You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Saat ini tindak pidana kekerasan seksual merupakan kejahatan yang cukup mendapat
perhatian di kalangan masyarakat. banyak sekali pemberitaan di media massa baik cetak
maupun elektronik memberitakan kejadian tantang kekerasan seksual. Jika mempelajari
sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai
suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia
itu sendiri, kejahatan pemerkosaan, dan pencabulan akan selalu ada dan berkembang setiap
saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya. Tindak pidana
kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan
dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih
memegang nilai tradisi dan adat istiadat.
Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan, korbanya
bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak
bahkan balita. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan
keluarga sendiri dan orang-orang sekitarnya.
Semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual di Indonesia, Komnas Perlindungan
Anak (Komnas PA) yang diketuai oleh Arist Merdeka Sirait mengangkat wacana Darurat
Nasional Kekerasan Seksual Pada Anak dia mengatakan perang terhadap kekerasan seksual
pada anak.
Kejahatan seksual bagi korbanya adalah kejahatan yang dilakukan seumur hidup, dimana
korbanya mengalami trauma yang berkepanjangan apa lagi yang jadi korbanya adalah anak-
anak, yang merupakan generasi penerus bangsa.
Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal sebagai penduduk yang ramah, sopan, dan
memiliki budaya yang diakui dunia kini sudah terkikis, dengan makin banyaknya kekerasan,

2

pemerkosaan, konflik dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, ras, budaya
dan suku.
Dari rentetan kejadian tersebut, apakah sudah sedemikian rendahnya moral dan etika
serta norma bangsa ini, masyarakat sudah tidak merasakan kenyamanan dan keamanan di
lingkunganya sendiri karena bahaya kriminalitas sudah mengancam, bahkan lingkungan
keluarga yang sebagai sandaran hidup sudah mulai tidak aman lagi, serta sekolah-sekolahpun
demikian sduah tidak aman . contohnya pada kasus TK swasta internasional yang nyata-nyata
keamanannya paling lengkap saja bisa dibobol oleh jaringan pedofilia. pemerintah sebagai
pemangku kebijakan seolah tidak berdaya menghadapi masyarakatnya yang sudah krisis
moral, pemerintah seakan-akan membiarkan para pelaku kejahanan seksual dihukum dengan
hukuman yang ringan dan tidak adanya solusi untuk menghindari kejadian tersebut terulang
kembali.
Dari latar belakang diatas penulis tertarik mengambil judul TAHUN 2013-2014
RAWAN TERJADI KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK, SERTA ANCAMAN PARA
PEDOFILIA

B. Identifikasi Masalah
a. Apa yang menjadi dasar tahun 2013-2014 rawan terhadap kekerasan seksual pada anak.
b. Apa itu Pedofilia, serta seberapa besar ancamannya terhadap anak-anak.
c. Bagaimanakah cara untuk menghindari kejahatan seksual kepada anak.
d. Bagaimanakah kejahatan seksual pada anak dalam kajian etika, norma dan moralitas.

C. Maksud Dan Tujuan
a. Untuk mengetahui tingkat ancaman nasional terhadap kekerasan seksual pada anak di
tahun 2013-2014.

3

b. Untuk mengetahui pengertian Pedofilia, dan Tingkat ancamannya terhadap generasi
muda.
c. Untuk mengetahui cara menghindari kejahatan seksual yang terjadi di lingkungan kita.
d. Untuk mengetahui kajahatan seksual dalam kajian etika, norma dan moralitas.


















4

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

D. Tahun 2013 Rawan Dengan Kekerasan Seksual Pada Anak
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus perkosaan terus melonjak di Indonesia. Pada
Januari 2013 tepatnya hingga 25 Januari 2013 sudah terjadi 25 kasus perkosaan dan dua kasus
pencabulan. Jumlah korbannya sebanyak 29 orang dan jumlah pelaku mencapai 45 orang.
Tragisnya pada Januari 2013 ini terjadi lima kasus perkosaan massal, tiga di antaranya
dilakukan sejumlah pelajar terhadap gadis teman sekolahnya. Di Tegal, Jawa Tengah,
misalnya, seorang siswi Madrasah Tsanawiyah diperkosa tujuh teman lelakinya pada 16
Januari. Setelah diperkosa, korban ditinggalkan begitu saja dalam keadaan tak sadarkan diri di
sebuah gubuk. Data Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan sebagian besar korban
perkosaan berusia 1-16 tahun sebanyak 23 orang dan usia 17-30 tahun sebanyak enam orang.
Sedangkan pelaku perkosaan berusia 14-39 sebanyak 32 orang. Pelaku berusia 40-70 tahun ada
12 orang. Lokasi perkosaan sebagian besar terjadi di rumah korban (21 kasus) dan enam kasus
terjadi di jalanan. Data ini menunjukkan rumah sendiri ternyata tidak aman bagi korban. Sebab
dalam kasus ini, pelaku perkosaan terdiri dari tetangga delapan orang, keluarga atau orang
dekat tujuh orang, teman empat orang, ayah kandung tiga orang dan ayah tiri dua orang orang.
Jawa Barat menempati urutan pertama daerah rawan perkosaan di sepanjang Januari dengan
delapan kasus. Selanjutnya, Jakarta lima kasus, Jawa Tengah lima kasus dan Jawa Timur tiga
kasus. IPW mendata, maraknya angka perkosaan ini karena semakin mudahnya masyarakat
mengakses film-film porno, baik melalui internet maupun lewat ponsel. Sebab sebagian besar
pelaku perkosaan kepada polisi mengaku mereka melakukan aksinya karena terangsang setelah
melihat film-film porno. Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai lembaga hukum di
Indonesia tidak berfungsi dengan baik. Para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim tidak
menjalankan tugasnya dengan baik, terutama dalam menghukum pelaku perkosaan sehingga
tidak ada efek jera. "Ketika satu kasus perkosaan tidak dengan cepat diungkap dan dituntaskan
oleh polisi, kasus itu akan menjadi tren di kalangan pelaku. Hal ini terlihat dari kasus
perkosaan massal yang dilakukan para pelajar. Di tahun 1980-an, Jakarta juga pernah dilanda

5

tren perampokan yang disertai perkosaan," ujar Neta, Senin (28/1). Redaktur: Djibril
Muhammad, Reporter: Ani Nursalikah
Komnas Anak: Kekerasan Seksual terhadap Anak Sudah Darurat
Komisi Nasional Perlindungan Anak, Senin (28/4) menyatakan kekerasan seksual terhadap
anak di Indonesia sudah sangat darurat dan mengancam dunia anak.

Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia mengatakan kejahatan seksual saat ini
mengancam dunia anak (foto: ilustrasi).

JAKARTA Kasus pedofilia yang sedang ramai disorot media di Jakarta International
School (JIS) menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual pada anak-anak di bawah
umur yang terjadi di Indonesia.

Namun tidak hanya di Jakarta, kasus serupa juga menimpa 11 pelajar di Medan, yang
dilakukan oleh gurunya yang merupakan warga negara Singapura. Juga di Tenggarong,
Kalimantan Timur, seorang guru melakukan sodomi kepada muridnya. Bahkan di tahun 2010
lalu, kasus pedofilia yang disertai kasus pembunuhan dan mutilasi menimpa empat belas anak
jalanan di Jakarta. Pelakunya adalah Babe Baikuni yang dikenal dengan sebutan 'Babe'.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait hari Senin (28/4)
mengatakan kejahatan seksual yang terjadi sekarang ini sedang mengancam dunia anak. Hal ini
kata Arist perlu disikapi serius oleh berbagai pihak khususnya pemerintah.
Menurutnya, situasi kejahatan seksual terhadap anak sudah sangat darurat. Kejahatan
seksual lanjutnya sekarang tidak hanya terjadi di luar rumah tetapi ada juga yang terjadi di

6

dalam rumah di mana predatornya adalah orangtuanya sendiri, paman, kakak dan juga orang
tua tiri.

Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi Nasional Perlindungan Anak setiap hari, 60
persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Untuk itu tambahnya perlu adanya tim
reaksi cepat perlindungan anak di sekolah, di lingkungan tingat rukun tetangga (RT). Tim ini
perlu melibatkan peran serta masyarakat.

Selain itu, menurut Arist perlu juga adanya pengetahuan yang diberikan kepada anak
terkait masalah ini.

"Bahwa tempat kejadian setelah rumah adalah sekolah . Sekolah bisa melakukan
simulasi-simulasi bagaimana mengajarkan anak misalnya apa yang tertutup di balik baju , anak
diberikan pengetahuan yang cukup, bahwa hanya bisa disentuh oleh tiga orang yaitu dirimu
sendiri, ibumu dan dokter, dokter juga harus didampingi. Kemudian mengajarkan berani
berteriak mengatakan tidak," papar Arist Merdeka Sirait.

Banyak kasus pedofilia di Indonesia menunjukan anak-anak rentan menjadi korban.
Lemahnya kendali sosial masyarakat dituding menjadi penyebab maraknya kasus pedofilia.
Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara mengatakan
penegakan hukum pada pelaku kejahatan seksual pada anak masih sangat lemah. Menurutnya
pelaku seharusnya mendapatkan hukum yang lebih berat.

Ronny menjelaskan, "Pasal 292 KUHP itu pun mengandung kelemahan yang diatur
hanya orang dewasa membujuk anak. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dihukum
berat karena menghancurkan anak itu, masa depannya, sekolahya, trauma psikologis. Psikis.
Jadi yang perlu diatur betul-betul penagakan hukumnya harus benar-benar dilakukan."

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri mencatat sepanjang
tahun 2013 sekurangnya terjadi 1600 kasus asusila mulai dari pencabulan hingga kekerasan
fisik pada anak-anak.

7


Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto
mengatakan polisi serius dalam mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Terkait
kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Jakarta International School, Rikwanto
menyatakan bahwa polisi masih terus menyelidiki kasus ini.

Diindikasikan tambahnya ada korban lain dalam kasus kekerasan di JIS dan pelakunya
pun akan bertambah.

"Nanti mengarahnya bisa terjadi ke tenaga lain seperti tenaga pengajar, tenaga
administratif dan lain-lain karena masih ada korban korban lain yang secara mental belum
siap melapor tetapi indikasinya sudah ada," ujar Rikwanto.


E. Pengertian Kekerasan pada Anak Menurut Para Ahli
Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang
lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan,
kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik fiisk
maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala
bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua
tindakan merendahkan/meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap
hak-hak anak dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga untuk
mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas hukum.
Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari
orangtua. Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan

8

terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang
anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental.
Kekerasan adalah hal yang bersifat atau berciri keras yaitu perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau paksaan.
Secara spesifik yang dimaksud kekerasan seksual adalah suatu prilaku seksual deviatif atau
menyimpang, merugikan korban dan merusak kedamaian di masyarakat.
Kekerasan Seksual adalah praktek seks yang dinilai menyimpang yang artinya praktek
hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bertentangan dengan ajaran dan
nilai nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku. Kekerasan ditunjukan untuk
membuktikan bahwa pelakunya memiliki kekuatan, baik fisik maupun non fisik. Dan
kekuatannya dapat dijadikan alat untuk melakukan usaha-usaha jahatnya. Kekerasan bisa
terjadi kapan saja, dimana saja, dalam hal apa saja, bahkan kekerasan bisa terjadi didalam
keluarga, tetangga atau lingkungan sekitar.
Bentuk kekerasan berbagai macam bisa dalam bentuk perkataan muapun perbuatannya,
Seperti yang di ungkapkan oleh Adelmann Robert J (1997:136) bahwa pelecehan seksual
adalah perhatian bersifat seksual yang tidak diinginkan seseorang (kebanyakan para wanita)
yang dialami dimana saja. Ini dapat meliputi ekspresi dan gerakan, seperti kerlingan mata,
kontak fisik yang meliputi cubitan, rabaan, komentar verbal, tekanan halus untuk melakukan
aktivitas seksual, sampai pada serangan seksual dan pemerkosaan
F. Penjelasan Undang Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus
kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-
Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan
generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

9

Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak
masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan
yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian,
pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak
dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya
dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara
hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula
dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal dan terarah.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus
berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,
mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan
terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki
nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras
menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin
dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi
perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :
a. Nondiskriminasi;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

10

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran
masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau
lembaga pendidikan.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang
yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

11

Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

























12

BAB III
ANALISA DAN SOSIAL MASALAH

G. Study Kasus
1. Kasus Yang Menimpa RI
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan perkosaan yang menimpa RI, bocah 11
tahun, warga Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, belum menemukan titik terang. Kepala
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Jakarta Timur, AKBP Muhammad Saleh,
mengatakan, polisi kesulitan mengungkap kasus ini. Kesulitan itu, kata Saleh, disebabkan
sejumlah faktor antara lain kondisi korban yang hingga kini masih koma, serta minimnya
informasi dari orangtua dan keluarga korban.
"Belum jelas TKP (Tempat Kejadian Perkara)-nya, orangtua ditanya lokasi kejadian
bilang nggak tahu, semuanya nggak tahu, kondisi korban juga belum bisa diminati
keterangannya," ujar Saleh kepada Kompas.com, Jumat (4/1/2013). Informasi yang diberikan
ayah korban, L (54) serta tetangganya tersebut, lanjut Saleh, bukan termasuk Laporan Polisi
(LP). Sehingga, kepolisian mengkategorikan informasi itu sebagai Laporan Pendapatan.
Kepala Sub Bagian Kepolisian Resort Jakarta Timur, Kompol Didik Haryadi
menambahkan, sebuah laporan pendapatan, memiliki kekuatan hukum yang cukup bagi polisi
untuk bertindak. Atas dasar itulah, pihak kepolisian telah melakukan berbagai tindakan.
"Kemarin kita sudah mendatangi rumah sakit untuk mengecek kondisi korban. Selain itu kita
juga telah koordinasi dengan pihak rumah sakit untuk meminta laporan medik," ujar Didik.
Didik menegaskan Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur berkomitmen untuk mengawal
kasus tersebut. Pihaknya juga telah mengirimkan surat permohonan visum ke Rumah Sakit
Umum Pusat Persahabatan (RSUPP) yang hasilnya akan keluar dalam tiga hari.
RI adalah puteri bungsu dari enam bersaudara pasangan suami istri A (50) dan L (54).
Mereka tinggal di lapak pemulung di Cakung, Jakarta Timur. Kondisi bocah yang duduk di
kelas 5 SD itu dalam dua bulan terakhir menurun drastis. Dia bahkan sempat mengalami

13

kejang dan mengalami penurunan suhu tubuh. Pada 29 Desember 2012 lalu, kondisi RI
semakin menurun hingga akhirnya dibawa ke bagian Intensive Care Unit (ICU) RSUPP. Saat
dokter melakukan penanganan pertama, ditemukan luka lama tak tertangani pada area
kemaluannya. "Pas anak saya masuk dan diperiksa, katanya ada yang melakuin. Anak ibu
sudah nggak suci lagi, gitu katanya," ujar ibunda saat memberikan testimoni kepada sejumlah
wartawan di RS Persahabatan, Kamis (3/1/2013). Ervan Hardoko

2. Nonton Film Porno, Siswa Madrasah Perkosa Pacarnya
TEMPO.CO, Purbalingga - Seorang pelajar Madrasah Tsanawiyah berinisial Rs, 16
tahun, warga Desa Karangsari Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah memperkosa
teman sebaya yang juga pacarnya, SP, 15 tahun, siswa SMP. Setelah melakukan perbuatan
bejatnya, dia membunuh SP, warga Desa Kalicupak Kidul Kecamatan Kalibagor Kabupaten
Banyumas.
Dari hasil visum memang alat vital korban mengalami kerusakan akibat pemaksaan,
ujar Kepala Kepolisian Resor Purbalingga, Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo, Senin, 21
Januari 2013. Dari hasil pemeriksaan, Rs mengaku sering menonton film dan melihat gambar
porno di Internet. Meski baru berkenalan sebulan dengan korban, dia mengaku sudah berniat
melakukan hubungan intim dengan korban, katanya.
Ferdy mengatakan, pembunuhan dilakukan Jumat, 18 Januari 2013, tapi baru dilaporkan
esoknya. Sedangkan tubuh korban ditemukan polisi pada Ahad malam pekan lalu dan
tersangka ditangkap malam itu juga. Keluarga korban melaporkan kehilangan anaknya
karena tak pulang selama dua hari, katanya. Jenazah korban ditemukan petugas di tempat
sampah belakang rumah tersangka, dengan kondisi tertutup kain seprai dan tertimbun sampah.
Menurut Ferdy, berdasarkan keterangan tersangka, pembunuhan itu diawali cekcok
antara tersangka dan korban di rumah tersangka. Rs kemudian memukul dan mencekik korban
hingga meninggal. Sebelum membunuh korban, tersangka mengaku sempat melakukan
hubungan intim, katanya.

14

Semula tersangka menyimpan jenazah pacarnya yang sudah dibungkus kain seprai di
gudang rumahnya. Pada malam hari dia membuang tubuh korban di tempat sampah. "Kami
masih menyelidiki kebenaran keterangan tersangka ini dengan hasil visum et repertum.
Terutama mengenai kejadian hubungan intim, ujar Ferdy. Pembunuhan itu membuat tetangga
korban marah. Warga mendatangi rumah tersangka dengan dua unit mobil bak terbuka. Mereka
merusak rumah orang tua tersangka. Polisi tidak bisa mencegah perusakan itu. (Aris
Andrianto, 21/1)
Dengan berbagai kasus yang terjadi dari tahun 2012 sampai januari 2013 dengan kerban
yang terus meningkat setiap tahunnya, penulis setuju dengan yang di ucapkan oleh ketua
komnas perlindungan anak Arist Merdeka Sirait bahwa Negara Indonesia menyatakan perang
terhadap para pelaku pemerkosaan dengan Darurat Nasional Kekerasan Seksual Pada Anak
dan menuntut pemerintah harus serius dan tegas dalam menindak para pelaku pemerkosaan.
3. Kasus Pelecehan Siswa TK JIS - Pelaku Diduga Idap Kelainan Psikis

JAKARTA Polisi terus berupaya mengungkap kasus pelecehan seksual yang menimpa
M, siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS). Dua tersangka yang
kini ditahan diduga memiliki kelainan seksual.
Hal itu diketahui setelah polisi melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap dua pelaku,
yakni Agun dan Firziawan. Punya penyakit psikis dan masuk dalam golongan homoseksual,
tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Jakarta kemarin.

Dua tersangka tersebut telah mengakui perbuatannya. Menurut Rikwanto, Agun dan
Firziawan ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti ada bakteri di anus korban yang identik
dengan kedua pelaku berdasarkan uji laboratorium. Kedua tersangka mengakui melakukannya
(pelecehan) pada 20 Maret di toilet sekolah, jelasnya.

Jadi modusnya para tersangka yang merupakan petugas kebersihan itu mengamati
aktivitas siswa sehari-hari seperti yang buang air kecil atau sekadar cuci tangan. Mereka amati
siapa yang bisa diperdayai, paparnya. Akhirnya M pun menjadi korban mereka karena dinilai
lemah.

15


Kemarin siang Polda Metro Jaya juga menetapkan satu tersangka lain, yaitu Afriska.
Tersangka yang berjenis kelamin perempuan ini tidak ditahan karena belum cukup bukti. Dia
hanya dikenai pasal turut serta. Dia hanya mengetahui, tapi tidak melapor, kata Rikwanto.
Sementara dua orang yang masih diperiksa intensif adalah Zainal dan Anwar. Keduanya sejauh
ini masih berstatus sebagai saksi.

Untuk mengungkap kasus tersebut, polisi juga telah memeriksa pihak sekolah elite
tersebut. Kita panggil pihak sekolah untuk mengetahui bagaimana perekrutan dan
pengamanannya, katanya. Polisi juga meminta bantuan pihak sekolah untuk mencari
kemungkinan adanya pelaku lain atau korban lain. Karena pelaku sudah lama bekerja di
sekolah tersebut, yakni sekitar satu tahun.

Pihak outsourcing yang menyuplai para pekerja tersebut juga akan diperiksa. Kita
sedang dalami proses outsourcing yang menyuplai pekerja apakah diperiksa masalah
kejiwaannya atau tidak, tegasnya. Selain itu, penyidik juga akan kembali menggali keterangan
korban yang masih berusia 5 tahun. Metode pemeriksaan korban tidak bisa disamakan dengan
orang dewasa.

Menurut Rikwanto, pengakuan yang didapatkan oleh penyidik dari korban masih
berubah-ubah. Penyidik harus mencerna bahasa anak untuk dijadikan sumber keterangan. Ini
anak TK, kita ingatkan kembali, kita buat dia nyaman dahulu, kita ajak dia bermain dan pelan-
pelan agar bisa berbicara, jelasnya.

Seperti diberitakan, M, murid TK di JIS, diduga menjadi korban kekerasan seksual. Ibu
korban, T, menduga pelaku merupakan petugas kebersihan di sekolah tersebut dan lebih dari
dua orang. Ibu korban melaporkan dugaan kekerasan seksual terhadap anaknya ke Polda Metro
Jaya berdasarkan Laporan Polisi Nomor: TBL/ 1044/III/2014/PMJ/ Ditreskrimum tertanggal
24 Maret 2014 terkait dugaan pelanggaran Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.


16

Kuasa hukum korban Andi M Asrun menegaskan, pihak sekolah sudah terbuka terhadap
kliennya. Bahkan sekolah menawarkan bantuan dalam bentuk apa pun. Selain itu, dua pelaku
yang ditangkap sebenarnya tidak terdaftar sebagai karyawan yang diperuntukkan bagi sekolah
tersebut.

Keduanya dibilang adalah sebagai karyawan pengganti dan namanya tidak ada di dalam
daftar karyawan yang diajukan oleh pihak outsourcing, tegasnya. Dia berharap, pihak
kepolisian segera menangkap pelaku lain yang diduga ikut menggilir korban. Karena dari hasil
uji laboratorium ditemukan bakteri yang sama dengan pelaku lain.

Mengkhawatirkan

Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan
hingga pertengahan April 2014 pihaknya telah mendapat 239 laporan adanya kasus kekerasan
terhadap anak di Ibu Kota. Jumlah tersebut belum termasuk kasus yang tidak terlacak atau
sengaja tidak dilaporkan oleh orang tua korban. Kalau termasuk kasus-kasus yang tidak
terlacak mungkin angkanya bisa lebih, ujar Arist.

Dari jumlah tersebut, 52% merupakan kekerasan berbentuk seksual. Angka ini tentunya
sangat mengkhawatirkan bagi masa depan anak bangsa. Apalagi yang menjadi keprihatinan
kita sebagian besar kekerasan terhadap anak dilakukan orang dekat di lingkungan tempat
tinggal dan sekolah, lanjut Arist.

Dia menambahkan, pada 2013 laporan angka kekerasan kepada anak di Jakarta mencapai
666 kasus. Dari jumlah tersebut Jakarta Timur menyumbang kasus terbanyak mencapai 166
kekerasan. Di mana 68%- nya merupakan kasus kekerasan seksual, ucapnya. Sisanya di
Jakarta Utara terdapat 149 kasus, Jakarta Barat 127 kasus, Jakarta Pusat 118 kasus, dan Jakarta
Selatan 106 kasus. Jumlahnya hampir merata, tegasnya.

Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan mengatakan, Senin (15/4)
KPAI datang langsung berkunjung ke JIS yang berada di Jalan Tarogong, Jakarta Selatan.

17

Pihak sekolah dan keluarga korban juga sudah bertemu dan melakukan diskusi terkait kasus
yang terjadi. Dalam diskusi tersebut, pihak sekolah sudah bersedia bertanggung jawab dan
menyerahkan kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak kepolisian.

KPAI sendiri akan mengawal kasus ini dan meminta pihak kepolisian menerapkan Pasal
82 Undang-Undang Perlindungan Anak terkait pelecehan seksual terhadap anak dengan
hukuman maksimal 15 tahun penjara. Selain itu pihaknya akan menunggu apakah
kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus ini. Menurutnya, kasus ini akan lebih jelas
setelah dilakukan gelar perkara.

Selain itu, terkait dengan kondisi korban, pihaknya juga telah melakukan pendampingan
dengan berkomunikasi langsung bersama psikiater yang telah ditunjuk oleh keluarga.
Menurutnya, pihaknya akan memastikan apakah nantinya korban bisa kembali ke sekolah
tersebut atau justru dipindahkan. Kami masih menunggu saran dari psikiaternya, apakah ada
rekomendasi untuk dipindahkan atau tidak, tegasnya.

Selain itu, dari data yang dimiliki KPAI selama tahun 2013 ada 123 kasus kekerasan
seksual. Pembelajar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menuturkan, pelaku pada
dasarnya tertarik berhubungan seksual dengan orang dewasa. Karena susah ke yang dewasa,
maka mereka menyalurkannya kepada anak-anak, katanya.

Di luar negeri, mulai ada pihak yang mengampanyekan agar pedofilia tidak lagi dianggap
sebagai kelainan. Jika kampanye ini dibiarkan, suatu saat nanti pedofilia bisa saja akan
dianggap biasa seperti halnya homoseksual.

Dia meminta kepada penegak hukum untuk memberi mereka sanksi hukum yang berat,
sanksi sosial yang terlembagakan seperti public noticetentang pelaku atau tanda khusus pada
KTP dan tubuh pelaku. Mestinya sekolah juga sebagai lokasi yang paling aman dari kejahatan
seperti ini, sebutnya. Selain itu, para pelaku memilih anakanak sebagai korban karena mereka
berpikir sangat mudah diperdaya.


18

Efek Trauma Mendalam

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI)
Kemendikbud Lydia Freyani Hawadi mengatakan pelecehan seksual yang menimpa anakanak
berpeluang meninggalkan efek trauma mendalam. Terlebih si anak mendapatkan tekanan
secara psikis untuk menuruti perintah pelaku. Dia curiga kasus yang menimpa M bukanlah
satu-satunya yang terjadi.

Menurut dia, orang tua harus membekali anak mengenai pendidikan seks dini. Misalnya
anak diberi pengertian untuk organ intim (penting) tidak boleh dipegang oleh sembarangan
orang dan anak dibekali untuk berani melawan jika ada yang ingin bertindak tidak senonoh,
ujar Reni, panggilan akrab Lydia Freyani Hawadi.

Kasus ini merupakan pukulan bagi semua pihak. Bukan hanya sekolah, tetapi juga orang
tua. Harus sama-sama waspada terhadap anak. Sekolah sebagai tempat yang dititipi anak
seharusnya bisa bertanggung jawab. Bagaimana mereka bisa mempekerjakan pegawainya
hingga berbuat seperti itu, kata Reni.

helmi syarif/ dian ramdhani/ ratna purnamaDi sisi lain, sambung dia, orang tua juga
tidak boleh lepas tangan. Pembekalan di rumah sangatlah penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak. Orang tua harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Anak-anak harus
diberi pembekalan sehingga mereka bisa meningkatkan kewaspadaan di luar rumah, ucapnya.


H. Pedofilia dan Ancamannya Terhadap Generasi Muda
Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang
dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya
ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber
(umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus

19

minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat
diklasifikasikan sebagai pedofilia.
Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophilia ()pais (, "anak-
anak") dan philia (, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan",meskipun ini arti harfiah
telah diubah terhadap daya tarik seksual pada zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak"
atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi
preferensi mereka. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai
"gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak
pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini memiliki berbagai definisi
seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi, bahasa setempat, dan penegakan hukum.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia
adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan yang kuat dan berulang terhadap
dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak prapuber dan di mana perasaan mereka
memiliki salah satu peran atau yang menyebabkan penderitaan atau
kesulitan interpersonal. Pada saat ini rancangan DSM-5 mengusulkan untuk
menambahkan hebefilia dengan kriteria diagnostik, dan akibatnya untuk mengubah nama
untuk gangguan pedohebefilik. Meskipun gangguan ini (pedofilia) sebagian besar
didokumentasikan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut, dan
peneliti berasumsi perkiraan yang ada lebih rendah dari jumlah sebenarnya pada pedofil
perempuan.
[
Tidak ada obat untuk pedofilia yang telah dikembangkan. Namun demikian,
terapi tertentu yang dapat mengurangi kejadian seseorang untuk melakukan pelecehan seksual
terhadap anak. Di Amerika Serikat, menurut Kansas v. Hendricks, pelanggar seks yang
didiagnosis dengan gangguan mental tertentu, terutama pedofilia, bisa dikenakan
padakomitmen sipil yang tidak terbatas, di bawah undang-undang berbagai negara bagian
(umumnya disebut hukum SVP) dan Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Anak
Adam Walsh pada tahun 2006.
Dalam penggunaan populer, pedofilia berarti kepentingan seksual pada anak-anak atau
tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering disebut "kelakuan pedofilia." Misalnya, The
American Heritage Stedman's Medical Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau
fantasi pada dari pihak orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau

20

anak-anak." Aplikasi umum juga digunakan meluas ke minat seksual dan pelecehan seksual
terhadap anak-anak dibawah umur atau remaja pasca pubertas dibawah umur. Para peneliti
merekomendasikan bahwa tidak tepat menggunakan dihindari, karena orang yang melakukan
pelecehan seksual anak umumnya menunjukkan gangguan tersebut, tetapi beberapa pelaku
tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia, dan standar diagnosis klinis berkaitan
dengan masa prapubertas. Selain itu, tidak semua pedofil benar-benar melakukan pelecehan
tersebut.
Pedofilia pertama kali secara resmi diakui dan disebut pada akhir abad ke-19. Sebuah
jumlah yang signifikan di daerah penelitian telah terjadi sejak tahun 1980-an. Saat ini,
penyebab pasti dari pedofilia belum ditetapkan secara meyakinkan. Penelitian menunjukkan
bahwa pedofilia mungkin berkorelasi dengan beberapa kelainan neurologis yang berbeda, dan
sering bersamaan dengan adanya gangguan kepribadian lainnya dan patologi psikologis. Dalam
konteks psikologi forensik dan penegakan hukum, berbagai tipologi telah disarankan untuk
mengkategorikan pedofil menurut perilaku dan motivasinya.

Ketua BKSAP: Pedofilia Tragedi Nasional
ancam Anak Indonesia
Jum'at, 9 Mei 2014 - 08:22 WIB
Hidayatullah.comMunculnya banyak kasus korban pedofilia pasca kasus yang
terjadi di Jakarta International School (JIS) di Pondok Indah, Jakarta Selatan
menunjukkan peristiwa ini menjadi tragedi nasional.
Saya sangat prihatin, pedofilia adalah tragedi Nasional kekerasan seksual pada
anak-anak Indonesia, demikian ditegaskan anggota Komisi X DPR RI sekaligus Ketua
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Surahman Hidayat dalam
rilisnya hari Jumat.

21

Menurut anggota dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, kasus
ini tak ayal mengundang keprihatinan yang sangat mendalam dari berbagai kalangan di
seluruh Indonesia.
Menurutnya, ada masalah besar menyangkut sosial, psikologis, moral yang
terkadung di dalamnya. Masalah yang harus segera dicari solusi sebelum
menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa. Permasalahan kejahatan terhadap
anak seperti pembunuhan, pelecehan, perkosaan adalah sangat serius. Karena kecuali
dampak fisik, dampak psikologis trauma terhadap si korban sangat hebat, diderita
sepanjang hidupnya.
Kejahatan terhadap anak ini tergolong kejahatan luar biasa, dan harus dikenai
sangsi hukuman maksimal bagi para pelakunya, perlu dibuat hukuman alternatif
misalnya dengan pengkebirian kepada si pelaku dan yang paling tinggi adalah hukuman
mati, ungkap Surahman.
Surahman melanjutkan perlu kesadaran dan masyarakat wajib digugah akan
bahayanya kejahatan anak tersebut. Yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan
agama sejak dini, perlu di tanamkan soal wajibnya menutup aurat kepada anak-anak,
masyarakat harus di fahamkan tentang dosa besar perilaku kaum Luth.
Mengkampanyekan bahwa selain kasus-kasus seperti korupsi, terorisme, narkotika,
perlu menjadi perhatian pula soal kejahatan terhadap anak.
Informasi melalui jurnalisme media massa maupun blog layak untuk dijadikan
perhatian serius, yang mampu mengkampanyekan, mengawal, menginformasikan
segala hal berkaitan tentang kekerasan seksual yang dialami anak-anak, tutup
Surahman.
Mengutip catatan KPAI, jumlah kejahatan seksual terhadap anak, pada 2012 ada
463 kasus. Tahun berikutnya, yakni pada 2013 mengalami kenaikan 30 persen. Angka
tren kekerasan seksual terhadap anak yang mencemaskan. Data KPAI untuk kasus di
Jakarta pada kurun Januari-April 2014 saja telah tercatat ada 12 sekolah menjadi lokasi

22

kejahatan seksual yang berlangsung, jumlah total yang diperkarakan ada 85 kasus.
Angka ini dinilai sangat fantastis.
Anak adalah aset bangsa yang nantinya akan menjadi pewaris dan penerus
keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Jika generasi ini tak
dapat diselamatkan, bagaimana dengan nasib bangsa ini kelak.
Rep: Panji Islam
Editor: Cholis Akbar

Merujuk pada berita diatas bias kita simpulkan bahwasanya Banyak kasus pedofilia di
Indonesia menunjukan anak-anak rentan menjadi korban. Lemahnya kendali sosial masyarakat
dituding menjadi penyebab maraknya kasus pedofilia.
Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara mengatakan
penegakan hukum pada pelaku kejahatan seksual pada anak masih sangat lemah. Menurutnya
pelaku seharusnya mendapatkan hukum yang lebih berat. Sehingga dengan aturan itu maka
banyaknya kasus-kasus pedofilia atau kekerasaan lainnya marak dilakukan kepada anak-anak.

I. Cara Menghindari Kejahatan Seksual Pada Anak

Di sadari atau tidak akhir-akhir ini memeng marak di beritakan di media massa kasus-
kasus kekerasan seksual pada anak. Modus dan prilaku yang melakukan kekerasan tersebut
bermacam-macam. Sementara itu korban biasanya mempunyai perubahan sikap dari yang
tadinya periang menjadi murung. Korban juga tidak mau menceritakan kasus yang menimp
dirinya lantaran mendapat ancaman atau intimidasi dari pelaku. Selain itu dalam jangka
panjang, kondisi psikis korban mengalami gangguan.

Tidak menutupi kasus-kasus seperti ini menimpa keluarga kiat, untuk itu sebagai orang
tua mutlak meningkatkan kewaspadaan tersebut waspada pada keluarga, kerabat atau saudara,
teman atau tetangga karena tidak sedikit kasus kekerasan seksual pada anak di lakukan oleh
orang dilingkungan sekitar. Selain waspada perlu di lakukan pencegahan agar kasus tersebut
tidak terjadi. Pencegahan sejak dini yang perlu dilakukan diantaranya adalah :

23

1. Selalu memberitahukan kepada anak untuk tidak mudah menerima makanan atau uang dari
orang lain
2. Jika anak pergi bermain harus sepengaetahuan dan seizing orang tua, pengawasan orang tua
ketika anak bermain mutlak dilakukan
3. Pilih pakaian anak yang tidak mengundang rangsangan untuk melakukan tindakan pelecehan
seksual
4. Tidak melihat tayangan atau gambar yang bersifat pornografi pada anak
5. Jika sibuk sebaiknya anak dititipkan pada orang yang dipercaya misalnya orang tua dan
tidak sembarangan memberikan anak untuk diasuh orang lain tentunya masih banyak lagi
yang perlu dilakukan oleh orang tua untuk terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sebagai
orang tua satu hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui kondisi sosial lingkungan dan
perkembangan anak itu sendiri

J. Kejahatan Seksual Pada Anak Dalam kajian Etika, Norma Dan Moralitas
1. Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-
belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Jika kita melihat pada definisi kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang telah
diperbaharui (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), arti dari kata etika ialah:
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak);

24

Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

2. Norma
Norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.
Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Jadi secara
terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk
suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada
yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang
bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret.
Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal.
Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku
manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat
praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup
kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis.
Berikut ini adalah macam-macam norma:
Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, dan
anjuran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Para pemeluk agama mengakui dan
mempunyai keyakinan bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari Tuhan dan
merupakan tuntutan hidup ke arah jalan yang benar, oleh sebab itu harus ditaati oleh para
pemeluknya. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapatkan hukuman di akhirat
nanti.
Norma hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh negara dengan hukuman tegas dan
memaksa sehingga berfungsi mengatur ketertiban dalam masyarakat. Norma hukum
digunakan sebagai pedoman hidup yang dibuat oleh badan berwenang untuk mengatur
manusia dalam berbangsa dan bernegara. Hukuman yang dikenakan bagi pelanggarnya

25

telah ditetapkan dengan kadar hukuman berdasarkan jenis pelanggaran yang telah
dilakukan.
Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia. Peraturan
itu ditaati dan diikuti sebagai pedoman tingkah laku manusia terhadap manusia lain di
sekitarnya. Hukuman terhadap norma kesopanan berasal dari masyarakat yaitu berupa
celaan, makian, cemoohan, atau diasingkan dari pergaulan di masyarakat tersebut.
Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang datang dari hati sanubari manusia.
Peraturan tersebut berupa suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai
pedoman sikap dan perbuatan. Hukuman bagi pelanggaran terhadap norma kesusilaan
berupa penyesalan diri dan rasa bersalah.
3. Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis,
kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti
yaitu kebiasaan,adat.
Selain itu arti kata moral dapat kita temukan juga di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Makna moral berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) diantaranya:
(Ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb;
Akhlak; Budi pekerti; Susila
Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin,
dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita
memiliki dan daya tempur yang tinggi;
Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dr suatu cerita Selanjutnya moral dalam arti istilah
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik
atau buruk. Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah

26

yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah

4. Kekerasan Seksusal Pada Anak Dalam Kajian Etika, Norma Dan Moralitas
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku pemerkosaan merupakan pelanggaran
etika, norma dan moralitas yang terjadi di Negara bahkan didunia. Kejahatan seksual bisa
dikatakan kejahatan kemanusiaan yang amat biadab, karena korbanya akan menderita seumur
hidup dan trauma yang berkepanjangan apabila tidak adanya penenganan dari pihak-pihak
yang terkait.
Pelaku kejahatan seksual pada anak mencirikan mereka tidak mempunyai moral yang
biak, kerena anak adalah titipan dan amanah yang harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, dan Negara bahkan sampa tingkat dunia seperti yang tercantum didalam
Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Ini.
Dalam ajaran agama pun di ajarkan tentang perindungan yang amat penting terhadap
anak, betepa mulia dan berharganya kedudukan anak menjadikan anak adalah prioritas
terpenting bagi keberlangsungan kehidupan yang lebih baik, kalau generasi kita diperlakuakan
dengan kekerasan,dan trauma yang membawanya sampai dia dewasa maka kedepan anak-
anak bangsa ini tidak memiliki prioritas masa depan yang baik.








27

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Tahun 2013-2014 ancaman kejahatan seksual pada anak semakin meningkat, diawal
tahun ini Negara, masyarakat Indonesia bahkan dunia dikejutkan dengan makin maraknya
pemerkosaan, pelecehan seksual, dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku
bahkan sebelum dibunuh diperkosa terlebih dahulu.

Media massa baik cetak maupun elektronik semakin intens memberitakan tentang
kejadiankejadiaan yang pemerkosaan, kemanan dan kenyamananan sudah tidak lagi dirasakan
oleh masyarakat Indonesia apalagi yang mempunyai anak perempuan remaja bahkan balita
merasakan kecemasan akan keselamatan anak-anaknya.

Pemerintah selaku pemengku kebijakan mempunyai kewajiban melindungi warganya
terhadap berbagai ancaman dan teror yang menghantui masyarakat. Sesuai dengan undang
undang dimana Negara menjamin keamanan dan ketentaman setiap warganya, serta undang-
undang perlindungan anak , dimana Negara melindungi keamanan anak-anak Indonesia dari
bahaya-bahaya yang mengancam.

Keluarga diharapkan senantisa waspada dan lebih memperhatikan lagi akan menjaga
anak-anaknya, karena ancaman kejahatan seksual bisa terjadi dimana saja baik dari lingkungan
keluarga, bahkan masyarakar sekitar kita

2. Saran Dan Rekomensdasi
Pemerintah harus lebih tegas terhadap pelaku kasus pemerkosaan pada anak.

28

Perlunya pembinaan akhlak dengan mengadakan pengajian, dan kagiatan-kagiatan sosial
lainya bagi masyarakat untuk merubah prilaku-prilaku buruk yang meuncul dikalangan
masyarakat.
Sosialisasi dan perlindungan hukum bagi korban dalam memulihkan rasa traumnya
psikisnya dan anak kembali normal dalm lingkungan sosialnya.
Ruang-ruang public perlu diperketat lagi keamanannya agar menghindari pelecehan seksual.

















29

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah,Enung, 2010. Psikologi Perkembangan, Bandung: Pustaka Setia
Rahmat, Jalaluddin, 2008.Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosdakarya
http///www.kompas.co.id, diunduh , 22 Mei 2014
http///www. Republika.co.id, diunduh , 22 Mei 2014
http/www.tempo.co.id,diunduh, 22 Mei 2014
http://www.voaindonesia.com/content/kpai-kekerasan-seksual-terhadap-anak-sudah-
darurat/1902840.html, diunduh, 22 Mei 2014
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/09/21283/ketua-bksap-
pedofilia-tragedi-nasional-ancam-anak-indonesia.html, diunduh, 22 Mei 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia, diunduh, 22 Mei 2014
http://aswaggygirl.blogspot.com/2013/01/makalah-kekerasan-pada-anak.html, diunduh,
22 Mei 2014
http://www.merdeka.com/tag/k/kasus-pencabulan-di-jis/index8.html, diunduh, 22 Mei
2014

You might also like