I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Usia : 77 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : desa lidawang Agama : Islam Pekerjaan : petani Status : Menikah Suku Bangsa : Jawa Tgl Masuk RS : 24 april 2014
II. RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis Keluhan utama : penurunan kesadaran Keluhan tambahan : -
Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.sejak 4hari yang lau pasien mengeluh kaki menjadi lemas dan sulit untuk digerakan selain itu pasien juga menjadi seperti orang linglung dan terkadang tidak mengenali anaknya sendiri. pasien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu dan tidak disertai dengan kejang. Sejak 3bulan yang lalu pasien mengeluh sakit kepala yang hebat, sakit kepala dirasakan di seluruh bagian kepala. Bila sakit kepala timbul pasien sampai tidak bisa tidur. Keluhan sakit kepala seringkali disertai dengan mual, muntah (+). Pasien sudah meminum obat yang dibeli diwarung tetapi tidak ada perubahan. Pasien pernah mengalami trauma kepala karena tertimpa batang pohon 10bulan yang lalu saat sedang membersihkan dahan dikebun. Tetapi pada saat itu pasien tidak berobat dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat darah tinggi (+), riwayat kencing manis (-), riwayat stroke (-), riwayat trauma (+), riwayat kejang (-), riwayat demam tinggi (+),riwayat jantung (-), riwayat infeksi telinga (+).
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi (+), riwayat kencing manis (-), riwayat stroke (-), riwayat kejang (-). Riwayat Kebiasaan Merokok sejak muda, menhabiskan 1-2 bungkus rokok/hari
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : GCS E 3 M 5 V 5
Vital sign Tekanan Darah : 160/100 mmHg Nadi : 88 x/menit RR : 21 x/menit Temperatur : 36,2 0 C Gizi : cukup
- Kepala o Bentuk : normochepalic o Rambut : tidak mudah dicabut o Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/- o Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-) o Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-) o Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)
- Thorax Paru-paru o Inspeksi : Pernapasan simetris kanan dan kiri o Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri o Perkusi : sonor (+/+) o Auskultasi : vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/- Jantung o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba o Perkusi : Jantung dalam batas normal o Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-) - Abdomen o Inspeksi : Simetris, tampak datar o Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit baik o Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-) o Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas o Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat o Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Status Neurologik GCS E3M5V4 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik. Kemampuan bicara pelo. pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk. Kedua tungkai terasa lemas. Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris. Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik Pemeriksaan Rangsang Meningeal - Kaku kuduk ( + ) - Lasegue ( - ) - Kernig ( - ) - Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) - Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )
Nervus kranialis o _ N.I : daya pembau baik o _ N.I : daya penglihatan baik o _ N.III : ptosis (-), gerak kedua mata ke medial, atas, dan bawah baik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, Refleks pupil +/+, strabismus divergen (-), diplopia(-) o _ N.IV :gerak kedua mata ke lateral bawah baik, strabismus konvergen (-), diplopia (-) o _ N.V : sensibilitas baik, motorik baik o _ N.VI : gerak kedua mata ke lateral baik, strabismus konvergen (-), diplopia (-) o _ N.VII : motorik baik, tidak tampak paresis, salivasi dan lakrimasi baik. o _ N. VIII : pendengaran suara baik pada telinga kanan dan kiri o _ N.IX & X : arkus faring simetris, bersuara baik, tidak sengau, menelan baik o _ N.XI : bisa memalingkan kepala dan mengangkat bahu o _ N.XII : artikulasi baik, kekuatan lidah baik, deviasi (-), tremor (-)
Tonus : normal Klonus : normal Kekuatan otot : 5 5 3 3
Reflek patologis Babinsky : -/- Chadock : -/- Gordon : -/- Schaefer : -/- Oppenheim : -/- Hoffman-trommer : -/- Saraf Otonom Miksi : baik Defekasi : belum defekasi sejak 1 minggu Salivasi : normal
Status Psikiatrikus Sikap : kooperatif Perhatian : baik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG 24 april 2014 Darah Lengkap Leukosit : 11700 /L Eritrosit : 47600 / L Hb : 13,9 gr/dL Ht : 42,4% Trombosit : 273000 / L Kimia Darah GDS : 64mg/dl 25 april 2014 GDS : 91 mg/dl 27 april 2014 GDS : 84 mg/dl CT-Scan Kesan : Abses cerebri VI. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis : penurunan kesadaran paraparesis sephalgia Bicara lamban Diagnosis Topis : lobus frontalis Medulla oblongata Lesi LMN Diagnosis Etiologi : Abses cerebri
VII. DIAGNOSIS BANDING Tumor cerebri Meningitis
VIII. PENATALAKSANAAN Infus NS Dex 5% 20gtt Ceftriaxone 3x1gr Dexamentason 3x1amp Manitol 4x125ml Amlodipine 1x10mg Captopril 1x12,5mg Ambrosol 3x1cth Phenitoin 2x1 IX. PROGNOSIS Quo ad Vitam : dubia ad bonam Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam Quo ad Sanationam : dubia ad bonam X. Program Rujuk ke spesialis bedah saraf
FOLLOW UP 25-04-14 Kesadaran : Apatis Keadaan umum : tampak sakit berat Kesadaran : GCS E3 M 5 V 4 = 13 Vital sign Tekanan Darah : 180/100 mmHg Nadi : 76 x/menit R : 22 x/menit Temperatur : 36,5 0 C Kepala 1. Bentuk : normochepalic 2. Rambut : tidak mudah dicabut 3. Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/- 4. Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-) 5. Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-) 6. Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)
Abdomen 1. Inspeksi : Simetris, tampak datar 2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit baik 3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-) 4. Auskultasi : Bising usus (+) normal
GCS 14 , E3M5V4 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik. Kemampuan berbicara kacau. Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris. Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan tidak bisa Pemeriksaan Rangsang Meningeal - Kaku kuduk ( + ) - kuduk kaku (-) - Lasegue ( - ) - Kernig ( - ) - Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) - Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - ) Kekuatan otot 3 3 2 2
Abdomen 1. Inspeksi : Simetris, tampak datar 2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit baik 3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-) 4. Auskultasi : Bising usus (+) normal
GCS 15 , E4M4V5 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik. Berbicara pelo . Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris. Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan kurang Pemeriksaan Rangsang Meningeal - Kaku kuduk ( + ) - kuduk kaku (-) - Lasegue ( - ) - Kernig ( - ) - Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) - Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - ) Kekuatan otot 3 3 2 2
Abdomen 1. Inspeksi : Simetris, tampak datar 2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit baik 3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-) 4. Auskultasi : Bising usus (+) normal
GCS 12 , E4M6V4 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama baik. Kemampuan berbicara lambat. pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk. Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris. Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik Pemeriksaan Rangsang Meningeal - Kaku kuduk ( + ) - Lasegue ( - ) - Kernig ( - ) - Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) - Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - ) Kekuatan otot 5 5 3 3
29-04-2014 Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : GCS E 4 M 6 V 5 = 15 Vital sign Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 88 x/menit RR : 21 x/menit Temperatur : 36,2 0 C Gizi : cukup - Kepala o Bentuk : normochepalic o Rambut : tidak mudah dicabut o Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/- o Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-) o Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-) o Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)
- Thorax Paru-paru vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/- Jantung Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-) - Abdomen o Inspeksi : Simetris, tampak datar o Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit baik o Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-) o Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas o Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat o Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat Status Neurologik
GCS 12 , E4M5V4 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama baik. Kemampuan berbicara lambat. pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk. Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris. Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik Pemeriksaan Rangsang Meningeal - Kaku kuduk ( - ) - Lasegue ( - ) - Kernig ( - ) - Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) - Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - ) Kekuatan otot 5 5 3 3
Abses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada usia dekade kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki dengan perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2.
B. Faktor Etiologi dan Predisposisi
Sebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal, sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan oleh infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta sepsis mikroemboli menuju ke otak.
Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma. Bahkan masih banyak penulis lain yang masih belum menemukan penyebab yang jelas.
Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus mana dari otak abses tersebut bakal timbul. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal. Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dapat mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabangcabang vena ini bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral, inferior, atau petrosal superior).
Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak.
Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen ini sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels mendapatkan endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini.
Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil, osteomielitis dan septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui, persentasenya cukup tinggi, antara 20-37%. Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena paru terutama yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat mudah terkena abses otak, oleh karena darahnya tidak disaring melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan infark-infark kecil di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme. Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh karena Blood brain barrier yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi.
Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala, terutama bila didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan otak, umpamanya tulang. Luka tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah beberapa lama dari kejadiannya, tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya logam panas tersebut steril. Untuk mencegah terjadinya abses otak akibat trauma tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan debridenment .
Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal dapat menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya abses otak. Pada kraniotomi, bila terjadi infeksi osteomielitis dari bone flap, kemungkinan dapat menyebabkan abses otak. Demikian pula dengan pemakaian implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak. Akhir- akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada penderita penyakit imunologik. Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderita dengan penyakit kronis seperti pada penderita yang menggunakan kemoterapi untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan kekebalan tubuh, penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik, antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem kekebalan tubuh (AIDS).
Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti Schistosomiasis atau amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti Aktinimikosis, Nokardiosis, Candida Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran pencernaan binatang piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya karena gigitan hewan tersebut.
C. europatologi dan Gambaran CT Scan Perjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus secara histologis dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk terbentuknya kapsul dari abses. Keempat fase tersebut ailah : 1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 ) 2. Late cerebritis ( hari ke 4 9 ) 3. Early capsule formation ( hari ke 10 13 ) 4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih ) a. Early cerebritis Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-tiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan abses. Gambaran CT Scan : - Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. - Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis.
b. Late Cerebritis Pada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena meningkatnya acellular debris dan pembentukan nanah oleh karena perlepasan enzim-enzim dari sel radang. Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang, makrofagmafrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan : - Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi yang homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis.
c. Early Capsule Formation Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acelluler debris dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum, mengelilingi pusat nekrosis. Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia alba. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak. Gambaran CT Scan : - Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih kecil. - Kapsul terlihat lebih tebal.
d. Late Capsule Formation Terjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran histologisnya berupa : - Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acelluler debris dan sel-sel radang. - Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas. - Kapsul kolagen yang tebal. - Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. - Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul. Gambaran CT Scan : - Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi oleh kontras.
D. Gambaran Klinis Penderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah, kejang dan bisa disertai gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung, bisa pula dijumpai pupil anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis. Gejalagejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari bakteri penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si penderita sendiri. Tidak dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas untuk suatu abses otak.
Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial. Bisa dijumpai tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke rumah sakit. Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelan daripada oleh abses otak. Pada abses yang letaknya pada silent area dari otak seperti pada lobus frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda. Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati keluhan sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan gejala-gejala pusing, vertigo, ataksis, dan gejalagejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat dijumpai gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5% kasus dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal.
D. Pemeriksaan Penunjang Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya bakteri anaerob.
Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian tekanan intrakranial. Kalau ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mencari apakah ada infeksi dari paru. Dengan ultrasonografi didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan angiografi dapat ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus. Pemeriksaan dengan Computerized Tomography Scanning(CT Scan) dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah pada fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya kapsul. Dengan adanya CT Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000- 20.000/cm3. Sampai 40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam. Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ).
Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu padapenderita dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas, maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP.
E. Diagnosa Banding Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.
F. Komplikasi Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak tersebut.
G. Pengobatan Abses Otak Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun dengan eksisi. Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak, kultur darah ataupun sekret nasofaring. Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan. Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema otak, digunakan kortikosteroid. Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses yang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 2,5 cm ). Kalau diameter lebih besar antara 2 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan pemberian antibiotika. Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya : - Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti seftriakson/sefotaksim dan metronidazol. - Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam. - Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin ) dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi saraf, trauma, atau endokarditis bakterialis. - Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik, - Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim. - Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab Nikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun. Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi.
Tindakan Pembedahan Aspirasi Lebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan diaspirasi. Dengan hasil CT Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti. Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian dibuat insisi kulit kulit kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah tulang tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya. Dengan alat dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater dibersihkan, kalau ada perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan pisau runcing perlahan-lahan duramater diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan pungsi atau aspirasi dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan aspirasi nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10 cc dilakukan aspirasi berulangulang kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih. Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3 cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan setiap hari drain diawasi dan dilakuan irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5 hari hail dari irigasi terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan. Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya. Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi antibiotika dengan dosis tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500 mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai diberikan sampai dengan 6 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5 mg diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan
Kraniotomi Osteoplastik Penderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya. pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi absesnya, kita melakukan kraniotomi osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan. untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan suboksipital kraniotomi yang luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan. Setelah insisi kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan jarum fungsi khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi, disediakan untuk dikultur.
Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding abses tersebut terlihat. Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding abses yang paling permukaan ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses dibebaskan dari jaringan otak yang normal sampai terlepas keseluruhannya. Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti Garamycin. Setalah perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat kembali, dijahit dengan cara interupted suture dengan benang sutura 03. Tulang dikembalikan, periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang drain subkutan.
Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas test. Sebagai pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB. Setelah satu minggu kemudian, dibuat CT Scan sebagai kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf., Jakarta : EGC., 2009. 2. Hakim, AR., Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr. Soetomo FK Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1984-1986, Lab/UPF Ilmu Bedah FK UNAIR/dr. Soetomo Surabaya., 1986. 3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI., Updates in _euroemergencies., Jakarta : Balai Penerbit FKUI., 2002. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku ajar _eurologi Klinis., Yogyakarta : Gadjah Mada University Press., 1996.