You are on page 1of 9

Fahmi Gustiawan

PRODUK – NILAI – STRATEGI : SUATU WACANA BAGI BANGSA DAN BISNIS

Ditulis oleh: Fahmi Gustiawan


On 25 October 2008
“Suatu nilai produk tidaklah harus ditunjukkan oleh perbedaan yang signifikan. Namun, persamaan nilai yang
diperoleh seorang konsumen atas penyampaian nilai dari suatu produk yang diperolehnya merupakan
keberhasilan suatu tujuan penjualan atas produk tersebut. Akan tetapi, jauh lebih baik jika nilai tersebut
memiliki perbedaan yang signifikan dari pesaing-pesaingya (bukan penerima nilai akhir atau konsumen)”.

1. LATAR BELAKANG
Selama ini kita ketahui bahwa produk itu memiliki karakteristik dan sumberdaya untuk menghasilkan suatu produk yang
berbeda. Karakteristik suatu produk akan memposisikan produk itu dan juga perusahaan umumnya (diluar bentuk-bentuk strategy
produk dan/atau marketing lainnya) apakah memiliki ”superior image” atau sebaliknya “inferior image”. Misalnya produk tersebut
memiliki karakteristik fleksibel, futuristik (ataupun klasik), stylish, dan lain sebagainya. Sehingga secara langsung ataupun tidak
langsung ini akan mempengaruhi daya jual produk tersebut. Dalam hal ini mungkin kecenderungannya pada differensiasi strategy.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa posisi suatu produk tidak hanya ditentukan oleh karakteristik produk itu saja. Ibarat
”Apple to Apple”, meskipun strategi differensiasi yang dilakukan (BMW dengan Mercedes, Jacob vs Gucci vs Rolex, misalnya)
tidaklah cukup untuk mencapai tujuan sustainability suatu perusahaan.

Juga demikian dengan Low-cost strategy (misalnya perlakuan perang tarif antar operator telepon, perang harga untuk motor
cina dengan motor jepang, dan lain sebagainya) tidaklah cukup pula untuk mencapai tujuan sustainability suatu perusahaan. Demikian
pula dengan strategi lainnya (best-cost provider).

Mengapa demikian? Karena fungsi suatu perusahaan secara umum adalah sustainable (lebih tepat daripada going concern,
dimana sustainable itu adalah berkelanjutan terus menurus tanpa putus – going concern dan sustainable akan memiliki bahasan
sendiri), maka akan diperlukan kelayakan suatu produk yang secara langsung mempengaruhi cash flow suatu perusahaan.

Pertanyaan mendasar….apakah strategy-strategy yang disebutkan diatas tidak banyak membantu?

Strategi-strategi diatas (Low-cost, Differensiasi, Best-Cost) bukanlah tidak banyak membantu. Namun patutlah dicermati
dengan baik dan dipasangkan dengan strategi fungsional lainnya. Strategi-strategi diatas tersebut hanya berdasar pada konsep secara
garis besar. Suatu konsep tidak akan berjalan mulus jika tidak ditunjang dengan strategi fungsional lainnya. Dalam hal ini kita
membahas strategi harga, dan ini adalah area sensitive dimana kalau kita tetapkan harga secara ketinggian ataupun kerendahan (dari
Fahmi Gustiawan
harga akuisisi suatu produk), maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan produk (dan mungkin perusahaan) untuk jangka pendek
maupun jangka panjang.

2. MENGAPA HARGA?
Harga merupakan suatu nilai yang harus dikeluarkan oleh konsumen atas suatu ekspektasi nilai yang akan diterima (atas suatu
produk) dari penjual. Jika nilai yang diterima oleh konsumen lebih kecil dari nilai yang dikeluarkan, maka akan terjadi ketidak
sinkronisasi-an. Efekya, konsumen akan marah/kecewa dan mungkin akan membeli produk kompetitor yang diharapkan memberikan
nilai yang benar-benar mendekati (mungkin sama ataupun melebihi) harapannya.

Sebaliknya, jika penjual memberikan nilai yang lebih besar daripada nilai yang diterimanya, maka ada kemungkinan
overvalued tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Misalnya, nilai jual tersebut
merupakan pengorbanan untuk mendapatkan pasar yang lebih besar dimasa yang akan datang, atau membuat entry barrier bagi
kompetitor sejenis menjadi tinggi, dan lain sebagainya.

Namun tampaknya usaha ini akan mengorbankan “profit” dan bahkan “cash flow” suatu perusahaan tersebut. Jika strategi ini
dilanjutkan (karena persaingan yang ketat, kondisi ekonomi, dan lain sebagainya), efeknya cukup dan mungkin sangat terasa bagi
perusahaan yang melakukannya.

Untuk itu, besar atau kecilnya suatu nilai yang diberikan oleh perusahaan dan diterima oleh konsumen perlulah ditelaah dan
dicermati lebih jauh lagi.

Pertanyaan mendasar dari hal ini adalah, “Apakah harga yang ditetapkan sekarang benar-benar mencerminkan harga
sesungguhnya atas suatu produk/Jasa yang dijual berdasarkan optimum biaya akuisisi produk?”

3. KASUS SEDERHANA
Dibawah ini diberikan satu contoh (secara umum untuk perusahaan perdagangan, akan tetapi dapat di ekstenfikasi ke
perusahaan manufaktur dan jasa atau sektor publik).
Asumsikan bahwa PT Abrakadabra memiliki satu produk, yaitu Produk A. Untuk menghasilkan produk A, PT Abrakadabra
memerlukan komponen X, komponen Y dan komponen Z. Untuk satu komponen X, diperlukan item F, item G dan item H. Jadi secara
flownya, terlihat sebagai berikut:
Produk A

Komponen X Komponen Y Komponen Z

Item Item Item


F G H
Fahmi Gustiawan

Alur produk tersebut menjadi lebih jelas setelah adanya diagram produk diatas. Asumsikan bahwa material untuk produk A
dapat dibeli baik di domestik maupun impor dari luar negeri (dan mungkin hanya sebagian impor atau seluruhnya impor-tergantung
kasus). Untuk memudahkan ilustrasi diatas, maka asumsikan bahwa kita memperoleh nilai setiap barang tersebut.

Table 1-1, Komponen Produk A


JIKA DIBELI IMPOR JIKA DIBELI DOMESTIK
Total
Unit Unit
Produk / Qty Unit Total IDR Qty Total Unit
Cost Rate Cost
Komponen Purc Cost Amount Purc Cost (IDR)
(US$) IDR
(US$)
74. 9,00
Komponen X 5 100 7,450 0 72,302,025 670,500 100 67,050,000
110. 11,00 9,00
Komponen Y 0 100 0 0 105,285,375 990,000 100 99,000,000
88. 9,00
Komponen Z 0 100 8,800 0 89,631,863 792,000 100 79,200,000

Table 1-2, Item untuk Komponen X


JIKA DIBELI IMPOR JIKA DIBELI DOMESTIK
Total
Unit Unit
Komponen / Qty Unit Total IDR Qty Total Unit
Cost Rate Cost
Item Purc Cost Amount Purc Cost (IDR)
(US$) IDR
(US$)
Komponen X
25. 9,00
Item F 0 100 2,500 0 24,623,775 225,000 100 22,500,000
27. 9,00
Item G 5 100 2,750 0 26,326,500 247,500 100 24,750,000
22. 9,00
Item H 0 100 2,200 0 21,351,750 198,000 100 19,800,000

Atas dasar informasi tersebut, maka kita membuat analisa “what if” dan “What Next (dalam bahasa gaulnya adalah, So What gitu
loh?)”, untuk tiap-tiap kondisi hingga bisa memutuskan strategi harga agar nilai yang diberikan ke konsumen tidak terlalu besar
maupun kecil.
Fahmi Gustiawan

3.1. NILAI AKUISISI PRODUK

Pada gambar 1 dan table kalkulasi untuk gambar 1 dan 3 (terlampir dibawah), transaksi impor bisa jadi akan menguras cash
flow perusahaan, terlebih ini berlaku untuk perusahaan domestik (bukan perusahaan asing/MNC yang memiliki strategi sendiri dalam
skala tertentu). Biaya-biaya untuk mengakuisisi komponen dan item akan terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan jika barang
tersebut diperoleh sebagian atau seluruhnya dari domestik (dalam hal ini asumsikan harga domestik tersebut sama atau lebih kecil dari
harga impor, walaupun jika lebih mahal domestik, namun jika diperhitungkan dengan biaya impor mungkin akan tetap lebih
menguntungkan. Catatan: bahwa kualitas tidak jauh berbeda).

Perhatikan bahwa nilai 267 (dalam juta rupiah) pada gambar 1 dibawah adalah nilai akuisisi untuk mendapatkan suatu produk
A pada jumlah tertentu. Biaya-biaya ini sudah termasuk inbound (transportasi masuk dari negara asal hingga negara tujuan) dan biaya
impor lainnya diluar biaya-biaya local lainnya (seperti outbond cost, warehouse cost pada saat clearance, dll).
Perhatikan juga bahwa nilai tersebut dipengaruhi oleh nilai rupiah terhadap mata uang asing (dalam hal ini US$). Dimana hal
ini mengatakan bahwa jika nilai US$ naik maka nilai akuisisi produk juga akan naik, begitu sebaliknya.

Nah, sekarang coba kita lihat seluruh gambar 1 sampai gambar 5 tersebut. Dari seluruh gambar yang ada, maka gambar 2 lah
yang sangat menguntungkan. Kenapa? Karena seluruhnya diperoleh secara domestik. Intinya, biaya-biaya domestik mengeliminasi
biaya impor.

Namun, apakah direalita akan ada kasus 100% sempurna produk dapat diperoleh di domestik seluruhnya? Dan apakah harga
domestik akan selalu menguntungkan?

Sesungguhnya dalam beberapa kasus, produk dapat diperoleh di domestik (dan biasanya bukan produk teknologi ataupun
produk yang memiliki know-how yang tinggi). Sesungguhnya dalam beberapa kasus produk yang diperoleh didomestik juga akan
menguntungkan.

Meskipun tidak bisa 100% domestik, maka carilah komposisi yang optimal. Komposisi tersebut dapat diperoleh dengan
melakukan riset pasar dan juga design produk yang akan diluncurkan. Misalnya dengan melakukan design produk ulang, maka akan
diperoleh keuntungan biaya dengan melakukan eliminasi non value added atas suatu material/bentuk/size, dan lain sebagainya dari
suatu produk.

Kita dapat melihat bahwa asumsikan setelah melakukan design ulang (baik ukuran, bentuk, material, dan lain sebagainya)
maka ditemukan bahwa kita bisa melakukan pengambilan opsi 4 ataupun 5.
Fahmi Gustiawan

3.2 STRATEGI HARGA

A. Kondisi Pasar Tidak Stabil – Persaingan kuat: Keputusan Yang Diambil Misalnya Harga Jual Turun

What if
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar
25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp.
101 jt,-.

What Next
Jika kita mengetahui nilai sesungguhnya atas suatu produk yang akan dijual, maka dengan sendirinya kita akan dapat menetapkan nilai
jual yang relative lebih kompetitif dan reasonable.
Karena posisi persaingan semakin ketat, kita dapat menurunkan harga (tanpa mengurangi image dan kualitas) ke titik margin yang
dinginkan sebelumnya yaitu 25%. Jika opsi 5 dipilih, maka untuk margin 25%, nilai jualnya adalah Rp. 340 Jt (dari Rp. 356 jt).
Karena nilai barang sesungguhnya adalah Rp. 255 Jt,- (dari Rp. 267 jt).

B. Kondisi Pasar Tidak Stabil – Persaingan kuat: Keputusan Yang Diambil Misalnya Memberikan Tambahan Value Added
Atas Suatu Produk

What if
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar
25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp.
101 jt,-.

What Next
Dengan mengetahui biaya yang akurat (dengan pemilihan sumber-sumber biaya yang optimal untuk suatu produk), maka kita dapat
melakukan suatu bentuk differensiasi atas produk tersebut. Mungkin kita tidak harus menurunkan nilai jual, namun kita dapat
menambahkan fitur atau nilai tambah lainnya di produk tersebut. Karena penambahan fitur atau nilai tambah lainnya yang melekat
pada produk tersebut tidak akan mengurangi margin produk tersebut (selama penambahan sumberdaya tersebut tidak melebihi
“selisih” nilai margin dari biaya produk yang optimal sesungguhnya (sebesar Rp. 89 Jt dari Rp. 267 menjadi Rp. 255 Jt).
Fitur atau nilai tambah itu akan menguatkan Image produk dan/atau perusahaan.
Fahmi Gustiawan

C. Kondisi Pasar Tidak Stabil – Persaingan kuat: Keputusan Yang Diambil Misalnya Peningkatan Biaya Marketing dan/atau
Promosi

What if
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar
25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp.
101 jt,-.

What Next
Dengan tidak menurunkan harga, suatu organisasi dapat juga melakukan peningkatan biaya promosi dan/atau marketingnya untuk
produk tersebut (atau dapat juga mengalokasikannya ke produk lain yang dimiliki oleh suatu organisasi) sehingga menancapkan brand
suatu produk menjadi lebih kuat yang pada akhirnya menambah market share untuk masa yang akan datang.

D. Kondisi Pasar Stabil-Persaingan Tidak Kuat: Keputusan yang diambil misalnya Harga Jual Tetap

What if
Persaingan di pasar tidak kuat dan kondisi pasar stabil.

What Next
Opsi 5 yang kita pilih (misalnya), memiliki dampak yang cukup besar. Dengan nilai jual Rp. 356 Jt, maka kita akan mendapatkan
margin sebesar 28%. Dampaknya adalah, Cash Flow akan bertambah secara otomatis karena margin juga bertambah secara otomatis.
Tambahan margin dan cash flow tersebut dapat digunakan sebagai pendanaan riset produk atau marketing atau biaya lainnya demi
mengkokohkan image dan kehidupan suatu perusahaan.

4. KESIMPULAN

Secara umum, informasi yang simetris terhadap nilai akuisisi akan memiliki dampak langsung kepada perusahaan jika
dicermati dan diolah serta diimplementasikan dengan cepat dan akurat. Dalam kasus diatas, perusahaan manufaktur juga dapat
melakukan implementasi atas wacana ini. Prinsipnya adalah tinggal menambahkan biaya produksi dan yang berkaitan dengan produk
tersebut hingga jadi.
Fahmi Gustiawan

Sedangkan untuk perusahaan jasa, maka ini berguna didalam menganalisis teknologi yang mendukung produk-produk jasa
yang dikeluarkan. Misalnya:

Public Social Oriented-Kedokteran, Biaya akuisisi peralatan medis dan infrastrukturnya. Ini akan berdampak pada nilai jual atas jasa
yang diberikan dengan menggunakan teknologi yang diakuisisi. Dunia kedokteran juga akan menjangkau masayrakat lapisan bawah
jika dimungkinkan dan sesuai dengan fungsinya. Karena biaya operasional peralatan dapat ditekan secara optimal (bukan minimal).
Public Commercial Oriented - Telekomunikasi, Biaya akuisisi teknologi dan infrastrukturnya. Ini juga akan berdampak pada nilai
jual atas jasa utama dan VAS yang dikeluarkan. Dengan akuisisi biaya yang optimal (bukan minimal-yang akan mempengaruhi
kualitas), maka nilai yang diberikan kepada konsumen juga akan lebih reasonable. Hal ini juga akan mendorong kreatifitas untuk
memiliki Value Added Services dan memiliki daya saing yang tinggi.
Government, Mendorong terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sebab, mendorong untuk tumbuhnya sektor ril
dimana produk dapat diperoleh didalam negeri (baik dalam bentuk investasi dari dalam negeri maupun investasi asing), akan
menumbuhkan tingkat lapangan pekerjaan (dengan kata lain menurunkan angka pengangguran). Juga mendorong excess produk yang
memiliki kualitas untuk di ekspor hingga neraca perdagangan dapat di “manage” dengan baik. Memang hal ini tidak bisa diperoleh
dalam waktu dekat, namun dengan perencanaan yang baik (misalnya penerapan know how yang diperoleh dari luar negeri/pendidikan
warga Negara Indonesia yang diperoleh dari baik beasiswa maupun riset dapat di implementasikan sehingga memperbaiki kurva
belajar, meningkatkan produktifitas dan menurunkan failure cost).

5. SARAN
Perlu adanya kajian lebih jauh lagi mengenai dampak ekonomi global, Sosial dan politik serta mengintegrasikan secara komprehensif
untuk menghasilkan keluaran yang optimal atas wacana ini.
Fahmi Gustiawan
Fahmi Gustiawan

You might also like