You are on page 1of 20

1 | P a g e

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperti yang telah diketahui mengenai perkembangan tingkat industri di Indonesia yang
marak menjadi bahan pembicaraan akhir-akhir ini. Hal tersebut tentunya memberikan
kesempatan yang luas bagi masyarakat Indonesia yang ingin melamar pekerjaan. Semakin
banyaknya masyarakat Indonesia dari berbagai daerah yang berpindah ke kota-kota besar untuk
mencari pekerjaan pun menciptakan suasana keragaman dalam lingkungan pekerjaan tersebut
dan para pegawai yang memiliki latar belakang berbeda itupun dituntut untuk saling
menghormati satu sama lainnya serta budaya-budaya yang sudah tertanam di setiap
perusahaan tempat mereka bekerja.
Budaya-budaya yang terdapat di setiap perusahaan itu dapat salah satunya dapat
terbentuk dari peraturan-peraturan; baik tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan-peraturan
tersebut tentunya harus dipatuhi oleh setiap pegawai yang bekerja di perusahan yang
bersangkutan. Kemudian, dari peraturan-peraturan tersebut kelak akan tercipta core values atau
kebudayaan agar suatu perusahaan memiliki identitas dan konsistensi. Selain dua hal itu,
kebudayaan yang tercipta di tempat mereka bekerja juga dapat dijadikan sebagai nilai tambah
(added values) atau competitive advantage dari kompetitor-kompetitornya.
Pada Kamis tanggal 4 Juni 2014, bertempat di OOTOYA Japanese Restaurant cabang
Summarecon Mall Serpong, dilakukan tinjauan langsung perusahaan (company visit) guna
mengetahui etika dan kebudayaan dari restoran yang menawarkan hidangan khas Jepang.
Bersama Bapak Kendy Sangwa yang menjabat sebagai branch manager dari OOTOYA Japanese
Restaurant selaku narasumber dalam tinjauan lapangan ini. Selain untuk mengetahui etika serta
kebudayaan restoran ini, akan dibahas juga mengenai strategi perusahaan asing dalam
menerapkan kebudayaan asli Jepang melalui kedisiplinan dalam lingkungan kerja atau menurut
teori disebut sebagai business ethics in working place.

1.2. Latar Perusahaan
2 | P a g e

OOTOYA Japanese Restaurant merupakan sebuah restoran yang didirikan pertama kali
di Jepang oleh Eiichi Mitsumori pada tahun 1958. Restoran yang menyediakan makanan
rumahan khas Jepang ini dikenal dengan sebutan 50 cent (Yen) diner dengan alasan bahwa
OOTOYA menjadikan makanan-makanan dengan harga senilai 50 Yen. Seiring berjalannya waktu
OOTOYA memperluas jangkauan pasarnya dengan mendirikan cabang-cabangnya yang tersebar
di berbagai negara seperti Jepang, Thailand, Singapura, New York, Hongkong, serta Indonesia.
Setelah kurang lebih 5 tahun membuka cabang di Indonesia dengan salah satu gerai pertama
yang terletak di Senayan City, Jakarta SelatanOOTOYA Japanese Restaurant juga membuka
cabang di Summarecon Mall Serpong, the Breeze, Pacific Place, dan Bintaro Jaya Xchange Mall
(BXC Mall).
Sebagai restoran Jepang yang telah membuka cabang-cabangnya dalam skala
internasional, OOTOYA memiliki filosofi sendiri yaitu dengan ikut berkontribusi dalam
pertumbuhan dan perkembangan hidup sehat para konsumennya dengan menawarkan pilihan
menu-menu yang sehat serta berkualitas tinggi. Selain itu, restoran ini juga menerapkan 7
(tujuh) konsep agar OOTOYA diterima dan tetap diminati oleh para konsumennya:
1. Preparation (Persiapan)
Seluruh bahan-bahan yang digunakan di OOTOYA ditangani dengan seksama. Mulai dari
mencuci sayuran yang dikupas setiap hari hingga daging dan ikan yang ditangani dengan
prosedur tertentu untuk menjaga kesegarannya. Kebijakan lainnya adalah dengan memasak
hidangan setelah menerima pesanan yang dimaksudkan untuk menjamin kualitas dan
kesegaran dari setiap hidangan.
2. Fermentation (Fermentasi)
Fermentasi dilakukan agar dapat menciptakan rasa tambah dan dapat menaikkan nilai gizi
dalam makanan. Produk-produk fermentasi seperti miso (pasta kacang), sake (arak beras),
natto (kedelai yang difermentasi), dan shio koji (bumbu tradisional yang terbuat dari
gandum, garam, dan air) yang terbuat dari kedelai dan beras sangat dihargai dalam masakan
Jepang.
3. Serving Dishes (Melayani Hidangan)
Selain menyediakan makanan berkualitas tinggi, OOTOYA juga sangat menjaga kualitas
pelayanan mereka termasuk peralatan makan khusus yang terbuat dari pohon Lacquer dan
dicat berlapis-lapis untuk menghasilkan warna dengan kesan yang mendalam.
3 | P a g e

4. Teishoku
Menu Teishoku terdiri dari berbagai hidangan yang berbahan dasar daging atau ikan, nasi
sup miso, dan acar. Teishoku merupakan makanan yang umum di Jepang
5. Soba
Soba merupakan mie yang terbuat dari biji-bijian gandum dan mie soba tersebut selalu
diolah setiap pagi untuk menjaga kualitas serta kesegarannya.
6. Interior
Interior dari restoran OOTOYA dibuat untuk menciptakan kesan menenangkan seperti di
rumah dan sangat cocok untuk menikmati makan malam bersama keluarga.
7. Employee Training (Pelatihan Pegawai)
Hal lain yang menjadi prioritas OOTOYA selain menyediakan produk dan pelayanan yang
baik adalah untuk mendukung pengembangan masyarakat dengan cara memberikan
peluang untuk membantu mengembangkan potensi-potensi dan kinerja dari pegawai-
pegawai yang bekerja di restoran OOTOYA.
1.3. Tujuan
Selain untuk memenuhi salah satu syarat dari kelulusan mata kuliah Corporate
Responsibility and Business Ethics serta mengetahui penerapan dari etika bisnis di OOTOYA
Japanese Restaurant, terdapat beberapa tujuan lainnya seperti:
1. Mengetahui bagaimana proses perekrutan karyawan di OOTOYA;
2. Mengetahui kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi karyawan OOTOYA;
3. Mengetahui kontrak kerja yang diterapkan di OOTOYA;
4. Mengetahui apakah setiap karyawan sudah diberikan informasi yang cukup mengenai job
description;
5. Mengetahui penerapan dari job description yang telah diberikan kepada karyawan;
6. Mengetahui benefit apa saja yang ditawarkan OOTOYA kepada karyawannya;
7. Mengetahui punishment apa yang diberlakukan selama kontrak kerja apabila terjadi
pelanggaran;
8. Mengetahui bagaimana cara OOTOYA beradaptasi dengan budaya Indonesia yang cukup
bertolak belakang dengan negara asal.

4 | P a g e

1.4. Pokok Permasalahan
Terdapat beberapa rumusan pokok permasalahan agar dapat memenuhi tujuan-tujuan
yang telah disebutkan sebelumnya yang terbagi ke dalam 8 (delapan) jenis pertanyaan, yaitu:
1. Bagaimana proses perekrutan pegawai?
2. Apa saja kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi pegawai OOTOYA?
3. Setelah melakukan perekrutan, bagaimana dengan kontrak kerja di OOTOYA?
4. Apakah setiap pegawai yang sudah direkrut diberitahukan secara jelas mengenai job
description?
5. Bagaimana penerapan job description yang telah diberikan OOTOYA kepada pegawai?
6. Benefit apa saja yang ditawarkan OOTOYA kepada para pegawainya?
7. Bagaimana dengan penerapan punishment apabila terjadi pelanggaran selama kontrak
kerja?
8. Dengan perbedaan budaya antara Jepang dengan Indonesia, apa saja yang dilakukan
OOTOYA untuk dapat menyesuaikan dengan budaya Indonesia?
1.5. Ruang Lingkup Masalah
Sesuai dengan tujuan serta pertimbangan akan koherensi yang harus dipertahankan,
maka ulasan dalam karya tulis ini dibatasi menjadi beberapa hal:
1. Penulis hanya akan membahas mengenai penerapan etika bisnis pada lingkungan kerja
OOTOYA Japanese Restaurant;
2. Untuk membahas permasalahan yang ada, akan dibahas menggunakan teori utilitarian,
relativism,dan moral rights in the workplace

3. Makalah ini akan berfokus mengenai hak-hak dan kewajiban apa saja dari karyawan
OOTOYA Japanese Restaurant;
4. Makalah ini hanya akan membahas melalui sisi atau sudut pandangan lingkungan kerja
karyawan sehingga tidak ada relevansi dengan etika-etika bisnis antar restoran dengan
konsumennya.
5 | P a g e

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DASAR TEORI
Salah satu hal yang penting untuk suatu perusahaan adalah bagaimana sebuah
perusahaan mampu dalam menjalankan kegiatan operasional agar dapat mencapai
tujuannya untuk memaksimalisasikan profit dan di satu sisi tetap menjaga hubungan
perusahaan dengan karyawannya. Oleh karena itu, pada kasus ini business ethics sangat
diperlukan keberadaannya.
Business ethics harus diintegrasikan di dalam sebuah bisnis dan sangat
diperlukan pada saat perusahaan akan membuat keputusan; baik keputusan yang
menyangkut mengenai produk, konsumen, dan karyawan. Hal ini menjadi suatu hal yang
penting mengingat business ethics dapat memberikan efek terhadap bisnis itu sendiri.
Apabila suatu perusahaan atau organisasi memiliki banyak isu-isu etika maka tidak
jarang hal tersebut akan berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan tersebut,
yang biasanya dapat dilihat dari segi profitabilitas.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menjaga dan memberikan
perhatian khusus pada etika bisnis yang pada kesempatan ini akan dibahas secara
spesifik mengenai Ethical Issue in A Workplace. Melalui makalah ini, akan dibahas
mengenai perusahaan franchise yang bergerak dalam bidang food and beverages, yakni
PT OOTOYA INDONESIA.
2.1.1. PENDEKATAN SUBSTANSI
Dalam mempelajari business ethics, terdapat pendekatan filosofikal yang terbagi
menjadi dua pendekatan, yakni pendekatan substansi dan pendekatan logika.
Pendekatan subtansi sendiri pada dasarnya memiliki 5 pendekatan, yaitu:
Utilitarian theory;
Deantology;
6 | P a g e

Virtue Ethics;
Relativism;
Rights itu sendiri.
Namun, setelah dilakukan wawancara langsung dengan branch manager dari
OOTOYA, tim penulis memutuskan untuk memfokuskan pada Utilitarian theory dan
konsep Relativism.

UTILITARIAN
Utilitarian theory pada dasarnya adalah suatu doktrin yang menyatakan bahwa
sesuatu yang dinilai etik adalah dapat dilihat dari manfaat yang diberikan oleh suatu
aktivitas. Utilitarian berasal dari kata util yang apabila diterjemahkan dapat berarti
manfaat. Sehingga, konsep ini menerapkan bahwa sebuah tindakan dapat dikatakan
benar apabila tindakan tersebut dapat dirasakan manfaatnya. Konsep utilitarian
menganggap etika yang benar apabila suatu tindakan dapat memberikan manfaat
terhadap mayoritas. Dapat dilihat lebih seksama lagi bahwa konsep ini lebih berbasis
pada end result.

RELATIVISME
Relativisme adalah salah satu dari pendekatan substansi ethics yang menyatakan
bahwa sebuah konsep benar atau salah, etik atau tidak etik sangat tergantung dari
pandangan yang dimiliki oleh seseorang. Pandangan mengenai etika dan moral
seseorang umumnya dipengaruhi dari latar belakang kebudayaan seseorang yang dapat
berasal, lingkungan, atau bahkan bisa berasal dari perasaan orang tersebut. Ethical
relativism menolak ide bahwa seseorang dapat benar-benar membuat suatu tindakan
atau penilaian yang objektif atas tindakan orang lain karena adanya perbedaan pola
pikir dan latar belakang masing-masing individu. Dengan adanya teori relativisme,
seseorang tidak dapat menyamakan perilaku atau tindakan yang ia lakukan keseluruh
individu, karena tentunya individu-individu tersebut juga memiliki pandangan tersendiri
mengenai tindakan seperti apa yang dianggap benar dan etik. Oleh karena itu, melalui
7 | P a g e

konsep relativisme ini banyak perusahaan maupun organisasi yang ingin
mengembangkan perusahaan atau organisasinya ke kancah internasional, memerlukan
beberapa penyesuaian-penyesuaian agar terjalin lingkungan kerja (working
environment) yang nyaman bagi seluruh individu yang terlibat didalamnya.

MORAL RIGHTS IN THE WORKPLACE
1. Employee rights
Terdapat 3 hal mengenai hak karyawan yang umum di dunia bisnis, yaitu:
a. Karyawan mendapatkan legal rights yang berkaitan dengan masalah legislasi dan
judicial.
Hal ini mengartikan bahwa setiap karyawan memiliki hak akan upah
minimum (Upah Minimum Regional atau UMR), kesempatan yang sama dalam
karir, dan lainnya
b. Segala sesuatu yang dimiliki karyawan sesuai dengan kontrak kerja yang berlaku
Dalam hal ini, karyawan tertentu mendapatkan tunjangan pensiun, hari
libur, dan sejenisnya. Mereka juga mendapatkan deskripsi pekerjaaan yang akan
mereka lakukan secara jelas juga hak-hak apa saja yang dapat dituntu oleh mereka
alih-alih tidak dilaksanakan dari perusahaan
c. Status yang dimiliki oleh karyawan dari rasa hormat yang ditujukan kepada
mereka. (Kejelasan mengenai status karyawan)
2. The Right to Work
Jika bekerja adalah hal yang dibutuhkan untuk menjamin kebutuhan utama
seperti pangan, papan, dan sandang, maka right to work merupakan salah satu kandidat
yang pasti akan moral right. Rights to work sering diidentikkan dengan hak untuk
bekerja tanpa harus melalui serikat buruh. Hal menarik lainnya mengenai right to work
adalah bahwa karyawan memiliki hak untuk bekerja.
8 | P a g e

Terdapat dua primary rationales mengenai hal tersebut, yaitu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan seperti pangan, papan, dan sandang; serta bekerja sebagai
sebuah ekspresi untuk membuat hidup lebih bermakna. Ronald Reagan pernah
mengatakan bahwa melindungi hak hingga individual yang dipandang sebelah mata
sekalipun adalah satu-satunya alasan mengapa pemerintahan itu ada. Maka, bukan
tidak masuk akal ketika dipercaya bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
mendorong sektor swasta membuka lapangan pekerjaan. Pemerintah juga, sebagai
alternatif terakhir, memiliki kewajiban untuk memberikan pekerjaan kepada
masyarakat.
3. Due Process in the Workplace
Due process sendiri dapat didefinisikan sebagai pembatasan yang menawarkan
perlindungan terhadap penyalahgunaan otoritas. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa
seorang karyawan berhak untuk mengajukan tuntutan kepada atasannya apabila
ditemukan bukti dan hukum yang mendukung. Ini sesuai dengan sebuah doktrin yang
dikeluarkan oleh Magna Carta per legem terrae (by the law of the hand). Doktrin ini
menyatakan bahwa meskipun seorang baron sejenis status kalangan swasta pada
masa itu memiliki kuasa penuh seperti seorang raja, mereka meminta agar kekuasaan
tersebut tetap harus dibatasi. Teori ini juga menyatakan bahwa setiap karyawan
memiliki hak untuk dilindungi dari penyalahgunaan otoritas manajer. Hal ini sering
terjadi ketika ada perasaan subjektif manajer dengan bawahannya yang kemudian
melakukan pemecatan karena alasan yang tidak ada atau alasan yang salah.
Untuk menghindari hal tersebut, maka sebuah prosedur mengenai proses
pemecatan harus dikembangkan:
I. Ketentuan apa yang dapat diterima sebagai sebuah alasan untuk
pemberhentian kerja?
II. Proses apa yang harus dilakukan oleh seorang atasan sebelum
memberhentikan karyawannya?
III. Siapa yang bertanggung jawab agar kebijakan ini disebarkan?
9 | P a g e

Maka dari itu, seorang karyawan wajib untuk diberitahukan apa yang
diharapkan dari dia (penjelasan lebih mengenai job description), apa yang akan terjadi
jika dia tidak berhasil menemui ekspetasi tersebut diberi peringatan seperti surat
peringatan dan pemberitahuan sehingga dia dapat berubah dan merespon terhadap
peringatan, dan juga menuntut apabila keputusan tersebut terkesan sepihak.
Di Indonesia, pemutusan hubungan kerja (PHK) sendiri juga diatur oleh
pemerintah dalam UU no 13 tahun 2003 Bab XII untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan pada lingkungan kerja. Dalam UU ini juga terdapat
peraturan lainnya selain dari pemutusan hubungan kerja yang diharapakan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan dari karyawan.
2.2. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
UTILITARIAN
Dalam kasus apabila utilitarian theory ini dijadikan salah satu konsep moral dalam
bahasan Ethical Issues in Workplace maka utilitarian menganggap bahwa apabila seseorang
berhak diberikan gaji yang tinggi atas status yang dimilikinya di dalam perusahaan itu. Seseorang
dengan jabatan yang lebih tinggi dianggap benar etiknya apabila mereka bisa mendapatkan
benefit dibandingan dengan mereka yang berstatus lebih rendah. Akan tetapi, tentunya rights
atau hak yang diberikan kepada karyawan ini tentunya tidak serta merta diberikan tanpa ada
alasan yang jelas. Utilitarian tetap menekankan bahwa benefit yang didapatkan oleh seorang
karyawan, harus diikuti dengan tuntutan kewajiban karyawan tersebut untuk berprestasi yang
harus mereka penuhi karena mereka memberikan commitment untuk melaksanakan suatu
pekerjaan. Dengan kata lain, apabila karyawan tersebut memberikan manfaat kepada
perusahaan dengan cara berprestasi, maka benar bagi karyawan tersebut untuk mendapatkan
benefit atas hasil kerjanya tersebut.
Apabila dikaitkan dengan situasi bekerja yang ada di PT OOTOYA Indonesia ini
sendiri, kita dapat melihat diterapkannya konsep utilitarian dari bagaimana mereka
selalu memberikan reward yang biasanya berupa pembagian service charge yang
diberikan perusahaan pada setiap staff yang memberikan prestasi dan kinerja yang baik,
yang mana besaran dari service charge yang bersifat seperti bonus ini disesuaikan
dengan performance dari karyawan itu sendiri. Setiap bulannya, manajer dari setiap
10 | P a g e

cabang dan kantor pusat OOTOYA akan melakukan review dan evaluasi terhadap kinerja
yang diberikan baik pada chef, staff service, dan kepada karyawan-karyawan yang ada
pada managerial level. Hal ini dilakukan agar karyawan dapat terus termotivasi untuk
memberikan kinerja yang maksimal dan dapat memberikan keuntungan pada
perusahaan.
Selain dari segi bonus, karyawan dengan status yang lebih tinggi dapat
mendapatkan benefit lain, yaitu privilage untuk dijadikan karyawan tetap di OOTOYA.
OOTOYA, dalam melakukan management human resource-nya, banyak menggunakan
sistem kontrak kerja yang mana biasanya setiap karyawan yang masuk akan dijadikan
karyawan kontrak. Dalam konsep karyawan kontrak, maka karyawan tersebut dapat
diputus hubungan kerjanya apabila kontrak sudah selesai dan perusahaan tidak ada
keinginan untuk memperpanjang kontrak tersebut. OOTOYA, dalam kasus ini biasanya
memulai kontrak kerja selama 6 bulan bagi setiap karyawan nya, yang kemudian akan
diperpanjang apabila karyawan tersebut memberikan kinerja yang baik.
Akan tetapi, lain halnya dengan karyawan-karyawan di managerial level, mereka
sebagai orang-orang yang memiliki jabatan yang lebih tinggi dengan tingkat
responsibility yang lebih besar, diberikan benefit untuk dapat dijadikan sebagai
karyawan tetap di OOTOYA apabila mereka dapat bekerja dengan baik. Tentunya
dengan menjadi karyawan tetap, menjadikan suatu karyawan tidak mendapatkan batas
waktu dalam masa kerjanya di suatu perusahaan dan jika terjadi pemutusan hubungan
kerja bukan karena pelanggaran berat atau karyawan mengundurkan diri maka
karyawan tetap mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (bagi
karyawan yang bekerja minimal 3 tahun) dan uang penggantian hak sesuai UU yang
berlaku.

RELATIVISME
Dalam hal ini, OOTOYA sebagai salah satu restoran franchise yang berasal dari
Jepang melakukan konsiderasi atas budaya dan struktur masyarakat indonesia saat
mereka memutuskan untuk mengembangkan usahanya di Indonesia. OOTOYA melihat
11 | P a g e

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas umat muslim, berusaha untuk menghormati
kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian karyawannya. Hal ini dengan adanya
pemberian Tunjangan Hari Raya pada setiap Idul Fitri dan pemberian waktu untuk setiap
karyawan nya yang beragama islam untuk melaksanakan ibadahnya pada masa jam
bekerja. Selain itu, OOTOYA juga berusaha untuk menyesuaikan diri dengan cara
pemberian uang makan yang lebih atau tunjangan buka puasa setiap datangnya bulan
ramadhan. Hal ini tentunya tidak dapat ditemui di cabang-cabang OOTOYA di negara
asalnya jepang, namun dengan memberlakukan hal ini dapat dilihat bahwa OOTOYA
berusaha untuk memberikan penyesuaian-penyesuaian yang ada karena perbedaan
budaya dan struktur umat beragama yang ada di Indonesia.
Akan tetapi, dalam hal peraturan dan SOP dalam bekerja, OOTOYA sebagai
perusahaan asal jepang tidak merubah peraturan dan SOP nya. OOTOYA berusaha untuk
tetap menjalankan kedisiplinan bekerja seperti yang ada di negara asalnya jepang.
Sebagai contoh, walaupun dengan budaya masyarakat Indonesia yang sering terlambat,
OOTOYA tidak memberikan kelonggaran atau konsiderasi terhadap hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan yang sudah ada. OOTOYA 100% menerapkan peraturan
dalam bekerja dari Jepang dengan tujuan agar seluruh karyawan tetap disiplin dan
berusaha untuk menyamaratakan working ethics di seluruh outlet OOTOYA yang telah
tersebar di beberapa negara dengan tujuan hasil yang diberikan akan maksimal kepada
konsumen OOTOYA.

MORAL RIGHTS IN THE WORKPLACE
OOTOYA memerlukan karyawan, adalah perkataan dari Pak Kendy Wangsa
pada wawancara yang dilakukan Selasa tanggal 4 Juni lalu. Hal ini mengindikasikan
bahwa keberhasilan dari sebuah perusahaan, selain dari strategi perusahaan itu, adalah
karyawannya. Maka dari itu kondisi kerja karyawan akan menentukan bagaimana
kinerja dari karyawan itu sendiri. Jika hak-hak dasar yang memang harus dimiliki oleh
mereka dipenuhi, maka besar kemungkinan mereka akan melakukan sesuai ekspetasi
dan lebih jika diberikan adanya insentif atau bonus.
12 | P a g e

Alhasil, OOTOYA perlu melakukan perekrutan untuk mencari karyawan yang
tepat dan memenuhi ekspetasi mereka. Dalam Restoran OOTOYA, perekrutan pertama
dimulai dengan mencari kandidat yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Untuk
seorang chef, misalnya, akan dilhat mengenai latar belakang pendidikannya apakah
mereka berasal dari background perhotelan atau cullinary dan juga pengalamannya
dan ini yang lebih penting di antara keduanya. Sementara untuk menjadi seorang waiter
sendiri, hal pertama yang akan diperhatikan adalah tata krama dari kandidat,
penampilan mereka saat melakukan wawancara bagaimana dresscode dan kerapian
mereka.
Setelah mereka lulus, para karyawan ini kemudian belum menjadi karyawan
tetap akan diberikan training sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh posisi mereka.
Mereka sendiri juga diberikan hitam atas putih mengenai job description, kebijakan
restoran, dan hak-hak yang dapat mereka peroleh. Kemudian mereka akan dikontrak
selama 6 bulan dan selama masa tersebut, performa mereka akan dilihat dan akan
mempengaruhi apakah kontrak mereka akan diperpanjang atau tidak. Jika seandainya
pun performa kerja mereka ternyata tidak sesuai dengan diharapkan setelah
sebelumnya memberi tiga kali surat peringatan, 2 minggu sebelum kontrak berakhir,
karyawan tersebut akan diberitahukan mengenai keputusan untuk tidak
memperpanjang kontrak. Diharapkan dalam segi waktu tersebut, karyawan dapat
mencari pekerjaan yang lain.
Pembahasan kali ini berkaitan mengenai moral rights in the workplace,
bagaimana penerapannya dalam Restoran OOTOYA. Di dalam moral rights itu sendiri
terdapat beberapa hal seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya:
1. Employee Rights
a. Karyawan mendapatkan legal rights yang berkaitan dengan masalah legislasi dan
judicial
Dalam penerapannya, OOTOYA memberikan gaji pada karyawan baru sesuai
dengan UMR Jakarta Rp 2.440.000,00. Pada wawancara penulis terhadap Pak
Kendy Selasa lalu, beliau tidak memberikan jumlah secara exact, tetapi beliau
13 | P a g e

mengatakan bahwa seminimalnya setiap karyawan baru mendapat upah sesuai
UMR. Untuk karyawan yang sudah bekerja lebih lama tentu upah yang diberikan
akan sesuai dengan senioritas, pengalaman, dan performa mereka sesuai dengan
kebijakan Restoran OOTOYA sendiri
OOTOYA sendiri, meskipun berasal dari Jepang, mengetahui bahwa
mayoritas dari karyawannya beragama muslim yang harus melakukan ibadah
mereka setiap hari. Untuk hal ini sendiri pun, OOTOYA juga memberikan mereka
kesempatan untuk beribadah untuk menghargai agama mereka.
Dapat dikatakan bahwa untuk hal ini, OOTOYA sudah memenuhi hak dari
karyawannya, untuk mendapatkan sesuai dengan hukum ketenagakerjaan yang
ada. Mereka juga diberikan training dan pengetahuan perihal apa yang harus
mereka kerjakan dan bagaimana untuk mempraktekannya. Secara tidak langsung,
OOTOYA memberikan mereka sebuah posisi start awal yang sama untuk jenjang
karir karyawannya.
b. Segala sesuatu yang dimiliki karyawan sesuai dengan kontrak kerja yang berlaku
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah perekrutan dilakukan,
karyawan baru kemudian diberikan kontrak yang menuliskan segala hal yang harus
mereka kerjakan dan kebijakan apa yang diterapkan di Restoran OOTOYA. Jika ada
salah seorang karyawan mengerjakan di luar job description yang telah diberikan,
Pak Kendy mengatakan bahwa hal itu tidak masalah selama tanggung jawab awal
dari karyawan tersebut tetap dilaksanakan. Semisalnya seorang kasir memutuskan
membantu di dapur dalam hal mencuci piring atau sayur untuk mempercepat
pemesanan.
Mengenai hal ini, kami menganggap apa yang dilakukan oleh OOTOYA
bukanlah hal yang dapat dikatakan etik. Seorang pegawai seharusnya mengerjakan
sesuai dengan apa yang ditugaskan kepada mereka. Andai kata pun mereka
melebih ekspetasi dengan melakukan perluasan bidang kerja, mereka diberikan
bonus tambahan yang dalam hal ini tidak dilakukan oleh OOTOYA. Selain daripada
itu, training yang diberikan kepada seorang kasir tentunya berbeda dengan chef.
Maka dari itu, tentunya untuk melakukan hal yang terkesan sederhana sekalipun,
seperti mencuci sayur, tetap memiliki sebuah SOP. Apabila nanti jika ternyata
makanan yang disajikan tidaklah berkualitas terbaik dikarenakan sayur yang dicuci
14 | P a g e

oleh kasir tersebut tidak bersih dan sesuai dengan SOP, maka selain pegawai kasir
tersebut harus bertanggung jawab, nama baik dari Restoran OOTOYA sendiri pun
akan diperbincangkan. Sehingga akan lebih baik jika, seorang pegawai kasir
mengerjakan bagiannya di depan kasir dan jika memang diizinkan untuk melakukan
lebih daripada kewajibannya meski tidak disarankan Restoran OOTOYA sendiri
perlu memberikan training chef dasar kepada para karyawan lainnya
Seminggu sekali, karyawan diberikan off 1 hari namun tidak pada hari libur
atau Sabtu/Minggu. Untuk karyawan baru yang masih kontrak 6 bulan, mereka
belum mendapatkan cuti 12 hari / tahun. Sehingga apabila mereka tidak masuk
terlepas apapun alasannya upah mereka akan dipotong, namun disesuaikan
dengan alasan jika sakit, maka potongan yang diberikan lebih kecil daripada tidak
masuk karena alpa. Hal lain yang diberikan Restoran OOTOYA kepada karyawannya
adalah THR yang dikeluarkan pada hari-hari raya seperti pada saat Lebaran atau
Natal. Bahkan pada saat puasa, mereka juga diberikan semacam uang makan dua
kali lipat daripada uang makan pada kondisi biasa.
Sesuai dengan teori yang ada, maka untuk hal ini Restoran OOTOYA sudah
memberikan kepada karyawan hak-hak yang dapat mereka dapatkan sesuai dengan
hitam di atas putih.
c. Status yang dimiliki oleh karyawan dari rasa hormat yang ditujukan kepada
mereka. (Kejelasan mengenai status karyawan)
Untuk karyawan OOTOYA, semua memiliki jenjang karir yang dimulai dari
staff biasa meningkat ke senior, supervisor, dan sampai ke assistant manager yang
biasanya sudah mengelapai satu outlet OOTOYA hingga akhirnya menjadi
karyawan tetap dari Restoran OOTOYA sendiri.
2. The Right to Work
Mengenai hak dari karyawan untuk mendapatkan pekerjaan, terdapat 2 primary
rationales yang harus diperhatikan, yakni bekerja untuk memenuhi (kebutuhan pangan,
sandang, papan, dan lainnya) dan bekerja untuk ekspetasi diri, membuat hidup lebih
bermakna.
Pertama, bekerja untuk memenuhi kebutuhan (pangan, sandang, papan, dan
lainnya) artinya, imbalan atau upah atas pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dapat
setidaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang berarti sekurangnya upah
15 | P a g e

yang diberikan OOTOYA harus sesuai dengan UMR. Untuk hal ini, OOTOYA sudah
menerapkannya dengan cukup baik. Penerapan gaji UMR dan juga pemberian insentif
tambahan melalui service charge sudah cukup baik.
Kedua, bekerja untuk ekspetasi diri, membuat hidup lebih bermakna. Pada saat
pertanyaan mengenai hal apakah chef diberikan kesempatan untuk menyalurkan
kretivitasnya dalam sajian menu di Restoran OOTOYA dilontarkan kepada beliau, beliau
menjawab secara spontan, Oh tidak, hal ini dikarenakan OOTOYA adalah franchise dari
Jepang, Memang, setiap karyawan mendapatkan kesejahteraan dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Bahkan terkadang dilakukan acara outing yang bertujuan untuk
mendekatkan setiap karyawan di semua outlet dan juga dengan atasan.
Namun, karena franchise, setiap chef diberikan batasan dalam berkreasi.
Mereka tidak diizinkan untuk dapat memperluas bakat dan kemampuan mereka dalam
masakan Jepang. Para chef diwajibkan untuk membuat sesuai dengan menu yang
terdapat di Jepang saja. Secara tidak langsung, sebenarnya OOTOYA sudah melanggar
pendekatan yang kedua dengan tidak memberikan kesempatan bagi chef mereka untuk
mengeksplorasi. Mereka menahan kebebasan berpatisipasi yang seharusnya dimiliki
oleh karyawan dalam lingkungan kerja.
3. Due Process in the Workplace
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mencegah kesewenangan dalam
pengunaan kekuasaan, mereka yang memiliki otoritas dibatasi. Penerapannya dalam
Restoran OOTOYA adalah dibentuknya prosedur untuk pengurangan insentif dan
pemecatan karyawan atau pemberhentian kontrak kerja.

Dari segi pengurangan insentif, setiap karyawan dari Restoran OOTOYA memiliki
hak yang sama atas penerimaan insentif dari service charge. Namun, apabila ternyata
dalam pelaksanaannya, karyawan tersebut melakukan beberapa pelanggaran sering
alpa, berselisih hingga bermain fisik dengan karyawan lain, pelayanan yang buruk
terhadap konsumen yang diamati secara langsung maupun komplain dari kustomer
karena order yang diantar salah, penampilan yang tidak rapi maka karyawan tersebut
akan diberikan Surat Peringatan disertai pengurangan insentif yang sudah disesuaikan
dengan kebijakan masing-masing. Pengurangan insentif juga dinilai melalui
16 | P a g e

pertimbangan dari performa kerja karyawan selama sebulan dan tidak hanya sehari saja
ketika mungkin karyawan itu memang tidak pada kondisi terbaiknya.
Hal yang kedua adalah mengenai pemberhentian kontrak kerja. Untuk
pemberhentian dari kontrak kerja ini, sejauh ini memang kasus nyata dari Restoran
OOTOYA sendiri belum ada. Hal ini karena umumnya setelah kontrak 6 bulan, para
karyawan kemudian akan diperpanjang lagi kontraknya karena performa mereka yang
bagus selama masa kontrak. Namun jika di ke depannya terjadi saat harus dilakukan
pemecatan karena Surat Peringatan sebanyak tiga kali sudah diberikan namun karyawan
tidak menggubris tidak berubah maka 2 minggu sebelum kontrak berakhir, karyawan
tersebut akan diberhentikan dan tidak diberikan pesangon. Hal ini juga karena karyawan
tersebut masih belum merupakan karyawan tetap dari Restoran OOTOYA itu sendiri..
Jadi untuk prosedur pemecatan karyawan sendiri, Pak Kendy mengatakan bahwa ada
pertimbangan-pertimbangan seperti hal yang sama dengan pengurangan insentif yang
harus diperhatikan. Hal-hal seperti performa yang tidak maksimal, memulai masalah
dengan karyawan lain sehingga menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman,
penampilan yang tidak sesuai SOP, dan juga seperti absent yang terlalu banyak selama
masa kontrak kerja merupakan sekian alasan untuk memulai proses pemecatan.
17 | P a g e

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dan tinjauan langsung mengenai penerapan etika
bisnis di tempat kerja OOTOYA Japanese Restaurant dapat ditarik kesimpulan tersendiri
terlepas beberapa permasalahan kecil yang memiliki relevansi dengan etika bisnis di
tempat tersebut, OOTOYA sudah berhasil menerapkan lingkungan kerja berbasis etika
bisnis di lingkungan kerjanya.
Dari segi teori utilitarian, OOTOYA telah memberikan manfaat-manfaat dari
pekerjaan yang ditawarkan kepada karyawannya. Selain itu, imbalan yang diberikan
kepada karyawan juga disesuaikan dengan kinerja dan komitmen yang telah dilakukan
dari masing-masing pegawai melalui performa yang baik.
Dari sisi teori relativism, OOTOYA yang menyadari bahwa mayoritas masyarakat
Indonesia yang menjadi karyawannya adalah umat muslim memberikan privilege bagi
mereka untuk melaksanakan ibadahnya. Selain itu, penerapan untuk memberikan hari
libur pada hari-hari raya mereka dan juga Tunjangan Hari Raya merupakan salah satu
bukti bahwa OOTOYA menghargai budaya dan peraturan dari Indonesia.
Untuk moral rights in the workplace, OOTOYA mengetahui dengan baik hak-hak
apa saja yang dapat diberikan kepada karyawannya yang tertulis di dalam kontak kerja
Upah Minimum Regional, ibadah sesuai dengan agama, day off, training, job description
yang jelas, dan lain-lain. OOTOYA juga mengizinkan karyawannya untuk melakukan
perluasan kerja, seperti seorang pegawai kasir yang boleh membantu di dapur. Namun
sayangnya, hal ini seperti pisau bermata dua yang dapat menyerang OOTOYA juga
apabila terjadi kelalaian pegawai kasir pada saat dia sedang membantu di dapur.
Merupakan franchise dari Jepang, OOTOYA sendiri tidak dapat memberikan
kelonggaran pada karyawannya untuk menyesuaikan dengan working ethics yang
18 | P a g e

diterapkan di Jepang sendiri. Salah satunya seperti para chef tidak diizinkan
mengekspresikan kreasinya untuk membuat satu menu yang dapat ditampilkan di buku
menu restoran OOTOYA. Di satu sisi, hal ini tidak salah namun di sisi lain, dilihat dari
teori rasional kedua mengenai employee rights to work, karyawan memiliki hak untuk
berpatisipasi. Dalam hal ini berpatisipasi salah satunya dengan menciptakan sebuah
menu makanan baru di OOTOYA.
Pemotongan gaji dan pemberhentian kontrak kerja tidak semena-mena
dilakukan begitu saja. Beberapa pertimbangan ditinjau sebelum keputusan diambil. Hal-
hal yang dianggap merugikan OOTOYA dan ketidaksesuaian lapangan dengan kontrak
kerja dari pegawai merupakan salah satu poin penting untuk melakukan pemotongan
gaji ataupun pemberhentian kontrak. Terdapat proses sendiri untuk kedua hal tersebut
sehingga dalam prakteknya, tidak terdapat kesewenangan penggunaan otoritas dari
manager OOTOYA.
3.2. REKOMENDASI
Sebagai sebuah restoran Jepang yang sudah cukup terkenal, OOTOYA memiliki
banyak keunggulan. Akan tetapi ada beberapa hal yang menimbulkan masalah etik di
lingkungan kerja restoran itu sendiri, salah satunya diakibatkan oleh budaya kerja
mereka yang tidak terlalu disesuaikan dengan budaya di Indonesia. OOTOYA sangat
berprinsip pada peraturan dan standarisasi yang telah diterapkan oleh OOTOYA di
Jepang, namun kekakuan yang terjadi tersebut menghambat chef di restoran OOTOYA
untuk berkarya. Mereka hanya diperbolehkan untuk memasak hal yang sama secara
terus menerus sesuai dengan peraturan dan standar yang diberikan oleh OOTOYA
Jepang. Memang hal ini merupakan hal yang tidak salah namun hal tersebut secara tidak
langsung menyalahi teori rasional kedua untuk meningkatkan nilai hidup. Rekomendasi
yang kami berikan adalah agar OOTOYA dapat menyesuaikan dengan budaya yang ada
di Indonesiamungkin tidak semuanamun mereka dapat lebih fleksibel.
OOTOYA Indonesia memang tetap tidak dapat mengizinkan chef-nya untuk
membuat chef specialty yang ditampilkan di buku menu. Namun, OOTOYA mungkin
19 | P a g e

dapat mengizinkan para chef untuk membuat sajian baru yang nantinya akan disajikan
kepada customer mereka yang berulang tahun. Sajian yang dibuat oleh para chef tentu
saja harus diseleksi terlebih dahulu untuk memenuhi standart dari OOTOYA sebelum
dihidangkan kepada customer. Alhasil, meski mungkin chef yang menunya dipilih tidak
mendapatkan balasan secara finansial, mereka mendapatkan sesuatu secara non-
finansial, yaitu self-esteem.
Dari segi mengerjakan pekerjaan di luar job description, secara etik bukanlah hal
yang diperbolehkan, namun pada prakteknya hal tersebut tetap dilakukan. Akan lebih
baik apabila para pegawai disarankan untuk tetap bekerja sesuai dengan job description
dan apabila ingin mencoba melakukan job enlargement, harus disetujui oleh assistant
manager atau atasan mereka. Hal ini untuk menghindari apabila terjadi sesuatu di luar
dugaan yang kemungkinan dapat merugikan baik OOTOYA maupun pegawai itu sendiri.
20 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

b. Des Jardins, Joseph. 2014. An Introduction to Business Ethics.
Singapore: McGRAW-HILL.

- http://www.hukumonline.com/
- http://ranjidsuranta.wordpress.com/pemberhentian-tenaga-kerja-pada-perusahaan/

You might also like