You are on page 1of 8

FERONOM

1. Pengertian Feromon
Feromon, berasal dari bahasa Yunani phero yang artinya pembawa dan
mone sensasi. Feromon merupakan sejenis zat kimia yang berfungsi untuk
merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina. Zat ini
berasal dari kelenjar eksokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali
sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi.
Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat
mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies) .
2. Penemuan Feronom
Ketika pertama kali ditemukan pada serangga, feromon banyak dikaitkan
dengan fungsi reproduksi serangga. Penemu zat feromon pertama kalinya pada hewan
(serangga) adalah Jean-Henri Fabre, ketika pada satu musim semi tahun 1870 an
pengamatannya pada ngengat Great peacock betina keluar dari kepompongnya dan
diletakkan di kandang kawat di meja studinya untuk beberapa lama menemukan
bahwa pada pada malam harinya lusinan ngengat jantan berkumpul merubung
kandang kawat di meja studinya. Fabre menghabiskan tahun-tahun berikutnya
mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan menemukan betina-betinanya.
Fabre sampai pada kesimpulan jika ngengat betina menghasilkan zat kimia tertentu
yang baunya menarik ngengat-ngengat jantan .

3. Feronom pada hewan
3.1 Feromon Pada Kupu-kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina mengepakkan sayapnya, saat itulah
feromon tersebar di udara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara
seksual. Feromon seks memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis dimana
jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespons terhadap feromon yang
dikeluarkan betina atau jantan dari spesies yang berbeda
3.2 Feromon Pada Rayap
Dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada di
depan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar
dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat
dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat
erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek
makanannya.
Feromon Dasar Rayap: Pengatur Perkembangan
Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku) rayap juga
menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar
(primer pheromones). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/ pembentukan neoten
disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang
berfungsi menghambat diferensiasi kelamin.
Segera setelah ratu mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten
pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan
feromon yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat
dihambat.
Feromon dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja
dan kasta prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.
dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai
supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan
individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan bagian-bagian dari anggota
badan supra-organisma itu.
Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu koloni
biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki pekerja yang
sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2 - 4 persen).
Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena terdapat banyak semut di
sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan
untuk mempertahankan sarang.
3.3 Feromon Pada Ngengat
Komunikasi melalui feromon sangat meluas dalam keluarga serangga.
Feromon bertindak sebagai alat pemikat seksual antara betina dan jantan. Jenis
feromon yang sering dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai zat untuk
melakukan perkawinan. Ngengat gipsi betina dapat mempengaruhi ngengat jantan
beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi feromon yang disebut "disparlur".
Karena ngengat jantan mampu mengindra beberapa ratus molekul dari betina yang
mengeluarkan isyarat dalam hanya satu mililiter udara, disparlur tersebut efektif saat
disebarkan di wilayah yang sangat besar sekalipun.


3.4 Feromon Pada Semut dan Lebah Madu
Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut
menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber
makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit
korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain
untuk menyerang.
Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon
sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di
udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka
juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang,
bergantung pada sifat bahayanya .
3.5 feronom pada Kecoak
Kecoak betina menarik lawan jenisnya dengan cara mengeluarkan periplanon-
B. Konon senyawa ini dimanfaatkan CIA untuk menangkap seorang mata-mata.
Caranya orang yang dicurigai dikenai periplanon-B dan ditangkap kalau beraksi
dengan detektor kecoak jantan. Kecoak jantan dengan sangat tepat akan menemukan
orang yang di bajunya dikenai periplanon-B, walau si mata-mata mungkin tidak
membaui senyawa ini.


3.6 feronom pada Hamster, gajah, dan ngengat
Dari penelitian pada hewan-hewan lain, cara kerja yang sama juga ditemukan.
Menurut penelitian, hamster betina menggunakan dimetil disulfida untuk menarik
hamster jantan mendekat. Tapi yang ternyata mengejutkan
adalah gajah dan ngengat mempunyai feromon seksual yang sama, yakni Z-7-
dodesen-1-il-asetat. Walaupun sama, gajah dan ngengat tidak akan saling tertarik
karena Z-7-dodesen-1-il-asetat yang dihasilkan ngengat terlalu sedikit untuk
dirasakan gajah, begitu juga sebaliknya.

Jenis feromon menurut Sutrisno (2008), feromon dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, diantaranya :
1. Feromon seks,
2. Feromon jejak,
3. Feromon alarm,
4. Feromon agregasi,
5. Feromon penanda wilayah dan penunjuk jalan,
6. Dll.
Feromon agregasi adalah feromon yang diperlukan untuk mengumpulkan
anggota koloni atau pun individu dan mempengaruhi perilakunya sebagai suatu
individu. Kegunaan feromon ini berkisar dari penunjang perilaku makan, mating,
berlindung, oviposisi, sampai ke perilaku yang belum terdeteksi secara jelas. Ada
yang berhubungan dengan musim (hibernasi), berhubungan dengan amplitudo harian
(agregasi istirahat), berhubungan dengan stadia pertumbuhan (larva yang bersifat
gregarius) dan perilaku mengumpul lainnya. Setelah sumberdaya yang sementara atau
terbatas habis, maka agregasi akan terhenti dengan sendirinya (Winoto, 2009).
Feromon agregasi tersebar penggunaannya pada berbagai ordo seperti
misalnya Orthoptera, Homoptera, Hemiptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Familia
yang paling banyak dipelajari adalah Scolytidae, Coleoptera; terutama pada kumbang
kulit kayu; seperti genus Dendrocnotus dan Ips. Yang menarik, hampir semua
feromon agregasi kumbang kulit kayu adalah monoterpen yang secara rumus bangun
mirip dengan jenis yang dihasilkan oleh pohon inangnya. Reaksi agregasi merupakan
tanggapan terhadap campuran molekul serupa yang saling menunjang efektivitas
masing-masing. Komponen molekul serupa semacam itu membentuk suatu kerja
kimia yang disebut sinergistik. Masing-masing senyawa sinergis mungkin cukup
efektif sebagai molekul tunggal, tetapi lebih efektif jika bahan tersebut bercampur,
jauh lebih efektif dibanding sekadar jumlah total efektivitas masing-masing .
Feromon Alarm merupakan feromon yang dipergunakan untuk
memperingatkan serangga terhadap bahaya yang datang, apakah itu predator atau
bahaya lainnya. Tanggapannya dapat berupa membubarkan diri atau membentuk
pertahanan koloni. Beberapa anggota familia Hemiptera dan serangga sosial
menggunakan feromon ini untuk menghadapi bahaya. Bahan feromon ini pada afid
misalnya, dikeluarkan melalui kornikulanya, yang mengandung bahan feromon alarm
umumnya farnesen, dan menyebabkan afid yang berada di sekitarnya menjatuhkan
diri, menjauh atau meloncat pergi .
Fungsi Feromones
Ada beberapa fungsi feromon diantaranya :
1. Mempertemukan jantan dan betina kawin
2. Agregasi pada makanan
3. Oviposisi
4. Alarm bila diserang
5. Kontrol perilaku kasta dalam semut
6. Stimulasi migrasi
7. Menghindari multioposisi
4. Perkembangan feronom
Seiring dengan berkembangnya sains tentang feromon, dapatlah dimengerti
ternyata serangga menghasilkan bermacam-macam zat kimia yang mempengaruhi
perilaku serangga sejenis lainnya. Semut misalnya, menghasilkan feromon untuk
menarik teman-temannya bergotong-royong mengangkut makanan dari tempat yang
jauh ke sarang mereka. Itu sebabnya kita sering melihat semut berjalan beriring-iring.
Beberapa spesies lalat, ngengat dan kumbang juga menghasilkan zat kimia
tertentu yang dioleskan ke sarang tempat meletakkan telur-telurnya. Zat-zat kimia ini
akan mencegah serangga lain untuk menaruh telur di tempat yang sama, jadi
mengurangi kompetisi serangga-serangga baru yang nantinya menetas dari telur tadi.
Sampai sekarang, para ilmuwan sudah mengenali lebih dari 1600 feromon
yang dipakai oleh berbagai serangga, termasuk serangga-serangga yang
dikategorikan hama. Karena telah teridentifikasi, feromon ini bisa dibuat dalam
jumlah besar secara sintetis. Feromon sintetis ini banyak dipakai untuk dijadikan
perangkap serangga.

You might also like