You are on page 1of 26

STATUS NEUROLOGIS

Pemeriksa Nadya Kuncaraning Anugrae


Tgl Pemeriksaan 28 April 2014


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : desa lidawang
Agama : Islam
Pekerjaan : petani
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tgl Masuk RS : 24 april 2014

II. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis
Keluhan utama : penurunan kesadaran
Keluhan tambahan : -

Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit.sejak 4hari yang lau pasien mengeluh kaki menjadi lemas
dan sulit untuk digerakan selain itu pasien juga menjadi seperti orang linglung dan terkadang
tidak mengenali anaknya sendiri. pasien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu dan
tidak disertai dengan kejang. Sejak 3bulan yang lalu pasien mengeluh sakit kepala yang
hebat, sakit kepala dirasakan di seluruh bagian kepala. Bila sakit kepala timbul pasien
sampai tidak bisa tidur. Keluhan sakit kepala seringkali disertai dengan mual, muntah (+).
Pasien sudah meminum obat yang dibeli diwarung tetapi tidak ada perubahan.
Pasien pernah mengalami trauma kepala karena tertimpa batang pohon 10bulan yang lalu
saat sedang membersihkan dahan dikebun. Tetapi pada saat itu pasien tidak berobat dokter.

Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (+), riwayat kencing manis (-), riwayat stroke (-), riwayat trauma (+),
riwayat kejang (-), riwayat demam tinggi (+),riwayat jantung (-), riwayat infeksi telinga (+).

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi (+), riwayat kencing manis (-), riwayat stroke (-), riwayat kejang (-).
Riwayat Kebiasaan
Merokok sejak muda, menhabiskan 1-2 bungkus rokok/hari

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E
3
M
5
V
5

Vital sign
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 21 x/menit
Temperatur : 36,2
0
C
Gizi : cukup

- Kepala
o Bentuk : normochepalic
o Rambut : tidak mudah dicabut
o Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/-
o Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
o Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
o Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

- Thorax
Paru-paru
o Inspeksi : Pernapasan simetris kanan dan kiri
o Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
o Perkusi : sonor (+/+)
o Auskultasi : vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Jantung dalam batas normal
o Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
o Inspeksi : Simetris, tampak datar
o Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
o Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
o Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ekstremitas
o Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
o Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Status Neurologik
GCS E3M5V4
Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik.
Kemampuan bicara pelo.
pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk.
Kedua tungkai terasa lemas.
Tidak ada gerakan abnormal
Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris.
Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk ( + )
- Lasegue ( - )
- Kernig ( - )
- Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - )
- Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )

Nervus kranialis
o _ N.I : daya pembau baik
o _ N.I : daya penglihatan baik
o _ N.III : ptosis (-), gerak kedua mata ke medial, atas, dan
bawah baik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, Refleks pupil +/+,
strabismus divergen (-), diplopia(-)
o _ N.IV :gerak kedua mata ke lateral bawah baik, strabismus konvergen (-),
diplopia (-)
o _ N.V : sensibilitas baik, motorik baik
o _ N.VI : gerak kedua mata ke lateral baik, strabismus konvergen (-),
diplopia (-)
o _ N.VII : motorik baik, tidak tampak paresis, salivasi dan lakrimasi baik.
o _ N. VIII : pendengaran suara baik pada telinga kanan dan kiri
o _ N.IX & X : arkus faring simetris, bersuara baik, tidak sengau, menelan baik
o _ N.XI : bisa memalingkan kepala dan mengangkat bahu
o _ N.XII : artikulasi baik, kekuatan lidah baik, deviasi (-), tremor (-)

Tonus : normal
Klonus : normal
Kekuatan otot : 5 5
3 3

Reflek fisiologis
Bicep : +/+
Tricep : +/+
Patella : +/+
Achilles : +/+

Reflek patologis
Babinsky : -/-
Chadock : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Oppenheim : -/-
Hoffman-trommer : -/-
Saraf Otonom
Miksi : baik
Defekasi : belum defekasi sejak 1 minggu
Salivasi : normal

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif
Perhatian : baik

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
24 april 2014
Darah Lengkap
Leukosit : 11700 /L
Eritrosit : 47600 / L
Hb : 13,9 gr/dL
Ht : 42,4%
Trombosit : 273000 / L
Kimia Darah
GDS : 64mg/dl
25 april 2014
GDS : 91 mg/dl
27 april 2014
GDS : 84 mg/dl
CT-Scan
Kesan : Abses cerebri
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : penurunan kesadaran
paraparesis
sephalgia
Bicara lamban
Diagnosis Topis : lobus frontalis
Medulla oblongata
Lesi LMN
Diagnosis Etiologi : Abses cerebri

VII. DIAGNOSIS BANDING
Tumor cerebri
Meningitis

VIII. PENATALAKSANAAN
Infus NS Dex 5% 20gtt Ceftriaxone 3x1gr
Dexamentason 3x1amp Manitol 4x125ml
Amlodipine 1x10mg Captopril 1x12,5mg
Ambrosol 3x1cth Phenitoin 2x1
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
X. Program
Rujuk ke spesialis bedah saraf

FOLLOW UP
25-04-14
Kesadaran : Apatis
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : GCS E3 M
5
V
4
= 13
Vital sign
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 76 x/menit
R : 22 x/menit
Temperatur : 36,5
0
C
Kepala
1. Bentuk : normochepalic
2. Rambut : tidak mudah dicabut
3. Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/-
4. Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
5. Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
6. Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

Thorax
Paru-paru
vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, tampak datar
2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
1. Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
2. Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

Status Neurologik

GCS 14 , E3M5V4
Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik.
Kemampuan berbicara kacau.
Tidak ada gerakan abnormal
Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris.
Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan tidak
bisa
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk ( + )
- kuduk kaku (-)
- Lasegue ( - )
- Kernig ( - )
- Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - )
- Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )
Kekuatan otot
3 3
2 2

Refleks fisiologi
+ +
+ +
Refleks patologis
- -
- -

26-04-2014
Kesadaran : Apatis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E4 M
4
V5 = 13
Vital sign
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
R : 21 x/menit
Temperatur : 36,5
0
C
Kepala
1. Bentuk : normochepalic
2. Rambut : tidak mudah dicabut
3. Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/-
4. Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
5. Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
6. Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

Thorax
Paru-paru
vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, tampak datar
2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
1. Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
2. Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

Status Neurologik

GCS 15 , E4M4V5
Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama kurang baik.
Berbicara pelo .
Tidak ada gerakan abnormal
Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris.
Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan kurang
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk ( + )
- kuduk kaku (-)
- Lasegue ( - )
- Kernig ( - )
- Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - )
- Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )
Kekuatan otot
3 3
2 2

Refleks fisiologi
+ +
+ +
Refleks patologis
- -
- -

28-04-2014
Sakit kepala(+), mual(-), muntah (-),E4 V5 M6.
Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E
3
M
6
V
5
= 14
Vital sign
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 22 x/menit
Temperatur : 36,2
0
C
Kepala
1. Bentuk : normochepalic
2. Rambut : tidak mudah dicabut
3. Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/-
4. Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
5. Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
6. Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

Thorax
Paru-paru
vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, tampak datar
2. Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
3. Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
1. Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
2. Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

Status Neurologik

GCS 12 , E4M6V4
Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama baik.
Kemampuan berbicara lambat.
pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk.
Tidak ada gerakan abnormal
Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris.
Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk ( + )
- Lasegue ( - )
- Kernig ( - )
- Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - )
- Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )
Kekuatan otot
5 5
3 3

Refleks fisiologi
+ +
+ +
Refleks patologis
- -
- -

29-04-2014
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E
4
M
6
V
5
= 15
Vital sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 21 x/menit
Temperatur : 36,2
0
C
Gizi : cukup
- Kepala
o Bentuk : normochepalic
o Rambut : tidak mudah dicabut
o Mata : konjungtiva ananemis -/-, sclera ikterik -/-
o Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
o Hidung : rhinore (-), septum deviasi (-)
o Mulut : lidah tidak deviasi, atrofi (-), fasikulasi (-)

- Thorax
Paru-paru
vesiculer +/+, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
o Inspeksi : Simetris, tampak datar
o Palpasi : Hepar dan lien tak teraba, ginjal tak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kulit baik
o Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, asites (-)
o Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ekstremitas
o Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
o Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
Status Neurologik

GCS 12 , E4M5V4
Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama baik.
Kemampuan berbicara lambat.
pasien belum bisa menopang badannya sehingga harus ditopang saat posisi duduk.
Tidak ada gerakan abnormal
Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris.
Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk ( - )
- Lasegue ( - )
- Kernig ( - )
- Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - )
- Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )
Kekuatan otot
5 5
3 3

Refleks fisiologi
+ +
+ +
Refleks patologis
- -
- -


TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi
pada satu atau lebih area di dalam otak. Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada
usia dekade kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki
dengan perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2.

B. Faktor Etiologi dan Predisposisi

Sebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah,
sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal, sinusitis etmoidalis,
sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan oleh infeksi paru sistemik, endokarditis
bakterial akut dan subakut, serta sepsis mikroemboli menuju ke otak.

Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada
wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma. Bahkan masih banyak penulis lain
yang masih belum menemukan penyebab yang jelas.

Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus mana dari otak abses
tersebut bakal timbul. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal. Biasanya
bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis
frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis.
Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis
maksilaris absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada
lobus frontalis.

Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dapat
mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan tengkorak kepala oleh karena
kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum timpani atau karena kelainan yang didapat seperti
pada kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke
dalam lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabangcabang vena ini bergabung menuju
vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral, inferior, atau petrosal superior).

Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi yang letaknya
jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis,
pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit
jantung lain seperti Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat
pada substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak.

Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya terlihat meningkat.
Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen ini sesuai dengan peredaran darah,
paling sering pada daerah yang didistribusi oleh arteri serebri media, terutama pada lobus
parietalis. Bisa juga pada daerah lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels
mendapatkan endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun
penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini.

Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil, osteomielitis dan
septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui, persentasenya cukup tinggi, antara
20-37%.
Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena paru terutama
yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat mudah terkena abses otak,
oleh karena darahnya tidak disaring melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan
infark-infark kecil di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme.
Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh karena Blood brain
barrier yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi.

Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala, terutama bila
didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan otak, umpamanya tulang. Luka
tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah beberapa lama dari kejadiannya,
tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya logam panas tersebut steril. Untuk mencegah
terjadinya abses otak akibat trauma tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan
debridenment .

Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal dapat
menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya abses otak. Pada kraniotomi, bila
terjadi infeksi osteomielitis dari bone flap, kemungkinan dapat menyebabkan abses otak.
Demikian pula dengan pemakaian implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak. Akhir-
akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada penderita penyakit imunologik.
Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderita dengan penyakit kronis seperti pada penderita
yang menggunakan kemoterapi untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan
kekebalan tubuh, penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik,
antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem kekebalan tubuh
(AIDS).

Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti Schistosomiasis atau
amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti Aktinimikosis, Nokardiosis, Candida
Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran
pencernaan binatang piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya
karena gigitan hewan tersebut.

C. europatologi dan Gambaran CT Scan
Perjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus secara histologis
dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk terbentuknya kapsul dari
abses. Keempat fase tersebut ailah :
1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 )
2. Late cerebritis ( hari ke 4 9 )
3. Early capsule formation ( hari ke 10 13 )
4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih )
a. Early cerebritis
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel
dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-tiga.
Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis infeksi. Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema
sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan abses.
Gambaran CT Scan :
- Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin.
- Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter cerebritisnya, didapati
mengelilingi pusat nekrosis.

b. Late Cerebritis
Pada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar
oleh karena meningkatnya acellular debris dan pembentukan nanah oleh karena perlepasan
enzim-enzim dari sel radang. Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang,
makrofagmafrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi
anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat besar.
Gambaran CT Scan :
- Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke
daerah sentral dengan gambaran lesi yang homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya
cerebritis.

c. Early Capsule Formation
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acelluler debris dan fibroblas
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum,
mengelilingi pusat nekrosis. Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena
kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan substansi grisea.
Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke
dalam substansia alba. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada
pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul
kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak.
Gambaran CT Scan :
- Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih kecil.
- Kapsul terlihat lebih tebal.

d. Late Capsule Formation
Terjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran histologisnya berupa :
- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acelluler debris dan sel-sel radang.
- Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas.
- Kapsul kolagen yang tebal.
- Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.
- Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Gambaran CT Scan :
- Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi oleh kontras.

D. Gambaran Klinis
Penderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah, kejang dan bisa disertai
gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung,
bisa pula dijumpai pupil anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis.
Gejalagejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari bakteri
penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si penderita sendiri. Tidak
dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas untuk suatu abses otak.

Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial. Bisa dijumpai tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke
rumah sakit. Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelan
daripada oleh abses otak.
Pada abses yang letaknya pada silent area dari otak seperti pada lobus frontalis atau lobus
temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan
tanda-tanda. Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat
diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati keluhan
sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan persentase sebagai berikut :
muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan
gejala-gejala pusing, vertigo, ataksis, dan gejalagejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering
ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat dijumpai
gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5% kasus dijumpai
unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. 30% dari kasus tidak
didapati tanda-tanda fokal.

D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat suatu foto rontgen polos
kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos kepala, mungkin terlihat pergeseran letak
glandula pinealis yang mengalami kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya
bakteri anaerob.

Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian tekanan intrakranial. Kalau
ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mencari apakah ada infeksi
dari paru. Dengan ultrasonografi didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan
angiografi dapat ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus. Pemeriksaan dengan
Computerized Tomography Scanning(CT Scan) dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan
juga fase dari abses tersebut, apakah pada fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya
kapsul. Dengan adanya CT Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan
tepat.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu
abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000- 20.000/cm3. Sampai 40%
kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus,
rata-rata 45 mm/jam. Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil
LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan intrakranial,
terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ).

Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan cepat menunjukkan
tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu padapenderita dengan sangkaan meningitis dan
dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan
untuk menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas,
maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP.

E. Diagnosa Banding
Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis
banding antra lain dengan tumor, terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat,
tromboflebitis intra serebral, empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.

F. Komplikasi
Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau keruangan
subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan hidrosefalus, edema otak
dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak tersebut.

G. Pengobatan Abses Otak
Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan mengurangkan atau
menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema otak, sebagian besar infeksi ini diobati
dengan antibiotika yang tepat dan dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan
aspirasi maupun dengan eksisi.
Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan hasilnya adalah
evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan pembedahan semua kasus dengan
pembiusan umum. Pendekatan dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun
suboksipital osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan
medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak, kultur darah ataupun sekret
nasofaring.
Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan medikamentosa saja pada
beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang menentang. Heineman et al (1971)
memperkenalkan cara pengobatan hanya dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan.
Dilaporkan, pada abses otak dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika.
Diperiksa kultur darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan.
Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema otak,
digunakan kortikosteroid.
Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses yang kecil dengan diameter
rata-rata 1,7 cm ( 0,8 2,5 cm ). Kalau diameter lebih besar antara 2 6 cm ( rata-rata 4,2 cm )
dianjurkan untuk dilakukan tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak
yang kecil yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar,
pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara serial.
Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka ini merupakan
indikasi untuk dilakukan pembedahan.
Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang besar saja yang
dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka selain tindakan pembedahan,
untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan pemberian antibiotika. Adapun antibiotika yang
dianjurkan diantara nya :
- Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan pertama. Kombinasi
alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti seftriakson/sefotaksim dan metronidazol.
- Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson )
dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6 juta unit.
Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg
diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam.
- Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin,
nafilin ) dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV,
diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi saraf, trauma, atau endokarditis
bakterialis.
- Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak
dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob,
dan mikroaerofilik,
- Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk organisme gram
negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau
sefepim.
- Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen trimetoprim dibagi 3 -
5 dosis untuk abses otak dengan penyebab Nikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6
bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan
imun. Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-kasus abses otak
yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu aspirasi melalui pengeboran
tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi.

Tindakan Pembedahan
Aspirasi
Lebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan diaspirasi. Dengan hasil CT
Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti. Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai
prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian
dibuat insisi kulit kulit kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah
tulang tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya. Dengan alat
dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater dibersihkan, kalau ada
perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan pisau runcing perlahan-lahan duramater
diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan
pungsi atau aspirasi dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan
aspirasi nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10 cc
dilakukan aspirasi berulangulang kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis sampai
bersih.
Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3 cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan
setiap hari drain diawasi dan dilakuan irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5
hari hail dari irigasi terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan.
Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya.
Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi antibiotika dengan dosis
tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500 mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai
menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai
diberikan sampai dengan 6 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5
mg diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan



Kraniotomi Osteoplastik
Penderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya. pembedahan dilakukan
dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi absesnya, kita melakukan kraniotomi
osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan. untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan
suboksipital kraniotomi yang luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan.
Setelah insisi kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat
untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan jarum fungsi
khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi, disediakan untuk dikultur.

Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding abses tersebut terlihat.
Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding abses yang paling permukaan
ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses dibebaskan dari jaringan otak yang normal
sampai terlepas keseluruhannya. Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti
Garamycin. Setalah perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat
kembali, dijahit dengan cara interupted suture dengan benang sutura 03. Tulang dikembalikan,
periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang drain subkutan.

Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas test. Sebagai
pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB. Setelah satu minggu kemudian, dibuat
CT Scan sebagai kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf., Jakarta
: EGC., 2009.
2. Hakim, AR., Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr. Soetomo FK Universitas
Airlangga Surabaya pada tahun 1984-1986, Lab/UPF Ilmu Bedah FK UNAIR/dr.
Soetomo Surabaya., 1986.
3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI., Updates in _euroemergencies., Jakarta : Balai
Penerbit FKUI., 2002.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku ajar _eurologi Klinis., Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press., 1996.

You might also like