You are on page 1of 11

Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Pada
tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB,karena pada
sebagian besar Negara di dunia, penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan
banyaknyapenderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutamapenderita menular
(BTA positif ). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta
penderita baru TB dengan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Di negara-
negara berkembang. kematian TB merupakan 25% dari keseluruhan kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB dan 98%
kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang (Depkes RI,
2006). Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Pada
tahun 2004, ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus
TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2006). Setiap
tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB paru dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB paru.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesardengan masalah TB paru di dunia
setelah India dan Cina. Terdapat sekitar 9 juta kasus baru dan kirakira 2 juta
kematian karena TB paru pada tahun 2005. Perkiraan insidensinya adalah 8,9 juta
kasus baru TB paru pada tahun 2005. Diperkirakan 1.6 juta orang (27/100,000)
meninggal karena TB paru pada tahun 2005, termasuk mereka yang juga
memperoleh infeksi HIV (219,000). Penemuan kasus di Indonesia pada tahun
2005 adalah 68%, telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun
2005 yaitu sebesar 70% (Depkes RI, 2008 ). Penularan TB paru terjadi melalui
batuk, bersin, berbicara atau meludah. Mereka akan mengeluarkan kuman TB ke
udara yang dikenal sebagai basil (WHO, 2007). Basil ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet,
ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan (Suhaymi, 2008). Penderita TB
paru dengan status BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan
sekurangkurangnya kepada 10-15 orang lain. Seseorang yang tertular dengan
kuman TB belum tentu menjadi sakit TB paru. Kuman TB dapat menjadi tidak
aktif (dormant) selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel
berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun,
kemungkinan menjadi sakit TB paru menjadi lebih besar (Depkes RI, 2008).
Berbagai masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan perumahan masih
sangat menonjol terutama yang berkaitan dengan masalah air bersih, pembuangan
kotoran manusia, pengelolaan sampah, kualitas udara dan pencahayaan dalam
rumah. Salah satu penyakit yang terkait dengan masalah perumahan adalah TB
(Depkes RI, 2005). Luas ventilasi rumahdan pencahayaan memegang peranan
penting dalam penyebaran bibit penyakit, baik kuman yang sudah ada di dalam
rumah maupun dibawa oleh angin bersama debu-debu halus. Mycobacterium
tuberkulosis sangat peka terhadap udara dalam ruangan kuman ini mampu
bertahan bila suhu dan kelembaban udara memungkinkan dan tidak bisa bertahan
hidup bila terkena sinar matahari langsung maupun udara yang panas (Wahyuni,
2005). Penderita TBC anak (0 14 tahun) di Kabupaten Jember pada tahun 2005
sebanyak 54 orang, tahun 2006 sebanyak 74 orang dan pada tahun 2007 adalah
80 orang. Dilihat dari data ini diketahui bahwa penderita TBC anak meningkat
dari tahun 2005 sampai 2007 (Dinkes, Kab. Jember, 2008). Hasil penelitian Tim
peneliti mantoux test RS Paru Jember pada bulan November tahun 2007 di
wilayah kota Kabupaten Jember sangat mengejutkan, di mana ditemukan 17 kasus
(11%) siswa terinfeksi TB dari 123 siswa SD yang diperiksa. Hasil ini melebihi
ARTI (Annual Risk of TB Infection) di Indonesia yaitu bervariasi sebesar 1 3%,
di mana ARTI sebesar 1% berarti 10 dari 1000 orang terinfeksi TB (Depkes, RI,
2006). Dengan ditemukannya infeksi TB pada anak berarti di sekitarnya terdapat
sumber penularan, yaitu penderita TB paru dengan sputum BTA positif. Penularan
sering terjadi pada kontak erat serumah (Widjayanti dan Sadjimin, 2002).



daftar pustaka:
Irma Prasetyowati, Chatarina Umbul Wahyuni, Hubungan Antara Pencahayaan
Rumah, Kepadatan Penghuni dan
Kelembaban, dan Risiko Terjadinya Infeksi Tb Anak SD di Kabupaten Jember
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi
juga di negara maju.1 WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh TB Paru. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya jumlah
penderita TB Paru yang ditemukan di masyarakat dan sejak tahun 1993, WHO
menyatakan bahwa TB Paru merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan.2
Setelah sebelumnya berada di peringkat 3 dengan prevalensi TB Paru tertinggi
setelah India dan Cina, berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2007 peringkat
Indonesia turun ke peringkat 5 dengan prevalensi TB Paru tertinggi setelah India,
Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Di seluruh dunia, TB Paru merupakan penyakit
infeksi terbesar nomor 2 penyebab tingginya angka mortalitas dewasa sementara
di Indonesia TB Paru menduduki peringkat 3 dari 10 penyebab kematian dengan
proporsi 10% dari mortalitas total. Angka insidensi semua tipe TB Paru Indonesia
tahun 2010 adalah 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka
prevalensi semua tipe TB Paru 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka
kematian TB Paru 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari.
Meskipun memiliki beban penyakit TB Paru yang tinggi, Indonesia merupakan
negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-
East Asian yang mampu mencapai target global TB Paru untuk deteksi kasus dan
keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Universitas Sumatera UtaraTahun
2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB Paru telah ditemukan dan
diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+,
dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB Paru BTA+ adalah 73 per
100.000 penderita TB Paru yang diperiksa. Rerata pencapaian angka keberhasilan
pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun
2008 mencapai 91%.6 TB Paru merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu
kunci keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita. Penyakit
menular ini sebenarnya dapat disembuhkan dengan obat yang efektif, namun
pengobatan TB Paru harus dilakukan selama minimal 6 bulan dan harus diikuti
dengan manajemen kasus dan tata laksana pengobatan yang baik.7 DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TB Paru
jangka pendek dengan pengawasan secara langsung, dengan menggunakan
strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara
cepat. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian
TB Paru, tetapi beban penyakit TB Paru di masyarakat masih sangat tinggi,
dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih
terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB Paru, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal
akibat TB Paru di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain itu, pengendalian TB Paru
mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, Multidrug Resistant (MDR)
TB dan tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.
Daftar Pustaka:


3.4.1.3. Tuberkulosis paru (TB paru)
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama 2
minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari
1 bulan. Penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu 1
tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui
pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya.
Tabel 1. Prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis dan gejala TB paru
menurut provinsi, Indonesia 2013
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan 2007 (Gambar 1). Lima
provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI
Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%).
Tabel 2. Prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis dan gejala TB paru
menurut karakteristik, Indonesia 2013

Proporsi penduduk dengan gejala TB paru batuk 2 minggu sebesar 3,9
persen dan batuk darah 2.8 persen (Tabel 2). Berdasarkan karakteristik penduduk,
prevalensi TB paru cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, pada
pendidikan rendah, tidak bekerja. Prevalensi TB paru terendah pada kuintil
teratas.(Tabel 3.4.4). Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB paru oleh
tenaga kesehatan, hanya 44.4% diobati dengan obat program. Lima provinsi
terbanyak yang mengobati TB dengan obat program adalah DKI Jakarta (68.9%).
DI Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi Barat (54,2%) dan Jawa
Tengah (50.4%) (Buku Riskesdas 2013 dalam angka).
Gambar 1. Prevalensi TB paru menurut provinsi, Indonesia 2007 dan 2013

daftar pustaka:
Riskesdas2013
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Penyakit Tuberculosis (TB) paru disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sehingga
merupakan salah satu masalah dunia. Kejadian TB paru di negara industri 40
tahun terakhir ini menunjukkan angka prevalensi yang sangat kecil. Diperkirakan
terdapat 8 juta penduduk terserang TB paru dengan kematian 3 juta per tahun dan
95% penderitanya berada di negara-negara berkembang (WHO, 1993). TB paru di
Indonesia menurut WHO (1999 dan 2004) menunjukkan di Indonesia terdapat
583.000 kasus, kematian 140.000 dan 13/100.000 penduduk merupakan penderita
baru. Prevalensi TB paru pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya merupakan kasus baru atau kasus
baru meningkat 104/100.000 penduduk (DEPKES, 2002).
Konsekuensi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak
melakukan pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari
penderita TB paru akan meninggal. Sedangkan sekitar 25% akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25% lainnya sebagai "kasus kronis" yang
tetap menular (WHO, 1996). Kekhawatiran menurunnya kualitas kesehatan
manusia di dunia, akhirnya WHO tahun 1993 mencanangkan kedaruratan global
penyakit TB paru. Kekhawatiran dan perhatian dunia semakin kentara saat
muncul epidemi HIV/AIDS, sehingga diperkirakan penderita TB paru semakin
meningkat. Genderang perang terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis
akhirnya dilakukan berbagai program penanggulang, termasuk di Indonesia
(DEPKES, 2002). Menurut Departemen Kesehatan RI (2001) penderita TB paru
95% berada di negara berkembang dan 75% penderita TB paru adalah kelompok
usia produktif (15 50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Di Indonesia
TB paru merupakan penyebab kematian utama ketiga setelah penyakit jantung dan
saluran pernafasan. Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis
Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2
%. Hal ini berarti pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, setiap tahun diantara
100.000 penduduk, 100 (seratus) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang
yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB paru, hanya 10 % dari yang
terinfeksi yang akan menjadi penderita TB paru. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi penderita TB paru adalah daya tahan tubuh yang
rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. Di samping itu tercapainya
cakupan penemuan penderita TB paru secara bertahap dengan target sebesar 70%
akan tercapai pada tahun 2005 (DEPKES, 2002). Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) (1995) TB paru merupakan penyebab kematian nomor satu untuk
penyakit infeksi di Indonesia dan SKRT (2001), prevalensi TB paru klinis 0,8%
dari seluruh penyakit di Indonesia (DEPKES, 2002). Penemuan penderita TB paru
menurut Profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2002 sebesar 8.648 penderita
dengan angka penemuan penderita (CDR) 22%. Penemuan penderita BTA positif
tahun 2003 sebanyak 10.390 penderita yang dilaporkan dari 35 Kabupaten / Kota,
11 BP4 dan 1 Rumah Sakit Paru dengan angka penemuan penderita (CDR) 28,5%
dan ditemukan jumlah penderita baru BTA positif 39.061 kasus. Angka tersebut
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1.742 kasus (Dinkes Propinsi
Jateng, 2002). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pati tahun 2005 kasus TB
paru baru ditemukan 254 kasus dengan (CDR) 26,19 % dan tahun 2006 sampai
dengan triwulan ketiga sebanyak 171 kasus dengan (CDR) 13,05 % (DKK Pati,
2006). Penyakit TB paru sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang telah
mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil dan tidak ditangani dengan baik.
Morbiditas TB paru terutama akibat keterlambatan pengobatan, tidak terdeteksi
secara dini, tidak mendapatkan informasi pencegahan yang tepat dan memadai
(Miller, 1982). Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan kejadian TB paru
adalah adanya sumber penularan, riwayat kontak penderita, tingkat sosial
ekonomi, tingkat paparan, virulensi basil, daya tahan tubuh rendah berkaitan
dengan genetik, keadaan gizi, faktor faali, usia, nutrisi, imunisasi, keadaan
perumahan meliputi (suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan dalam rumah,
kelembaban rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan sekitar rumah ) dan
pekerjaan (Amir dan Alsegaf, 1989). Lamanya perlindungan akibat vaksin BCG
merupakan perdebatan, pengalaman dari suatu pengkajian berpendapat 7-12 tahun
hingga 50 tahun setelah pengembangan vaksin ( Nelson, 1992). Hasil penelitian
dengan kohort, case control dan meta analisis serta eksperimen yang terseleksi
bahwa vaksin BCG mempunyai efektifitas sekitar 50% dalam mencegah TB paru,
biasanya tidak menetap lama dan bervariasi dari strain satu kestrain lainnya
(Colditz, 1993). Kontak yang berlebihan dengan kuman Mycobacterium
tuberculosis adalah kontak yang berlangsung terus menerus selama 3 bulan atau
lebih . Masalah kontak ini terutama dilihat dari kebiasaan penderita yang kurang
baik dalam pengeloalan ludah / sekret, kepadatan penghuni dan kondisi
perumahan rakyat pada umumnya kurang memenuhi syarat (Bloom Barry, 1994),
Menurut cakupan Penderita baru BTA positif dari 2003-2006 di BP4 Pati tahun
2003 2006 jumlah penderita TB paru 419 kasus baru. Tujuan untuk mengetahui
faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru pada usia dewasa.

Daftar Pustaka:
Amir Dan Alsegaf, H, 1989, Pengantar Penyakit Paru, Air Langga
University Press. Surabaya 13 32.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2002, Laporan Tahunan Program
Penanggulangan TB, Semarang
Bloom Barry, 1994, Tuberculosis , Pathogenesis , Protection and Control,
Howard Hughest Medical Research Institute / Albert Einstein Collage ASM Press,
Washington DC.
Miller, F.J.W., 1982, Tuberculosis in Children Evolution, Epidemiology,
Treatment, Prevention, Churcil Livingstone , Edinburgh London Melbourne and
New York.

You might also like