SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Makalah gawat darurat sistem pencernaan hematemesis melena ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Gawat Darurat Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Fitriani S.Kep, selaku dosen pembimbing mata kuliah Gawat Darurat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Watampone, 15 juni 2014
Penulis SARMILAWATI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non- varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi perdarahan saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien. Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas terletak pada urutan penyebab tersebut. Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang. Konsensus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran makanan bagian atas adalah sebagai berikut: Pemeriksaan awal, penekanan pada status awal hemodinamik; Resusitasi, terutama untuk stabilitas hemodinamik; Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan; Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah; Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan; Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengidentifikasi, melaksanakan, dan merumuskan masalah keperawatan hematemesis melena serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara baik dan benar. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit hematemesis melena. b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan hematemesis melena. c. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan hematemesis melena. d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit hematemesis melena. e. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada klien hematemesis melena. f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan penyakit hematemesis melena. 3. Manfaat a. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan dengan baik dan benar. b. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat. BAB II ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian- bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. C. Laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
D. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus (dari bahasa Yunani: oeso membawa, dan phagus memakan). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: 1. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka) 2. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus) 3. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). E. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu : Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : 1. Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. 2. Asam klorida (HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. 3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) F. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M.Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1. Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 2. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong. 3. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. G. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari : 1. Kolon asendens (kanan) 2. Kolon transversum 3. Kolon desendens (kiri) 4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. H. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. I. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi. J. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar), yang merupakan fungsi utama anus. K. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu : 1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan 2. Pulau pankreas, menghasilkan hormon Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. Potongan depan perut, menunjukkan pankreas dan duodenum. L. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. Hati adalah organ yang terbesar di dalam badan manusia. M. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu: 1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak 2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. BAB III PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Hematemisis adalah muntah darah. Sedangkan melena adalah pengeluaran feses yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (Tondobala, 1987 dalam Suparman, 1993). Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah- merahan dan bergumpal-gumpal. (Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC) Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC). Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007). Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2005). Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis (Purwadianto & Sampurna, 2000). Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan kontak antara darah dengan asam lambung dan besarkecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah merahan dan bergumpal gumpal (Netina, Sandra M, 2001). Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran certa atas (Sylvia, A. Price, 2005). Dari pengertian di atas dapat saya simpulkan bahwa hematemesis adalah muntah darah. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal dan melena dalah tinja berwarna hitam biasanya di sertai dengan darah yang di sebabkan oleh infeksinya saluran pencernaan bagian atas. Warna darah, tergantung: 1. Lamanya hubungan antara atau kontak antara darah dengan asam lambung 2. Besar kecilnya perdarahan, Sehingga dapat berwarna seperti kopi, kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. Hematemisis Melena Terjadi bila perdarahan dibagian proksimal jejunum (Tondobala, 1987) atau di atas ligamen Treitz /pada jungsi denojejunal (Hudak & Gallo, 1996) Dapat terjadi tersendiri atau bersama - sama dengan hematemisis, Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 mL, baru dijumpai keadaan melena. B. ETIOLOGI 1. Kelainan di esophagus a. Varises esophagus Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. b. Karsinoma esophagus Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. c. Sindroma Mallory Weiss Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus - menerus. d. Esofagitis dan tukak esophagus Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum. 2. Kelainan di lambung a. Gastritis erisova hemoragika Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. b. Tukak lambung Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis. 3. Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili, trombositopenia purpura.
C. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39C, nyeri pada lambung/perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000). Gejala yang ada yaitu : 1. Muntah darah (hematemesis) 2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) 3. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia) 4. Denyut nadi yang cepat, TD rendah 5. Akral teraba dingin dan basah 6. Nyeri perut 7. Nafsu makan menurun 8. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing. D. KOMPLIKASI 1. Syok hipovolemik Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam. 2. Gagal Ginjal Akut Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler. 3. Penurunan kesadaran Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran. 4. Ensefalopati Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati. E. PATOFISIOLOGI Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 10 hari setelah episode perdarahan tunggal. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau tidaknya varises. 2. Pemeriksaan endoskopik Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti. 3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita (Davey, 2005). G. PENATALAKSANAAN MEDIK Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : 1. Pengawasan dan pengobatan umum. a. Tirah baring. b. Diet makanan lunak c. Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah d. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena) e. Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi. f. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP monitor. g. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan. h. Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal. i. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menanggulangi perdarahan. j. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic. k. Pemasangan pipa naso-gastrik Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih. l. Pemberian pitresin (vasopresin) Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik. m. Pemasangan balon SB Tube Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai. n. Pemakaian bahan sklerotik Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus. o. Tindakan operasi Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto- Ketidak sembangan nutrisi
kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik H. PATWAY pembentuk jaringan ikat proses regenerasi sel hati dalam bentuk yang terganggu
Kegagalan parenkim hati hipertensi portal enselfalopati ascites Nafsu makan verises esovagus penekanan diagfragma Muala muntah tekanan meningkat R. paru menyempit Perut tidak enak pembuluh darah pecah Kelelahan/ sesak cepat lelah Sakit perut hematemesis melena
Kekurangan vol. cairan Gang. perfusi jaringan nyeri cemas Kurang pengetahuan Gang. Pola nafas BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM PENCERNAAN HEMATEMESIS MELENA A. PENGKAJIAN EMERGENCY dan KRITIS 1. Primary Survey a. Airway 1) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan. 2) Sumbatan atau penumpukan secret. 3) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor. 4) Diaporesis b. Brething 1) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat. 2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal. 3) Ronki, krekels. 4) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh. 5) Penggunaan obat bantu nafas. 6) Tampak sianosis / pucat 7) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri c. Circulation Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia, hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik). 1) Nadi lemah/tidak teratur. 2) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi 3) TD meningkat/menurun. 4) Edema. 5) Gelisah. 6) Akral dingin. 7) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia) 8) Kulit pucat atau sianosis. 9) Output urine menurun / meningkat d. Disability 1) Penurunan kesadaran. 2) Penurunan refleks. 3) Tonus otot menurun 4) kekuatan otot menurun karena kelemahan. 5) Kelemahan 6) Iritabilitas, 7) Turgor kulit tidak elastis
e. Exposure Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna. 2. Secondary Survey a. TTV 1) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur sampai duduk/berdiri. 2) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia). 3) RR lebih dari 20 x/menit. 4) Suhu hipotermi/hipertermia. b. Pemeriksaan fisik 1) Pemakaian otot pernafasan tambahan. 2) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat badan. Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun, pekat, 3) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels, mengi, whwzing, ), sputum. 4) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis c. Pemeriksaan selanjutnya 1) Keluhan nyeri abdomen. 2) Obat-obat anti biotic, analgeti. 3) Makan-makanan tinggi natrium. 4) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis. 5) Riwayat alergi. 3. Tirtiery Survey a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin) 2) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung 3) CPKMB, LDH, AST 4) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi). 5) Sel darah putih (10.000-20.000). 6) GDA (hipoksia). 7) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat badan tiba tiba, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan. 2. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan. 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut). 4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan 5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang penyakitnya. 6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian. C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh secara aktif) a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x jam diharapkan terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dengan Kriteria hasil: 1) Kesadaran pasien composmentis 2) Tanda vital stabil : Suhu : 36,5-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90 mmHg 3) Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam, warna urine kuning dan jernih 4) Kadar elektrolit serum dalam batas normal : Natrium (Na) = 135-145 mEq/L, Kalium (K) =3,5-5,3 mEq/L, Kalsium (Ca) = 4,5-5,5 mEq/L, Magnesium (Mg) = 1,5-2,5 mEq/L, Klorida (Cl ) =90-105 mEq/L, Fosfort (P) = 1,7-2,6 mEq/L, Hematokrit =33-45 %, Hb = 13,5-17,5 g/dl 5) Berat badan stabil 6) Membran mukosa lembab 7) Turgor kulit normal 8) Tidak mengalami muntah b. Intervensi Keperawatan : 1) Amati tanda-tanda vital R/: Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera terdapat sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari. 2) Pantau haluaran urine setiap jam, perhatikan warna urine dan timbang berat badan tiap hari R/: Haluaran urin dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi renal, kecukupan penggantian cairan, dan kebutuhan serta status cairan. Warna urine merah/hitam menandakan kerusakan otot massif 3) Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase. R/: Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises. 4) Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu. R/: Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan. 5) Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi. R/: Memberikan pedoman untuk penggantian cairan. 6) Pertahankan pemberian infuse dan mengaturan tetesannya pada kecepatan yang tepat sesuai dengan program medik. R/: Pemberian cairan yang adejuat diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta perfusi organ-organ vital adekuat. 7) Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya. R/: Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra- abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut. 8) Kolaborasi pengamatan hasil elektrolit serum R/: atrium urine kurang dari 10 mEq/L di duga ketidakakuatan penggantian cairan. 9) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht R/ : Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi. 2. Dx : Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x. jam diharapkan perfusi jaringan gastrointestinal dan/atau ginjal efektif dengan Kriteria hasil : 1) Kesadaran pasien composmentis 2) Tanda vital stabil: Suhu : 36,5-37,5 C, nadi : 60- 100 x/menit, pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90 mmHg 3) Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam 4) Akral teraba hangat 5) Turgor kulit normal 6) Capillary Refill Time dalam batas normal (< 2 detik) b. Intervensi Keperawatan : 1) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala R/: Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial. 2) Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada R/: Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat hipotensi, hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, atau pendinginan dekat area jantung bila lavage air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan. 3) Amati tanda-tanda vital R/: memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera terdapat sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari. 4) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan nadi perifer lemah. R/: adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin. 5) Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba- tiba nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu. R/: Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karena efek bufer darah. 6) Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering. R/: Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit. 7) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi R/: Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut. 8) Berikan cairan IV sesuai indikasi. R/: Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. 3. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut). a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x20 menit dalam 3 hari diharapkan nyeri terkontrol dengan Kriteria hasil : 1) Klien menyatakan nyerinya menurun atau terkontrol 2) Klien tampak rileks 3) Tanda vital stabil : suhu : 36,5-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90 mmHg b. Intervensi keperawatan: 1) Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-1). R/: Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi. 2) Amati tanda-tanda vital R/: nyeri dapat mempengaruhi perubahan frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi nafas. 3) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. R/: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi. 4) Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien. R/: Makanan mempunyai efek penetralisir, juga mencegah distensi dan haluaran gastrin. 5) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan. R/: Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam antara individu. 6) Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif dan teknik relaksasi nafas dalam. R/: Menurunkan kekakuan sendi,meminimalkan nyeri/ ketidaknyamanan. 7) Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi. R/: Mengobati nyeri yang muncul. 4. Dx: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x .. jam diharapkan status nutrisi seimbang dengan. Kriteria hasil : 1) Klien melaporkan intake cukup dari kebutuhan yang dianjurkan. 2) Berat badan ideal 3) Tonus otot baik 4) Nyeri abdomen tidak ada 5) Nafsu makan baik 6) Kadar protein serum berada dalam kisaran normal (3.40 4.80 g/dL) b. Intervensi Keperawatan: 1) Pantau berat badan pasien dan jumlah asupan kalorinya setiap hari. R/: Tindakan ini membantu menentukan apakah kebutuhan makanan telah terpenuhi. 2) Kaji adanya distensi abdomen,volume residu lambung yang besar atau diare. R/: Tanda-tanda ini dapat menunjukkan intoleransi terhadap jalur atau tipe pemberian nutrisi. 3) Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein; mencakup kesukaan pasien dan makanan yang dibuat di rumah. Berikan suplemen nutrisi sesuai dengan ketentuan medik. R/: Pasien memerlukan nutrient yang cukup untuk peningkatan kebutuhan metabolisme. 4) Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai dengan ketentuan medic R/: Suplemen ini memenuhi kebutuhan nutrisi; vitamin dan mineral yang adekuat perlu untuk fungsi selular 5) Berikan nutrisi enteral atau parenteral total melalui prototokol penanganan jika kebutuhan diet tidak terpenuhi lewat asupan per oral R/: Teknik intervensi nutrisi menjamin terpenuhinya kebutuhan nutrisi 5. Dx: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang penyakitnya. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x.. jam diharapkan pengetahuan klien tentang hematemesis melena bertambah dengan Kriteria hasil : 1) Klien menyatakan pemahaman mengenai penyakitnya (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan pengobatan/ perawatan) 2) Klien tampak kooperatif mendengarkan penjelasan petugas b. Intervensi Keperawatan: 1) Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita. R/: Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai kebutuhan. 2) Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan. R/: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama dengan klien. 3) Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit. R/: Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan tentang masa depan dan control masalah kesehatan. 4) Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan kesehatan. R/: Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk lebih memahami tentang penyakitnya. 5) Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan. R/: Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi pendidikan kesehatan. 6. Dx: Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x .. jam diharapkan ansietas berkurang dengan Kriteria hasil : 1) Klien melaporkan rasa ansietas berkurang 2) Klien tampak rileks b. Intervensi Keperawatan : 1) Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi kesemutan. R/: Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok. 2) Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku melawan. R/: Indikator derajat takut yang dialami klien. 3) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik. R/: Membantu klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas konsep. 4) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat. R/: Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping. 5) Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat. R/: Membantu menurunkan rasa takut karena kesepian. D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual. Tekhnikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta bagaimana respon klien. E. EVALUASI KEPERAWATAN Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif dan formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai : 1. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan pada tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. 3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Hematemesis adalah muntah darah. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal dan melena dalah tinja berwarna hitam biasanya di sertai dengan darah yang di sebabkan oleh infeksinya saluran pencernaan bagian atas. Lamanya hubungan antara atau kontak antara darah dengan asam lambung, Besar kecilnya perdarahan, Sehingga dapat berwarna seperti kopi, kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. B. SARAN Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam usaha pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa calon perawat dapat melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam pembuatan asuhan keparawatan dan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya dapat dilakukan dengan baik dan benar. Maka untuk itu dipandang perlu bimbingan yang optimal dari bapak/ibu pembimbing guna peningkatan mutu dari mahasiswa tersebut terlebih dalam bidang gawat darurat. DAFTAR PUSTAKA http://nswahyunc.blogspot.com/2012/06/anatomi-dan-fisiologi-sistem- pencernaan.html akses 11 juni 2014 16.02 Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-free.html. akses tanggal 14 juni 17.30 http://sibawellbercerita.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan- gawat-darurat-pada_14.html Akses tanggal 14 juni 2014 17.00 Pain Management Spescialist Treats Chronic Back Pain and Neck Pain 2007.Hematemesis and Melena.Website Address: http://pain specialist.com.sq Portal Kedokteran 2008.Hematemesis Melena.Website Address: http:// Hematemesis Melena.com http://tyovillage.blogspot.com/2011/04/hematemesis-melena.html akses tgl 11 juni 16.06 http://yandrifauzan.blogspot.com/2011/03/hematemesis-melena.html akses 11 juni 2014 16.45 http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/06/lp-dan-askep- hematemesis-melena.html akses 11 juni 2014 16.15