkisar antara 50
o
C 110
o
C. Semakin besar perbedaan temperatur
freezing range maka semakin lebar daerah mushy yang berdampak pada laju proses
solidifikasi akhir lebih lama. Selama proses solidifikasi logam coran akan mengalami
shrinkage/penyusutan yang harus bisa dicegah dengan mengontrol aliran logam cair dan
desain cetakan yang baik.

Sedangkan waktu solidifikasi coran dihitung menggunakan aturan Chvorinov sebagai
berikut.
T
e
m
p
e
r
a
t
u
r

D
i
n
d
i
n
g

c
e
t
a
k
a
n

T
Cair
T
Padat
Daerah
fase cair
dan beku
Daerah fase cair
Daerah
fase
beku
Daerah fase padat dan cair, disebut juga mushy zone,
terilihat bagian tengah logam coran masih terdapat kristal dendrite
Padat Cair
T
Tuang
Waktu solidifikasi = C ( volume/luas permukaan)
2
(2)
Dengan: c = konstanta yang merefleksikan bahan logam coran dan temperatur.
Persamaan (2) menjelaskan bahwa ukuran coran yang besar akan lebih lambat terjadi
solidifikasi dibandingkan dengan benda coran ukuran kecil.


III. Aliran Logam Cair dan Shrinkage
Aliran logam cair termasuk kelompok aliran inkompresibel (seperti air). Prinsip
dasar aliran ini menganut hukum Bernoulli dan hukum kontinuitas sebagai berikut.

tan
2
2
kons
g
v
g
p
h = + +

(3)
Dengan :
h = ketinggian terhadap bidang referensi
p = tekanan pada ketinggian itu
v = kecepatan aliran logam cair
= densitas cairan
g = konstantan gravitasi

Pada lokasi atau posisi ketinggian tertentu, energi konservasi pada hukum Bernoulli
tersebut mengindikasikan kesetimbangan sebagai berikut.
f
g
v
g
p
h
g
v
g
p
h + + + = + +
2 2
2
2 2
2
2
1 1
1

(4)

Index 1 dan 2 pada persamaan tersebut menunjukkan dua perbedaan lokasi atau ketinggian
fluida dan f adalah kerugian gesek antara logam cair yang mengalir yang bersentuhan
langsung dengan dinding cetakan.

Sedangkan hukum kontinuitas untuk cairan inkompresibel menyatakan bahwa laju aliran
atau debit logam cair yang mengalir melalui suatu saluran (gate) adalah konstan. Persamaan
5 menunjukkan hukum kontinuitas. Dinding saluran diasumsikan tidak menyerap
cairan/impermeabel.

Q = A
1
v
1
= A
2
v
2
(5)
Dengan:
Q = laju aliran atau debit
A = luas penampang melintang dari fluida (biasanya sesuai penampang saluran yang
dipenuhi cairan)
v = kecepatan cairan

Aplikasi Persamaan (4) dan (5) pada teknik pengecoran adalah ketika bentuk dan dimensi
saluran pengalir turun /sprue berbentuk penampang silinder tirus (dari atas ke bawah
saluran penuangan mengecil), dengan asumsi tekanan sama dan tidak ada kerugian gesek
maka hubungan antara ketinggian dan luas penampang saluran pengalir dapat ditulis sebagai
berikut.

1
2
2
1
h
h
A
A
= (6)
Persamaan 6 digunakan untuk menentukan ukuran penampang saluran penuangan yang
memiliki ketinggian berbeda yakni bagian atas, tempat penuangan logam cair, dan bagian
paling bawah saluran yakni saluran runner yang berhubungan langsung dengan saluran
turun logam cair memasuki cetakan. Perhitungan ini penting agar aliran logam cair lebih
lancar terutama pada sistem pengecoran tradisional seperti cetakan pasir.

Kemampuan logam cair mengisi ruang cetakan dengan baik disebut fluiditas.
Fluiditas logam coran dipengaruhi oleh dua faktor yakni (a) karakteristik logam cair
dan (b) parameter pengecoran.

Karakteristik logam cair dapat dirinci sebagai berikut.
1. Solidifikasi. Perilaku solidifikasi yang semakin singkat menandakan
fluiditas semakin tinggi, terutama pada logam murni. Sedangkan
pada logam paduan yang mengalami solidifikasi lama maka
fluiditasnya rendah.
2. Viskositas/kekentalan. Semakin tinggi kekentalan semakin rendah
fluiditas logam cair. Kekentalan juga sangat dipengaruhi oleh
temperatur.
3. Tegangan permukaan. Semakin tinggi tegangan permukaan
semakin menurun fluiditas logam cair. Lapisan oksida film yang
muncul pada permukaan logam cair menurunkan fluiditasnya.
4. Inklusi/partikel. Inklusi adalah partikel asing yang tidak larut dalam
logam cair
Kesalahan dalam memahami perilaku logam cair, terutama saat melakukan
penuangan logam cair tersebut ke dalam cetakan akan mengakibatkan ketidaksempurnaan
hasil coran. Aliran logam cair menghasilkan efek turbulensi yang harus dihindari seperti
pada Gambar 6.


Gambar 6. Turbulensi permukaan logam cair

Parameter pengecoran yang berpengaruh terhadap fluiditas antara lain:
1. Desain cetakan/mold. Desain dan ukuran komponen cetakan seperti
cawan tuang/cup, saluran turun/sprue, saluran pengalir/runners dan
saluran penambah/riser dan saluran masuk/ingate berpengaruh
terhadap fluiditas.
2. Bahan cetakan dan karakteristik permukaanya.Semakin tinggi
konduktifitas panas dan kekasaran permukaan cetakan semakin rendah
fluiditas. Pemanasan awal cetakan mampu meningkatkat fluiditas.
3. Derajat pemanasan lanjut (superheat) logam. Pemanasan lanjut di atas
temperatur leleh logam yang bertujuan menunda solidifikasi/pembekuan.
4. Laju penuangan logam cair. Semakin lambat laju penuangan ke dalam
cetakan semakin rendah fluiditas sebab mempercepat terjadinya
pendinginan.
5. Perpindahan panas. Meskipun aliran panas antara logam cair dengan
dinding komponen cetakan pada lokasi yang berbeda memiliki fenomena
perpindahan panas yang kompleks tetapi semakin tinggi temperatur
maka kekentalannya semakin menurun. Perpindahan panas yang tidak
terkontrol dengan baik akan menyebabkan terjadinya cacat coran
seperti chilling dan misrun. Gambar 7 menunjukkan distribusi
perpindahan panas pada proses pengecoran logam.




















Gambar 7. Perpindahan panas dari logam cair-dinding cetakan-udara luar selam proses
pembekuan/solidifikasi

Terjadi dua penurunan temperatur (temperature drop) T pada antarmuka udara luar-
dinding cetakan dan antarmuka dinding cetakan-logam cair

Logam akan mengalami susut-kembang atau shrinkage selama proses solidifikasi dan
pendinginan. Shrinkage adalah gejala berubahnya ukuran hasil coran yang kadang

T
e
m
p
e
r
a
t
u
r

T
cair
T
ruang
T antar muka logam
dan dinding cetakan
T antar muka dinding
cetakan dengan udara luar
Jarak dari/ke dinding cetakan

Udara
luar
Cetakan Fase
logam
padat
Fase
logam
cair
menyebabkan retak/cracking pada produk coran. Shrinkage ini muncul karena hasil dari
beberapa fenomena antara lain:
a. Konstraksi logam cair yang mengalami pendinginan saat proses
solidifikasi
b. Konstraksi logam saat terjadi perubahan fase cair menjadi padat
(kondisi kritis di daerah mushy)
c. Konstraksi logam yang telah beku akibat temperature drop tiba-
tiba terhadap lingkungan atmosfir/udara luar

Frekuensi kemunculan terjadinya shrinkage banyak ditemukan saat proses pendinginan
logam coran. Selain shrinkage, produk coran juga sering mengalami cavity atau mengandung
porositas yang tinggi dan merupakan salah satu dari cacat coran yang harus dihindari.


IV. Cacat Hasil Coran
Cacat hasil coran telah diberi nama dan dikategorikan dalam tujuh kelompok
jenis cacat oleh International Commitee of Foundry Technical Associations/ICFTA. Tujuh
kategori jenis cacat coran adalah:
A. Metallic projections.
B. Caviti
C. Diskontinyuitas
D. Permukaan defective.
E. Coran incomplete.
F. Ukuran/bentuk tidak tepat.
G. Inclusions.
Hasil coran sering terlihat sempurna secara makro tetapi kenyataanya muncul cacat-cacat
tersebut terutama kaviti dan cacat permukaan serta inklusi gas. Gambar 8 menunjukkan
contoh cacat coran yang sering terjadi.



Gambar 8. Cacat coran kaviti dan inklusi


Cara umum mengidentifikasi penyabab cacat coran mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:


Gambar 9 merinci kemunculan cacat-cacat coran yang bisa disebabkan oleh faktor bahan,
mesin/alat, manusia dan cara/teknik mengecor.

Gambar 9. Diagram tulang ikan kelompok penyebab cacat tuang

Agar diperoleh hasil coran yang sempurna maka perlu memperhatikan teknik
pengecoran yakni melakukan praktek dan memperhatikan desain cetakan serta perilaku
logam coran.


BAB II. TEKNIK PENGECORAN LOGAM

Materi pada bab pendahuluan telah diulas pentingnya memahami dasar teori
karakteristik dan perilaku fisika bahan coran dan kelompok proses pengecoran serta
cacat coran. Juga disebutkan bahwa selain teori dasar, hasil praktek pengecoran juga
berpengaruh terhadap hasil/produk coran. Teori solidifikasi, ukuran dan perencanaan
cetakan dan cara penuangan logam coran akan dibahas lebih lanjut pada bab ini. Pada
bab ini akan dibahas mengenai teknik pengecoran logam kelompok proses pengecoran
cetakan pasir.

1. Proses pengecoran permanen dan non-
permanen
Pengelompokkan teknik pengecoran berdasarkan jenis cetakan (Gambar 9) adalah 1).
Cetakan permanen dan 2) cetakan non permanen. Cetakan permanen digunakan untuk
pengecoran skala produksi massal dan digunakan berulang-ulang. Cetakan terbuat dari
bahan logam. Sedangkan kelompok cetakan non-permanen digunakan sekali pakai untuk
kelompok produksi yang terbatas. Kelompok cetakan non-permanen yang sampai saat ini
digunakan adalah cetakan pasir.


Gambar 9. Kelompok proses pengecoran berdasarkan jenis cetakan dan gambar
konstruksi utama cetakan






Tabel 1. Keuntungan dan kekurangan jenis proses pengecoran


















Gambar Desain taper

















Tabel shrinkage yang dijinkan (mm/m) untuk jenis logam







Contoh hasil coran investment











Cetakan permanen: Die casting
Proses pengecoran menggunakan cetakan tekan. Penekanan logam cair agar masuk
kedalam cetakan dalam waktu yang singkat dibantu oleh sistem penekan hidrolis.







Contoh hasil coran die casting



Aspek ekonomi: biaya-waktu-kualitas

Cetakan pasir adalah paling murah biayanya tetapi kapasitas produk sangat
terbatas (< 20 coran per hari).


Gambar manifold hasil cetak pasir kualitas tinggi




Gambar rumah lonceng/bel hasil cetak pasir yang belum dikenai proses finishing




2. Parameter Teknik Pengecoran

Meliputi teori dasar untuk menentukan dan merencanakan desain cetakan.

A. Kecepatan kritis penuangan





Cara mencegah : desain saluran-saluran cetakan












B. Waktu solidifikasi
Waktu solidifikasi adalah merupakan fungsi daro volume benda coran terhadap luas
permukaannya, dan dinyatakan dalam Persamaan berikut.

t = C(V/A)
2
Konstanta C adalah merefleksikan bahan cetakan, sifat logam cor, dan temperatur yang
memiliki harga kurang dari 1.






Contoh soal:

Three pieces being cast have the SAME volume (volumenya sama) but different shapes
(bentuknya berbeda) yakni sphere (bola), cube (kubus) and cylinder (silinder). Benda
coran yang mana will solidify the fastest (tercepat) and which one the slowest?

Solution:
Volume bola=kubus=silinder ditulis 1.
Waktu solidifikasi, t =C (V/A)
2
, karena ukuran cor sederhana maka konstanta C=1. dari
persamaan t yang berbeda dari ketiga benda coran itu adalah luas permukaannya yakni
masing-masing:


Bola: V=(4/3)r
3
diperoleh nilai jari-jari bola r =(3/4)
1/3
dan luas permukaan bola A=4r
2
,
sehingga nilai r disubstitusikan dan luas permukaan bola menjadi A =4(3/4)
2/3
=4,84

Kubus: V =a
3
, a=1 dan luas permukaan kubus memiliki 6 bidang luas, A=6a
2
=6

Silinder: V=r
2
h=2r
3
dan r =(1/2)
1/3
dan luas permukaan silinder A=2r
3
+2rh =6r
2

selanjutnya disubstitusikan nilai r dan diperoleh A =6(1/2)
2/3
=5,54.

Dari 3 benda coran yang volumenya sama ternyata waktu solidifikasi masing-masing
adalah t
bola
=1/4,84 =0,043; t
kubus
=1/6 =0,028 dan t
silinder
=1/5,54=0,033. J adi bentuk
coran kubus memiliki waktu beku atau solidifikasi paling cepat dan bentuk coran
bola paling lambat mengalami pembekuan.


C. Desain dan ukuran saluran saluran cetakan
(baca dan pelajari semua perhitungan-perhitungan di buku Tata Surdia-Teknik Pengecoran
Logam)




BAB III. Perbaikan dan Pemeriksaan
Hasil Coran
(baca dan pelajari semua penjelasan di buku Tata Surdia-Teknik Pengecoran Logam)





















Practices make the best
Teori saja tidak cukup tanpa praktek
WWW.07MET.TK
Casting & Working of Metals Lab Manuals
PRACTICAL # 2
PRACTICE FOR MAKING SAND MOLDS USING DIFFERENT
PATTERNS
Overview:
Silica sand (SiO
2
) is used more commonly for making castings than any other molding
materials. It is relatively cheap, and has sufficiently refractoriness even for steel foundry
use. A suitable bonding agent (clay or molasses) is mied !ith the sand" miture is
moistened !ith !ater to develop strength and plasticity and to make the aggregate
suitable for molding. #he resulting sand miture is easily prepared and molded around
various shapes to give satisfactory casting of almost any metal.
#he fundamentals of mold making are simple, but epert hand molding re$uires much
skill and practice. %roduction line !ork is done today by machine molding, in !hich
nearly all operations are automatic. #he skilled molder is replaced by a relatively
untrained machine operator.

Equipmen:
A. &lask or 'olding (o
(. )ammer
*. )iddle
+. ,ooden or Steel (oard
-. +ifferent %atterns
&. +ra! spikes
C!emi"#$% & M#eri#$%:
'olding Sand, .raphite %o!der, 'olasses
WWW.07MET.TK
Casting & Working of Metals Lab Manuals
Pr'"e(ure:
/. &irst of all place the !ooden or steel board (bottom board) on the table or floor.
2. %lace the drag0half of the flask on the bottom board and position drag0half of the
pattern in it.
1. Sprinkle some amount of graphite po!der in the flask and over the pattern to produce
smooth surface finish. It also acts as a parting agent.
2. 3o!, fill the drag0half of the flask !ith molding sand keeping the pattern in position.
4. )am the molding sand in the flask !ith the help of a rammer.
5. *ontinue adding and ramming the sand until it is densely packed in the flask.
6. ,hen the flask is properly rammed, then use a metal strip to remove ecess sand
from the upper surface.
7. 3o!, place a second flat board upside do!n on the mold and flask, clamp it and over
turn the !hole.
8. )emove the first bottom board !hich is no! on top and sprinkle some amount of
graphite po!der (parting po!der) on the surface of mold to finish it.
/9. 3o!, position the cope0half of the flask over drag and also the cope0half of the
pattern.
//. %lace t!o rods vertically on either sides of the pattern, at a suitable distance, to
produce pouring basin and risering system.
/2. &ill the cope0half !ith molding sand keeping the pattern and rods in position.
/1. )am the molding sand in the flask !ith the help of a rammer.
/2. *ontinue adding and ramming the sand until it is densely packed in the cope.
/4. ,hen the flask is properly rammed, then use a metal strip to remove ecess sand.
/5. 3o!, remove the rods from the cope0half and as a result holes for spruce and riser
!ill be produced.
/6. Separate cope and drag portions of the flasks from each other, use dra! spikes to
remove the pattern from the mold.
/7. *ut the in0gates in the mold and again sprinkle some amount or graphite po!der over
the surface of mold to finally finish it.
/8. If necessary, position the cores in the cavity of the mold and close the mold again by
placing cope again atop the drag.
29. #he mold is ready for pouring.

You might also like