You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuak
Tuak sering juga disebut arak, yaitu produk yang mengandung alkohol.
Bahan baku yang biasa dipakai adalah: cairan yang diambil dari tanaman
seperti nira dari pohon kelapa, aren dan pohon siwalan atau tal. Kadar alkohol
pada tuak berbeda-beda tergantung daerah pembuatnya. Arak yang dibuat di
pulau Bali dikenal dengan nama Brem Bali, mengandung alkohol yang
kadarnya cukup tinggi.
Tuak, disamping sebagai minuman juga merupakan bahan baku untuk
pembuatan gula dengan berbagai sebutan seperti gula aren atau gula merah atau
gula jawa karena orang Jawa memang lebih banyak memproses tuak menjadi
gula. Tuak merupakan sejenis minuman yang beralkohol yang berasal dari
fermentasi nira aren mengandung alkohol dengan kadar 4 % (Sunanto, 1993).

2.2. Absorbsi dan Distribusi alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diabsorbsi
melalui mukosa mulut dan epitel gastrointestinal dan sebagian besar (80%)
diabsorbsi di usus halus, sisanya diabsorbsi di kolon. Kecepatan absorbsi
tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang mengisi
lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan dimasukkan
dalam lambung yang kosong maka kadar puncak dalam darah telah dapat
dideteksi pada 30 - 90 menit sesudahnya (Zakhari, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan
cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90 - 98% alkohol yang diabsorbsi
dalam tubuh akan mengalami oksidasi, sedangkan 2 - 10%nya diekskresikan
tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian
kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu dan air ludah
(Darmono, 2000 ).
Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai
dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi
kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam telah tercapai keseimbangan kadar
alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak ( Zakhari, 2006 ).


2.3. Metabolisme Alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian
proses biokimia. Alkohol yang dikomsumsi 90%, diantaranya akan
dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH)
dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan
kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam
asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO
2
dan H
2
O. Piruvat, levulosa
(fruktosa), gliseraldehida dan alanin akan mempercepat metabolism alkohol
(Lieber, 1994)
Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur
peroksisom dan jalur mikrosom.

Universitas Sumatera Utara
a. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase.
Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol
dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan alkohol
dehidrogenase terutama terjadi di dalam hepar. Metabolisme alkohol oleh
ADH akan menghasilkan asetaldehid yang merupakan produk yang sangat
reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa
jaringan atau sel (Zakhari, 2006)
b. Jalur Peroksisom/Sistem Katalase
Melalui enzim katalase yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome)
hidrogen yang dihasilkan dari metabolism alkohol dapat mengubah keadaan
redoks, dan pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini
dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, yang
menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat
menghambat sintesa protein ( Zakhari, 2006)
c. Jalur Mikrosom
Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM (Sistem Oksidasi
Etanol Mikrosom). yang terletak dalam retikulum endoplasma. Dengan
pertolongan 3 komponen mikrosom ( sitokrom P-450, reduktase dan lesitin)
alkohol diuraikan menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006)




Universitas Sumatera Utara

ALKOHOL















Gambar 2. Metabolisme alkohol
Alkohol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian akan diubah
menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Pemakaian
alkohol yang lama akan menimbulkan perubahan pada metokondria, yang
menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua yang
tersebut diatas menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Perubahan pada
METABOLISME
MENGHAMBAT
SINTESA
PROTEIN
PERTUMBUHAN
JARINGAN
KOLAGEN
PERUBAHAN
METABOLISME
LEMAKDANKH
ASETAT
REDOKS
MENGECIL
ASETALDEHID HIDROGEN
ASETALDEHID
SITOSOL
ENZIMALKOHOL
DEHIDRGENASE
MIKROSOM
SITTOKROM
REDUKTASE
LESITIN
PEROKSISOM
ENZIMKATALASE
HIDROGEN
KERUSAKAN
STRUKTURSEL
MENINGKATKAN
PRODUKSIROS
Universitas Sumatera Utara
Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom yang disebabkan pemakaian alkohol
berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat-
obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan hyperlidemia (Lieber,
1994)
Reaktive Oxygen Species (ROS) dihasilkan secara alami dalam jumlah
kecil selama reaksi metabolisme tubuh dan dapat bereaksi dengan molekul
seluler dan kerusakan kompleks seperti lemak, protein, atau DNA. Alkohol
mempromosikan generasi dari ROS dan mengganggu mekanisme normal
pertahanan tubuh terhadap senyawa ini melalui berbagai proses, terutama di
hati. Alkohol juga merangsang aktivitas enzim yang disebut sitokrom P450,
yang berkontribusi pada produksi ROS. Lebih lanjut, alkohol dapat
mengubah tingkat logam tertentu dalam tubuh, sehingga memudahkan
produksi ROS ( Defeng, 2001)


2.4. Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sistem model, dan dengan
material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat
menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak,
karbohidrat dan nukleotida. Bila radikal bebas diproduksi in vivo atau in vitro
di dalam sel melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi
berbagai gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang
terbentuk dekat dengan DNA, maka bisa menyebabkan perubahan struktur
DNA sehingga bisa terjadi mutasi. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan
Universitas Sumatera Utara
nukleotida sehingga menyebabkan perubahan yang bermakna pada komponen
biologi sel. Bila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan
aktivitas enzim. Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak
membran sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan
cara:
a. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/atau reseptor
yang berada di membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-
komponen yang terdapat pada membran sel tersebut.
b. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan komponen membran
sel, sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan
fungsi membran dan/atau mengubah karakter membran menjadi seperti
antigen.
c. Radikal bebas mengganggu proses transportasi melalui ikatan kovalen,
mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak
polyunsaturated
Radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap
asam lemak polyunsaturated dinding sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi
fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur dan fungsi membran
(Slater, 1984). Sebagai tambahan adaptasi perubahan terhadap proteksi enzim-
enzim, stress oksidatif atau stress lain yang diketahui menyebabkan
meningkatnya produksi stress atau heat shock protein (HSP). Protein ini
adalah komponen penting dari respon proteksi seluler, Ini terjadi dalam sel-sel
darah ( Defeng, 2001)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Antioksidan Vitamin E
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan stres oksidatif. Antioksidan yang dikenal ada yang berupa
enzim dan ada yang berupa mikronutrien. Enzim antioksi yang dibentuk dalam
tubuh, yaitu super oksida dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase, dan
glutation reduktase. Sedangkan antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal
tiga yang utama, yaitu -karoten, vitamin C dan vitamin E. -karoten
merupakan scavengers, vitamin C penangkap superoksida dan radikal bebas
yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak
pada membran dan low density lipoprotein. Vitamin E yang larut dalam lemak
merupakan antioksidan yang melindungi poly unsaturated faty acids (PUFA)
dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas
(Hariyatmi 2007).
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi 4 tipe
(Hariyatmi 2007)
a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan
menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E
b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat
pemulung, misalnya vitamin C
Universitas Sumatera Utara
c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe
2+
,
misalnya flavonoid
d. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi
bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation peroksidase.
Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai berikut:
a. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal
b. Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif
c. Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi kurang toksik
d. Mencegah kemampuan oksigen reaktif
e. Memperbaiki kerusakan yang timbul.
Vitamin E (tokoferol), adalah vitamin yang larut baik dalam lemak yang
melindungi tubuh dari radikal bebas. Vitamin E sebagai antioksidan banyak
terlibat dalam proses tubuh dan beroprasi sebagai antioksidan alami yang
membantu melindungi struktur sel penting terutama membran sel termasuk sel
eritrosit dari kerusakan akibat adanya radikal bebas. Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai antioksidan dalam tubuh, vitamin E bekerja dengan caara
mencari, bereaksi dan merusak rantai reaksi radikal bebas (Frei 1994).
Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi
melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari
oksidasi radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak
muncul karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas dengan cara
menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal
bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme kerja vitamin E dalam mendonorkan ion hidrogen untuk
menetralkan atau mengurangi kadar lemak peroksida darah dimulai dengan
kerja -tokoferol radikal yang kemudian berubah menjadi -tokoferol
peroksida. Dari dua tocoferol radikal berubah menjadi tocoferol dimer dan
akhirnya menjadi tokokuinone yang oleh vitamin C dapat diregenerasi
kembali menjadi -tokoferol (Hariyatmi 2007).


2.6.Komponen Darah
Darah merupakan gabungan dari cairan plasma, sel-sel dan partikel
menyerupai sel, mengalir dalam arteri, kapiler, dan berfungsi untuk
mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa karbon
dioksida dan hasil limbah lainnya.
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma) yang
sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama
dalam plasma adalah albumin,protein lainnya adalah antibodi (immunoglobulin)
dan protein pembeku. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit,
lemak, gula, mineral dan vitamin.
a. Sel darah merah (eritrosit)
Merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya dibanding dengan dua
jenis sel lainnya dan dalam keadaan normal mencapai hampir separuh volume
darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
Universitas Sumatera Utara
jaringan tubuh dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
b. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan satu sel darah putih untuk
660 sel darah merah. Terdapat lima jenis utama dari sel darah putih yang
bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan
infeksi, termasuk menghasilkan antibodi diantaranya, neutropil, limposit,
monosit, eosinofil dan basofil.
c. Platelet (trombosit)
Merupakan partikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil dari
pada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme
perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul pada
daerah yang mengalami perdarahan dan selanjutnya akan mengalami
pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu
sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan dan menutup
pembuluh darah dan menghentikan perdarahan. (Guyton, 2006)

2.7. Pembentukan Sel Darah
Pada manusia, sel darah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu
membentuk kepingan bikonkaf (Snyder dan Gregory , 1999). Sel darah merah,
sel darah putih dan trombosit dibuat di dalam sumsum tulang. Selain itu,
limfosit juga dibuat di dalam kelenjar getah bening dan limpa dan limfosit T
dibuat dan matang dalam thymus (sebuah kelenjar kecil di dekat jantung). Di
Universitas Sumatera Utara
dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut
sel stem (sel induk). Jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali
terbentuk adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah putih
atau sel yang membentuk trombosit (megakariosit). Kemudian jika sel imatur
membelah, akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darah merah,
sel darah putih atau trombosit. Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jika kandungan oksigen dalam jaringan tubuh
atau jumlah sel darah merah berkurang, ginjal akan menghasilkan dan
melepaskan eritropoietin (hormon yang merangsang sumsum tulang untuk
membentuk lebih banyak sel darah merah). Sumsum tulang membentuk dan
melepaskan lebih banyak sel darah putih sebagai respon terhadap infeksi dan
lebih banyak trombosit sebagai respon terhadap perdarahan (Depkes, 1989)
Universitas Sumatera Utara
Eritrosit
Retikulosit
Metarubrsit
Rubrisit
Prorubrisit Monosit
Rubriblas Promonosit
Monoblas

SELINDUK
Limpoblas Mieloblas Megakrioblas
Prolimposit Progranulosit Promegakariosit
Limposit Mielosit Megakariosit
Metamielosit Trombosit
Granulosit
Neutropil, Eosinopil, Basofil
Gambar. 3. Skema Perkembangan Sel Darah (Depkes, 1989)


2.8. Laju Produksi Eritrosit
Proses pembentukan eritrosit disebut dengan eritropoiesis, yang terjadi
secara terus menerus diproduksi di dalam sumsum tulang. Laju produksi sekitar
2 juta eritrosit per detik. Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui
retkulosit. Untuk mendewasakan eritrosit membutuhkan waktu 7 hari dan
eritrosit dewasa akan hidup selama 100 sampai 120 hari. Pada embrio, produksi
Universitas Sumatera Utara
eritrosit terjadi pada hati yang distimulasi oleh hormon eritropoeitin yang
disintesa oleh ginjal (Cohen, 1982)


2.9. Retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah muda yang terdapat dalam volume
darah tertentu. Jumlah retikulosit sekitar 0,5 - 1 % dari jumlah total volume
darah. Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan
digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi
menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah
retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam
sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat
mengindikasikan keadaan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik
(Linda Rosita, 2006)


2.10. Morfologi Eritrosit
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel
(Snyder dan Gregory, 1999). Sel darah merah, eritrosit (red blood cell, RBC,
erythrocyte), berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8
mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer
dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang.


Universitas Sumatera Utara

Gambar. 4. Morfologi Eritrosit Normal pada Manusia (Depkes, 1989)

Bentuk eritrosit dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler.
Karena sel normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung
banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan
meregangkan membran secara hebat dan sebagai akibatnya tidak akan
memecahkan sel seperti yang terjadi pada sel-sel lainnya (Guyton dan Hall,
2006). Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri
akan aktif selama 120 hari dan kemudian akhirnya dihancurkan (Snyder dan
Gregory , 1999).

2.11. Fungsi Eritrosit
Sel eritrosit berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh
lewat darah. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul
Universitas Sumatera Utara
yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-
paru dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler.
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada
hemoglobin. Sedangkan cairan plasma darah sendiri berwarna kuning
kecoklatan, tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi
hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang
dan ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan berwarna lebih gelap, dan
akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit.
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh. Selain mengandung hemoglobin, eritrosit juga mempunyai
fungsi lain. Ia mengandung banyak karbon anhidrase, yang mengkatalis reaksi
antara karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan reaksi bolak-balik ini
beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah dapat
bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida dan dengan demikian
mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat
(Guyton dan Hall, 2006).


2.12. Gambaran Hematologi Mencit
Eritrosit normal merupakan bentuk cakram dengan ukuran tebal 1,5
2,5 m diameter 5 7 m. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit normal tidak
berinti, berbentuk bulat dan tipis, bagian tengah lebih tipis daripada bagian
tepinya. Sel muda lebih besar dari sel dewasa dengan inti sel relatif besar.
Universitas Sumatera Utara
Makin dewasa inti sel dari eritrosit semakin kecil selanjutnya menghilang. Inti
sel muda warna selnya lebih merah (Bijanti et al., 1997).
Tabel. 1, Gambaran hematologi mencit.
Hematologi Nilai normal
Eritrosit (RBC) (mm
3
)
Haemoglobin (g/dl)
Hematokrit (VCP) (%)
Leukosit
Trombosit
6,86 .-11,7 juta /mm
3

10,7 . 11,5 g/100 dl
33,1 - 49,9 %
7680 12810/mm
3

81800 166000/mm
3


(Kusumawati, Smith dan Mangkoewidjojo (1988).


2.13. Abnormalitas Morfologi Eritrosit Mencit
Abnormal morfologi eritrosit dapat terjadi oleh berbagai kondisi, termasuk
fragmentasi eritrosit, stress oksidasi dan kelaianan bawaan. Kelaianan eritrosit
bisa dilihat dari ukuran diameternya, lebih kecil dari normal atau lebih besar
dari normal, warnanya lebih pucat atau tidak pucat dan bentuknya seperti bulan
sabit dan seperti durian/ireguler.
Kelaianan yang sering terjadi adalah, poikilositosis yaitu irreguler atau
terjadinya perubahan bentuk. Indikasi ini muncul karena adanya abnormalitas
eritrogenesis atau pembentukan eritrosit pada sumsum tulang (Hariono B, 1998)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Morpologi eritrosit abnormal, bentuk eritrosit yang tidak
beraturan (Hariono, B 1998)





Universitas Sumatera Utara

You might also like