You are on page 1of 107

Karya Tulis ini dipersembahkan kepada:

1. Alamamater Tercinta Fakultas Teologi –


UKAW
2. Orang tua tersayang dan adik-adik ku
termanis
3. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 04/05
4. P. D. M. T. Family

1i
KATA PENGANTAR

“Bapa, Engkau sungguh baik”. Inilah ungkapan syukur dari penulis atas kasih

setia Tuhan yang tidak dapat terselami dan dilukiskan dalam kelemahan penulis.

Hanya pujian dan hormat yang tulus menjadi hadiah terindah. Pengorbanan Yesus

Kristus memberi kekuatan, semangat dan inspirasi bahwa sekali-kali Ia tidak akan

pernah meninggalkan dan membiarkan penulis sendiri.

Karena itu, kurang lebih 5 tahun tapak waktu yang dilewati penulis dalam

meniti studi pada Almamater tercinta. Perjalanan menelusuri tiap moment itu dihiasi

dengan suka dan duka, sehingga terangkai dalam refleksi yang memberi arti dalam

panggilan penulis sebagai calon pendeta.

Penulis sadari bahwa untuk mencapai garis terakhir dengan menyelesaikan

karya tulis ini sangatlah tidak mudah dan butuh pergumulan. Karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada :

1. Pdt. Elsy McC. Niap, Mphill dan Pdt. Thomas Ly, M.Th selaku dosen pemimbing

yang mendampingi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

2. Pdt. S. V. Nitti, M.Th selaku penasehat akademik selama masa perkuliahan.

3. Seluruh jajaran staf dosen Fakultas Teologi yang mendidik penulis selama proses

pembelajaran di kampus.

4. Pdt. Gayus Polin, S.Th yang memberi pikiran – pikiran teologis bagi sumbangsih

dalam rangka karya tulis ini.

5. Seluruh staf karyawan/ti yang bersama penulis bercanda dan selalu mendukung

penulis dalam hal-hal administrasi dan kelengkapan akademik.

2ii
6. Ayah tersayang Blasius Yoseph Un dan Bunda tercinta Adolfina Lucas, sebagai

orang tua yang memberi dukungan senantiasa baik dana maupun motivasi yang

menguatkan penulis selama menjalani proses di bangku kuliah. Dan adik-adikku

tersayang yakni Putra, Marlen dan Cindy.

7. Seluruh keluarga yang mendukung penulis. Tante Opi serta keluarga dan Mia.

Bapak Maxem Amtiran sekeluarga, Tante Yan sekeluarga dan Mama Hale

sekeluarga.

8. Bapak Ferry E. Ga dan Ibu Agustina Ga – Koamesah yang telah membantu dan

mendampingi penulis dalam hari – hari penulis dan selalu memberi dukungan dan

doa.

9. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2004/ 2005 yakni: Nero, Intan, Reno,

Kamet, Ale, Irwan, Tagor, Pirlo, Pyppos, Mimi, Gets, Ay, Ob, Emde, Yoyo, Nio,

Beni, Stiba, K’Ari, Ayah, K’Yes, K’ Iwan, Epi, Osian, Setto, K’Iba, Nona, Ambu

1, Ambu 2, Ambu 3, Ne’, Yade, Wasti, Ge, Ris, Orista, Ola, Be’a, Bepe, Neta,

Ida, Oltha, Nice, Sofi, Bunda, Yudi, Domina, Nety, Pago, Pely, Doni, Dorce, Eni,

Orista, Esry, Enthy, Femi, Fentris, Jeni, Yusak, Yusry, Umi, Shela, Rosa, Tini,

Dini, Ade Elwin, Ade, K’ Joice, Yanti, Meijen, Nelly, Anaci, Ce, Nabila, Mela,

Ci, Nomes, Sepa, Arni, Seko, Elyn, Aa, Nofrida, Keken, Uchan, Linda, Adel,

Rida, Fince, Lenny, Iwi, Elen, Cynta, Dekas, Nonci, Trefan, Witha, Tresna, Nori,

Datih, Rahel, Delsy, Nina, Selma, Dina, Endah, Anti, Novi, Endang, Henny, M3,

Kader, Ma’Engge, Ma’He, Koko, Ice, Yamo, Sanny dan Lia. Kenangan yang

terukir menjadi makna yang terdalam bagi penulis untuk melihat sejuta fenomena

3
iii
tentang paket hidup yakni “ada waktu tertawa – ada waktu menangis, ada waktu

senang – ada waktu susah, ada waktu bertemu – ada waktu berpisah dan ada

waktu berdiam ada waktu berbicara”.

10. PDMT Family (Persekutuan Doa Mahasiswa Teologi) yang terus menemani

penulis dalam suka dan duka serta memberi inspirasi dalam setiap pelayanan-

pelayanan bersama termasuk memberi minat bagi penulis untuk mengkaji pikiran

teologis dari Rasul Paulus. Sebagai wadah penulis belajar untuk Hidup Menjadi

Berkat bagi dunia, gereja dan masyarakat.

11. Seluruh adik-adik semester angkatan 2005-2006, 2006-2007, dan 2007-2008.

12. Kakak Munce R. Therik, S.Th yang menjadi partner pelayanan dan kerja bersama

penulis. Kakak yang terus memberi semangat dan terus memberi motivasi untuk

maju menjadi yang terbaik.

13. Bapak Agus Nge sekeluarga sebagai Bapak Kos, yang memberi tempat kepada

penulis untuk mendiami selama masa kuliah. Seluruh teman-teman kos AS.

Mangga Dua Oesapa, K’Roly, K’Jois, K’Nona, Oz, Dedo, Reza, Ajoy, Echon,

Jaldy, Iman, Lusi, Reny, Feni, Eti, Letta, Eta, Yory, dan Ito.

14. Seluruh jajaran staf badan pengurus Yayasan Harapan Kasih Bunda dan Sekolah

Tunas Daud yang turut mempengaruhi penulis dalam rangka proses karya

penulisan ini.

15. Pdt. Elsa Sihasale – Huwae, S.Ag yang memberi kepercayaan kepada penulis

untuk tetap melayani di jemaat Batu Karang Kupang. Kakak – kakak pengajar
iv

4
PAR Jemaat Batu Karang Kupang dan kawan-kawan pemuda Batu Karang yang

bersama penulis melayani dan saling sharing dalam pelayanan.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu per satu yang telah

mendukung dan memberi perhatian kepada penulis selama ini.

Akhir kata, penulis memberi kesempatan kepada para pembaca atas setiap saran

dan usul atau yang bersifat kritik konstruktif dalam rangka kesempurnaan dalam

karya tulisan ini. Guna tulisan ini bermanfaat bagi lembaga pendidikan, dan

kepentingan pengetahuan para pembaca. Mari kita belajar dari bahasa positif yang

memberi motivasi yakni “I Can If I Think I Can”.

Oesapa, 23 Juni 2009

Penulis,

5
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………. χ

ABSTRAKSI …………………………………………………………… §

MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………….……….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………..... 1

B. Perumusan Masalah ……………………………………………… 7

C. Pembatasan Masalah …………………………………………….. 7

D. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan………………………………… 7

E. Metode Penulisan Dan Penilitian………………………………… 8

F. Sistematika Penulisan……………………………………………. 9
v
BAB 1 - PAULUS DAN KONTEKS HISTORIS KORINTUS

1.1.Biografi Paulus …………………………………………………. 10

1.1.1.Pendidikan Paulus ………………………………………….......... 12

1.1.2.Potret Paulus …………………………………………………….. 14

1.2.Paulus Dan Agama Yahudi ...……………………………………. 16

1.3.Saulus Si Penganiaya …………………………………………..... 18

1.4.Pertobatan Saulus ……………………………………………....... 23

1.5.Korintus - Kota Di Pinggir Dua Lautan ……………………......... 24

1.5.1.Situasi Politik …………………………………………………..... 25

vi
6
1.5.2.Situasi Sosial – Ekonomi ……………………………………....... 27

1.5.3.Situasi Budaya – Religius ……………………………………........ 32

BAB 2 ANALISIS EKSEGETIS TERHADAP SURAT 2 KORINTUS 12:10

2.1. Hal – hal Pembimbing ........................................................................... 33

2.1.1. Penulis ................................................................................................ 33

2.1.2. Waktu dan Tempat Penulisan ............................................................. 34

2.1.3. Komposisi dan Ciri Khas Surat 2 Korintus ........................................ 36

2.1.4. Situasi dan Pergumulan Komunitas -

Penerima Surat 2 Korintus .................................................................. 39

2.1.5. Maksud Penulisan Surat 2 Korintus ................................................... 40

2.1.6. Tempat Nats Dalam Konteks ............................................................. 41

2.1.6.1. Konteks Umum ............................................................................... 42

2.1.6.2 Konteks Khusus ............................................................................... 42

2.1.6.2.1. Hubungan Ke Belakang (2 Korintus 11: 1-12: 9) ........................ 44

2.1.6.2.2. Hubungan Ke Muka (2 Korintus 12: 11-13: 1-13) ...................... 44

2.2. Kajian Eksegetis ................................................................................... 46

2.2.1. Kritik Bentuk .....................................................................................

46

2.2.1.1. Jenis Sastra ..................................................................................... 48

2.2.1.2. Pengaruh Agama ............................................................................ 49

2.2.1.3. Kedudukan Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben) ............................. 49

2.2.2. Teks dan Kritik Teks ......................................................................... 50

7
2.2.2.1. Teks 2 Korintus 12: 10 ................................................................... 50

2.2.2.2. Kritik Teks (Aparatus) ................................................................... 50


vii
2.2.2.3. Kritik Terjemahan .......................................................................... 56

2.3. Tinjauan Ayat Demi Ayat .................................................................. 60

2.4. Kerygma Teologis .............................................................................. 63

BAB 3 REFLEKSI TEOLOGIS “JIKA AKU LEMAH MAKA AKU KUAT”

3.1. Dasar Teologis Tentang Kelemahan .................................................. 64

3.1.1. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Lama .................................. 67

3.1.2. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Baru ................................... 68

3.2. Realitas Kelemahan Secara Personal dan Komunal .......................... 70

3.2.1. Realitas Kelemahan Secara Personal .............................................. 73

3.2.2. Realitas Kelemahan Secara Komunal ............................................ 76

3.3. Refleksi Teologis “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” ..................... 76

3.3.1. Kelemahan Paulus Sebagai Teladan ............................................... 79

3.3.2. Solidaritas Yesus Dalam Kelemahan Manusia ............................... 83

3.3.3. Gereja Yang bersandar pada kekuatan Allah .................................. 89

PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………….. 93

B. Usul dan Saran ……………………………………………………..... 94

Daftar Pustaka …..……………………………………………………… x

Biografi …………………….. …………………………………………... ix

8
ABSTRAKSI

Allah adalah kasih. Gambaran sifat itu terlukis jelas dalam peristiwa inkarnasi.
Yesus sebagai personifikasi kasih Allah nyata hadir dalam dunia. Ia mengambil rupa
“daging”, yakni menjadi tokoh historis dalam sejarah dengan semua realitasnya.
Kenyataan ini sebagai imanensi Allah dalam realitas historis yaitu rasa lapar, haus,
keberadaan sebagai orang asing, ketelanjangan, sakit penyakit dan pemenjaraan.
Allah menjadi imanen dalam realitas-realitas yang menyakitkan, dan ini dibuktikan
oleh pernyataan Yesus sebagai orang yang lapar, orang yang haus, orang asing, orang
telanjang, orang sakit dan orang terpenjara.
Kedatangan Yesus dalam dunia merupakan keberpihakkan-Nya kepada
kelemahan dan keterpurukkan manusia. Potret Allah dari wajah Yesus yang
menderita memberi warna unik tentang figur akan Kasih Allah. Yesus datang sebagai
hamba. Ia mengosongkan diri-Nya menjadi manusia, dan menjadi tanda solidaritas
Allah. Allah yang turut hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah
hidup manusia demi penggenapan kasih-Nya.
Jejak teladan Yesus ini Paulus merasakan sebagai peristiwa pertobatan yang
radikal. Pertobatan itu merupakan peristiwa kelahiran kembali, untuk menjadi saksi
bagi Kristus, sebab katanya; aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup
tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
Anugerah Allah itu, Paulus alami ketika berada dalam himpitan duri-duri penderitaan
yang hebat.
Ketaatan dan kesetiaannya diuji melalui konteks jemaat Korintus yang sangat
keras kepala dan hati yang kebal terhadap nasihat-nasihatnya. Kehidupan yang bebas
membuat penduduk kota Korintus suka menempuh jalannya sendiri. Lepas dari segala
ikatan dan mencampurbaurkan apa yang disenangi dengan hal-hal yang prinsipil.
Kelemahan dan penderitaan yang dialaminya bersifat fakta. Bukan kekuatan
berkedok kelemahan yang secara licik dipakai untuk mengendalikan orang banyak.
Paulus memilih jalan sungsang. Artinya, Paulus senang bermegah dalam
penganiayaan penderitaan, dan kelemahannya. Ia mempunyai prinsip hidup yang
terbalik dari arus hidup manusia.
Melalui penderitaan dan kelemahan yang dialami Paulus, terletak keadilan
Allah yang memprotes sikap Paulus sebagai penghujat, penganiaya umat Allah.
Keadilan Allah itu merupakan suara panggilan-Nya kepada Paulus untuk menjadi
surat Kristus yang hidup. Suara itu mengajak Paulus untuk turut merasakan
penderitaan sebagai saksi Kristus bagi keselamatan Allah di tengah-tengah dunia.
Gereja pun terpanggil untuk menjadi saksi bagi keselamatan Allah, sehingga
pengalaman iman secara konkrit tentang gambaran gereja yang menderita dilihat
dalam lingkup GMIT. Pada umumnya secara fisik finansial rendah dalam
menjalankan program-program pelayanan, tentunya kebutuhan akan dana sangat
esensial untuk memberi peran dalam setiap program-program pelayanan yang telah
direncanakan demi terlaksananya program-program tersebut.

9
Berdasarkan kebutuhan urgen ini, maka gereja tidak bisa berdiam diri dan
pasrah terhadap keadaan. Identitas gereja harus memberi warna dalam suasana yang
begitu terpuruk sekalipun. Figur gereja yang menderita adalah suatu integralitas dari
hakekat tubuh Kristus. Prinsip-prinsip gereja harus diteguhkan dan terus dijunjung
dalam pergumulan berjemaat, sehingga gereja dapat bergantung terhadap Kristus
sebagai Kepala Gereja bukan pasrah terhadap keadaan. Sebab gereja dikenal bukan
gereja farisi melainkan hakekat dari Tubuh Kristus.

10
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli bahwa dari semua tokoh yang tampil dalam

Perjanjian Baru Pauluslah yang paling baik dikenal.

Saulus adalah nama Ibraninya. Ia dibesarkan dan dididik dalam kalangan Yahudi.

Orang tuanya itu termasuk kelompok Yahudi Ortodoks, yang mendidik anaknya

menurut ajaran Farisi yang keras (Kis. 23: 6; 26: 5, Flp. 3: 5).1 Namun ia lahir di

sebuah kota yang bernama Tarsus di wilayah Sisilia (Kis. 21:39) yang juga menjadi

salah satu pusat kebudayaan Yunani (Helenistis).

Saulus dikenal melalui peristiwa Stefanus dihukum mati bersama para pengikut

Kristus.2 Peristiwa yang membuatnya merasa bertanggung jawab atas tradisi para

leluhurnya. Ia gigih dan memiliki semangat berkobar-kobar untuk mengancam dan

membunuh para pengikut Kristus. Ketika dalam perjalanannya ke Damsyik ia melihat

sinar yang terang sekali melebihi sinar matahari, lalu ia rebah ke tanah dan

terdengarlah suara “Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?… Akulah

Yesus yang kau aniaya itu”. Kemudian Selama tiga hari Paulus mengalami kebutaan

(Kis. 9:4,5).

Peristiwa dan pengalaman itu merupakan titik tolak yang baru dari perjalanan

hidupnya yang juga baru. Paulus mengaku bahwa dirinya telah disalibkan dengan

1 S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 413
2 Stefanus dibunuh dan jubahnya diletakkan di depan kaki Saulus dan terjadi tuduhan bahwa orang ini
terus menerus mengucapkan perkataan yang menghina tempat kudus dan hukum Taurat dan orang
Nazareth itu akan merubuhkan tempat ini dan mengubah adat istiadat.

11
Kristus (Gal. 12:19). Pengakuan ini merupakan sikap penyerahan diri sepenuhnya

kepada Kristus.

Pertobatan Paulus adalah suatu peristiwa dalam hidupnya yang betul-betul

merupakan tindakan Allah secara langsung. Sehingga dalam iman terhadap Yesus ia

berkata; “aku melupakan yang di belakang ku dan mengarahkan diri kepada apa yang

di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah yaitu

panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Flp. 3:14).

Dengan kata lain, bahwa Paulus diberi rahmat untuk menerima iman, atau ajaran

sebagai ungkapan iman yang telah dilawan olehnya.3 Itu berarti dapat dilihat bahwa

pertobatan Paulus bukan suatu evolusi belaka namun pertobatan radikal. Pertobatan

yang membawa perubahan secara mendasar terhadap spritualitas iman, moralitas,

emosional dan pola pikir. Peralihannya dari kelompok Yudaisme menjadi seorang

pengikut Kristus merupakan keyakinan hati nurani yang subyektif. Dengan tegas ia

berkata bahwa “apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang ku anggap

rugi karena Kristus, oleh karena Dialah aku melepaskan semua itu dan menganggap

sampah” (Flp. 3:8). Dengan demikian ia tidak lagi terikat dan terkurung dalam

hukum-hukum Yahudi dan bersikap fanatik terhadap mereka yang di luar, sehingga

dapat dikatakan bahwa Paulus adalah seorang prajurit yang benar-benar bersedia

menderita apapun demi kepentingan tuannya yakni Yesus Kristus.

Yesus telah memanggil Paulus untuk “keluar” dari kehidupan Yudaisme yang

fundamentalis. Yesus tidak mau ia terjerat dalam kacamata hukum-hukum taurat yang

3 Tom Jacobs, Paulus, hidup, karya dan teologinya, Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung Mulia,
1983, 55

12
menyimpang dari kehendak Allah. Oleh karena itu, pertobatan Paulus adalah tanda

kepedulian Yesus terhadap kelemahannya sebagai seorang yang “tahu banyak”

tentang hukum-hukum taurat.

Yesus tidak berhenti untuk mempedulikan kelemahannya namun memanggilnya

“keluar” untuk menjadi “Surat Kristus” yang hidup dan yang dapat dibaca oleh

orang lain, inilah kekuatan panggilan Paulus.

Peristiwa pertobatan Paulus ini sangat mempengaruhi perjalanan pekabaran Injil

yang keduanya di Korintus. Ketika berada di jemaat Korintus, usaha Paulus untuk

menjadi ciptaan yang baru tidaklah gampang. Dalam keberadaan dirinya yang cacat,

ia terus berjuang menjadi pengikut Kristus yang setia. Menurutnya Korintus

merupakan tempat yang paling tidak sesuai untuk iman Kristen.

Dalam kunjungan kedua kalinya ke Korintus merupakan kunjungan yang

menyakitkan. Paulus dihina oleh rasul-rasul palsu dengan menyatakan

kewenangannya sebagai rasul yang patut diragukan. Mereka tidak menderita karena

dianiaya seperti Paulus (2 Kor.11:23-29) dan mereka selalu membanggakan

pengalaman-pengalaman mistik dan kematangan rohaninya.4

Melalui kelemahannya dapat membawa pemulihan yang sempurna dalam

kekuatan Kristus. Bukan untuk membanggakan diri dalam penglihatan-penglihatan

dan penyataan-penyataan dari karya Kristus namun adanya sikap perendahan diri

untuk hidup bergantung kepada Kristus.

4 V.C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan Tafsiran atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2004, 86

13
Ia tetap kembali pada tema penderitaan dan kelemahan sebagai batu penjuru dari

status kerasulannya. Hanya kalau orang menyadari kelemahannya sendiri dan

mempercayakan diri kepada Allah, mereka dapat menyatakan diri sebagai orang

Kristen sejati (2 Kor. 12 :7-10).5

Fenomena ini membuat jalan pikiran Paulus jelas sekali menjurus kepada

pemahamannya yang lengkap tentang karya Kristus, yaitu Ia telah mati untuk semua

orang, supaya mereka semua yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri tetapi

untuk Kristus yang telah mati dan bangkit bagi mereka. Maksudnya karya Kristus itu

terjadi apabila pusat hidup seseorang itu bukan dirinya sendiri melainkan Kristus.

Adanya keputusan yang sungguh-sungguh dengan sepenuh hati untuk mengikut dan

menyangkutkan dirinya dengan iman kepada Kristus. Dengan demikian maka orang

tersebut dapat mengambil bagian di dalam hidup dan mati Kristus, dan kekuatan serta

kenyataan hidup Kristus akan dilimpahkan kepadanya.6

Ungkapan ini tidak hanya sekedar manis di bibir saja sebagai seorang yang baru

“bertobat” dengan semangat yang semu. Namun Paulus dapat membuktikannya

ketika berada dalam penderitaan, kelemahan dan kesesakannya. Ia tetap setia dan taat

kepada Kristus.

Sebab menurutnya bahwa kemuliaan ilahi dan kuasa Kristus tidak dibuktikan oleh

kuasa manusia, tetapi bekerja di dalam kelemahan. Kewibawaan kerasulan ditetapkan

bukan untuk mendaftarkan pengalaman-pengalaman rohani, melainkan dengan daya

tahan yang setia di dalam penderitaan kepada Tuhan.7


5 John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 366-367
6 S. Wismoady Wahono, Di sini…436
7 V.C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan Tafsiran atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2004, 85

14
Dalam konteks Indonesia dengan ciri kemajemukan agama, kadang kala agama

Kristen terjebak dalam kacamata “tahu banyak” tentang kebenaran Tuhan. Misalnya

saja waktu di bandung 10 November 2003 ada sebuah sekte yaitu Sekte Sibuea, yang

berkantor pusat di Jalan Siliwangi RT 01/ RW10 Desa Baleendah, Kecamatan

Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang mengklaim itu merupakan hari

kedatangan Yesus yang kedua kali.8 Tentunya sebagai agama yang minoritas, ini

bukan cara yang tepat untuk menunjukan identitas sebagai “Surat Kristus” yang

hidup dan yang dapat dibaca dalam pluralitas di Indonesia.

Di samping itu, Gereja9 sebagai Tubuh Kristus sering “menjauh” dan “lari” serta

“tidak sadar” dari penderitaan dan kelemahannya untuk menjadi “Surat Kristus” di

tengah-tengah masyarakat. Gereja hanya mencari hal-hal yang ” enak”, yang ”besar”

dan yang punya ”power”. Identitas Gereja mulai kabur dalam kenikmatan duniawi.

Identitasnya hanya dikenal waktu hari minggu saja dan hari lain bukan lagi hari

pelayanan. Pelayanan yang dilakukan hanya berpusat pada mimbar saja (Pelayanan

Weekend).

Demikianlah Paulus membuat suatu yang mengejutkan tentang penyingkapan.

Pernyataannya sulit dan rahasia sebagaimana ungkapan di dalam 2 Kor. 12:10 yaitu

”karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam

kesukaran, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesesakan oleh Kristus. Sebab jika

aku lemah maka aku kuat”.

8 www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat, Oesapa, 29 Juni 2008


9 Di sini Gereja dilihat secara individu sebagai orang-orang percaya dan secara komunal sebagai
lembaga organisasi.

15
Penyingkapan diri di dalam 2 Kor. 12:10 menunjukan ia adalah seorang yang

sadar akan kelemahannya, karena itu dapat menjadi teladan bagi orang lain, dan ini

merupakan cara atau metode dalam mengajar tentang kebenaran dan perilaku

kehidupan orang Kristen.10

Pernyataan ini menjadi perhatian yang serius yaitu mengenai makna “Sebab Jika

Aku Lemah Maka Aku Kuat” (2 Kor.12:10). Adanya sikap yang kontradiktif dari

pernyataan Paulus sebagai pengikut Kristus.

Sikap itu terlihat ketika Paulus merasa bangga dan senang dengan kelemahannya

untuk bisa menjadi kuat. Tentunya ini aneh, karena pasti sebagai manusia berharap

untuk menjadi yang kuat, yang baik, dan yang tinggi dan sangat anti untuk menjadi

yang lemah, yang kecil dan yang susah. Karena itu apa makna yang terkandung

dalam pernyataan Paulus “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” ?.

10 Paul Barnett, The Message of 2 Corinthians, England: Inter-Varsity Press, 1999, 184

16
Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis tertarik dan penasaran untuk

mengkaji permasalahan tersebut dalam skripsi ini dibawah judul : “Jika Aku Lemah

Maka Aku Kuat” dengan sub judul : Suatu Tinjauan Eksegetis Terhadap 2

Korintus 12:10, dan Implikasinya Bagi Orang-Orang Percaya Masa Kini.

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dirumuskan beberapa hal untuk dikaji :

1. Bagaimana gambaran konteks jemaat di Korintus ?

2. Apa makna dan kerigma yang terkandung dalam pernyataan Paulus tentang

“Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” ?

3. Bagaimana implikasinya bagi kehidupan orang-orang percaya masa kini baik

secara individu maupun gereja sebagai komunitas orang percaya?

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam teks 2 Kor. 12 terdapat pesan yang luas dan dapat ditafsirkan dari

berbagai sudut pandang. Karena itu, penulis lebih konsentrasi dan fokus pada ayat

10 dari 2 Korintus 12 dengan pembatasan permasalahannya adalah makna

pernyataan Paulus “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” dan implikasinya

bagi orang-orang percaya baik secara lembaga gereja maupun individu dalam

masyarakat.

17
D. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN

a) Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui gambaran umum konteks jemaat di Korintus.

2. Untuk mengetahui makna pernyataan Paulus tentang “Sebab Jika Aku

Lemah Maka Aku Kuat” dan implikasinya bagi kehidupan orang-orang

percaya saat ini.

3. Untuk mengetahui pesan bagi kehidupan orang-orang percaya masa kini.

b) Kegunaan

1. Sebagai bahan inspirasi kepada para pembaca dan sikap berteologi dalam

mengenal teladan Paulus dan mampu menjadi teladan bagi sesama.

2. Sebagai bahan untuk menambah wawasan teologis tentang makna

pernyataan Paulus “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”.

3. Sebagai bekal bagi penulis ketika melayani di jemaat dan menjawab

pergumulan penulis sebagai pengikut Kristus.

E. METODE PENULISAN DAN PENELITIAN

Dalam rangka menyusun dan melengkapi karya ilmiah ini, penulis

menggunakan pendekatan Deskriptif – Analitis. Tinjauan ini mengacu pada studi

secara Kritis-Analitis terhadap masalah yang digumuli, dan metode tafsir yang

digunakan adalah metode Penafsiran Historis Kritis. Untuk sampai maksud

penulisan ini, maka penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yaitu

mengumpulkan, mempelajari dan menganalisa sumber literatur yang berhubungan

dengan pokok tulisan ini.

18
F. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika yang dipakai dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut:

PENDAHULUAN : Bagian ini memuat Latar belakang Masalah,

Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan

Sistematika Penulisan.

BAB I : Bagian ini memuat potret Paulus dan

pertobatannya serta situasi konteks jemaat

Korintus.

BAB II : Bagian ini memuat Eksegese terhadap 2

Korintus 12:10 yang berisi: hal-hal

pembimbing, tafsiran dan upaya menemukan

kerigma teks.

BAB III : Bagian ini memuat Refleksi Teologis tentang

kerigma teks dan implikasinya bagi orang-orang

percaya saat ini.

PENUTUP : Bagian ini memuat kesimpulan dan saran.

19
BAB 1

PAULUS DAN KONTEKS HISTORIS KORINTUS

Pada bab ini penulis akan menggambarkan bagaimana keberadaan hidup Paulus yang

ada dalam dua masa yang berbeda, masa kanak-kanak dihabiskannya di Tarsus, dan

masa muda serta awal kedewasaannya di Yerusalem. Tujuannya untuk mengetahui

latar belakang dan konteks kehidupan Paulus yang sangat mempengaruhi dalam

pernyataannya ”Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”.

1.1.Biografi Paulus

Paulus lahir di kota Tarsus di wilayah Sisilia (Kis. 21: 39), sebuah kota Yunani

yang juga menjadi salah satu pusat kebudayaan Yunani (Helenistis).11 Tarsus

merupakan kota kebanggaannya dan menjadi kota pendidikan tinggi serta juga pusat

pemerintahan dan perdagangan. Tarsus adalah salah satu kota yang paling ramai di

dunia. Letaknya di pinggir laut tengah, di muara sungai Sidnus, dan pelabuhannya

temasuk pelabuhan dunia yang paling besar.

1.1.1.Pendidikan Paulus

Sejak dahulu orang Yahudi sangat teliti mengenai pendidikan anak-anak mereka.

Dengan bangga mereka mengatakan bahwa anak-anak “sejak masih berpakaian

popok telah dilatih untuk mengakui Allah sebagai Bapa mereka dan sebagai Pencipta

11 S. Wismoddy Wahono, Di Sini…413

20
dunia ini”.12 Maka itu ketika Paulus berumur 6 tahun, dia pergi ke sekolah untuk

pertama kalinya. Segera setelah dia dapat membaca, diberi gulungan-gulungan

perkamen kecil yang berisi bagian-bagian dari kitab Taurat, dan harus dihafalkannya.

Demikian anak-anak Yahudi begitu dini mempelajari hukum agama sehingga hukum

itu dapat tertanam dalam ingatan dan tak mungkin dilupakan.

Orang tuanya termasuk kelompok Yahudi Ortodoks, yang mendidik anaknya

menurut ajaran Farisi yang keras (Kis. 23: 6, Flp. 3: 5). Ketika Paulus berumur 12

atau 13 tahun, dia menjadi apa yang disebut “Anak Hukum Taurat”. Pada usia itu

ayahnya tidak lagi bertanggung jawab apakah Paulus mentaati hukum agama atau

tidak, melainkan Paulus sendiri harus bertanggung jawab atas hal itu. 13 Oleh karena

itu, sewaktu masih sangat muda orang tua Paulus memutuskan ia harus menjadi

seorang Rabi (Guru Hukum Taurat). Sebagai anak kecil di Tarsus, ia belajar tentang

tradisi-tradisi umat Yahudi melalui pendidikan yang teratur di tempat ibadah

setempat.14

Tidak lama kemudian, tepat usia 12 tahun Paulus dikirim dari Tarsus ke pusat

Yahudi yakni Yerusalem. Di sana ia menjadi murid rabi Gamaliel, seorang rabi yang

terkenal waktu itu, sehingga Paulus dapat memahami Kitab Ibrani secara teliti, dan

mahir dalam cara-cara penafsirannya. Paulus mempelajari hukum agama Yahudi

(Halakha) di perguruan tinggi Beith Hillel. Gamaliel guru pembimbing Paulus

bukanlah orang sembarangan. Ia adalah doktor ilmu golongan Farisi.15 Paulus

mencatat kemajuan yang baik dalam studinya di Yerusalem. Paulus mendapatkan


12 William Barclay, Duta Bagi Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, 9
13 William Barclay, Duta Bagi…11
14 John Drane, Memahami Perjanjian…290
15 www.PaulusDanAgamaYahudi.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008

21
predikat “the best” pada masa kuliahnya, bahkan jauh lebih maju dari pada teman-

teman sebayanya (Gal 1:14).

Cara belajar yang intensif itu berlangsung terus sampai Paulus mencapai umur 20

atau 21 tahun, demi memenuhi syarat menjadi seorang rabi. Namun sebagai seorang

rabi dilarang untuk menerima bayaran sebagai imbalan pengajarannya. Orang Yahudi

berpendapat bahwa seorang guru tidak boleh menerima uang dari murid-muridnya.16

Maka itu setelah Paulus menyelesaikan pelajaran-pelajarannya di sekolah tinggi, dia

belajar menjadi tukang tenda. Di daerahnya terdapat kawanan domba yang

mempunyai bulu khas. Bulu binatang itu dijadikan wol untuk membuat tenda, kain

korden serta hiasan gantung lainnya. Paulus bangga sebab dia mencari nafkahnya

dengan menggunakan kedua tangannya sendiri. Di samping menjadi seorang sarjana

besar, dia adalah juga tukang tenda yang terampil.17

1.1.2.Potret Paulus

Nama Paulus dalam bahasa latin itu diserap dari nama Yunani “Paolos” artinya Si

Kecil. Nama ini sudah ia dapatkan sejak lahir. Ayahnya Paulus adalah keturunan dari

suku benyamin atau anak yang paling kecil (bungsu) dari Yakub. Nama Ibrani dia

adalah Saul atau Saulus (bahasa Latin) yang diambil dari nama raja Israel yang

pertama.

16 Salah seorang dari mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan bahwa “janganlah membuat murid-
muridmu sebuah alat pencarian nafkahmu; buatlah mereka mahkotamu yang memberi kemuliaan
kepadamu”. Orang Yahudi berpendapat bahwa orang yang tidak mengajarkan suatu ketrampilan
kepada anaknya, mengajar dia untuk merampok. Baca: W. Barclay, Duta Bagi Kristus, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001, 12
17 W. Barclay, Duta Bagi...13

22
Menurut Alkitab penampilan lahiriah Paulus itu tidak meyakinkan (I Kor. 2:3; II

Kor. 10:10). Keterangan yang lebih rinci mengenai penampilan Paulus tercantum

dalam Kitab Apokrifa “Acts of Paul and Thecla ”18 yaitu orangnya kecil, rambutnya

tipis halus, kakinya bengkok, badannya tegap, alisnya tebal sampai bertemu,

hidungnya sedikit bungkuk.19

Tidak bisa dipungkiri bahwa selama hidupnya, ia pernah berkali-kali di penjara.

Sering mengalami siksaan seperti dilempari batu dan perintah Kaisar Nero supaya

menyiksa dengan besi panas selama tiga hari.20 Di samping itu, ia juga menderita

penyakit rematik dan persendian (II Kor. 12: 7). Paulus menyebut rintangan

jasmaniahnya itu “duri dalam dagingku”, begitu bahasa Alkitab menerjemahkannya.

Tetapi mungkin lebih tepat dengan kata Yunani yang menerjemahkan duri menjadi

“pasak”. Sebab yang dirasakan Paulus bukan hanya seperti duri tetapi lebih mirip

pasak yang ditusuk dalam dagingnya.

Tercatat pada masanya bahwa sepertiga dari kitab Perjanjian Baru adalah hasil

karya tulisan Paulus, walaupun demikian hanya sedikit sekali yang ditulis mengenai

diri pribadinya. Dari ke-13 surat-surat Paulus yang tercantum dalam Alkitab hanya 7

yang bisa dipastikan positif sebagai hasil karyanya. Surat-surat itu adalah surat Roma,

surat 1 dan 2 Korintus, surat Galatia, surat Efesus, surat Filipi, surat 1 dan 2

Tesalonika, dan surat Filemon.21

18 Kitab-kitab apokrif yaitu kisah-kisah yang memuat tentang peristiwa perjalanan Rasul Paulus dan
Thekla serta kisah Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Baca: F. D. Wellem, Hidupku Bagi Kristus, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003, 49
19 www.BiografiRasulPaulus.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008
20 F. D. Wellem, Hidupku Bagi…51
21 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah Lawan Kebenaran Sendiri, Paulus - masalah beragama –
kekerasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 3

23
Beberapa surat sisanya, dibantu oleh sekretaris-sekretarisnya. Semua surat-

suratnya ditulis dalam bahasa Koine-Yunani. Surat-surat Paulus disebar luaskan oleh

Onesimus pengagumnya Paulus sekitar tahun 90. Onesimus sang hamba yang

kemudian menjadi uskup di Efesus.22

Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa Paulus mati sahid. Paulus dipancung di

suatu tempat yang bernama Aquiae Salviae, jalan Ostia, dekat pohon cemara. 23

Jenazahnya dikuburkan di sana dan sekarang berdiri gedung gereja Santo Petrus.

1.2.Paulus Dan Agama Yahudi

Paulus adalah orang Ibrani asli dan pengikut aliran keras, yaitu golongan Farisi

(Kis 23:6). Ia bangga akan kenyataan ia seorang Farisi yang baik. Kaum Farisi

merupakan orang-orang legalistik. Mereka mewajibkan pemeliharaan secara rinci

bukan hanya hukum Perjanjian Lama yang tertulis, tetapi juga hukum-hukum

tradisional dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak berdasarkan otoritas Alkitab.24

Paulus mempunyai latar belakang ke-Yahudi-an yang sangat kuat. Sebagai

Yahudi, Paulus kuat kepercayaannya kepada Allah yang Satu dan Benar. Lebih dari

itu, ia memiliki keyakinan tentang kekudusan Allah. Dalam agama Yahudi

kepercayaan ini memimpin kepada Transendentalisme.25

Yudaisme atau agama Yahudi adalah kepercayaan yang unik untuk orang atau

bangsa Yahudi (penduduk Negara Israel maupun orang Israel yang bermukim di luar

negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang
22 www.Surat-suratPaulus.co.id, (bentuk artikel) Oesapa, 14 Oktober 2008
23 F. D. Wellem, Hidupku Bagi…51
24 John Drane, Memahami Perjanjian…292
25 Paham tentang Allah yang jauh.

24
Maha Esa, Pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di

Mesir, menurunkan Undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih

mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia.26 Dalam adat-adat dan Undang-

undang penganut Yahudi tercatat bahwa anak laki-laki diharapkan untuk disunat

(sewaktu masih bayi).

Apabila seorang anak laki-laki mencapai kematangan dia akan dirayakan karena

menjadi anggota masyarakat Yahudi di dalam upacara yang dinamakan “Bar

Mitzvah”. Demikian Paulus disunat pada hari ke-8, dan ia dapat membanggakan diri

sebagai orang Ibrani (Flp. 3:5). Pada waktu di Yerusalem Paulus belajar pada seorang

Yahudi yang sangat alim bernama Gamaliel.27 Di sana ia dididik sebagai seorang

Farisi, yaitu penganut aliran hukum Yahudi yang paling keras, yang harus mentaati

peraturan-peraturan Yahudi yang sangat ketat. Kata Farisi berarti “orang yang

dipisahkan”. Dan orang-orang Farisi adalah mereka yang memisahkan diri dari rakyat

biasa dan kehidupan biasa supaya dapat mematuhi setiap bagian, walau sekecil-

kecilnya dari hukum Taurat. Yang menyulitkan keadaan ialah bahwa orang-orang

Farisi sama sekali tidak mau bergaul dengan orang yang tidak seketat mereka dalam

mentaati hukum Taurat. Akibatnya orang tersebut tidak boleh memasuki rumah

mereka.28

26 http://id.wikipedia.org/AgamaYahudi, Oesapa, 14 Oktober 2008


27 Gamaliel adalah seorang Guru atau Rabi Yahudi pada zaman dahulu yang sangat terkemuka dan
sangat disegani di antara tiga aliran Yahudi, yaitu Farisi, Saduki, dan Essen. Pemikirannya turut
memberikan kontribusi bagi terbentuknya cara hidup orang-orang Yahudi pada akhir abad pertama
hingga sekarang pada abad -21. Sumber: www.WikipediaGamaliel.co.id
28 Ada catatan mengenai seorang Farisi yang mengatakan bahwa “seandainya hanya 2 orang benar di
dunia ini, maka aku dan anakkulah kedua orang itu. Seandainya hanya ada 1 orang yang benar, maka
akulah dia”. Baca: William Barclay, Duta Bagi...9

25
Suatu kehidupan yang dikuasai oleh peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang

demikian kerasnya pasti merupakan kehidupan yang sangat terbatas dan tidak

menyenangkan. Namun mereka rela menerima hidup demikian, dan dengan sangat

ketat mereka mematuhi setiap peraturan sampai yang sekecil-kecilnya. Hanya orang

yang mempunyai kepercayaan yang fanatik mendalam akan mau melakukan itu.29

Demikian pun Paulus adalah seorang Yahudi yang fanatik beragama (Gal. 1: 14)

sebab menurutnya dia tetap setia kepada Allah.

1.3.Saulus Si Penganiaya

Sebagai seorang Yahudi yang fundamental, Saulus dengan setia dan rajin menjaga

warisan nenek moyangnya terhadap aturan-aturan yang telah ada dari zaman Musa.

Dalam latar belakang pemikiran orang-orang Yahudi tentang masa pengharapan

eskatologis akan kerajaan Mesias, mereka mempunyai perspektif yang sangat tinggi

akan kedatangan Sang Mesias. Mesias yang seharusnya lebih mulia dari Musa.

Mesias yang seharusnya membawa kebanggaan Israel tiba pada puncak, yang

sepanjang sejarah belum pernah tercapai. Namun kenyataan berkata lain, ketika pada

akhirnya hanya melihat seorang muda tergantung di kayu salib sampai mati. Lebih

memalukan lagi ketika sekelompok orang tak terdidik semakin banyak dan semakin

berani untuk terus memproklamirkan Yesus sebagai Mesias. Suatu penghinaan, bukan

saja atas tradisi Israel, dan atas pengharapan Israel, tetapi juga atas figur Mesias. Dan

semuanya itu juga menyatakan penghinaan terhadap Allah Israel. Inilah yang

29 William Barclay, Duta Bagi…17

26
membuat sang Saulus muda mulai berkobar-kobar menangkap, memenjarakan dan

menganiaya orang-orang Kristen.

Dalam rangka kegigihannya mempertahankan kebenaran agama Yahudi yang

tertuang dalam adat nenek moyangnya itu, Saulus sama sekali tidak merasa bersalah

menganiaya jemaat Allah (Flp. 3: 6). Karena jemaat yang mengakui Yesus sebagai

Mesias (Kristus) itu menyimpang dari ajaran agama Yahudi dan mengganggu, bahkan

membahayakan agama Yahudi.30 Saulus dari Tarsus pertama-tama muncul dalam

lembaran Kisah Para Rasul sebagai seorang muda yang memegangi jubah mereka

yang merajam Stefanus dan ia setuju bahwa Stefanus mati dibunuh (Kis. 8:1).31

Fenomena ini membuat Saulus merasa mempunyai kebenaran mutlak yang

diturunkan dari nenek moyang Yahudi dengan sangat teliti. Berdasarkan kebenaran

ini, maka Saulus melihat itu sebagai hal yang wajar dilakukan, demi meningkatkan

kegigihan menjaga, memelihara dan membela warisan rohani dari bangsanya.

Penganiayaan yang timbul di Yerusalem membuat banyak orang Kristen lari ke

daerah lain. Tetapi hal itu tidak membuat Saulus berpaling dari semangat yang

menyala-nyala untuk memburu mereka. Maka dengan surat kuasa dari Imam Besar,

Saulus memburu mereka hingga ke Damsyik.32


30 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah…6
31 Kematian Stefanus juga merupakan duri yang mengganjal di hatinya. Menurut jalan pemikiran
Saulus, Stefanus adalah seorang penghujat Allah dan bersalah di hadapan hukum. Namun pembelaan
Stefanus pada dasarnya adalah benar dan sulit untuk dibantah. Sebab pengakuan Stefanus bahwa ia
telah melihat Kristus yang telah bangkit serta sinar wajahnya yang memancarkan sukacita meskipun
maut tengah menjelang, membuktikan kebenaran hidupnya yang tidak terpatahkan oleh argumentasi
Saulus yang berdasarkan kepada Hukum Taurat. Ia mengenang peristiwa ini dalam pidatonya di
benteng Antonia (Kis. 22: 19-20) sebagai pengalaman yang tidak dapat dilupakannya. Baca: Merrill C.
Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006, 304
32 Surat yang memerintahkan pemimpin Yahudi lokal untuk menyerahkan orang-orang Kristen yang
lari dari Yerusalem. Paulus menggunakan kuasa yang diberikan kepada orang Yahudi sejak tahun 40-
an SM untuk boleh menangkap kembali pengikut agama Yahudi yang membelok dan lari ke luar
daerah Israel. Surat kuasa ini menunjukan bahwa Pauluslah orang yang diutus untuk menangkap

27
Padahal secara tidak sadar Saulus telah membangun kebenarannya sendiri dan

melawan kebenaran Allah.33 Gerakan ini menjadi titik kelemahan Saulus yang

membuatnya ”buta” 34 untuk melihat kebenaran Allah.

Demikian Saulus adalah termasuk anggota dari ke-6000 orang Farisi yang sangat

saleh, yang betapa pun sesat keyakinan mereka, namun tetap merupakan pasukan

penggempur dan pelopor agama Yahudi.

mereka dan membawa mereka kembali ke Israel untuk dihukum. Sumber:


www.SaulusSiPenganiaya.co.id
33 Dengan demikian hubungan dengan Allah telah lenyap dan tersisalah manusia beragama itu sendiri
luapan rasa benarnya yang tidak terkendali lagi. Tidak ada lagi pada dirinya keharusan untuk tunduk
kepada Allah dan kebenaran Allah; tinggallah ia sendiri dengan kebenarannya yang membenarkan
dirinya dalam bertindak benar sendiri. Baca: Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah…16
34 Mata imannya telah tertutup oleh Hukum Taurat yang miring.

28
1.4.Pertobatan Saulus

“Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi” (Flp.

3: 7). Pengakuan Saulus di atas merupakan perubahan dari sesuatu yang dibanggakan

antara “dahulu” dan “sekarang”. Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus, bukan lagi

sesuatu yang diperolehnya secara turunan, seperti dilahirkan sebagai orang Israel,

yang dianggap sebagai bangsa pilihan Allah.

Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus terjadi saat perjalanan menuju Damsyik,

ketika itu kira-kira tengah hari, matahari telah tinggi di langit. Dengan semangat

Saulus ingin sekali sampai ke kota Damsyik sebelum matahari terbenam, supaya

secepatnya mungkin dapat dimulainya pekerjaan yang kejam itu. Tiba-tiba terpancar

suatu cahaya yang terang sekali. Cahaya yang ajaib itu membuat Saulus rebah ke

tanah lalu didengarnyalah suara yang menyerukan kepadanya “Saulus, Saulus

mengapakah engkau menganiaya aku?”.35 Suara yang singkat dan sederhana ini

membawa arti yang besar kepada suatu pertemuan yang mengubah, bukan saja

kehidupan Paulus, tetapi juga sejarah gereja. Pertemuan yang memiliki dampak

begitu besar bagi Saulus, karena pertemuan inilah yang membuatnya mengerti apa

yang dimaksudkan dengan kelahiran kembali.36

Tuhan melahirkan kembali Paulus, setelah dia menjalani hidup yang mati.

Perlawanannya yang sia-sia kepada Tuhan membuat dia hanyalah seperti bayi yang

gugur di hadapan Tuhan. Paulus menjadi orang yang sadar akan hal ini dan mengerti

35 J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2 – Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996,
726
36 Perubahan yang diungkapkan kembali dalam surat kepada jemaat di Korintus sebagai pertemuan
antara Kristus dengan dirinya yang seperti seorang anak yang lahir sebelum waktunya. Perubahan yang
adalah mati menjadi hidup.

29
jelas karena dirinya adalah pendosa yang dipanggil Tuhan untuk menjadi hamba-Nya,

justru di saat dia sedang berada dalam puncak dosanya.37

Menurut Paulus dosa adalah gerakan membelok dari jalan yang lurus (Roma 3:

23). Pengertian dosa sebagai pelanggaran tidak ada artinya apabila tidak ada suatu

patokan yang ditetapkan sebagai pengukur pelanggaran itu.38 Paulus mengerti hal ini

lebih dalam dari orang lain sekalipun terdapat pengakuannya (bnd. I Timotius 1:16).

Semua manusia sudah berdosa, tetapi Paulus menjadi orang yang Tuhan pilih bukan

hanya mengajarkan apa itu dosa, tetapi juga menjadi contoh agar orang sadar akan

dosa.

Yesus memanggil Paulus, tidak untuk menghukum, seperti yang telah ia buat

kepada para pengikut Yesus. Yesus tidak membunuh Paulus. Yesus tidak menyeret

Paulus ke jalan-jalan. Yesus tidak menimpakan kepada Paulus sesuai dengan

perbuatannya. Tetapi lebih dari itu, Yesus menjadikan dia alat-Nya untuk menjadi

saksi bagi Dia. Paulus yang tadinya menyiksa Yesus sekarang menjadi saksi bagi

Yesus.

Dalam hubungan dengan pertobatan Paulus ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan yaitu :

37 Allah memilih kita dan kemudian memanggil kita supaya kita memperoleh kemuliaan Yesus
Kristus. Kita adalah orang-orang pilihan, bukan orang sembarangan. Kita dipilih untuk ditentukan
serupa dengan Kristus. “Sebab semua orang yang dipilihnya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya
dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga
dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya, mereka itu juga
dimuliakan-Nya Roma 8: 39-30” Baca: Hanna Sebadja, Kuat di dalam Kristus, Yogyakarta: ANDI,
1994, 3
38 Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995, 219

30
a. Keliru apabila orang hendak mengerti pertobatan Paulus ini sebagai

“pertobatan pindah agama”.39 Secara ilmu sejarah hal itu adalah keliru, karena

pada waktu itu belum ada agama Kristen.

b. Yang benar adalah Paulus bertobat kepada Kristus, dan meninggalkan cara

beragamanya yang sebelumnya.40

Dengan kata lain bahwa arti pertobatan Paulus kepada Kristus yaitu sekarang ia

tidak lagi berusaha mendirikan kebenarannya sendiri, tetapi sekarang ia hanya mau

hidup dari kebenaran Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.

Sebagai wujud proses kelahiran kembali, maka Paulus membuat usaha yang luar

biasa melalui surat-suratnya kepada komunitas non-Yahudi untuk menunjukan bahwa

keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan

hanya bagi orang Yahudi. Namun dengan gagasan dari Paulus ini muncul pertikaian

antara dirinya dan murid-murid Tuhan Yesus (terutama Petrus dan Yakobus). Untuk

menyelesaikan konflik ini, diadakanlah persidangan di Yerusalem (Kis. 15), yang

disebut sebagai Sidang Sinode atau Konsili Gereja yang pertama.41

Konsili ini menghasilkan beberapa keputusan penting, misalnya:

a. Untuk menikmati karya penyelamatan Yesus, orang tidak harus menjadi

Yahudi terlebih dahulu.

39 Dari agama Yahudi pindah masuk agama Kristen.


40 Paulus berkata : “aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Gal. 2: 19-20. Tetapi apa yang dahulu merupakan
keuntungan bagiku (yaitu segala yang ia banggakan dalam cara beragamanya di waktu lalu), sekarang
kuanggap rugi karena Kristus. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan
menganggap sampah, supaya aku memperoleh Kristus dan berada dalam Dia bukan dengan
kebenaranku sendiri…Flp. 3: 7-9”. Baca: Liem Khiem Yang, kebenaran Allah melawan kebenaran
sendiri, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 9-11
41 www.PerjalananKeDamyik.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008

31
b. Orang-orang Kristen yang bukan berasal dari latar belakang Yahudi tidak

diwajibkan mengikuti tradisi dan pantangan Yahudi (mis. perihal tentang

sunat dan memakan makanan yang diharamkan).

c. Paulus mendapat mandat untuk memberitakan Injil ke daerah-daerah

berbahasa Yunani.42

Adapun rute perjalanan Paulus dalam menyampaikan kesaksiannya sebagai

hamba Kristus43.

42 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah ... 9


43 Peta menurut Lembaga Alkitab Indonesia, Indonesia – Yunani, 2002

32
3. Galatia · 2. Frigia · 3. Efesus · 4. Makedonia · 5.Korintus · 6. Kengkrea · 7.
Makedonia (lagi) · 8. Troad· 2.(Troas)
1. Antiokhia Seleukia· ·9.
3. Asos
Siprus · ·10. Metilene
3a.Salamis · 3b.· 11.
PafosKhios · 12.
· 4. Perga Samos· ·6. Konya
· 5.Pisidia
13. Miletus · 14. Kos · 15. Rodos 16. Patara · 17. Tirus · 18. Ptolemais · 19.
(Ikonium) · 7. Listra · 8. Derbe · 9. Antalya · 10. Antiokhia . 11 Roma (kembali} Kaisarea
(Caesarea2.Maritima) · 20. Yerusalem
Kilikia · 2. Derbe · 3. Listra · 4. Frigia · 5.Galatia · 6. Misia (Alexandria Troas) · 7. Samotrake · 8.
Kavala (Neapolis) · 9. Filipi · 9. Amfipolis · 10. Apolonia · 11. Tesalonika · 12. Beroea · 13.
Athena · 14. Korintus · 15. Kengkrea · 16. Efesus · 17. Siria · 18. Kaisarea (Caesarea Maritima) · 19.
1.1.KorintusYerusalem
- Kota 20.DiAntiokhia
Pinggir Dua Lautan

Seorang perintis dan sekaligus pemimpin usaha pekabaran Injil masyarakat

Romawi-Yunani adalah Paulus. Masyarakat inilah yang menjadi alamat pekabaran

Injil segera setelah kebangkitan Yesus. Korintus adalah salah satunya.

Paulus mengunjungi Korintus pada tahun 50 atau 51.44 Paulus menjadikan

Korintus sebagai markas besar pelayanannya selama 18 bulan. Korintus adalah

sebuah kota penting di negeri Yunani, yang menghubungkan Yunani Utara dengan

Yunani Selatan. Di antara teluk Saronik dan teluk Korintus terletak genting tanah

yang sempit, yang jarak lintasnya hanya beberapa kilo meter, dan di atas tanah itu

berdirilah kota Korintus. Kota Korintus terletak di tempat yang strategis dan

merupakan pusat perdagangan antara Eropa dan Asia Barat. Orang menyebutkan

44 www.KotaKorintus.co.id, Oesapa, 16 Oktober 2008

33
”Kota Di Pinggir Dua Lautan” atau ”Jembatan Yunani”.45 Oleh karena itu, di Kota

Korintus terdapat percampuran kebudayaan, agama dan ilmu pengetahuan daripada

bangsa-bangsa yang datang ke kota itu.

1.1.1.Situasi Politik

Di zaman Yunani kuno, Korintus merupakan kota termasyur. Tetapi pada tahun

146 S.M. kota itu ditimpa malapetaka. Pada waktu itu bangsa Romawi telah

mengalahkan Yunani, dan karena Korintus merupakan pusat strategis yang sangat

penting, maka kota itu dihancurkan sama sekali.46

Tetapi pada tahun 44 S.M. Korintus bangkit lagi dari puing-puingnya. Julius

Caesar menyadari bahwa Korintus terlalu penting lokasinya untuk dibiarkan sebagai

padang belantara, maka berdirilah sebuah kota yang lebih hebat dan lebih mewah di

atas puing-puing yang lama itu. Korintus adalah ibukota propinsi Akhaia, tempat

kedudukan Gubernur Romawi. Seorang penguasa Roma baru telah diangkat, yakni

Prokonsul Yunius Annaneus Galio saudara dari Seneca, filsuf dan pujangga dari

Roma dan Mela.47

Sekitar tahun 55 atau 51 S.M Paulus mengunjungi Korintus. Di kota itu terdapat

suatu jalan raya yang megah yang menghubungkan antara kota Atena dan kota

Korintus. Sebelum sampai di kota itu terdapat terusan yang panjangnya 4 mil dengan

45 William Barclay, Duta Bagi…137


46 Seorang sejarawan Yunani menulis bahwa ia melihat sendiri bagaimana prajurit-prajurit Roma yang
kasar itu memakai lukisan-lukisan, barang-barang ukiran dan patung-patung serta barang-barang
kesenian lainnya diangkut ke Roma. Baca: William Barclay, Duta Bagi…138
47 Masa jabatan Galio di Korintus direkam dalam sebuah surat yang dikirim oleh Kaisar dan diukir
sebagai sebuah inskripsi pada batu; tahun jabatan Galio adalah antara tahun 51-52 atau tahun 52-53 M.
Baca: John Drane, Memahami Perjanjian…336

34
memotong suatu genting tanah yang menghubungkan Peloponnesus ke Attica.

Terusan ini memperpendek jarak sejauh 200 mil yang harus ditempuh kapal-kapal

dari pelabuhan Adriatic ke Piraeus (pelabuhan laut Atena).

Nero merencanakan terusan ini pada tahun 66.48 Pada tahun yang sama nasib

malang bagi Galio bersama dua saudara laki-lakinya, Mela dan Seneca, yang

dihukum mati atas perintah Nero.49

1.1.2.Situasi Sosial – Ekonomi

Pada masanya kota Korintus ini dikenal sebagai Kota Metropolitan karena

dijadikan pusat dan jalur perdagangan antar negara. Selain sebagai pusat

perdagangan, kota pelabuhan ini, yang penduduknya terdiri dari banyak macam

bangsa, terkenal karena kemajuannya dalam perdagangan, kebudayaannya yang

tinggi, tetapi juga karena keadaan susilanya yang rendah dan karena adanya

bermacam-macam agama di situ. Korintus menjadi sebuah kota pelabuhan yang

makmur.50

Korintus bahkan merupakan salah satu dari tiga kota pusat ekonomi utama di

Yunani. Salah satu sumbernya yaitu terdapat suatu pertandingan olimpiade yang

mampu memancing orang datang berbondong-bondong untuk menonton

48 Charles Ludwig, Kota-kota pada zaman Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup, 1975, 41- 49
49 Galio dipaksa untuk bunuh diri, dan ia melakukannya dengan memotong urat-urat nadinya dan
kemudian berbaring di bak kamar mandi yang diisi air panas. Ini merupakan cara yang populer pada
waktu itu. Baca: Charles Ludwig, Kota-kota pada zaman…42
50 Sejarahwan Strabo, mencatatnya, "Korintus disebut makmur, karena perdagangannya, yaitu karena
letaknya di Isthmus dan memiliki dua pelabuhan, yang satu menuju ke Asia dan satunya lagi menuju
ke Italia, dan ini memudahkan para pedagang dari kedua negara yang saling berjauhan. Lechaeum,
pelabuhan barat dari teluk Korintus ini, adalah pelabuhan dagang menuju Italia dan Sisilia, dan
Cenchreae, pelabuhan timur di teluk Saronic, adalah pelabuhan untuk negara-negara Mediterania
timur." Sumber: www.KotaKorintus.co.id, Oesapa, 16 Oktober 2008

35
pertandingan itu. Dan pegunungan Akrokorintus yang berwarna coklat yang

menjulang 1875 kaki di belakang kota itu.51

Korintus sebagai “Ruang Tamu Negara Yunani” selalu dikunjungi kapal-kapal

yang datang dari timur ke barat atau dari barat ke timur, berlayar ke salah satu teluk

di pinggir genting tanah. Tanah itu biasa disebut Diolkos.52 Dengan demikian, semua

lalu lintas dari timur ke barat harus melalui kota Korintus, sehingga kota itu dijuluki

“Pasar Negara Yunani”.

Ada catatan bahwa banyak barang-barang berharga yang didatangkan ke

pelabuhan yaitu minyak balsem Arab, lontar Mesir, kurma Fenesia, gading Libia,

permadani Babel, bulu kambing Kilkia, dan bulu domba Likaonia. Kapal dari seluruh

dunia berlabuh di dermaga Korintus, tempat kapal-kapal perang Yunani kuno yang

termasyur.

Dengan adanya kota pelabuhan ini, maka jasa pelacuran mudah didapatkan. Di

atas bukit yang membentang ke arah Korintus terlihat sebuah kuil penyembahan

kepada dewi Aphrodite, dewi cinta. Di kuil inilah banyak kaum pelacur wanita

maupun lelaki melakukan praktek amoral mereka sebagai bagian dari upacara ritual

agama mereka.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kota “pelabuhan” ini

sangat bebas. Adanya pandangan tentang kebebasan yang lebih melampaui arti kasih

51 Batu karang yang besar ini berfungsi sebagai menara pengintai untuk menyelidiki musuh. Tempat
ini juga merupakan suatu tempat yang menyenangkan untuk mengungsi. Dan kemudian nama Korintus
asal mulanya dari nama tempat itu. Korintus berarti pengawasan atau penjaga. Baca: Charles Ludwig,
Kota-kota pada…44
52 Yang berarti: tempat menarik ke seberang. Sistem transportasi logistik. Baca: William Barclay,
Duta Bagi…137

36
saudara.53 Maka tak heran sering kali terjadinya persoalan yang hebat dalam sistem

sosial kemasyarakatan yang ada di kota Korintus. Semua persoalan itu mengancam

persekutuan Kristen di Korintus.

Korintus adalah salah satu kota yang paling jahat di dunia. Ada ungkapan sinis dalam

bahasa Yunani yang berbunyi demikian, “berkelakuan seperti orang dari Korintus”

yang menggambarkan orang yang hidup berpesta pora dengan bermabuk-mabukkan

dan berbuat tak senonoh.

Inilah Korintus, kota kosmopolitan yang sibuk, yang berlari cepat, menyediakan

segala macam variasi hidup bagi masing-masing kelas dan komunitas yang kompleks

adanya. Kota yang menyediakan banyak pilihan.

1.1.3.Situasi Budaya - Religius

Korintus merupakan kota sosial budaya dan bermacam-macam agama dan

pengetahuan, termasuk agama Yahudi. Pola pikir Helenis sangat kuat di Korintus dan

Filsafat berkembang sangat pesat. Pada tahun 49 orang-orang Yahudi diusir dari

Roma dan mereka berimigrasi ke Korintus, menjadikan Korintus sebagai sebuah

komunitas Yahudi yang paling kosmopolitan. Acara budaya Korintus yang terkenal

adalah 'Ishtmian Game' di mana setiap dua tahun mereka adakan untuk menghormati

“Poseidon” dewa laut.54

Di jantung kota ini juga terdapat kuil Apollo yang terkenal. Sejarahwan Strabo

juga mencatat adanya 1000 pelacur 'sakral' di kuil Aphrodite di atas “Acrocorinth”,

53 Paul Barneth, The Message of 2 corinthians, England: Inter-Varsity Press, 1999, 183-184
54 Hampir semua cabang olahraga dapat dipertandingkan di dalam pertandingan itu. Termasuk
pertandingan Gladiator.

37
gunung yang paling terkenal di Korintus. Bahkan kata Korintus yang berasal dari kata

'κ ο ρ ι ν τ η ι α ζ ο µ α ι ' adalah berarti 'percabulan'.55 Seperti kota

pelabuhan lainnya, jasa pelacuran tidak sulit untuk dicari. Sehingga secara tidak sadar

timbul suatu sikap yang terlalu bebas dalam pergaulan sebagai saudara yang

berdampak pada seks bebas.

Korintus juga terkenal sebagai kota yang dipenuhi kaum intelektual. Kalangan

intelektual yang memiliki pengaruh kuat adalah golongan atau penganut Epikuros

yang mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui pemborosan yang

berlebih-lebihan untuk pemuasan diri. Pandangan seperti ini didasari oleh

pemahaman mereka bahwa hidup ini hanya satu kali. Kehidupan setelah kematian

(kebangkitan orang mati) tidak dikenal dalam ajaran Epikuros. Dalam pengertian

modern, pengajaran golongan Epikuros ini disebut dengan “Hedonisme”.56

Rupanya jemaat Korintus bimbang dengan adanya dua ajaran di sekitar mereka.

Ajaran pertama adalah ajaran kaum Hedonis yang menolak ajaran kebangkitan.

Ajaran kedua adalah ajaran Kristen yang mengajarkan adanya kebangkitan orang

mati. Bagi kalangan hedonis, kebangkitan orang mati adalah ajaran yang ganjil.

Namun ada pula golongan-golongan yang lain yaitu, golongan Apolos, golongan

Kefas dan golongan Paulus serta ada yang mau mengatasi semuanya itu dengan

menamakan dirinya golongan Kristus.57 Tentunya timbul banyak perselisihan di

antara mereka. Yang diutamakan adalah gaya dan pidato yang berapi-api. Mungkin
55 Perkataan “Korintus” sering dipakai untuk menyindir seseorang. Istilah ini dipakai untuk
mengatakan keadaan amoral yang bejat.
56 Hedonisme berasal dari kata “hedone” yang artinya kesenangan atau kenikmatan. Hidup ini hanya
satu kali, karena itu bersenang-senanglah, nikmatilah hidup sepuas-puasnya. Untuk mencapai
kepuasan, jalan apapun bisa ditempuh yang penting senang.
57 J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan…826

38
Apolos lebih fasih berkata-kata dari pada Paulus, tetapi isi ajarannya sama dengan

Paulus. Perselisihan-perselisihan ini timbul karena keangkuhan dan keinginan

mencari kebijaksanaan serta kehormatan manusia.

Keempat kelompok tersebut dengan jelas mencerminkan latar belakang yang

berbeda-beda dari orang-orang Kristen di Korintus.

a. “Kelompok Paulus”, rupanya terdiri dari kaum Libertin. Mereka telah

mendengar khotbah Paulus semula, tentang kemerdekaan Kristen dan

menyimpulkan bahwa begitu mereka memberikan respon terhadap Injil,

mereka dapat hidup sesukanya.

b. “Kelompok Apolos”, mungkin terdiri dari orang-orang yang mengikuti

pandangan Yunani yang klasik. Apolos disebut dalam Kis. 18: 24-28, ia

adalah seorang Yahudi dari Aleksandria, seorang yang fasih berbicara dan

sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. Maka dengan sendirinya ia menjadi

guru yang dapat diterima oleh orang-orang Kristen di Korintus yang

mempunyai latar belakang filsafat Yunani.

c. “Kelompok Kefas”, pastilah merupakan kaum legalistik. Mereka adalah

orang-orang seperti para guru agama Yahudi di Yerusalem, yang berpendapat

bahwa kehidupan Kristen berarti mengikuti hukum Taurat dengan ketat, baik

menurut upacara agama maupun secara moral. Mungkin sekali kebanyakan

dari mereka adalah orang Yahudi atau bukan Yahudi yang takut kepada Allah

sebelum memeluk agama Kristen.

39
d. “Kelompok Pengikut Kristus”, mungkin sekali terdiri dari sekelompok orang

yang menganggap dirinya di atas kelompok-kelompok lain yang berpusatkan

pada pribadi-pribadi orang biasa. Mereka menghendaki hubungan langsung

dengan Kristus sendiri, sama seperti hubungan mistik yang telah mereka alami

secara langsung dengan dewa-dewa dalam agama-agama misteri dari timur.

Pada abad ke-2 gabungan berbagai pandangan yang ekstrim ini menyebabkan

terbentuknya suatu gerakan sesat yang dikenal sebagai “Gnostisisme”. Mungkin

sekali benihnya tumbuh di Korintus.58

Namun di Korintus sangat kental dengan anugerah karunia-karunia (charisma)

dalam pelayanan. Orang-orang Korintus senang sekali kalau pada pertemuan-

pertemuan mereka terjadi keajaiban, misalnya ada orang yang berbahasa roh atau

bernubuat.59

Konteks Korintus masih memelihara kebiasaan budaya-agama, dalam pertemuan

harus berpakaian yang layak dan rambut yang pantas (tudung kepala bagi perempuan

dan rambut pendek bagi laki-laki).60


58 John Drane, Memahami Perjanjian…353
59 Kata Paulus, memang benar bahwa kadang-kadang Roh Kudus turun, lalu memenuhi seseorang,
sehingga ia berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat. Kejadian itu adalah istimewa. Tetapi kalau
kita mengharap-harapkannya, mencari-carinya dan mengejarnya, kita menjadi angkuh dan cemburu.
Dengan demikian keajaiban itu berkurang artinya. Baca: J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan…828
60 Jemaat di Korintus bertikai dan kebingungan mengenai pakaian Liturgi, Paulus mengkritik karena
jemaat di Korintus terpecah memasalahkan siapa Pelayan yang sah dan mempersoalkan pakaian
Liturgis. Paulus sangat menekankan Perempuan harus memakai penutup kepala, dan pandangan ini
didukung oleh pemikiran akal sehat waktu itu bahwa sebaiknya ada perbedaan cara berpakaian antara
laki-laki dan perempuan. Ini penting pada masa itu sebab umat Kristus harus berbeda penampilannya
dengan orang-orang yang tidak mengenal Kristus.
Ketika umat Kristus perempuan berpakaian layak dengan tutup kepala sebagai tanda bahwa
perempuan itu adalah perempuan baik-baik, maka perempuan itu tidak bisa menjadi batu sandungan
bagi orang lain.
Rasul Paulus menekankan penghindaran unsur sandungan. Pengajarannya ini juga bisa diterapkan
pada masa kini. Semua murid Kristus perlu berpenampilan yang mencerminkan wibawa Kristus.

40
Pertemuan-pertemuan ini dipakai oleh rasul-rasul palsu yang selalu

membanggakan pengalaman-pengalaman mistik dan kematangan rohaninya. Mereka

adalah serigala berbulu domba. Mereka melakukan tuduhan-tuduhan dan bantahan-

bantahan terbuka terhadap status kerasulan Paulus. Mereka mengatakan ia sudah

keterlaluan dalam membuat pernyataan-pernyataan untuk dirinya sendiri (2 Kor. 12:

10-18), bahwa ia tidak terlatih sebagai seorang pembicara (2 Kor. 11: 6) dan lemah

bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh karismatis lainnya (2 Kor. 10: 10; 11: 21-

30).61

Sumber: www.BudayaDanKebiasaanKorintus.co.id
61 V. C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan – Tafsiran Atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004, 142

41
Rangkuman :

Gejolak konteks Korintus dan latar belakang hidup Paulus di atas sangat

mempengaruhi pelayanan Paulus dalam perjalanan perkabaran Injilnya yang ke- 3.

Menurutnya Korintus merupakan tempat yang paling tidak sesuai untuk iman Kristen.

Banyak orang-orang yang mengkritik pola dan sistem pelayanannya, termasuk para

rasul palsu. Paulus terjepit dalam persoalan-persoalan yang mengganggu dan

mengancam misi pelayanannya.

Kewibawaan kerasulannya diragukan oleh mereka. Sebagai rasul harus

mengutamakan dan membanggakan hal-hal kharismatik yaitu penglihatan-

penglihatan dan penyataan-penyataan dari Tuhan. Tentunya konsep ini berbeda

dengan gaya pelayanan Paulus. Ia katakan “karena penderitaan dan penganiayaan

yang dideritanya memperlihatkan kenyataan panggilannya yang kudus sebagai Rasul

(2 Kor. 11: 16-33)”.

Paulus sadar melalui kelemahannya dapat membawa pemulihan yang sempurna

dalam kekuatan Kristus. Karena itu, latar belakang konteks historis di Korintus yang

dihadapi oleh Paulus ini sangat menolong kita untuk melihat makna apa yang

terkandung dalam ungkapannya “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”. Untuk itu pada

Bab II akan dikaji lebih dalam dan tajam tentang makna ungkapan tersebut.

42
BAB 2

ANALISIS EKSEGETIS TERHADAP SURAT 2 KORINTUS 12:10

2.1. Hal – hal Pembimbing

Pada bagian ini penulis berusaha melakukan analisis terhadap soal-soal

pembimbing, guna mengarahkan tujuan pendalaman terhadap surat 2 Korintus 12: 10.

2.1.1. Penulis

Dalam Perjanjian Baru tercantum 14 karangan yang oleh tradisi dihubungkan

dengan Paulus. Menurut pendapat para ahli bahwa dalam buku C. Groenen

Pengantar Ke dalam Perjanjian Baru bahwa 7 di antaranya benar merupakan karya

dari Paulus, yaitu 1 Tesalonika, 1 dan 2 Korintus, Galatia, Roma, Filipi dan Filemon.

Surat 1 Korintus mempunyai suatu garis pandangan yang jelas dari mula samapi

akhir. Tetapi surat 2 Korintus sering kelihatan seperti bunga rampai dari nasihat-

nasihat Paulus tentang masalah.62

Pokok pikiran Paulus kelihatannya berubah-ubah secara agak mendadak di

beberapa tempat dalam surat 2 Korintus (2 Kor. 2: 14 – 7: 4), (2 Kor. 8 dan 9) dan (2

Kor. 10 - 13). Namun demikian, penulis yakin sungguh bahwa surat ini adalah hasil

karangan Paulus. Selain itu alasan lain yang menguatkan bahwa dari isi utama surat

ini adalah tentang kelemahan yang dapat merangkum semua yang tertulis di

dalamnya dan akan mengerti lebih jelas isinya.63


62 John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, 361
63 Kekuatan dan kuasa Tuhan dinyatakan di dalam hamba-Nya yang lemah, dan dengan
kelemahannya itu, Paulus memegahakan kuasa Tuhan, semakin besar kelemahannya, semakin besar
pula kuasa dan kasih karunia-Nya. Baca: J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Kedua, Bandung:

43
2.1.2. Waktu dan Tempat Penulisan

Waktu penulisan surat 1 Korintus yaitu dalam musim dingin sekitar tahun 54

atau 55, pada puncak karir Paulus di Efesus. Sedangkan waktu penulisan surat 2

Korintus didasarkan pada laporan Timotius dan pengutusan Titus ke Korintus.

Perjalanan Paulus dari Efesus ke Makedonia terdapat dalam laporan Kisah para Rasul

20 : 1 dan Kisah Para Rasul 20: 2-16.

Paulus mengadakan perjalanan ke Korintus segera sesudah menulis surat 2

Korintus di Makedonia, ia tinggal di sana 3 tahun dan saat perayaan Paskah ia

kembali ke Filipi. Jadi waktu penulisannya sekitar tahun 55 atau 56. 64

2.1.3. Komposisi dan Ciri Khas Surat 2 Korintus

Berbeda dengan 1 Korintus, 2 Korintus lebih banyak menangani persoalan-

persoalan pribadi dari pada ajaran doktrinal atau peraturan gereja. Kemanusiaan

Paulus sangat nyata di sini: perasaan-perasaaan, keinginan-keinginan, harapan-

harapan dan rasa kewajibannya semuanya dipaparkan di hadapan para pembacanya.

Surat ini kurang mengandung pengajaran sistematis dan lebih banyak

mengandung pengungkapan perasaan pribadi. Surat ini ditulis bukan hanya untuk

membela diri terhadap beberapa kecaman yang dilontarkan oleh jemaat Korintus

tetapi juga terhadap fitnahan dan tuduhan yang dilontarkan kepadanya oleh musuh-

musuhnya.65

Yayasan Kalam Hidup, 1989, 172


64 W.G. Kummel, Introduction To The New Testament, Nashville: Parthenon Press, 1981, 293
65 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian…371

44
Marxsen mengatakan bahwa surat 2 Korintus merupakan gabungan dari beberapa

buah surat, yaitu surat A (apologia/ pembelaan: 2: 14-7:4) – kunjungan antara surat B

(surat air mata atau surat empat pasal: 10-13) dan surat C (surat perujukan atau

pengampunan: 1: 3-2: 13 dan 7: 5-16). Sedangkan pasal 8 kemungkinan berhubungan

dengan surat C dan pasal 9 merupakan surat terakhir yang ditulis Paulus kepada

jemaat Korintus dan kemungkinan tidak ditulis beberapa waktu setelah pasal 8.66

Gunter Bornkamm juga berpendapat bahwa surat 2 Korintus merupakan

gabungan beberapa surat, yaitu 2: 4-7:4; 8; 9; 10-13 sebagai surat-surat yang

terpisah.67 Surat 2 Korintus sering kelihatan seperti bunga rampai dari nasihat-nasihat

Paulus tentang berbagai masalah. Nasihat-nasihatnya melukiskan gambaran

pelayanan salibnya yang berat.

Namun justru dalam kelemahan, kesesakan, penganiayaan dan penderitaan

Paulus dapat merasakan kekuatan Kristus. Paulus merasa senang dengan dan di dalam

penderitaannya sebab semua itu menyatakan kuasa Allah dan kuasa Allah

disempurnakan dalam kelemahan manusia. Paulus merasa kuat pada waktu ia

menanggung penderitaan itu. Apabila kita lemah dan menyadari kelemahan kita,

barulah kita dapat dipenuhi dengan kuasa Allah.68

Kuasa Allah yang menjadi sumber kekuatan adalah ciri khas yang muncul dalam

surat 2 Korintus. Dari isi utama surat ini kita dapat merangkum semua yang tertulis di

dalamnya dan akan mengerti lebih jelas isinya. Kekuatan dan kuasa Tuhan

dinyatakan di dalam hamba-Nya yang lemah dan dalam kelemahannya Paulus


66 Willi Merxsen, Pengantar Perjanjian…90-92
67 Donald Guthrie, New Testament Introduction Revised Edition, London: Inter Varsity Press, 1991,
455
68 J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus…173

45
memegahkan kuasa Tuhan. Jadi jika orang yang menyangka bahwa ia cukup kuat

untuk mengubah hatinya, dan untuk mengatasi masalah hidup dengan kekuatannya

sendiri, maka akan dibiarkannya tetap bersandar kepada kekuatan dirinya sendiri

yang semu.

Dengan demikian, kelemahan bukan tanda sikap pesimis, diam dan pasrah

terhadap keadaan tetapi kelemahan memberi isyarat untuk merasakan kekuatan Allah.

Sebab di dalam kelemahan dapat melihat kesempurnaan kuasa Allah.

2.1.4. Situasi dan Pergumulan Komunitas Penerima Surat 2 Korintus

Misi perjalanan Paulus yang kedua adalah kota Korintus. Di sana ia tinggal

selama 18 bulan. Paulus tinggal bersama dua orang Yahudi dari Roma, yaitu Akwila

dan Priskila.69

Sebagian besar anggota jemaat Korintus adalah orang-orang non Yahudi, dengan

latar belakang Yunani. Unsur-unsur helenisme hadir mempengaruhi jemaat Korintus

dengan ajaran-ajaran yang timbul kemudian seperti Gnostik.70 Ajaran-ajaran itu

muncul dari berbagai kaum, yaitu kaum Libertin, yang menyatakan mereka mengikuti

Paulus, mengajak seluruh jemaat supaya jangan cemas terhadap terjadinya percabulan

secara terang-terangan. Kaum Legalis, yang menyatakan diri sebagai pengikut Kefas,

membangkitkan persoalan lama tentang jenis makanan yang boleh dimakan orang

Kristen. Tetapi pertengkarannya adalah tentang makanan yang telah dipersembahkan

di Kuil-kuil kafir sebelum dijual kepada umum. Kaum Filsuf, para pengikut Apolos,

69 Donald Guthrie, New Testament Introduction Revised Edition, Inter Varsity Press, 1991, 421
70 J. D. Douglos, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/ OMF, 1996, 584

46
mengatakan mereka mempunyai semacam hikmat yang lebih unggul dari apapun

yang pernah disampaikan Paulus. Kaum Mistik, yang menyatakan diri sebagai

pengikut Kristus, mengemukakan bahwa sakramen-sakramen jemaat berfungsi secara

supra alami.71

Akibatnya, jemaat Korintus pecah menjadi empat kelompok yang berlainan,

yaitu golongan Apolos, Paulus, Kefas, dan Pengikut Kristus. Keempat kelompok

tersebut dengan jelas mencerminkan latar belakang yang berbeda-beda dari orang-

orang Kristen di Korintus. Fenomena situasi jemaat Korintus ini membuat keruh misi

pelayanan Paulus di Korintus. Status kerasulannya ditantang dan diuji kemurniannya

melalui penderitaan dan kelemahan sebagai Hamba Kristus.72

Selain itu, ciri penting di jemaat Korintus adalah penggunaan karunia-karunia

rohani. Jemaat di Korintus memiliki semua karunia tersebut dan karunia lainnya

secara berkelimpahan. Paulus mengakui bahwa jemaat Korintus telah banyak

mengalami karunia (charisma) dan karena itu disebut suatu jemaat yang

Kharismatik.73 Namun para rasul-rasul palsu rupanya juga menyatakan bahwa mereka

memiliki karunia-karunia rohani yang spektakuler bila dibandingkan dengan Paulus.

Maka ini merupakan suatu persoalan besar yang masih dihadapi jemaat Korintus.

Dalam menjawab persoalan itu, Paulus menjelaskan pengertiannya bagaimana orang-


71 John Drane, Memahami Perjanjian Baru...351
72 Mereka mempertanyakan pelayanan Paulus: benarkah Kristus berbicara melalui dia (10:7, 13:3)?
Mengapa ia tidak memiliki surat rekomendasi (bdk 3:1)? Bukankah penolakannya menerima upah
pelayanan menunjukan ia sadar bahwa ia tidak memenuhi syarat sebagai seorang rasul diutus (11: 7-9;
12:13) Selain itu mereka meragukan motivasi Paulus yaitu jika ia mengklaim diri rasul sementara ia
tahu ia bukan rasul, bukankah itu berarti ia tidak tulus (2: 17) ? Mengapa ia mengklaim diri rasul
padahal bukan? Mungkinkah ia mau mengendalikan jemaat Korintus dan menguasai mereka (bdk 1:
24)? Mereka menuduh Paulus memakai “muslihat”, “kelicikan”, dan “penipuan” (4: 2, 12: 6)
menyatakan Firman Allah agar lebih diterima oleh pendengarnya (bdk 4: 2) Baca: J. Knox Chamblin,
Paul and Self: Apostolic Teaching for Personal Wholeness, English: Baker Books, 1993 203
73 David L. Baker, Roh dan Kebenaran dalam Jemaat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 19

47
orang Kristen seharusnya berhubungan satu sama lain dalam kehidupan jemaat

setempat.

Dalam menguraikan hal tersebut, ia memakai gambaran tentang ”Tubuh” dalam

bentuknya yang paling sederhana. Ia menganggap tubuh manusia sebagai suatu mesin

rumit, dengan bagian-bagian yang ukuran, bentuk dan susunannya berbeda-beda.

Semuanya diharapkan bekerja sama di tempatnya masing-masing dan dengan

fungsinya sendiri guna menjamin bekerja di seluruh badan secara lancar. Tubuh tanpa

telinga atau mata adalah cacat sama seperti sebuah tubuh tanpa tangan atau kaki.

Pertanyaan apakah tangan lebih menarik dari pada mata merupakan pertanyaan yang

menggelikan sebab kedua-duanya dibutuhkan jika tubuh manusia akan bekerja

dengan baik (1 Kor. 12: 14-20).74

Paulus pun menerima “penglihatan-penglihatan” dan “penyataan-penyataan” dari

Tuhan (12:1) tetapi ia menegaskan bahwa ia tetap kembali ke tema penderitaan dan

kelemahan sebagai batu penjuru dari status kerasulannya (12: 7-10).

2.1.5. Maksud Penulisan Surat 2 Korintus

Surat 2 Korintus ini ditulis dengan maksud antara lain :

a. Untuk menjelaskan hubungan yang kurang begitu baik dengan jemaat Korintus,

sehingga surat 2 Korintus merupakan surat perdamaian dan rujukan antara

74 Prinsip Bhineka Tunggal Ika yang merupakan kunci bagi kesehatan tubuh manusia, juga merupakan
keharusan mutlak agar terjalin hubungan yang baik dalam jemaat. Orang Kristen secara perorangan
dapat dibandingkan dengan telinga, tangan, kaki atau anggota tubuh lainnya. Setiap orang merupakan
pribadi yang berlainan dan unik. Tetapi mereka semua merupakan bagian penting dari keseluruhan dan
jika mereka tidak bekerja dengan baik maka kehidupan jemaat secara keseluruhan terganggu. Baca:
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 428

48
Paulus dan jemaat Korintus, yang bermaksud memperteguh persekutuan yang

ada.75

b. Komitmen Paulus yang membela identitas kerasulannya secara tegas dan keras

terhadap ucapan-ucapan kosong atas pelayanan, pengajaran, kewibawaan, dan

martabatnya sebagai Rasul Kristus. Ini merupakan surat kepercayaannya karena

dengan cara berturut-turut membahas hubungannya dengan jemaat di Korintus

(11: 1-6), gaya hidupnya (ayat 7-11), dan sumber tertinggi dari kewenangannya

sebagai rasul (ayat 16-33). Di hadapan lawan-lawannya Paulus menjelaskan

tentang kelemahannya sebagai manusia, sehingga pusat pemberitaan bukan

pada dirinya tetapi memberitakan Injil Kristus. Karena dalam kelemahanlah

kuasa Allah menjadi sempurna. Hanya kalau orang menyadari kelemahannya

sendiri dan mempercayakan diri kepada Allah, mereka dapat menyatakan diri

sebagai orang Kristen yang sejati (12: 7-10).76

c. Inti status kerasulannya adalah karena karya Kristus. Maksudnya karya Kristus

itu terjadi apabila pusat hidup seseorang itu bukan dirinya sendiri melainkan

Kristus. Adanya keputusan yang sungguh-sungguh dengan sepenuh hati untuk

mengikut dan menyangkutkan dirinya dengan iman kepada Kristus dan

kekuatan serta kenyataan hidup Kristus akan dilimpahkan kepadanya. Ini adalah

kunci panggilan kudus Rasul Paulus, yang senang dan rela di dalam kelemahan,

kesesakan, penganiayaan, kesukaran dan penderitaan oleh karena Kristus

(12:10).

75 C. Groenen, Pengantar Ke dalam…240


76 John Drane, Memahami…366

49
50
2.1.6. Tempat Nats Dalam Konteks

2.1.6.1. Konteks Umum

Berikut adalah pembagian surat 2 Korintus menurut Merrill C. Tenney: 77

I. Salam pembuka (1: 1-2)

II.Penjelasan tentang perilaku pribadi (1: 3-2: 13)

III.Pembelaan pelayanan Paulus (2: 14-7: 4)

a. Sifat pelayanannya (2: 14-3: 18)

b. Ketulusan pelayanannya (4: 1-6)

c. Kegigihan pelayanannya (4: 7-15)

d. Masa depan pelayanannya (4: 16-5: 10)

e. Kesadaran pelayanannya (5: 11-5: 19)

f. Contoh pelayanannya (5: 20- 6: 10)

g. Himbauan pelayanannya (6: 11-7: 4)

IV.Komentar tentang pengaruh dari suratnya (7: 5-16)

V.Karunia memberi (8: 1- 9: 15)

VI.Pembelaan pribadi (10:1-12: 13)

Kewibawaan Paulus sebagai Rasul mendapat perlawanan dari para rasul palsu,

sehingga dalam bagian ini Paulus dengan keras melawan serangan-serangan

terhadap kewibawaannya sebagai Rasul.

VII.Persiapan kunjungan (12: 14-3:10)

77 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian...372

51
VIII.Salam penutup (13: 11-14)

Akhir dari surat-suratnya, Paulus membuat bagian ini tersirat berkat, nasehat-

nasehat terakhir dan salam.

Berdasarkan konsep di atas, maka nats yang akan dikaji oleh penulis yaitu 2

Korintus 12:10 termasuk dalam bagian “pembelaan pribadi”.

2.1.6.2 Konteks Khusus

Dalam tahap ini akan dilihat nats 2 Korintus 12:10 dalam hubungannya dengan

nats sebelumnya yaitu 2 Korintus 11: 1-12: 9, dan nats sesudahnya yaitu 2 Korintus

12: 11-13:1-13. Dengan demikian konteks khusus dibagi dalam 2 bagian yaitu

hubungan ke belakang dan hubungan ke muka.

2.1.6.2.1. Hubungan Ke Belakang (2 Korintus 11: 1-12: 9)

Dalam 2 Korintus 11: 1-12: 9, merupakan bagian pembukaan dari apa yang telah

disebut “ucapan kebodohan” Paulus (11: 1-12:13). Bagian pembukaan ini adalah

pengantar yang panjang dan di sini Paulus mengidentifikasikan lawan-lawannya

sebagai rasul-rasul palsu dan pekerja-pekerja curang (ayat 13). Ia menggunakan ironi

yang menggigit sebagai pendahuluan dari pemegahannya yang jauh dari lebih bodoh

(ayat 16).

Reaksi pertama Paulus terhadap kemungkinan kebencian orang-orang Korintus

ialah seperti seorang ayah yang cemburu. Karena orang-orang Korintus bermain-main

dengan ajaran para penyusup di jemaat itu. Mereka adalah rasul-rasul palsu dan

52
pekerja-pekerja palsu. Mereka adalah penipu yang menutupi rasa bersalah dalam

suatu penyamaran sebagai pemberita Injil. Melihat fenomena ini, maka Paulus

memainkan permainan pemegahan yang sama seperti orang bodoh karena orang-

orang Korintus tampaknya mengerti bahasa semacam ini (11:16-21a).

Sementara ia menandingi tuntutan-tuntutan manusia yang dilakukan para

pengecamnya, ia memberikan alasannya atau dasar yang sebenarnya untuk bermegah

yaitu atas penderitaan-penderitaan dan kelemahannya sebagai manusia (11:21b-33).

Akhirnya meskipun ia menyatakan telah menerima penglihatan-penglihatan dan

penyataan-penyataan, ia menyatakan pelajaran yang telah diterimanya sebagai

seorang rasul Kristus yaitu dalam kelemahannya, ia melihat kuasa Allah yang

sempurna, dan katanya “sebab jika aku lemah maka aku kuat”.

Paulus menyadari bahwa teladan manusia selalu memiliki kelemahan, sehingga

ia membangun teologinya dengan berdasar pada solidaritas Kristus dengan manusia.

Kristus telah mengosongkan diri-Nya dan merendahkan diri-Nya dengan memasuki

kehidupan sebagai manusia dengan menciptakan jejak teladan sebagai seorang hamba

yang mau peduli dalam kelemahan dan keterpurukan manusia dalam dosa.

Dalam kerangka ini tergambar garis “benang merah” dengan nats 2 Korintus 12:

10 yang memperlihatkan dengan jelas betapa senang dan relanya Paulus dalam

kelemahan, kesesakan, penganiayaan dan penderitaannya. Paulus bermegah atas

kelemahannya. Ini tidak bermaksud bahwa ia membesar-besarkan penderitaan dan

kesusahan yang ditanggungnya dalam pelayanannya kepada Kristus. Ia pun

mengoceh seperti orang bodoh yang membangga-banggakan tanda-tanda

53
kelemahannya. Dalam semua pembicaraan bodoh ini terdapat hikmat yang dalam.

Seperti yang diperlihatkan oleh klimaks dari ucapan si bodoh ini (12: 9-10). Hamba

Kristus yang bodoh ini tidak berdusta ketika ia membanggakan dirinya berdasarkan

kelemahannya dan bukan kekuatannya.78

2.1.6.2.2. Hubungan Ke Muka (2 Korintus 12: 11-13: 1-13)

Pembagian nats ini termasuk dalam bagian dari tema pembelaan pribadi Paulus

tentang status kerasulannya. Bagian-bagian ini merupakan ayat-ayat penutup

“permainan dalam kebodohan” yang dimulai dalam pasal 10: 1. Pemegahan palsu

terhadap kekuatan manusialah yang telah mendorongnya untuk ambil peranan

seorang bodoh.

Paulus masih diserang oleh para rasul yang luar biasa itu.79 Gelar ini diberikan

kepada para rasul palsu di Korintus yang telah masuk menggeroti jemaat di sana. Para

rasul yang luar biasa itu, yang berpura-pura dan tidak kurang seperti pelayan-pelayan

iblis (11: 13-15), tidak hanya menyatakan dirinya lebih unggul melalui pengalaman

esktatik dengan menunjukan mujizat-mujizat, tanda-tanda dan kuasa-kuasa. Maka itu

Paulus menandingi pernyataan itu pula namun rumusannya dalam bentuk pasif (telah

dilakukan) menunjuk kepada Allah sebagai sumber sesungguhnya yang menciptakan


78 Sumpah Paulus: Allah, yaitu Bapa dari Tuhan Yesus tahu bahwa Paulus mengucapkan kebenaran.
Rumusan sumpah dari pasal 11:11 kini digemakan dalam bentuk yang lengkap, tetapi Paulus
menambahkan berkat tradisional Yahudi untuk memberikan kekuatan hikmat dalam pernyataannya.
Rumusan itu, “Terpuji Sampai Selama-Lamanya” (11:31), sebuah anekdot pendek dari masa lampau
menggambarkan kelemahan Paulus. Karena pemegahan manusianya membuktikan bahwa ia dan
mereka (guru-guru palsu) tidak punya apapun untuk dibanggakan – kecuali kuasa ilahi (12: 9-10).
Baca: V. C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan...201
79 Gelar ini merupakan modal untuk memperdaya jemaat dalam menilai identitas seorang rasul yang
sejati. Kesempatan ini dipakai oleh para rasul palsu untuk berpura-pura menyatakan diri melalui
pengalaman dan mujizat-mujizat. Mereka adalah rasul upahan sehingga adanya motivasi tidak tulus
dalam melayani.

54
karya-karya ini. Mungkin yang lebih tepat, perbuatan kuasa yang dilakukan oleh Roh

Kudus. Semuanya itu jelas di Korintus untuk membuktikan pemberitaan injilnya.

Kenyataan ini bukanlah tanda-tanda dari kekuatan pribadinya. Sebaliknya ia

menempatkan semuanya itu dalam konteks yang sesungguhnya yaitu daya tahan

dalam penderitaan yang dibutuhkan oleh seorang rasul. Mujizat bukanlah

kemenangan pribadi. Kehidupan Paulus dan pekerjaannya terus dicirikan oleh

kelemahan. Ia adalah rasul karena kasih karunia bukan karena kekuatan.

Ungkapan Paulus dalam keberadaaan dirinya sangat mempengaruhi

kunjungannya yang ketiga, sehingga Paulus tidak menjadi suatu beban bagi orang-

orang Korintus. Dengan menerima dukungan pribadi dari mereka, Paulus segera

berkomunikasi dengan orang-orang yang masih selalu melakukan dosa yang sangat

keji. Dengan memberi nasehat bahwa jika mengubah pola pikir mereka melalui

teladannya dalam penderitaan, maka mereka akan melihat kuasa Kristus bekerja

dalam kelemahan. Peringatan yang penting ini Paulus berikan sebagai suatu

pertolongan untuk pengoreksian diri.

Pasal 12: 10 menjadi sentral arti panggilan kerasulannya di Korintus. Sebagai

seorang rasul karena kasih karunia, kelemahan dan penderitaan dari Paulus

merupakan dasar karya keberhasilan pelayanannya. Hanya melalui itu, Paulus merasa

kuat dan bergantung kepada Kristus. Seluruh totalitas kehidupannya diserahkan

dalam tangan Tuhan. Oleh karena dalam kelemahan manusia dapat memperoleh

kuasa Allah yang sempurna. Penderitaan yang dimaksudkan di sini bukanlah

penderitaan yang sengaja ditimpakan oleh seseorang ke atas dirinya dengan harapan

55
bahwa perbuatannya itu akan mendatangkan keselamatan. Yang dimaksudkan di sini

ialah penderitaan karena Kristus.80

2.2. Kajian Eksegetis

2.2.1.Kritik Bentuk

Tugas Kritik Bentuk ialah menganalis jenis sastra, menggolongkan teks atau

bagian tertentu dari sebuah nats ke dalam salah satu jenis-jenis sastra, dan bidang

kehidupannya atau secara harafiah disebut “kedudukan dalam kehidupan” (Sitz Im

Leben). Oleh karena itu pada bagian ini penulis akan menjelaskan beberapa hal

termasuk dalam kritik bentuk yaitu Jenis Sastra, Pengaruh Agama dan Kedudukan

Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben).

2.2.1.1. Jenis Sastra

Langkah awal pada bagian ini adalah harus mengenal dan menentukan jenis

literer.81 Dalam Perjanjian Baru, ada empat ragam literer, yaitu Injil-Injil, Kisah Para

Rasul, Surat-surat Kiriman dan Wahyu. Penentuan literer ini sangat penting, karena

literer dalam Injil-Injil berbeda dari jenis literer yang terdapat dalam Surat-surat

Kiriman. Apabila menafsirkan suatu nats dari Injil-injil Sinoptis maka jenis literer

yang terdapat dalam Injil-injil Sinoptis berupa Tradisi Perkataan Dan Tradisi

80 J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Kedua…173


81 Metode ini berusaha untuk sampai pada bentuk tradisi yang diambil alih oleh pengarang Perjanjian
Baru, karena kehidupan gereja mula-mula menyajikan pelbagai jenis literer. Dengan mengenal
kehidupan itu dapat kita menentukan jenis literernya cukup tepat dan sebaliknya jenis-jenis literer itu
memungkinkan penarikan “kesimpulan” tentang bidang kehidupan, yang darinya jenis-jenis itu datang.
Baca: A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002, 245

56
Berita Sejarah, sedangkan Surat-surat Kiriman jenis literernya berupa Tradisi

Liturgis Atau Tradisi Paranetis, yaitu yang berkenan dengan nasihat susila.82

Surat 2 Korintus terdiri atas beberapa surat yang di dalamnya terdapat beberapa

literer. Pasal 2:14-7: 4 adalah Apologia, pasal 10-13 yang dikenal dengan Surat Air

Mata, pasal 1: 3-2: 13 dan 7: 6-16 yaitu Surat Pengampunan.83 Sedangkan pasal 8 dan

9 yang berdiri sendiri termasuk dalam Surat Nasehat.

Ungkapan pernyataan Paulus dalam pasal 12: 10 ini berbicara tentang ”kuasa”

(δ υ ν α µ ι ς ) Allah atau satu pribadi Allah.84 Banyak di antaranya mengaitkan

kuasa Allah dengan kelemahan, ketidaklayakan dan kegagalan manusia. Dengan kata

lain, δ υ ν α µ ι ς Allah seirama dengan Anugerah (Charis) Allah.

Anugerah Allah itu Paulus alami ketika berada dalam himpitan duri-duri

penderitaan yang hebat. Identitas dan figur seorang Rasul sangat dituntut dari pribadi

Paulus. Ketaatan dan kesetiaannya diuji melalui konteks jemaat Korintus yang sangat

keras kepala dan hati yang kebal terhadap setiap nasihat-nasihatnya.

Para rasul palsu selalu menyombongkan diri dengan hal-hal yang bersifat

kharismatik sehingga meragukan status kerasulan Paulus. Kondisi ini memperteguh

komitmen Paulus sebagai hamba Kristus. Paulus menerangkan bahwa dengan

mengeluarkan rekomendasi dan memamerkan pengalaman rohani, adalah bentuk

“meninggikan diri sendiri”. Dengan membandingkan diri dengan Kristus yang mulia

merupakan hal yang terlalu mengancam bagi ego yang congkak. Maka itu Paulus

82 A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran...246


83 Willi Merxsen, Pengantar Perjanjian…90
84 Dari 48 kali Paulus memakai kata Dunamis, hanya enam kali yang mengandung arti negatif.
Sebagian besar pemakaian lain merujuk pemakaian kuasa ilahi. Baca: J. Knox Chamblin, Paul and
Self, Apostolic Teaching...206

57
lebih ingin membanggakan kelemahan. Karena hal itu memberi dia kesempatan untuk

memegahkan Tuhan yang memanifestasikan kuasa melalui kelemahannya.

2.2.1.2. Pengaruh Agama

Korintus merupakan suatu istilah terhadap sikap amoral yang bejat, bahkan akar

kata Korintus berarti “percabulan”.85 Predikat ini mewakili konteks yang terjadi di

kota Korintus. Kehidupan moral orang-orang Korintus sangat dipengaruhi oleh

pemujaan terhadap dewi Aprodite, yang dikenal sebagai dewi cinta berahi.

Kehidupan mereka yang bebas mempengaruhi timbulnya bermacam-macam agama,

termasuk agama-agama Roma dan Yunani, kepercayaan dari dunia timur.

Kemajemukan agama ini memperlihatkan watak penduduk Korintus yang terbuka

untuk mencoba berbagai hal yang baru, termasuk agama baru.

Kehidupan yang bebas membuat penduduk kota Korintus suka menempuh

jalannya sendiri, lepas dari segala ikatan dan mencampurbaurkan apa yang disenangi

dan dipilih. Tidak saja kemerosotan moral yang dihadapi oleh Paulus tetapi juga

diperhadapkan dengan guru-guru agama Yahudi. Mereka selalu membujuk orang-

orang Korintus agar tidak setia kepada Paulus tetapi kepada pemimpin-pemimpin

Yahudi dari Yerusalem. Selain itu juga dampak di Korintus adalah budaya Helenisme

yang kental dengan kebudayaan Yunani, sehingga timbul paham Gnostik. 86 Pengaruh-

pengaruh agama yang ada dalam lingkungan jemaat Korintus inilah yang menjadi

“duri-duri” terhadap pelayanan Paulus dan kemudian status kerasulannya diragukan.

85 Kata Korintus yang berasal dari kata 'κ ο ρ ι ν τ η ι α ζ ο µ α ι ' adalah berarti 'percabulan'
86 John Drane, Memahami Perjanjian Baru... 352

58
2.2.1.3. Kedudukan Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben)

Melalui tangan Julius Caesar pada tahun 44 S.M, Korintus terus mengalami

kejayaan bahkan Korintus merupakan salah satu dari tiga kota pusat ekonomi utama

di Yunani bahkan Paulus pun mengakui kedudukan penting jemaat Korintus terhadap

jemaat-jemaat lain di Akhaya.87

Korintus sebagai “Ruang Tamu Negara Yunani” selalu dikunjungi kapal-kapal

dari segala penjuru dunia, sehingga terbuka lebar bagi berbagai pengaruh kebudayaan

yang dibawa melalui jalur perdagangan, akibatnya jasa pelacuran mudah didapatkan.

Jelas bahwa Paulus merasa muak mendengar orang Kristen di Korintus mempunyai

kehidupan seks bebas, bahkan seorang laki-laki mempunyai hubungan seks dengan

istri ayahnya (1 Kor. 5:1).88

Dengan demikian jelas bahwa letak kota yang strategis tersebut tidak saja

membawa keuntungan bagi orang-orang Korintus, namun sekaligus menjadi sumber

utama kekacauan dan pertikaian dalam jemaat tersebut. Tentunya ini adalah awal

yang buruk bagi pemberitaan Injil oleh Paulus dalam konteks yang demikian.

Gereja di Korintus merupakan suatu masalah yang merepotkan dirinya karena

ketidakstabilannya. Paulus katakan bahwa ini merupakan kunjungannya yang paling

menyakitkan. Selama perjalanan misi pekabaran Injilnya, Korintuslah yang paling

berat dan tidak sesuai dengan iman Kristen.89

87 John Stambaugh dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula, Jakarta BPK Gunung
Mulia, 2004, 193
88 Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 69
89 William Barclay, Duta Bagi...141

59
2.2.2. Teks dan Kritik Teks

2.2.2.1. Teks 2 Korintus 12: 10

2.2.2.2. Kritik Teks (Aparatus)

Menurut kamus – Yunani Perjanjian Baru, teks 2 Korintus 12: 10 mempunyai

tingkat keaslian yang baik dan merupakan karya asli dari tangan Rasul Paulus.90

Dengan adanya bukti-bukti internal dan eksternal jelas memperkuat bahwa surat ini

khususnya teks ini merupakan hasil buah tangan Rasul Paulus.

2.2.2.3. Kritik Terjemahan91

Ayat 10

GNT NIV NRSV RSV KJV BIS LAI-TB

90 p menujukan sebuah naskah dalam daftar Gregory-Aland dan berisi surat-surat Paulus. TR
menujukan textus Receptus (Oxford, 1889), WH menunjukan Westcott dan Hort (1881), RSV
menunjukan Revised Standard Version (1946), NRSV menunjukan New Revised Standard Version.
Catatan di atas berdasarkan Alkitab Perjanjian Baru Yunani – Indonesia.
91 Pada bagian ini, penulis berupaya menerjemahkan secara teliti dan baik terhadap 2 Korintus 12: 10.
Untuk mencapai maksud tersebut, penulis menggunakan W. D. Mounche, The Analytical Lexicon to
The Greek New Testament, Michigan: Grand Rapids, 1993. B. M. Newman, Kamus Yunani –
Indonesia: Untuk perjanjian Baru, Terjemahan J. Miller – G. Van Klinklen, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001. H. Sutanto (edt), Perjanjian Baru Interlinear Yunani – Indonesia, Jakarta: LAI, 2003.
The Greek New Testament – Dictonary, Chicago, 1965. J. W. Wenham, Bahasa Yunani Koine
(terjemahan L. Newell), Malang: SAAT, 1987. J. M. Echols dan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia,
Jakarta: Gramedia, 2000. Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris – Indonesia, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002. Sebagai perbandingan terjemahan teks 2 Korintus 12: 10, penulis menggunakan
beberapa versi terjemahan Alkitab yaitu King James Version (KJV), London: United Bible Society,
1970. New Resived Standard Version (NRSV), Nashville: Graded Press, 1971. New International
Version (NIV), Micighan: Zondervan Bible Publisher, 1984. Revised Standard Version (RSV),
Nashville: Graded Press, 1970. Bahasa Indonesia Sehari-hari dan Lembaga Alkitab Indonesia –
Terjemahan Baru Perjanjian Baru, Jakarta: LAI, 2000.

60
dio. That is why, Therefore I For the sake Therefore I Jadi saya Karena itu
for Christ's am content of Christ, take pleasure gembira aku senang
Euvdokw/ sake, I with then, I am in dengan dan rela di
evn delight in weaknesses, content with infirmities, kelemahan- dalam
avsqenei,a weaknesses, insults, weaknesses, in kelemahan kelemahan,
ij( evn in insults, in hardships, insults, reproaches, saya. Saya di dalam
hardships, in persecutions, hardships, in juga siksaan, di
u[bresin( e persecutions, and persecutions, necessities, gembira dalam
vn in calamities and in kalau oleh kesukaran, di
avna,gkaij difficulties. for the sake calamities; persecutions, karena dalam
For when I of Christ; for for when I in distresses Kristus saya penganiayaan
( evn am weak, whenever I am weak, for Christ's difitnah, dan
diwgmoi/j then I am am weak, then I am sake: for saya kesesakan
kai. strong. then I am strong. when I am mengalami oleh karena
stenocwri, strong. weak, then kesulitan, Kristus.
am I strong. dikejar- Sebab jika
aij( u`pe.r kejar dan aku lemah,
Cristou/\ saya maka aku
o[tan ga.r mengalami kuat.
kesukaran.
avsqenw/ Sebab kalau
( to,te saya lemah,
dunato,j maka pada
eivmiÅ waktu
itulah justru
saya kuat.

Berdasarkan perbandingan terjemahan di atas dapat dilihat bahwa setiap kata atau

kalimat yang terdapat dalam terjemahan masing-masing, sesungguhnya memiliki

makna yang sama dan tidak ada perbedaan yang prinsipil. Karena itu secara jelas dan

rinci dapat dilihat dalam uraian kata per kata seperti di bawah ini:

“dio”92 berarti yang diterjemahkan oleh LAI “karena itu”. NIV menggunakan kata

“that is why” (itu sebabnya), NRSV dan KJV menggunakan kata “therefore” (oleh

karena itu), sedangkan RSV menggunakan kata “for the sake of” (demi), dan BIS

memakai kata “jadi”. Hasil semua terjemahan ini, menurut penulis yang utama adalah

untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat dari yang telah disampaikan sebelumnya.

92 Sebagai kata penghubung yang berarti: sebab itu. Dari akar kata “dio.”.

61
Penulis setuju dengan setiap terjemahan yang menggunakan kata “karena itu” yang

menegaskan akan terjadinya suatu peristiwa dalam ayat 10.

“euvdokw”93 berarti “aku suka”, yang diterjemahkan oleh LAI “aku senang dan

rela”. NIV menggunakan kata “I delight” (aku bersukacita), NRSV dan RSV

menggunakan kata “I am content” (aku senang), sedangkan KJV menggunakan kata

“I take pleasure” (aku senang), dan terjemahan BIS “saya gembira”. Penulis

menerjemahkan dengan “aku senang”.

“evn94 avsqenei,aij”95 berarti “di dalam kelemahan”96 dan diterjemahkan

oleh LAI “di dalam kelemahan”. NIV menggunakan kata “in weakness” (di dalam

kelemahan), sedangkan KJV menggunakan kata “in infirmities” (di dalam

penyakit),97 BIS memakai kata “kelemahan-kelemahan saya”. Penulis sendiri

menerjemahkan dengan “kelemahan saya” untuk menunjukkan bahwa kelemahan ini

ada dan aktif dalam diri Paulus sendiri, bukan faktor dari luar. Sebab berhubungan

akrab dengan pertobatannya yang radikal.

93 Bentuk present aktif indikatif orang pertama tunggal, dari kata dasar “ε υ δ ο κ ε ω ” yang
berarti berkenan, suka, senang.
94 Bentuk: kata depan, berarti di dalam.
95 Bentuk genetif tunggal feminim, dari kata dasar “α σ θ ε ν ε ι α ” yang berarti kelemahan dan
penyakit.
96 Kelemahan-kelemahan ini bersifat pribadi, yang mengarah kepada tantangan dan penderitaan yang
dialami Paulus. Baca: Gerhard Hittel (edt), Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States
of America: Grand Rapids, Michigan
97 Menurut kamus Teologi Inggis – Indonesia berarti penyakit. Namun beda dengan Kamus Inggris –
Indonesia oleh John Echols dan Hassan Shadly, yang berarti kelemahan.

62
“evn”98 “u[bresin”99 berarti: “di dalam penghinaan-penghinaan”100 LAI

menerjemahkan dengan “di dalam siksaan”, NIV menggunakan kata “in insults” (di

dalam cercaan), NRSV dan RSV menggunakan kata “insults” (cercaan, hinaan),

sedangkan KJV menggunakan kata “in reproaches” (di dalam kecaman) dan

terjemahan BIS memakai kata “difitnah”. Menurut penulis dapat menerjemahkan

dengan “di dalam penghinaan” karena sesuai dengan hasutan dari para rasul palsu

yang meragukan kerasulan Paulus.

“evn”101 “avna,gkaij”102 berarti: “di dalam kesusahan”,103 LAI

menerjemahkan dengan “di dalam kesukaran” NIV, NRSV, dan RSV menggunakan

kata “in hardships” (di dalam kebutuhan mendesak, dalam kesukaran) dan BIS

menggunakan kata “kesulitan”. Penulis menggunakan kata “di dalam kesusahan”.

“evn”104 “diwgmoi/j”105 berarti: “di dalam penganiayaan”106, LAI

menerjemahkan “di dalam penganiayaan”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV

menggunakan kata “in persecutions” (di dalam penganiayaan), sedangkan BIS

menggunakan kata “dikejar-kejar”. Penulis setuju menggunakan kata “di dalam

98 Bentuk: kata depan, berarti di dalam.


99 Bentuk: datif jamak feminim, dari kata dasar: ”υ β ρ ι ς ”yang berarti penghinaan,
penganiayaan, kerusakan (kapal).
100 Paulus menghadapi peristiwa itu berulang-ulang kali hingga terjadi penganiayaan.
101 Bentuk: kata depan, berarti di dalam.
102 Bentuk: datif jamak feminim, dari kata dasar “α ν α γ κ η ” yang berarti kehausan dan
kesusahan.
103 Peristiwa itu terjadi berkali-kali dalam pelayanan Paulus.
104 Bentuk: kata depan, berarti di dalam.
105 Bentuk: datif jamak maskulin, dari kata dasar “δ ι ω γ µ ο ς ” yang berarti penganiayaan.
106 Kejadian ini terjadi lebih dari satu kali dengan melihat status bentuk kata “δ ι ω γ µ ο ι ς ”
adalah jamak.

63
penganiayaan”. Sebab itulah penderitaan yang dialami Paulus dalam memberitakan

Injil Kristus.

“kai”107 “stenocwri,aij”108 berarti: “dan kesulitan”109, LAI terjemahkan

dengan “dan kesesakan”, NIV menggunakan kata “in difficulties” (di dalam

kesulitan), NRSV dan RSV menggunakan kata “and calamities” (dan malapetaka),

sedangan KJV memakai kata “in distresses” (di dalam keadaan susah), dan BIS

memakai kata “kesukaran”. Penulis menggunakan kata “dan di dalam kesulitan”.

Maksudnya untuk menunjukkan betapa berat masa-masa kritis yang harus dilalui oleh

Rasul Paulus.

“u`pe.r”110 “Cristou/\”111 berarti: “Bagi Kristus”112, LAI terjemahkan dengan

“oleh karena Kristus”, NIV dan RSV menggunakan kata “for Christ sake”,113 NRSV

dan KJV menggunakan kata “for the sake of Christ” (demi Kristus), sedangkan BIS

memakai kata “oleh karena Kristus”. Penulis menerjemahkannya dengan “demi

Kristus”. Sebab ingin menerangkan bahwa semua penderitaan dan kesulitan itu

menjadi bukti kesetiaan dan ketaatan kepada Kristus.

107 Bentuk kata penghubung: dan.


108 Bentuk datif jamak feminim, dari kata dasar “σ τ ε ν ο χ ω ρ ι α ” yang berarti: kesulitan,
kesukaran, dan kesempitan.
109 Tentunya kesulitan yang dialami Paulus sangat berat dan berkali-kali menghadang pemberitaan
Injilnya.
110 Bentuk: kata depan genetif, berarti untuk, bagi, atas nama, demi.
111 Bentuk: tunggal maskulin, dari kata dasar, “χ ρ ι σ τ ο ς ” yang berarti Kristus.
112 Kristus menjadi pusat pemberitaan Paulus ditengah-tengah masa-masa kritis imannya. Pengabdian
hidup seluruhnya diberikan hanya bagi kemuliaan Kristus. Dari-Nya adalah sumber Kekuatan dan
Anugerah.
113 Dalam terjemahannya, penempatan kata ini adalah sebelum bunyi ungkapan Paulus tentang
keluhan-keluhan penderitaannya.

64
“o[tan”114 “ga.r”115 berarti: “karena apabila”, LAI terjemahkan dengan “sebab

jika”, NIV, KJV, dan RSV menggunakan kata “for when” (sebab ketika), sedangkan

NRSV menggunakan kata “for whenever” (kapan saja), dan BIS memakai kata

“sebab kalau”. Penulis sepakat dengan terjemahan LAI-TB yaitu “sebab jika”.

“avsqenw”116 berarti: “aku menjadi lemah”, LAI terjemahkan dengan “aku

lemah”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV menggunakan kata “I am weak” (aku lemah),

sedangkan BIS memakai kata “saya lemah”. Penulis sependapat dengan semua

terjemahan di atas, yaitu “aku lemah” namun sedikit yang mau ditegaskan oleh

penulis ialah sesuai dengan bentuk asli teks bersifat kata aktif, maka itu dapat

diketahui bahwa “kelemahan” Paulus merupakan suatu proses yang terus terjadi

selama hidupnya.

“to,te”117 “dunato,j”118 “eivmi”119, berarti: “aku menjadi kuat”,

terjemahan LAI “maka aku kuat”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV menggunakan kata

“then I am strong” (maka aku kuat), sedangkan BIS memakai kata “Maka pada waktu

itulah justru saya kuat”. Penulis menggunakan kata “maka aku menjadi kuat”.

114 Bentuk: partikel, dari kata “ o[tan ” yang berarti apabila, ketika.
115 Bentuk: kata penghubung, artinya karena, memang.
116 Bentuk: present aktif subjunctive mood (bentuk kata pengandaian untuk suasana hati) pertama
tunggal, dari kata, “α σ θ ε ν ε ω ” yang berarti lemah, sakit.
117 Bentuk: kata keterangan (adverb), berarti maka, pada waktu itu.
118 Bentuk: nominatif tunggal maskulin,dari kata dasar “δ υ ν α τ ο ς ” yang berarti kuat,
sanggup.
119 Bentuk: present aktif indikatif, orang pertama tunggal, dari kata dasar ”ε ι µ ι ” yang berarti
aku menjadi.

65
Alasannya karena bentuk teks asli adalah bersifat aktif sehingga menjadi tanda akan

pengharapan terhadap kuasa Allah sebagai sumber kekuatan yang senantiasa

dibutuhkan dalam perjalanan pelayanan yang menderita.

Terjemahan penulis: Karena itu, aku senang di dalam kelemahanku, di dalam

penghinaan, di dalam kesusahan, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesulitan,

demi Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku menjadi kuat.

2.3. Tinjauan Ayat Demi Ayat

Ayat 10

GNT-UBS: 10 dio. euvdokw/ evn avsqenei,aij( evn u[bresin( evn


avna,gkaij( evn diwgmoi/j kai.
stenocwri,aij( u`pe.r Cristou/\ o[tan ga.r avsqenw/(
to,te dunato,j eivmiÅ

Terjemahan penulis: 10 Karena itu, aku senang di dalam kelemahanku, di dalam

penghinaan, di dalam kesusahan, di dalam penganiayaan,

dan di dalam kesulitan, demi Kristus. Sebab jika aku

lemah, maka aku menjadi kuat.

“dio. euvdokw/ evn avsqenei,aij(...,”...(karena itu, aku senang dan

rela di dalam kelemahan) menjelaskan pernyataan yang luar biasa dalam kehidupan

manusia. Adanya keputusan yang berlaku dalam prinsip hidup manusia tentang

kehendak pribadi atau kehendak Tuhan.

Pernyataan di atas merupakan tanda sikap terbuka diri terhadap eksistensi suatu

hidup pelayanan. Paulus sungguh-sungguh memberikan hidupnya hanya bagi Kristus,

66
meskipun harus dalam penderitaan. Komitmen yang gigih ini menjadi pengakuan

yang sakral dalam menjawab arti panggilan sebagai Rasul Kristus. Seluruh totalitas

kehidupannya hanya dalam pimpinan tangan Tuhan. Karena itu, motivasi yang murni

dalam melayani merupakan modal dasar dari gaya pelayanan Paulus. Jelas Paulus

membuktikannya dengan senang terhadap kelemahan, dan semua tantangan yang

tidak pantas untuk diterima dan sangat mengancam kehidupannya. Jika

penderitaannya itu memuliakan Tuhan, Paulus lebih senang menderita.

Pernyataan ini terus dipertegas dengan kata “ o[tan ga.r avsqenw” (sebab

jika aku lemah), ungkapan sederhana ini menjadi bukti kesetiaan dan ketaatannya

kepada Kristus. Dirinya diidentifikasikan dengan penderitaan Kristus, sehingga ia

bangga dan senang dalam kelemahannya untuk merasakan kasih karunia Allah. Hidup

sang Rasul merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada berhenti. Kelemahan

yang dirasakan Paulus ini bukan datang dari luar dirinya namun dalam dirinya.

Kelemahan ini bukan faktor fisik saja, tetapi juga bersifat psikis atau rohani.120

Dalam Perjanjian Baru, apabila kata yang menunjuk kepada kelemahan fisik

yaitu kata “α σ τ ε ν ε ι α ”. Hanya sering kata “α σ θ ε ν ω ” yang menunjuk

semata-mata kelemahan di dalam perasaan (psikis).121 Menurut Interpreter’s Bible,

kelemahan dapat membawa orang ke dalam situasi yang mana mereka akan membuka

diri kepada Roh Allah. Tentunya kelemahan itu lahir dari situasi yang buruk atau

120 J. Knox Chamblin, Paul and Self…207


121 Gerhard Kittel (edt), Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States of America:
Grand Rapids, Michigan, 490-491

67
pengalaman yang menyakitkan. Ketika diri kita dalam situasi tersebut, Allah akan

datang memenuhi kita dengan Anugerah-Nya.122

Wajar dan logis Paulus merasa senang menderita di dalam penderitaannya sebab

semua itu menyatakan kuasa Allah yang nampak dalam kelemahannya. Perasaan

senang dan sukacita karena menderita merupakan sikap kebergantungan kepada

Kristus Sang sumber kekuatan dan sikap mengandalkan kekuatan-Nya dalam jiwa

yang rendah hati.

“Karena hidupku bagi Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp. 1:21) setiap

saat Paulus dalam menjalani karya pelayanannya, ia mempunyai metode adalah tidak

menunjukkan hal-hal yang bersifat kharismatik, namun selalu berangkat dari

kelemahan dan penderitaannya. Sebab ini menjadi rahasia panggilannya yang

kudus.123

Menurut Paulus “δ υ ν α τ ο ς ε ι µ ι ” merupakan kasih karunia.

Paulus menyatakan hal ini bukan berarti karena ia gemar menjadi martir, tetapi

karena ia telah mempelajari dengan baik arti duri dalam dagingnya. Penderitaan harus

terus menerus ia alami, karena penderitaan merupakan suatu integralitas dari Kasih

Allah. Karunia yang diberikan tidak saja percaya kepada Kristus namun menderita

bagi Dia (Flp. 1:29). Karena kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda

kehormatan bagi setiap pengikut Kristus. Kelemahan manusia adalah sarana ilahi,

tetapi kuasa ilahi tidak pernah direndahkan sebagai alat kekuasaan manusia.

122 The Interpreter’s Bible, Volume X, New York: Abingdon Press Nashville, 409
123 Calvin’s New Testament Commentaries 2 Corinthians

68
Kelemahan Paulus bersifat riil. Bukan kekuatan berkedok kelemahan yang

secara licik dipakai untuk mengendalikan orang banyak. Paulus memberitakan Injil

pada jemaat Korintus bukan untuk memperbudak mereka bagi dirinya, melainkan

dengan memperbudak dirinya bagi mereka demi Kristus.

Para seteru Paulus gagal melihat konsep ini. Sementara Paulus memimpin

melalui kelemahannya124, sedangkan mereka memimpin berdasarkan kekuatan. Sikap

mereka menonjolkan diri, membanggakan pengalaman mereka yang spektakuler dan

sombong karena jabatan. Secara serempak itu merupakan penonjolan kuasa

manusiawi dan penolakan terhadap kuasa ilahi.

2 Korintus menegaskan keabsahan kerasulan Paulus dengan kesaksian tiga

rangkap yaitu; kerendahan hatinya; kelemahannya; dan keotentikannya – hanya

dengan cara ini dan tidak ada cara lain. Keabsahan sang Rasul tidak berasal dari

kuasa kepribadiannya, pengalaman rohaninya, atau pengutusannya, tetapi hanya

sejauh hidup dan khotbahnya menyingkapkan Yesus yang tersalib.

2.4. Kerygma Teologis

1. Persoalan “Lemah”dan “Kuat” adalah soal mendasar pada hidup manusia.

Adanya pilihan yang ditawarkan untuk menjalani kesempatan hidup. Maka itu,

keputusan dan komitmen yang sungguh-sungguh sangat dibutuhkan untuk

berani memikul Salib dalam segala waktu. Sering kali hanya “kekuatan”

harapan setiap insan manusia dan “kelemahan” dipandang sebelah mata.


124 Konsep gaya memimpin yang dibangun oleh Paulus ini, adalah Rahasia Ilahi. Hanya itu satu-
satunya pintu keberhasilan, dan kesuksesannya dalam membangun jemaat yang dulu jauh menjadi
dekat. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya untuk menjadi teladan hidup
yang luar biasa.

69
Komitmen iman pun sangat terganggu jika sisi “lemah” manusia melanda

kehidupannya. Kasih Allah dalam Yesus telah datang memberi “sepercik

kekuatan” untuk merubah pola pikir yang “tidak bisa”, “lemah”, dan karena

“kecil” untuk bangkit dan membangun pola pikir dan sikap yang bergantung

kepada Kristus sebagai sumber kekuatan.

2. Rasul Paulus menderita dan susah demi kesetiaan dan ketaatan kepada Yesus

Kristus. Karena itu, hidup sebagai seorang hamba berarti hidup bukan untuk diri

sendiri namun bagi Kristus yang telah mati bagi umat manusia.

3. Sikap mengandalkan Tuhan tergambar dalam setiap kelemahan-kelemahan kita.

Di saat merasa tak mampu dan lemah, menjadi sebuah isyarat bahwa kita tidak

sendiri dalam penderitaan, dan kelemahan itu. Namun selalu ada Allah yang

Maha Hadir dalam setiap keterpurukan hidup manusia. Sikap rasa ingin sendiri

adalah saat merasa terhimpit dalam suasana hati yang krisis karena berbagai

masalah yang melemahkan. Untuk itu apa yang menjadi prioritas dalam

komitmen hidup demi menentukan arah tujuan sebuah pola pikir yang baik dan

benar, agar dapat mengambil suatu keputusan yang sesuai dengan kehendak

Tuhan.

4. Paulus berbicara tentang kesukaran-kesukaran, penderitaan-penderitaan,

kelemahan dan semua jenis kehinaan yang menimpanya sebagai sesuatu yang

dapat membuat ia bersukacita, dan bangga serta memperoleh berkat dan

anugerah Tuhan. Sadarlah karena semua hal tentang kesukaran-kesukaran,

penderitaan-penderitaan dan kelemahan itu merupakan tanda karakteristik

70
pribadi Allah yang hadir melalui Yesus Kristus di tengah-tengah eksistensi

kehidupan manusia. Yesus datang sebagai hamba. Ia mengosongkan diri-Nya

menjadi manusia dan itu merupakan tanda kepeduliaan Allah. Allah yang turut

hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah hidup manusia demi

menyatakan kasih Allah yang sempurna.

5. Melalui kelemahan timbul sikap rekonsiliasi dalam diri untuk peka terhadap

suara panggilan Allah, agar yang telah “jauh” supaya menjadi “dekat” dalam

Kasih Kristus.

6. Melalui kelemahan manusia, kuasa Ilahi dapat dinyatakan menjadi sempurna.

Sebab kekuatan Allah dirasakan bukan bersifat statis melainkan dinamis. Kuasa

Ilahi tidak pernah boleh dibaurkan dengan kekuatan manusia. Kekuatan Allah

adalah berkat Ilahi yang tidak layak diterima oleh manusia sebab itu adalah

Anugerah.

7. Bermegah atas kelemahan merupakan sikap untuk tidak memamerkan kebajikan

dan kekuatan sendiri. Namun sikap menundukkan diri dan menghormati kepada

Kristus. Tunduk pada Kristus, berarti bukan kepada orang lain atau diri sendiri

sebagai realitas mendasar. Di saat yang sama menghormati Kristus berarti

mengakui pola otoritas yang Allah tetapkan.

8. Kelemahan menjadi tanda solidaritas kepada sesama manusia. Relasi

Solidaritas ini bersifat personal dan komunal dalam komunitas suatu

masyarakat. Kelemahan menjadi warning bahwa manusia tidak dapat bersandar

71
pada egonya. Sikap saling membutuhkan sungguh tertanam melalui kelemahan

manusia. Lahir sikap saling membutuhkan sebagai makhluk sosial.

9. Apabila mengandalkan kekuatan-kekuatan lahiriah, maka dengan sendirinya

Pintu Keangkuhan dibuka untuk membangun kebenaran sendiri secara

fundamentalis dan berbalik melawan kebenaran Allah. Sesungguhnya kekuatan

itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Tentunya tidak bertahan

lama dan gampang lari dari realitas tantangan hidup yang menghimpitnya.

Hanya kenikmatan sesaat yang dicari untuk bersandar sebagai dasar kekuatan

lahiriah dan berujung kepada Kemunafikan yang ulung.

10. Melalui penderitaan dan kelemahan yang dialami Paulus, terletak keadilan

Allah yang memprotes sikap Saulus sebagai penghujat, penganiaya umat Allah.

Keadilan Allah itu merupakan suara panggilan-Nya kepada Paulus untuk

menjadi surat Kristus yang hidup. Suara itu mengajak Paulus untuk turut

merasakan penderitaan memikul keselamatan Allah di tengah-tengah dunia.

Dalam 10 point kerangka kerigma teologis di atas telah memberi kita suatu garis

benang merah yang membuka cakrawala pikiran kita dalam melihat pesan-pesan

teologis yang akan menjadi refleksi dan aplikasi sebagai pedoman dan penuntun

hidup dalam menjalani roda kehidupan. Karena itu pada bagian bab berikutnya,

penulis akan memaparkan argumen teologis sebagai dasar hikmat Tuhan yang

tercantum dalam karya ilmiah ini.

72
BAB 3

REFLEKSI TEOLOGIS

“JIKA AKU LEMAH MAKA AKU KUAT”

3.1. Dasar Teologis Tentang Kelemahan

Konsep kelemahan secara Alkitabiah memiliki aspek-aspek teologis yang dapat

memberi gagasan esensial dalam melihat perspektif Allah yang terselubung. Pola

pendekatan biblis sangat merangsang cakrawala berpikir untuk memahami kehendak

Allah tentang makna kelemahan.

3.1.1. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Lama

Dalam sejarah dunia purbakala Allah hadir dalam eksistensi manusia. Wahyu

Allah itu mendirikan persekutuan dengan manusia secara intensif. Karena itu,

nampak gejala kenabian yang sangat penting dalam peranannya sebagai penyambung

lidah Allah. Dalam kesaksian Perjanjian Lama mengatakan bahwa nabi merupakan

seorang yang menyampaikan Firman Allah kepada manusia.

Saat menghadapi tugas panggilan tersebut seorang nabi selalu diperhadapkan

dengan situasi yang kontra dengan panggilan itu. Penyebab kontra terhadap

panggilan itu oleh karena keterbatasan diri, kelemahan, tidak pandai bicara dan

merasa diri kecil sehingga tidak layak untuk menyampaikan nasihat-nasihat yang

bersifat kebenaran. Konkrit situasi itu dapat dilihat dalam panggilan beberapa nabi

yaitu: Yeremia, Yesaya dan Yunus.

73
1. Menurut Yeremia 1: 4-19, ketika ia dipanggil Tuhan menjadi nabi tahun 627,

Yeremia enggan menerima panggilan itu karena masih terlalu muda sehingga

dalam menjalani pelayanannya yang sulit selama 40 tahun menunjukan bahwa

ia memang masih muda sewaktu dipanggil menjadi nabi.125 Tentu sebelumnya

Yeremia telah mengajukan protes atau keberatan. Argumentasinya bahwa ia

masih muda, merasa belum matang dan belum sanggup. Sebab di Israel kuno

tua-tualah, yang biasanya memberi perintah dan nasihat-nasihat yang patut

dihormati dan bukan pemuda.126

2. Kitab Yunus termasuk kitab kenabian yang paling muda dalam Perjanjian

Lama. Yang menarik perhatian adalah bahwa kitab Yunus mendengarkan suara

kritis tentang tugas kenabian yaitu bukanlah nubuat seorang nabi yang

diucapkan tetapi kasih karunia Tuhan yang dari padanya manusia hidup.127

Sama halnya dengan Yeremia, Yunus pun mengalami pengalaman yang serupa.

Allah memanggil Yunus untuk memberitahukan pesan-Nya kepada kota Niniwe

karena kejahatannya yang besar. Namun suara panggilan itu, membuat Yunus

harus melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan menuju Tarsis. Amanat mulia ini

dilawan oleh kehendaknya sendiri yang berpandangan bahwa ia seorang muda

yang tak mampu untuk melakukan tugas tersebut dan memiliki sikap

partikularistik (Yunus 1: 1-17).128

125 Derek Kidner, Yeremia, Yogyakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996, 11
126 Roberth M. Paterson, Tafsiran Alkitab – Kitab Yeremia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007,
39
127 A. Th. Kramer, Tafsiran Alkitab – Kitab Yunus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 68
128 Keselamatan hanya bagi bangsa Israel.

74
3. Di beberapa bagian dari kitab Deutero – Yesaya ada terdapat konsepsi Hamba

Tuhan. Teristimewa dalam nyanyian “Hamba Tuhan” yang terdapat dalam kitab

ini: Yesaya 52: 13 – 53: 12 Hamba Tuhan itu digambarkan sebagai seorang

yang menderita untuk keampunan dosa Israel.129 Karya Deutero – Yesaya

tentang Hamba Tuhan ini adalah masuk ke akar keberadaan manusia, yaitu

penderitaan. Dan sementara ia menatap ke kedalaman penderitaan gambaran

Hamba yang Menderita itu muncul mencengkram iman dan teologinya. Ia telah

melakukan suatu transposisi dari doktrin Deuteronomis yang tinggi mengenai

Allah ke teologi yang rendah hati dari Allah yang menderita.

Berdasarkan pengalaman iman di atas, konsep dibangun dari keterbatasan diri

dan sangat berbeda dengan konsep kelemahan menurut Paulus dalam hidupnya

sebagai Rasul. Penolakan terhadap suara panggilan Tuhan, secara tidak langsung

telah meremehkan kuasa Tuhan yang memberi kekuatan dalam potensi diri yang

lemah sebagai manusia. Karena itu konsep yang diberikan Paulus ini merupakan

sikap mengandalkan Tuhan dalam segala situasi meskipun berada pada titik

kelemahan sebagai manusia dan sepenuhnya bergantung kepada Kristus. Sebab itu,

layaknya kita berkata; jika Tuhan yang memberi tugas ini, maka Tuhanlah yang

menuntun kita untuk melakukannya dari garis start hingga garis finish.

129 Ada beberapa interpretasi:


a. Interpretasi individual/perorangan
Ada beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan adalah seorang pribadi saja.
b. Interpretasi kolektif/kelompok
Ada beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan adalah personifikasi bangsa Israel.
c. Interpretasi sisa-sisa Israel
Ada juga beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan itu adalah sisa Israel yang tetap
setia kepada Yahwe, yang mau menderita demi membawa berita keselamatan Allah. Baca: J.
Blommendal, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001,
113,114

75
3.1.2. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Baru

Dalam melihat kesaksian kitab-kitab Injil Sinoptik tercatat bahwa Allah hadir

dalam keberadaan manusia secara pro aktif dan riil. Melalui proses inkarnasi

(penyataan Yesus) ke dalam dunia, Yusuf dipilih oleh Allah sebagai seorang yang ada

dalam proses inkarnasi tersebut. Yusuf adalah seorang dari keturunan Daud. Ia yang

tulus hati dan saat ia tahu bahwa Maria sedang mengandung, ia tidak mau

mencemarkan namanya di muka umum. Karena itu ia bermaksud menceraikannya

diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak

kepadanya dalam mimpi. Maka secara tidak langsung Yusuf telah menolak pilihan

Allah bagi dirinya sebagai bagian dari keluarga bayi Juruselamat dunia (Mat. 1: 18-

20).

Tentunya penolakan Yusuf itu didasarkan pada hukum Musa yaitu jangan

bersinah sebab hukumannya akan dihukum mati (Imamat 20: 10).130 Namun

penampakan itu membuat argumentasinya yang tadi sirna dan mengerti bahwa Allah

yang hadir dalam hidupnya telah memanggilnya untuk menjadi saksi bagi kedatangan

Juruselamat ke dalam dunia.

Simon Petrus adalah rasul Kristus yang paling terkenal. Ia adalah orang Galilea,

seorang nelayan yang dibawa kepada Yesus pada awal pelayanan-Nya (Yoh. 1: 41-

42). Simon adalah namanya yang sesungguhnya; Petrus (Batu Karang) adalah suatu

julukan yang diberikan kepadanya oleh Yesus, yang mengatakan bahwa sifatnya yang

130 Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya
manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.

76
muda terbawa perasaan dan mudah menimbang akan menjadi teguh dan dapat

diandalkan seperti sebuah batu karang.131

Ia adalah seorang pemimpin alamiah (Mark. 10: 28) dan sering kali menjadi

juru bicara bagi kedua belas rasul (Mark. 8: 29. Yoh. 6: 67-68. Mat. 19: 27). Simon

Petrus suka menurutkan kata hati, mudah bimbang, mementingkan diri sendiri, cepat

bertindak dan cepat surut. Penyangkalannya terhadap Yesus bukanlah hasil suatu

kebencian yang telah direncanakan terlebih dahulu tetapi terjadi seketika karena

panik, yang kemudian disesalinya dengan getir (Mat. 26: 69-75), sehingga itu

merupakan sikap penyadaran diri terhadap kelemahannya.

3.2. Realitas Kelemahan Secara Personal dan Komunal

Bertolak dari bingkai kerigma Teologis dalam Bab 2 tentang persoalan “lemah”

dan “kuat” merupakan soal hidup manusia. Manusia ditawarkan berbagai pilihan

untuk menjalani kesempatan hidup, maka itu keputusan dan komitmen yang sungguh-

sungguh sangat dibutuhkan demi menentukan arah tujuan hidup. Sikap ini menjadi

eksistensi dari roda perjalanan hidup manusia. Artinya bahwa adanya dualisme antara

kelemahan dan kekuatan yang menjadi suatu keutuhan dalam roda kehidupan itu.

Secara realistis sering kali hanya kekuatan harapan setiap insan manusia dan

kelemahan dipandang sebelah mata bahkan bersikap anti untuk berada pada posisi

lemah. Komitmen iman pun sangat terganggu dan terjadi krisis iman apabila sisi

lemah manusia melanda kehidupannya. Namun kasih Allah telah datang memberi

kekuatan untuk merubah sistim pola pikir yang tidak bisa, lemah, kecil untuk bangkit
131 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006 413

77
membangun sistim pola pikir Allah dan sikap yang bergantung kepada Kristus

sebagai sumber kekuatan sejati.

Berangkat dari kerigma di atas, penulis mengarahkan perhatian pada makna

kelemahan dari teladan Rasul Paulus. Kelemahan yang dialaminya bersifat nyata.

Kelemahan ini secara psikis bukan fisik. Tentunya sikap dan pilihan dari Paulus ini

sangat berbeda dengan kenyataan hidup manusia. Sebaliknya, Paulus memilih jalan

sungsang.132 Sebab menurutnya semua itu menyatakan kuasa Allah, dan kuasa Allah

disempurnakan dalam keberadaaan hidup manusia. Perasaan senang dan sukacita

karena lemah dan menderita merupakan sikap bergantung kepada Kristus Sang

sumber kekuatan dan sikap mengandalkan kekuatan-Nya dalam jiwa yang rendah

hati.

Paulus melihat konsep ini sebagai dasar motivasi untuk memimpin. Ia

memimpin melalui kelemahan. Paulus mempunyai metode adalah sikap tidak

menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik seperti para rasul palsu yang

menggunakan kharisma sebagai topeng untuk membanggakan diri sendiri dan

membangun ideologi baru yang berpusat pada diri sendiri (egosentris) sehingga

melawan kebenaran Kristus sebaliknya ia selalu berangkat dari kelemahan dan

penderitaannya. Sebab ini adalah rahasia panggilannya yang kudus.

3.2.1. Realitas Kelemahan Secara Personal

132 Artinya terbalik, Paulus senang bermegah dalam penganiayaan penderitaan, dan kelemahan (2
Kor.12: 10). Apa yang dahulu merupakan keuntungan sekarang ku anggap rugi karena Kristus, oleh
karena Dialah aku melepaskan semua itu, dan menganggap sampah (Flp. 3: 8) dan karena bagiku hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp. 1: 21).

78
Musa sebelum menjadi pemimpin besar Israel, ia adalah orang yang tidak

percaya diri dan merasa tidak layak (Keluaran 4:10). Juga Simon Petrus yang

merupakan juru bicara di antara murid-murid yang lain. Yesus katakan bahwa

sifatnya mudah terbawa perasaan dan mudah menimbang. Ia suka menurutkan kata

hati, muda bimbang, mementingkan diri sendiri, cepat bertindak dan cepat surut.

Demikian Yeremia pun merasa ia adalah seorang yang masih muda, belum matang

dan belum sanggup dalam memikul jabatan sebagai seorang nabi.

Gambaran para tokoh di atas menunjukan bahwa realitas kelemahan yang

dialami benar-benar manusiawi dan tidak disengajakan. Sebab pada hakekatnya

bahwa kelemahan adalah suatu keterbatasan yang kita warisi atau kita dapatkan

karena adanya suatu peristiwa yang terjadi di mana kita tidak punya kuasa untuk

menolaknya. Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, baik itu secara fisik,

emosi, atau intelektual. Karena itulah tidak seharusnya seseorang bermegah atau

membanggakan diri sendiri.

Berpaling dari pikiran-pikiran konkrit di atas, tersirat unsur mengandalkan

kekuatan-kekuatan lahiriah saja. Tentunya unsur ini dengan sendirinya telah

membuka pintu keangkuhan untuk membangun kebenaran sendiri secara

fundamentalis dan berbalik arah melawan kebenaran Allah. Saat Paulus bersandar

pada pengetahuannya yang radikal tentang hukum taurat, ia lupa keberadaannya

sebagai seorang ciptaan. Fokus perhatiannya terarah hanya pada pengetahuan itu, dan

bukan lagi kepada Allah Sang Kebenaran itu, sehingga timbul adanya sikap pemujaan

terhadap ilmu pengetahuan.

79
Namun ia sadar akan sikapnya yang bersandar pada kekuatannya sendiri. Dan

perjumpaannya dengan Yesus di Damsyik mengubah pola pikirnya dan terjadi

pertobatan total sehingga lahir ungkapannya familiar: “Sebab aku telah mati oleh

hukum taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus;

namun aku hidup tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang

hidup di dalam aku... (Galatia 2: 19-20)”.

Dengan kata lain, mengandalkan kekuatan sendiri itu seperti uap yang sebentar

saja kelihatan lalu lenyap. Kekuatan seperti tidak menjamin kualitasnya. Ketika

terancam dalam realitas tantangan hidup yang menghimpitnya, andalan kekuatan itu

sirna, gampang lari dan jatuh dari tantangan tersebut. Seperti fakta yang terjadi di

NTT yakni;

Ibu membunuh anak lalu bunuh diri, siswa bunuh diri gara-gara tidak
lulus. Menurut dokumentasi Pos Kupang , sejak tahun 2008 sudah ada
sembilan kasus bunuh diri. Memilih jalan tragis bunuh diri semacam
tren. Apa yang ganjil dengan masyarakat kita? Mengapa mereka
mudah putus asa, suka jalan pintas mengakhiri hidup dan tidak tegar
menghadapi masalah.
Fenomena sekarang: harga sembako mencekik leher, ongkos
pendidikan dan kesehatan mahal, utang melilit, gagal ujian dan
lapangan kerja minim, plus gagal bercinta.133

Potret peristiwa di atas menyaksikan bahwa kelemahan sangat merasuk setiap

elemen dalam kehidupan manusia. Setiap pribadi yang berada pada posisi itu, merasa

tak berdaya dan terhanyut dalam kondisi yang mengkuatirkan. Karena itu, contoh

potret di atas memberi pesan keras bahwa semuanya sia-sia apabila hanya berdiam

133 Pos Kupang, Kupang, 7 Juli 2008, 1,11

80
diri dan bersikap ego akhirnya diri sendiri yang menjadi korban. Hanya kenikmatan

sesaat yang dicari untuk bersandar sebagai dasar kekuatan lahiriah.

Gaya pelayanan ini pula yang ditonjolkan oleh para seteru Paulus. Mereka

memimpin berdasarkan kekuatan. Sikap mereka menonjolkan diri, membanggakan

pengalaman yang spektakuler dan sombong karena jabatan sebagai rasul. Secara tidak

langsung sikap ini merupakan penonjolan kuasa manusiawi dan penolakan terhadap

kuasa ilahi.

Sementara Paulus memimpin melalui kelemahannya. Hidup Paulus

diidentifikasikan dengan penderitaan Kristus, sehingga logis apabila ia bangga dan

senang dalam kelemahannya untuk merasakan kasih karunia Allah. Sebab kelemahan

dan penderitaannya adalah wujud tanda kehormatan kepada Kristus. Paulus sungguh-

sungguh memberikan hidupnya hanya bagi Kristus, meskipun harus dalam

penderitaan sebab itulah modal dasar dari gaya pelayanannya.

3.2.2. Realitas Kelemahan Secara Komunal

Terlukis fakta berbicara bahwa biasanya lemah itu tanda kalah. Jadi harus

menghindarinya dan berusaha untuk tidak menjadi lemah. Lemah dipandang sebagai

sesuatu yang bersifat negatif. Orang lebih senang menjadi kuat dari pada harus

menjadi lemah. Apalagi sekarang terjadi krisis moneter yang melanda dalam berbagai

aspek kehidupan di dunia. Ini membuat setiap orang bisa menjadi lemah dan tak

berdaya terhadap situasi yang mengkuatirkan dan bersikap pasrah terhadap situasi

tersebut.

81
Mulai dari rezim orde baru Soeharto hingga pemerintahan Susilo Bambang

Yodhoyono telah meninggalkan banyak persoalan pelik yang bukan hanya persoalan

krisis ekonomi, disintegrasi, kerusuhan, hak asasi manusia (HAM), ataupun utang

luar negeri yang semakin menumpuk, namun juga persoalan pemberantasan dan

pembersihan KKN yang merupakan “warisan najis” dalam bangsa Indonesia.134

Ibarat benang kusut demikian masalah-masalah yang diwariskan dari tiap-tiap

periode kabinet pemerintahan dengan melibatkan sekelompok orang sebagai mata

rantai dalam sistem masalah-masalah tersebut, sehingga tercipta dosa publik. Titik

kelemahan secara kolektif ini telah merasuk kehidupan setiap insan seperti mendarah

daging dan terjebak dalam sistem lingkaran setan yang mengikat dan sulit untuk

keluar, tanpa kuasa ilahi yang membebaskan.

Dampak proses sistem di atas sangat mempengaruhi dan mengganggu tidak saja

di kalangan elit tetapi juga di kalangan rakyat jelata di seluruh pelosok Nusantara.

Seperti pada kondisi yang ada di NTT, yakni

Kemiskinan dengan persepsi kekurangan fisik dan ekonomi.


Berdasarkan Data Millenium Development Goals NTT dalam
presentasi Bappeda NTT bulan November 2007, kemiskinan di
propinsi NTT menempati posisi ke 24 dari 33 propinsi di Indonesia
dan proporsi orang miskin di NTT sebanyak 35,5% dari jumlah
populasi yang berjumlah 4, 260,294. Pengangguran: 117,821 orang.135

Demikian secara komunal dapat dilihat reaksi dari gejolak sisi kelemahan.

Tentunya hakekat seorang manusia pasti memiliki kelemahan. Kekuatan dan

kelemahan adalah dua dimensi yang ada dalam diri setiap manusia secara kodrat. Jika

diamati data di atas, kondisinya jauh dari ideal. Hal ini membuat banyak orang
134 www.kkn di indonesia.com
135 Irene Marbun, Tulisan untuk GMIT, Kupang, 2008

82
menderita baik sadar maupun tidak sadar. Kelemahan Kolektif malah menjadi faktor

pemisah antar sesama dan Tuhan. Racun KKN terus menjalar hingga ke dalam

lapisan elemen masyarakat. Virus racun itu memperdayakan dan memperbudak setiap

orang untuk terjerumus dalam berbagai persolan hidup. Salah satunya adalah tema

masalah publik tentang “Kemiskinan”.

Kemiskinan menurut Brian Myers adalah keterpisahan atau putusnya relasi

(broken relationship) dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan alam atau lingkungan.

Jika kita mengacu pada definisi ini maka kemiskinan dipandang bukan sekedar

kondisi kekurangan dalam hal fisik atau ekonomi tetapi memandang dalam perspektif

yang lebih luas dan menyeluruh.136 Jika relasi dengan Tuhan tidak baik, seseorang

dapat dikatakan miskin. Jika belum dapat menerima diri seutuhnya, dia juga dapat

dikatakan miskin. Jika seseorang bermusuhan dengan sesama dan merusak

lingkungan, maka dia juga dikatakan miskin.

Berdasarkan defenisi kelemahan secara komunal di atas, jelas tergambar bahwa

kelemahan identik dengan tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan pasrah terhadap

kenyataan. Namun sesungguhnya kelemahan yang dimaksud seharusnya berserah

penuh kepada Kristus yang mampu membangkitkan segala keadaan yang terpuruk

dan melemahkan. Tentunya sikap pasrah kepada Kristus harus seiring dengan sikap

perendahan diri dengan dasar komitmen yang gigih kepada Kristus sehingga menjadi

pengakuan yang sakral sebagai surat Kristus yang hidup. Kristus harus menjadi

sentral dalam seluruh bagian aspek kehidupan (Kristosentris). Sebab Kristus telah

136 www.BryanMyers-Apa itu Kemiskinan?.com

83
mati untuk semua orang, supaya mereka semua yang hidup tidak lagi hidup untuk

dirinya sendiri tetapi hidup untuk Kristus yang telah mati dan bangkit bagi manusia.

Dengan demikian maka setiap orang percaya dapat mengambil bagian di dalam

hidup dan mati Kristus dalam kekuatan serta kenyataan hidup Kristus akan

dilimpahkan kepadanya. Seperti Paulus sadar bahwa hanya kalau orang menyadari

kelemahannya sendiri dan mempercayakan diri kepada Allah, maka mereka dapat

menyatakan diri sebagai orang Kristen sejati.

3.3. Refleksi Teologis “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”

Pada bagian ini kita dituntun untuk melihat aplikasi dari fenomena kehidupan

nyata dalam era yang serba instan dan konkrit. Eksistensi manusia di dalam

pergumulan hidup yaitu penderitaan dan kelemahan merupakan pintu rekonsiliasi

untuk berani hidup bergantung kepada Allah sebagai sumber kekuatan.

3.3.1. Kelemahan Paulus Sebagai Teladan

Dalam Perjanjian Baru kata yang menunjuk kepada kelemahan fisik yaitu kata

“α σ τ ε ν ε ι α ” dan kata “α σ θ ε ν ω ” sering menunjuk semata-mata

kelemahan di dalam perasaan (psikis) dan inilah kelemahan yang dialami oleh Rasul

Paulus, sehingga menjadi kunci kesuksesan dalam pelayanannya. Karena itu, wajar

dan logis Paulus merasa senang di dalam penderitaannya yang menyatakan kuasa

Allah dalam kelemahannya. Perasaan senang dan rela karena menderita merupakan

84
sikap kebergantungan kepada Kristus sang sumber kekuatan dan sikap mengandalkan

kekuatan-Nya dalam jiwa yang rendah hati.

Metode pelayanan Paulus selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya

dan tidak menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik, sebab ini menjadi rahasia

panggilannya yang kudus. Menurutnya itu adalah kasih karunia (Flp. 1: 29), karena

kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda kehormatan bagi setiap pengikut

Kristus. Kelemahan manusia adalah sarana ilahi, tetapi kuasa ilahi tak pernah

direndahkan sebagai alat kekuasaan manusia. Kelemahan Paulus ini bersifat nyata,

bukan kelemahan berkedok kekuatan yang secara licik dipakai untuk mengendalikan

orang banyak, namun pola kepemimpinan Paulus adalah memimpin melalui

kelemahannya.

Dalam 2 Korintus secara umum menegaskan keabsahan kerasulan Paulus

dengan kesaksian tiga rangkap yaitu, kerendahan hatinya, kelemahannya dan

keotentikannya. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya

untuk menjadi teladan hidup yang luar biasa. Hal ini membantu menjelaskan tekad

Paulus untuk tidak mengkhotbahkan dirinya sendiri; penegasan yang mengunggulkan

kuasa manusia akan meniadakan kuasa Allah dari dirinya. Paulus

mengidentifikasikan penderitaannya dengan Kristus yang tersalib. Hidup sang Rasul

merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada henti.

Melalui kelemahan dan penderitaan Paulus ini menjadi tanda keadilan Allah

dalam kehidupannya. Sebagai Rasul dalam pelayanannya, ia selalu melewati

tantangan yang mengancam hidupnya demi berita keselamatan Allah. Melalui

85
peristiwa itulah terletak keadilan Allah yang memprotes sikap kehidupan lama Paulus

yang menghujat Allah, pemberontak dan penganiaya jemaat Allah. Oleh karena itu,

dapat dikenal bahwa pertobatan Paulus adalah peristiwa kelahiran kembali, untuk

menjadi saksi bagi Kristus, sebab katanya; aku telah disalibkan dengan Kristus,

namun aku hidup tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di

dalam aku (Gal. 2: 19-20).

Kebergantungan hidup Paulus kepada Kristus merupakan sikap totalitas hidup

yang percaya dan mengandalkan Yesus dalam segala hal. Pengakuan Paulus dalam

pertobatannya tidak hanya manis di bibir saja atau sebagai wacana kampanye namun

itu terlukis dalam kelemahan dan penderitaannya sebagai Surat Kristus yang hidup.

Dalam kerangka teladan Paulus di atas, telah memberi suatu titik terang kepada

kita bahwa kelemahan, penderitaan, dan masalah-masalah yang selalu dihadapi dalam

pergumulan hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa bukan hal yang tabu

atau negatif. Namun sesungguhnya harus belajar dari teladan Rasul Paulus yang

bersikap rendah hati mengandalkan Kristus dengan sukacita dan rela demi menempuh

masa-masa kritis dalam kelemahan dan penderitaannya. Selain itu, ia memiliki hati

yang siap menderita dalam pengorbanannya sebagai Rasul Kristus yang membawa

berita Kasih Allah. Teladan Paulus ini mengajak kita untuk hidup bergantung kepada

Kristus dan mempunyai totalitas hidup yang sungguh kepada-Nya dan tidak terlepas

dari pengakuan yang murni untuk bersaksi bagi dunia tentang kabar keselamatan

Allah. Namun terkadang realita berkata lain, sehingga hanya menjadi identitas

86
“Kristen Tomat”,137 sebab totalitas hidup kepada Yesus merupakan sikap

keberpihakkan kepada kerajaan Yesus sehingga komitmen kita harus menjadi proses

siklus kelahiran kembali dari yang lama menjadi ciptaan yang baru.

3.3.2. Solidaritas Yesus Dalam Kelemahan Manusia

Dunia menjadi tempat Allah ikut campur dalam sejarah manusia dan sejarah itu

terlukis dalam teladan Yesus, sehingga berlakunya kerajaan Allah telihat dalam

pemberitaan dan perbuatan-Nya. Perbuatan Yesus untuk semua yang dalam keadaan

tak berdaya dan sengsara, mendambakan tindakan Allah yang menyelamatkan.138

Kehadiran dan keberadaan Yesus di dunia sebagai bukti keberpihakkan Yesus

kepada mereka yang berdosa, miskin, lemah, dan menderita. Dalam bangsa-bangsa

Asia citra Allah nampak dalam kenyataan, Allah yang peduli, Allah yang prihatin

akan nasib mereka (anak-anak Asia yang menderita).139 Potret Allah yang menderita

memberi warna unik tentang figur Kasih Allah. Figur itu nampak terang dalam

pelayanan Yesus, sebab Ia mengidentifikasikan diri-Nya dengan saudara-saudaranya

yang paling hina, yaitu mereka yang lemah, miskin, tak berdaya, mereka yang lapar

dan dahaga, orang-orang asing. Orang-orang sakit dan mereka yang terpenjara. Inilah

bukti nyata Kasih Allah dalam teladan Yesus Sang Solider.

Dalam pandangan tentang Kasih sebagai hakekat Allah ini ditemukan dalam

keyakinan Song, bahwa Allah mencari manusia sebagai obyek Kasih-Nya, meskipun

137 Setiap Pengakuan yang tidak sesuai dengan perbuatannya atau setelah bertobat terus kumat buat
dosa lagi.
138 A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, Teologi dalam Perspektif Reformasi, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004, 43
139 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 345

87
mereka menghindari-Nya. Kasih hanya dapat memenuhi dirinya dalam obyek kasih.

Pemahaman tentang Kasih sebagai hakekat Allah kemudian dihubungkan dengan

penjelmaan (Inkarnasi), yang dipandang sebagai kemampuan Allah untuk mengubah

dan mentransformasi diri-Nya demi keselamatan manusia. Inilah kata C. S. Song

sebagai teolog dari Asia.140

Allah mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang-orang yang menderita dan

tersingkir. Puisi berikut ini ditulis oleh Rendra:141

Tuhan adalah serdadu yang tertembak


Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek
Sebagai orang miskin yang orang tua dan bijaksana
Dengan baju compang-camping
Membelai kepala anak yang lapar

Allah di sini digambarkan sebagai seorang yang menjumpai orang-orang dalam

situasi mereka sendiri, dalam sengsara mereka.

Allah bahkan akrab dengan dunia-dunia “bawah tanah”. Ia ada di sana bersama-sama
dengan para penjahat.
Tuhan berada di gang-gang gelap
Bersama para pencuri, para perampok dan para pembunuh
Tuhan adalah teman sekamar para pezinah142

Allah seperti ini adalah Allah yang secara serius menghadapi penderitaan dan

kesengsaraan manusia. Ia meninggalkan sorga yang “nyaman” turun ke dalam

“kedinginan” dunia memberi kehangatan keselamatan, yang tidak ditemukan dalam

dunia yang penuh dengan persoalan hidup. Demikian pula keunikan Allah itu terlukis

140 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...374


141 Rendra adalah seorang penyair Indonesia. Puisinya mengandung kritik sosial terhadap situasi di
Indonesia, yang dipandangnya memperlihatkan ketidakadilan, khususnya dalam penerapan rencana-
rencana pembangunan, yang menimbulkan banyak korban karena realisasinya yang tidak seimbang.
Baca: A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...323
142 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...325

88
jelas dalam pertobatan kehidupan Paulus. Ia berani menderita dan berada dalam

kelemahannya demi ketaatan dan kesetiaan kepada Kristus (Flp. 1: 29).

Berpaling dari itu, titik kelemahan secara kolektif dalam kancah nasional terus

membayangi kinerja dalam tiap bidang yakni bidang pemerintahan, pendidikan,

politik, ekonomi, sosial dan lainnya untuk terlibat aktif dalam sistem lingkaran setan

yang mempengaruhi rusaknya moral bangsa. Virus sistem tersebut, merupakan

“warisan najis”143 yang turun temurun dianut sebagai tradisi hitam. Dampak virus itu

telah membius seluruh komponen masyarakat dan gereja secara komunal dan setiap

individu. Maka timbulnya permasalahan publik yakni kemiskinan sebagai tema

dominan bangsa. Kemiskinan sebagai buah dari sistem virus bagai sampah-sampah

yang bertaburan di mana-mana, yang terus ada dan semakin banyak menjamur pada

seluruh pelosok Nusantara.

Faktor ini dilihat sebagai cela bahwa karena kelemahanlah yang menjadi pelaku

di balik kehancuran dan keterpurukan wajah tanah air. Kelemahan dianggap jurang

pemisah di antara relasi Allah-manusia dan sesama manusia. Namun sesungguhnya

kelemahan yang ditunjukan dalam pertobatan Paulus merupakan ketaatan dan

kesetiaannya kepada Kristus. Kelemahan adalah tanda untuk pasrah diri kepada

Kristus sebagai tempat perlindungan yang sejati dan peduli terhadap pergumulan

manusia. Kelemahan membuat kita untuk tidak tinggal diam dan bergantung pada

situasi tetapi berani untuk berseru memanggil-Nya sebagai wujud kebergantungan

143 Mulai dari rezim orde baru Soeharto hingga pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono telah
meninggalkan banyak persoalan pelik yang bukan hanya persoalan krisis ekonomi, disintegrasi,
kerusuhan, hak asasi manusia (HAM), ataupun utang luar negeri yang semakin menumpuk, namun
juga persoalan pemberantasan dan pembersihan KKN yang merupakan “warisan najis” dalam bangsa
Indonesia.

89
kita dalam kekuatan-Nya sehingga hanya kehendak Allah yang berperkara dan bukan

kehendak pribadi kita.

Kelemahan menjadi kunci untuk berharap penuh kepada Kristus yang

membangkitkan dari keterpurukan hidup. Karena itulah hakekat kelemahan sebagai

kodrat yang ada pada manusia, bukan merusak hubungan baik dengan Tuhan maupun

dengan sesama namun itu mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini ada suatu kuasa

di luar diri kita yang mampu mengatur dan memberi kekuatan sejati, sebab Ia peduli

dan mengerti setiap jeritan dan air mata yang membutuhkan pertolongan.

Saat manusia berada pada titik lemah, menderita dan tak berdaya lagi,

sesungguhnya itu membuka cakrawala berpikir untuk beriman sungguh bahwa “aku

hidup tetapi bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku”.

Sepenggal ungkapan pernyataan Paulus di atas merupakan suara gembala yang

membangkitkan iman untuk senantiasa berharap dan bergantung kepada Kristus

sebagai sumber kekuatan. Sebab sesungguhnya ungkapan itu lahir dari komitmen

yang sungguh-sungguh untuk menyangkal diri dan memikul salib sebagai bukti

pertobatan yang radikal. Artinya berani menyalibkan ego pribadi dan mewujudkan

Kristus dalam hidup.

Kasih Allah itu ada dalam penderitaan atau salib. M. M. Thomas melihat salib

sebagai kasih perbuatan pengosongan diri (kenotis) Allah, suatu ungkapan kasih-Nya

bagi dunia ini. Itulah sebabnya, dalam pandangan Thomas salib merupakan dinamika

sentral dari seluruh sejarah. Salib adalah inti iman. Tanpa salib, keselamatan manusia

tidak akan pernah menjadi kenyataan. Salib atau kasih penebusan Allah yang

90
mengosongkan diri dan terungkap dalam Yesus, merupakan dinamika sentral dari

seluruh sejarah.144 Yesus menjadi pusat harapan bagi setiap manusia.

3.3.3. Gereja Yang bersandar pada kekuatan Allah145

Hari pentakosta adalah hari tercurahnya Roh Kudus ke atas murid-murid dan

sekaligus menjadi lahirnya gereja.146 Roh Kudus memenuhi para rasul sehingga

mereka memberitakan Yesus yang disalibkan dan telah bangkit itu. Karena

pemberitaan itu merupakan panggilan Yesus Kristus langsung kapada para pendengar

dan yang digerakan oleh Roh Kudus, maka banyak orang yang bertobat dan memberi

dirinya untuk dibabtis. Dengan kata lain, Yesus Kristus yang hidup itu sendiri yang

mengumpulkan gereja-Nya melalui pemberitaan Firman-Nya dan Roh-Nya.

Secara terminologi kata “gereja” berasal dari kata “Eklesia” yang berasal dari

kata “ε κ ” (keluar) dan “κ α λ ε ω ” (memanggil) artinya memanggil keluar dari

gelap kepada terang-Nya yang ajaib.

Di dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menyebut persekutuan orang

beriman adalah eklesia, yang berarti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orang-

orang yang dipanggil atau dikumpulkan.147 Karena itu gereja tidak dapat disamakan

ataupun dibandingkan dengan salah satu organisasi yang lain di dunia, sebab sifatnya

berbeda. Gereja bukanlah suatu organisasi buat orang-orang Kristen yang

memperjuangkan kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok. Gereja bukanlah

144 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...105


145 Gereja dilihat secara individu sebagai orang-orang percaya dan secara komunal sebagai lembaga
(organisasi). Gereja yang mencerminkan sebagai hakekat Tubuh Kristus.
146 Werner Pfend Sack – H. J. Visch, Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, 80
147 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 362

91
suatu partai, sekalipun anggota-anggotanya adalah orang-orang kristen. Gereja

bukanlah suatu organisasi biasa melainkan suatu organisasi yang hidup, yakni suatu

tubuh yang hidup. Kristus sendiri adalah kepala-Nya dan jemaat merupakan tubuh-

Nya. Kepala dan anggota-anggotanya demikian juga anggota-anggota itu satu sama

lain adalah selalu satu dan merupakan satu persekutuan yang hidup.

Metafora ini pula yang digambarkan oleh Paulus untuk menjawab setiap

persoalan dalam jemaat Korintus. Terjadinya perpecahan dalam tubuh persekutuan

jemaat oleh karena rasul-rasul palsu yang menggunakan topeng kharisma untuk

membanggakan diri sendiri dan membangun ideologi baru yang berpusat pada diri

sendiri (egosentris) sehingga melawan kebenaran Kristus.

Dengan sederhana, Paulus menguraikannya memakai Tubuh. Ia menganggap

tubuh manusia sebagai suatu mesin rumit, dengan bagian-bagian yang ukuran bentuk

dan susunannya berbeda-beda. Semuanya diharapkan bekerja sama ditempatnya

masing-masing dan dengan fungsinya sendiri guna menjamin bekerja di seluruh

badan secara lancar. Tubuh tanpa telinga atau mata adalah cacat sama seperti sebuah

tubuh tanpa tangan atau kaki. Pertanyaan apakah tangan lebih menarik dari pada

mata, ini merupakan pertanyaan yang menggelikan sebab kedua-duanya dibutuhkan

jika tubuh manusia akan bekerja dengan baik (1 Korintus 12: 14-20).148

Gereja yang hidup sudah barang tentu harus bersaksi tentang Yesus Kristus di

dunia ini. Sebaliknya gereja yang tidak bersaksi adalah gereja yang mati. Karena itu

sebagai bagian dari masyarakat, gereja tidak bisa menutup mata terhadap perubahan

yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan berasumsi bahwa yang terjadi itu tidak
148 John Drane, Memahami Perjanjian Baru ...428

92
ada sangkut pautnya dengan gereja. Sebenarnya gereja adalah salah satu institusi

sosial yang turut berperan dalam masyarakat.149 Hal itu terjadi karena gereja diyakini

memiliki suatu sistem nilai tersendiri yang sakral, yang terbaik dan benar bagi

kehidupan manusia berdasarkan inspirasi ilahi. Asumsinya bahwa hanya melalui

nilai-nilai tersebut kesejateraan manusia bisa terjamin.

Menilik realitas dalam kelemahan komunal merupakan faktor pemisah antar

sesama dan Tuhan. Bangsa Indonesia terinfeksi dengan racun Korupsi Kolusi

Nepotisme yang terus menjalar hingga ke dalam lapisan elemen masyarakat. Virus

racun itu memperdayakan dan memperbudak setiap orang untuk terjerumus dalam

berbagai persolan hidup seperti tema masalah publik tentang “Kemiskinan”.

Karena itu, peranan gereja sebagai salah satu insititusi sosial harus menanamkan

sistem nilai yang sakral dalam masyarakat dengan berprinsip pada hakekat Tubuh

Kristus. Artinya dalam keterpurukan dan ketidakberdayaan oleh karena krisis

tersebut, gereja tetap berdiri teguh dan memberi teladan bagi dunia bahwa gereja

merupakan representasi dari Kristus sang Kepala gereja. Maka ini berarti bahwa

gereja tetap bersandar pada kekuatan Allah dan tidak terkontaminasi dengan racun

KKN yang terus merajalela. Gereja harus menjadi cermin dan tolok ukur dalam

kondisi moral Bangsa yang rusak.

Benih nilai sakral yang ditanamkan dapat menghindari keterangsingan diri dan

menutup jarak keterpisahan atau putusnya relasi (broken relationship) dengan Tuhan,

149 John Titaley, Mempersiapkan Pendidikan Teologi Yang Kontekstual Bagi Keterlibatan Gereja
Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia, dalam D. J. Mauboi dkk (eds), Kasihilah Allah, Ajarlah Dunia,
Kupang: Fakultas Teologi-UKAW, 1996, 44

93
diri sendiri, sesama, dan alam atau lingkungan sehingga terjamin kesejateraan bagi

manusia.

Selain itu, konteks kemajemukan agama, kadang kala membuat agama Kristen

terjebak dalam kacamata “tahu banyak” tentang kebenaran Tuhan, sehingga ciri

keunikan dalam kekristenan menjadi kabur dan tidak menjadi terang. Fenomena itu

terbukti di bandung 10 November 2003 ada sebuah sekte yaitu Sekte Sibuea, yang

berkantor pusat di Jalan Siliwangi RT 01/ RW10 Desa Baleendah, Kecamatan

Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang mengklaim itu merupakan hari

kedatangan Yesus yang kedua kali.150

Sebagai agama minoritas tentunya contoh sikap di atas bukan cara yang tepat

untuk menunjukan identitas sebagai gereja yang bersandar kepada kekuatan Allah.

Gereja yang memiliki figur Yesus sebagai Kepala Gereja. Disadari bahwa di tengah-

tengah pluralitas agama, keberadaan gereja sangat ditantang dan dihimpit oleh

berbagai situasi dan kondisi duniawi yang mengganggu prinsip-prinsip gereja sebagai

Tubuh Kristus, sehingga warna gereja menjadi pudar. Tentunya untuk menjadi

ciptaan yang baru sebagai Tubuh Kristus tidaklah gampang seperti membalikkan

telapak tangan. Karena itu, dalam situasi dan kondisi demikian ciri gereja merupakan

cermin bagi lingkungan sekitarnya. Ciri-ciri gereja itu adalah mencerminkan teladan

Yesus dan berani berkorban demi Kasih Allah dan inilah warna gereja.

Di sini salib dipandang sebagai jaminan dari kemanusiaan baru yang

dimaksudkan bagi semua orang. Salib ini adalah hakekat Tubuh Kristus (gereja) yang

menderita untuk menunjukan Kasih Allah di tengah-tengah keberagaman Indonesia,


150 Lih. Pendahuluan www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat

94
sehingga tugas panggilan gereja telah terimplisit dalam 5 tugas gereja, yaitu bersaksi

(Marturia), Bersekutu (Koinonia), Melayani (Diakonia), Liturgia dan Oikonomia

(Penatalayanan). Gereja harus eksis memberi warna dalam heterogen kehidupan agar

jelas terang panggilan gereja itu untuk mempengaruhi bukan dipengaruhi.

Dalam lingkup GMIT, dapat dilihat pengalaman iman secara konkrit tentang

gambaran gereja yang menderita. Menurut Pdt. Gayus Polin, S.Th mengatakan bahwa

secara fisik (finansial rendah)151 dalam menjalankan program-program pelayanan

tentunya kebutuhan akan dana sangat esensial untuk memberi peran dalam setiap

program-program pelayanan yang telah direncanakan demi terlaksananya program-

program tersebut. Berdasarkan kebutuhan urgen ini, maka gereja tidak bisa berdiam

diri dan pasrah terhadap keadaan. Identitas gereja harus memberi warna dalam

suasana yang begitu terpuruk sekalipun. Figur gereja yang menderita adalah suatu

integralitas dari hakekat tubuh Kristus. Prinsip-prinsip gereja harus diteguhkan dan

terus dijunjung dalam pergumulan berjemaat. Agar gereja dapat pasrah terhadap

Kristus sebagai Kepala Gereja bukan pasrah terhadap keadaan.

Karena itu, gereja dikenal bukan gereja farisi.152 Gereja sering menjauh dan lari

serta tidak sadar dari penderitaan dan kelemahannya untuk menjadi Surat Kristus di

tengah-tengah masyarakat. Identitas gereja mulai kabur dalam kenikmatan duniawi.

Identitasnya hanya dikenal waktu hari minggu saja dan hari lain bukan lagi waktu

pelayanan. Pelayanan yang dilakukan hanya berpusat pada mimbar saja (pelayanan

weekend). Tugas panggilan gereja mulai terhanyut dalam perkembangan zaman,


151 Gereja kekurangan dana namun mempunyai program-pogram pelayanan yang harus dilakukan,
karena itu menjadi tanggung jawab dan harus eksis, kata beliau.
152 Gereja yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, menonjolkan hal-hal lahiriah dan hilang identitas
sebagai Tubuh Kristus.

95
sehingga warna dari gereja mulai pudar dan hampir sama dengan dunia. Kepudaran

dari sifat-sifat gereja jelas terlihat ketika adanya sifat mengandalkan diri sendiri,

sombong, mononjolkan kekuatan. Karena itu pertobatan Paulus telah memberi tanda

bahwa sifat-sifat itu hanya sementara dan membuat jarak manusia dengan Allah

sehingga kehendak sendiri memberontak melawan kehendak Allah.153

Menurut C. S. Song penderitaan sebagai tempat di mana Allah dan manusia

berjumpa, apapun latar belakang budaya dan keagamaannya.154 Melalui penderitaan,

kita dibawa semakin dekat kepada Allah dan Allah semakin dekat kepada kita.

Dengan kata lain, Allah dalam hakekatnya sebagai Kasih, merupakan sember Kasih

yang ditemukan dalam semua agama dan budaya yang prihatin dengan penderitaan

manusia dan pada saat yang sama melalui kasih-Nya, manusia menemukan jalan ke

dalam hati Allah yang prihatin dengan penderitaan manusia.

Menurut kerangka pikiran dalam wujud gambaran gereja yang bersandar pada

kekuatan Allah jelas telah memberi kekuatan yang merangsang bagi setiap orang-

orang percaya untuk belajar secara konkrit dalam kelemahan Paulus yaitu “Jika Aku

Lemah Maka Aku Kuat”. Ungkapan ini menjadi bahasa iman yang terus hadir dalam

pergumulan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara sebagai dasar

tumpuan untuk berharap teguh kepada Kristus Sang sumber kekuatan.

153 Lihat peristiwa pertobatan Paulus (Bab 1)


154 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...378

96
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bagian penutup ini

penulis merangkum sebuah kesimpulan, dan memberikan usul dan saran.

A. Kesimpulan

Menurut hasil pembahasan, penulis menguraikan beberapa hal yang merupakan

pokok penting dalam karya tulisan ini, yaitu:

1. Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus terjadi saat perjalanan menuju Damsyik,

ketika itu kira-kira tengah hari, matahari telah tinggi di langit. Dengan semangat

Saulus ingin sekali sampai ke kota Damsyik sebelum matahari terbenam, supaya

secepatnya mungkin dapat dimulainya pekerjaan yang kejam itu. Tiba-tiba

terpancar suatu cahaya yang terang sekali. Cahaya yang ajaib itu membuat Saulus

rebah ke tanah lalu didengarnyalah suara yang menyerukan kepadanya “Saulus,

Saulus mengapakah engkau menganiaya aku?”. Suara yang singkat dan sederhana

ini membawa arti yang besar kepada suatu pertemuan yang mengubah, bukan saja

kehidupan Paulus, tetapi juga sejarah gereja. Pertemuan yang memiliki dampak

begitu besar bagi Saulus, karena pertemuan inilah yang membuatnya mengerti apa

yang dimaksudkan dengan kelahiran kembali.

2. Dalam 2 Korintus secara umum menegaskan keabsahan kerasulan Paulus dengan

kesaksian tiga rangkap yaitu, kerendahan hatinya, kelemahannya dan

keotentikannya. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya

97
untuk menjadi teladan hidup yang luar biasa. Hal ini membantu menjelaskan

tekad Paulus untuk tidak mengkhotbahkan dirinya sendiri; penegasan yang

mengunggulkan kuasa manusia akan meniadakan kuasa Allah dari dirinya. Paulus

mengidentifikasikan penderitaannya dengan Kristus yang tersalib. Hidup sang

Rasul merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada henti.

3. Yesus datang sebagai hamba. Ia mengosongkan diri-Nya menjadi manusia, dan

itu merupakan tanda Kepedulian-Nya terhadap kelemahan manusia. Allah turut

hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah hidup manusia demi

menyatakan kasih Allah yang sempurna. Demikian Paulus berbicara tentang

kesukaran-kesukaran, penderitaan-penderitaan, kelemahan dan semua jenis

kehinaan yang menimpanya sebagai sesuatu yang dapat membuat ia bersukacita,

dan bangga serta memperoleh berkat dan Anugerah Tuhan.

4. Kelemahan menjadi tanda solidaritas kepada sesama manusia. Relasi Solidaritas

ini bersifat personal dan komunal dalam komunitas suatu masyarakat. Kelemahan

menjadi warning bahwa manusia tidak dapat bersandar pada egonya. Sikap saling

membutuhkan sungguh tertanam melalui kelemahan manusia.

5. Sikap mengandalkan Tuhan tergambar dalam setiap kelemahan-kelemahan kita.

Di saat merasa tak mampu dan lemah, menjadi sebuah isyarat bahwa kita tidak

sendiri dalam penderitaan, dan kelemahan itu. Namun selalu ada Allah yang

Maha Hadir dalam setiap keterpurukan hidup manusia.

6. Kekuatan dan kelemahan adalah dua dimensi yang ada dalam diri setiap manusia

secara kodrat. Namun apabila melihat fenomena di saat ini, maka kelemahan tidak

98
dilihat lagi sebagai sesuatu yang manusiawi dan wajar. Kelemahan malah menjadi

faktor pemisah antar sesama dan Tuhan. Timbulnya sikap pesimis dan minder

dalam diri sehingga dapat melahirkan dosa. Sesungguhnya kelemahan tidak

memperindah akan relasi sosial yang sudah dibangun. Kelemahan menciptakan

gaya eksklusifisme dan tidak berbagi kepada sesama maka adanya kecendrungan

sikap ingin sendiri dan tertutup pada sesama.

7. Disadari bahwa di tengah-tengah pluralitas agama, keberadaan gereja sangat

ditantang dan dihimpit oleh berbagai situasi dan kondisi duniawi yang

mengganggu prinsip-prinsip gereja sebagai Tubuh Kristus, sehingga warna gereja

menjadi pudar. Tentunya untuk menjadi ciptaan yang baru sebagai Tubuh Kristus

tidaklah gampang seperti membalikkan telapak tangan. Karena itu, dalam situasi

dan kondisi demikian ciri gereja merupakan cermin bagi sekitarnya. Ciri-ciri

gereja itu adalah mencerminkan teladan Yesus dan berani berkorban demi Kasih

Allah dan inilah warna gereja.

8. Potret Allah yang menderita memberi warna unik tentang figur akan Kasih Allah.

Figur itu nampak terang dalam pelayanan Yesus, sebab Ia mengidentifikasikan

diri-Nya dengan saudara-saudaranya yang paling hina, yaitu mereka yang lemah,

miskin, tak berdaya, mereka yang lapar dan dahaga, orang-orang asing. Orang-

orang sakit dan mereka yang terpenjara. Inilah bukti nyata akan Kasih Allah

dalam teladan Yesus sang Solider.

9. Metode pelayanan Paulus selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya

dan tidak menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik seperti para rasul palsu

99
yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan kharisma tersebut. Sebab ini

menjadi rahasia panggilannya yang kudus. Menurutnya itu adalah kasih karunia

(Flp. 1: 29), karena kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda kehormatan

bagi setiap pengikut Kristus. Pola kepemimpinan Paulus adalah memimpin

melalui kelemahannya.

10. Teladan Paulus ini mengajak kita untuk hidup bergantung kepada Kristus dan

mempunyai totalitas hidup yang sungguh kepada-Nya dan tidak terlepas dari

pengakuan yang murni untuk bersaksi bagi dunia tentang kabar keselamatan

Allah. Namun terkadang realitas berkata lain, sehingga hanya menjadi identitas

“Kristen Tomat”, sebab totalitas hidup kepada Yesus merupakan sikap

keberpihakkan kepada kerajaan Yesus sehingga komitmen kita harus menjadi

proses siklus kelahiran kembali dari yang lama menjadi ciptaan yang baru.

10
0
B. Usul dan Saran

1. Dengan menyandang predikat sebagai Tubuh Kristus, peranan gereja merupakan

cermin bagi masyarakat, bangsa dan dunia untuk menjadi Surat Kristus yang

hidup. Figur gereja yang menderita menjadi indentitas dan warna dalam

perkembangan zaman yang serba instant dan konkrit. Aksi gereja dalam

gambaran konteks di atas sangat berperan aktif dalam memberi sumbangsih

kepada masyarakat dan dunia sebagai tanda kehadiran Kasih Allah dalam

keberadaan manusia.

2. Bagi setiap pribadi terdapat sisi kelemahan sebagai sesuatu yang manusiawi dan

bukan hal yang negatif. Cara pandang dalam menilai sisi kelemahan harus dalam

terang kasih karunia dari Kristus. Sebab kita hidup bukan untuk diri sendiri tetapi

bagi Dia yang telah mati bagi kita. Adanya kebergantungan dan mengandalkan

Dia dalam segala hal.

3. Gereja perlu membuat program-program pelayanan yang konkrit dalam

menjawab pergumulan jemaat sebagai identitas dari Tubuh Kristus yaitu, mereka

yang paling hina, yaitu mereka yang lemah, miskin, tak berdaya, mereka yang

lapar dan dahaga, orang-orang asing, orang-orang sakit dan mereka yang

terpenjara. Adanya sikap pemberdayaan bagi jemaat, masyarakat dan dunia.

10
1
DAFTAR PUSTAKA

ALKITAB

King James Version,

1970, London: United Bible Society

Lembaga Alkitab Indonesia,

2006, Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia

New International Version,

1984, Micighan: Zondervan Bible Publisher

New Resived Standard Version,

1971, Nashville: Graded Press

Perjanjian Baru – Indonesia Yunani

2002, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia

Revised Standard Version,

1970, Nashville: Graded Press

Sutanto H. (edt),

2003, Perjanjian Baru Interlinear Yunani – Indonesia, Jakarta: LAI

The Interpreter’s Bible, Volume X, New York: Abingdon Press Nashville

KAMUS

Douglos, J. D.

1996, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I A-L, Jakarta: Yayasan

Komunikasi Bina Kasih/ OMF

10
2
Echols, J. M. dan Shadily,

2000, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta: Gramedia

Hittel, Gerhard (edt),

Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States of America:

Grand Rapids, Michigan

Mounche W. D.,

1993, The Analytical Lexicon to The Greek New Testament, Michigan: Grand

Rapids

Napel ten Henk,

2002, Kamus Teologi Inggris – Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Newman B. M.,

2001, Kamus Yunani – Indonesia: Untuk perjanjian Baru, Terjemahan J.

Miller – G. Van Klinklen, Jakarta: BPK Gunung Mulia

The Greek of New Testament

1965, Dictonary, Chicago.

BUKU-BUKU

Baker David L.,

2004, Roh dan Kebenaran dalam Jemaat, BPK Gunung Mulia

Brill J. Wesley,

1989, Tafsiran Surat Korintus Kedua, Bandung: Yayasan Kalam Hidup

Calvin’s New Testament Commentaries 2 Corinthians

Chamblin J. Knox,

10
3
1993, Paul and Self: Apostolic Teaching for Personal Wholeness, English:

Baker Books

Chang H. H. Eric,

2004, Kekuatan Dalam Kelemahan, Bali: Yayasan Peduli Nusantara

Chilton Bruce,

2004, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Groenen C.,

2006, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius

Kummel W.G.,

1981, Introduction To The New Testament, Nashville: Parthenon Press

Marxsen Willi,

2000, Pengantar Perjanjian Baru, Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-

masalahnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Sitompul A.A dan Ulrich Beyer,

2002, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Spitller P. Russell,

2001, Pertama dan Kedua Korintus, Malang: Gandum Mas

Stambaugh John dan David Balch,

2004, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula, Jakarta BPK Gunung Mulia

Wenham J. W.,

1987, Bahasa Yunani Koine (terjemahan L. Newell), Malang: SAAT

Nubantimo, Eben,

10
4
2004, Anak Matahari, Ledelero – Maumere

Palau, Luis,

1997, Singkapkan Kedokmu, Prinsip-prinsip kehidupan Kristen

berdasarkan II Korintus, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Ph. C. D. Ira,

2001, Semakin Dibabat Semakin Merambat. Riwayat Penganiayaan yang

diderita oleh umat Kristen sepanjang abad, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Sack, Werner Pfend – H. J. Visch,

2006, Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Song, Choan Seng,

2007, Allah Yang Turut Menderita, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Titaley, John

1996, Kasihilah Allah, Ajarlah Dunia, Kupang: Fakultas Teologi-UKAW

Tong, Stephen,

2007, Iman, Pengharapan dan Kasih dalam Krisis,Surabaya: Momentum

Yewangoe, A. A.

2004, Thelogia Crusis Di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia

10
5
LAIN-LAIN

Marbun, Irene

2008, Tulisan untuk GMIT, Kupang

Poli, Gayus,

2008, Wawancara, Oesapa Timur

Himpunan Pelajaran Katekisasi, Kupang: Majelis Sinode GMIT, 1994

Pos Kupang, Kupang, 7 Juli 2008, Kupang

Internet
www.kkn di indonesia.com

www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat

10
6
10
7

You might also like