You are on page 1of 27

ELECTRO CONVULSIVE THERAPHY

(ECT)
Dr. Suprihhartini
Desember 2011
Tujuan Pembelajaran
A.Sejarah ECT
B.Mekanisme kerja ECT
C.Indikasi
D.Fisiologi, Efek dan Kontra Indikasi ECT
E. Macam ECT
1. ECT konvensional
2. ECT Premedikasi
F. Managemen ECT
SEJARAH ECT
1500-Paracelcus induksi kejang dengan pemberian camphor
peroral
1785-Laporan pertama penggunaan camphor untuk induksi
kejang penderita mania
1934-Ladislaus Meduan menggunakan camphora injeksi i.m.
Untuk skizofrenia kataton, kemudian diganti dengan
phentylenetetrazol.
1938-Lucio Carletti, Ugo Bini menggunakan induksi listrik
secara seri menimbulkan kejang pada pasien katatonia dan
memberi hasil terapi yang memuaskan. Sebelumnya ada terapi
induksi kejang dengan insulin
SEJARAH ECT
1960-Randomized clinical trial efektivitas ECT dibanding obat-
obat pasien depresi hasil ECT lebih efektif secara signifikan
ECT dibanding neuroleptik pada kasus psikotik akut neuroleptik
lebih unggul, namun jangka panjang ECT mungkin lebih
menguntungkan.
1970-Dikembangkan metode elektrode unilateral
2008-ECT unilateral kanan menunjukkan adanya hubungan
ekivalen efikasi antara ECT unilateral kanan dan bilateral

MEKANISME KERJA ECT
ECT: bentuk stimulasi otak, membuat kejang dengan
stimulasi elektrik.
Mekanisme kerja:
Neurokimia
Neurofisiologi
Neuroplastisiti
MEKANISME KERJA ECT
Mekanisme kerja:
Neurokimia: penurunan regulasi adrenergik beta
paska sinaps, memperngaruhi sistem
dopaminergik, muskarinik, kolinergik
MEKANISME KERJA ECT
Mekanisme kerja:
Neurofisiologi: peningkatan aliran darah cerebral
dan kecepatan metabolik serebral seiring dengan
peningkatan permeabilitas blood brain barrier
selama kejang. (peningkatan konsumsi O2 dan
glukosa). Setelah kejang, metabolisme menurun--
> berhubungan dengan respon terapeutik
MEKANISME KERJA ECT
Mekanisme kerja:
Neuroplastisiti: terdapat plastisitas sinaps
hipoccampus, pertumbuhan fiber otak,
peningkatan konektivitas, neurogenesis, supresi
apoptosis.
INDIKASI ECT
Indikasi Diagnosis
Utama:
Depresi mayor melankoli, suicide
Depresi mayor resistensi obat
Depresi psikotik
Mania termasuk episode manik
Eksaserbasi akut skizofrenia
Lain2: parkinson disesases, SNM
Indikasi Klinis
Riwayat kurang responsif thd obat, respon lbh baik dg
ECT
Pasien lebih memilih ECT
Intoleransi obat
Resistensi obat
FISIOLOGI, EFEK, dan KONTRA
INDIKASI ECT
Cardiovaskuler
Respiratory
Sistem saraf pusat
Gigi
Muskuloskeletal
Neuro-kognitif
Cardiovaskuler:
peningkatan tekanan darah
Sinus bradikardi atau takikardi
atrial flutter
atrial vibrilasi
ventrikuler takikardi
ventrikuler fibrilasi
ASISTOL
Respiratory:
Efek lebih banyak diakibatkan oleh obat anestesi
dibandingkan dengan efek ECT sendiri
Pasien dengan penyakit paru --> Asma dan PPOK -->
peningkatan sekresi dan aspirasi
Terjadi laringospasme
Obstruktive sleep apneu dan prolonged apneu
Sistem saraf pusat:
Terjadi kerusakan otak bila terjadi gangguan pada sistem
kardiovaskuler dan respirasi
Aman untuk pasien dengan epilepsi, tumor otak kecil
(asal tidak terdapat kenaikan Tekanan Intra Kranial),
pasien dengan riwayat trauma kepala, kraniotomi bila
defek tidak ada
Gigi:
Patah --> hati-hati --> obstruksi nafas
Muskuloskeletal:
Pasien yang mendapat muscle relaxant relatif tidak
mengalami komplikasi
Pada ECT konvensional: patah tulang, nyeri otot
Neuro-kognitif
Sesaat setelah ECT dilakukan:
Disorientasi
Pengurangan kecepatan berfikir
Penurunan ingatan anterograde dan retrograde
Gangguan fungsi visuospasial
MACAM ECT
ECT Konvensional
Lama
Risiko: fraktur, nyeri
musculoskeletal
Pasien merasa tidak
nyaman dengan
kejangnya
Trauma psikis
ECT Premedikasi
Baru
Anestesi umum dan
pelemas otot
Risiko akibat obat
anestesi
MANAJEMEN ECT
Persiapan ECT
Pasien:
Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang
prosedur
Inform consent
Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan funduskopi, EKG, X foto thorax, darah rutin,
endokrin, elektrolit
Pemeriksaan gigi, bila ada gigi palsu --> dilepas
Puasakan pasien 6 jam
Vesika urinaria dan rektum dikosongkan
Pakaian longgar, perhiasan dilepas, make up (-)
Tidak dianjurkan minum obat-obatan:
Benzodiazepine (anti kejang)
Lithium (delirium dan lama kejang >>)
Lidocain dan xilocain (meningkatkan ambang kejang)
Theofilin (kejang lebih lama)
Reserpin (mempengaruhi sistem pernafasan dan
kardiovaskuler selama ECT)
Persiapan Alat:
Pesawat ECT termasuk elektroda, dan gel, bantalan kasa,
alkohol, elektroda ensefalogram dan kertas grafik
EKG dan elektrodanya
Tensimeter, stetoskop, alat saturasi O2
Peralatan ventilasi, masker, Suction, Ambu bag, guddel,
spatel lidah, laringoskop dan pipa endotrakeal
Defibrilator
Obat untuk keadaan darurat
Persiapan Obat
Obat yang digunakan untuk premedikasi, sulfas atropin
Obat anestesi Pentothal, Diprivan Dormicum
Obat pelemas otot succinilcolin
Tabung O2, masker, dan selangnya
Aquadest dan cairan infus NaCl, Glucose, dan infus set
Obat emergensi adrenalin
Kapas, plester, alkohol, verban
Pelaksanaan ECT premedikasi
Tenangkan pasien
Premedikasi dengan Sulfas atropin 0,25-0,5mg i.m 30-60
menit sebelum ECT (u/ mengurangi sekresi pernafasan
dan air liur, serta mencegah bradikardi)
Pentothal 3-4 mg/ kg BB i.v. Bila i.m terjadi nekrosis
jaringan, sangat nyeri
Setelah pasien tidur --> succinilkolin 0,5-1 mg/kgBB i.v
dengan pemberian succinilkolin terjadi apneu dan
fasikulasi otot dari atas hingga jari-jari kaki. Saat apneu,
berikan nafas buatan dengan resusitasi Ambu bag
Setelah relaksasi max, mulut pasien dipasang spatel
tongue. Setelah fasikulasi selesai, baru dilakukan ECT
dengan penekanan tombol di pesawat monitor. Biasanya
terlihat fase tonik 10 detik, fase lain tidak terlihat. Nafas
buatan dilakukan sampai pasien sadar (15-30 mnt).
Setelah sadar dianjurkan 1 jam masih tinggal di ruang
ECT, baru kembali ke bangsal
Pemasangan elektrode dilakukan setelah premedikasi
dengan sulfas atropin sebelum pemberian pentotal.
Elektrode di pasang di pelipis 3 cm diatas garis yg
menghubungkan sudut mata dan liang telinga. Kemudian
dipasang elektroode untuk monitor EEG di kepala dan
elektrode EKG
Pelaksanaan ECT konvensional
Tenangkan pasien
Pasang spatel lidah
Pasang elektrode ECT
Tekan tombol ECT
Kejang tonik klonik ( 25-60 detik)
Setelah kejang pantau tanda vital --> apneu --> resusitasi
Setelah pernafasan pulih, atur posisi miring pada pasien
sampai sadar. Pertahankan jalan nafas paten
Frekuensi ECT
Biasanya diberikan 2-3 kali seminggu, rata-rata
perbaikan gejala pada pasien setelah lebih dari 3 kali
terapi
ECT pemeliharaan (mingguan, 2 mingguan, bulanan)

You might also like