Pada tahun 1984, menteri kesehatan RI mengeluarkan KEPMENKES RI No 1195/A/SK/IV/1984 tentang Pembentukan Panitia Penyusunan Pedoman CPOB, serta tahun 1986 mengeluarkan KEPMENKES RI No 2787/SK/IX/86 tentang Pembentukan Panitia Penyusunan Panduan Operasional CPOB. Pada tahun 1988, untuk pertama kalinya CPOB diterbitkan, KEPMENKES RI No 43/MENKES/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang sering disebut sebagai CPOB 1988. Pada tahun 1989 dikeluarkan KEPUTUSAN DIRJEN POM No 05411/A/SK/XII/89 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik Pada Industri Farmasi, agar pedoman tersebut dapat diterapkan secara efektif di industry farmasi.
CPOB merupakan dokumen yang bersifat dinamis dan akan berubah mengikuti perkembangan teknologi dalam bidang farmasi. Dalam perkembangannya, CPOB 1988 direvisi pada 2001. Karena kedinamisan itu CPOB tahun 2001 pun kembali direvisi di tahun 2006. CPOB yang sekarang merupakan adaptasi dari CPOB versi WHO dan versi PIC/S juga International Codess of GMP lain
Akan tetapi, sebelum dikeluarkannya CPOB pertama tahun 1988, prinsip-prinsip dan aturan- aturan dalam membuat obat dengan baik telah diatur dan dituangkan dalam undang-undang. Pemerintah meyadari perlunya suatu hukum yang mengatur permasalahan kesehatan dan hal yang terkait dengan kesehatan. Berikut undang-undang yang sedikit banyak berkaitan dengan cara pembuatan obat:
Undang-undang No 11 tahun 1962, tentang Higiene untuk Usaha-usaha bagi Umum Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 950/Ph/65/b tahun 1965 Peraturan Tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Produksi dan Distribusi Obat-Obat Pasal (2): Pabrik farmasi yang membuat obat berkewajiban: i. Membuat/meracik obat berasaldari bahan obat yang murni dan bermutu tinggi dan atau memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau farmakope lain apabila monografinya tidak terdapat di Farmakope Indonesia. ii. Mengadakan pemeriksaan mutu dan kemurnian bahan obat terlebih dahulu sebelum mengerjakan pembuatan/peracikan. iii. Membuat/meracik obat menurut syarat-syarat kwantitatip dan kwualitatip menurut ketentuan-ketentuan Direktorat Urusan Farmasi Departemen Kesehatan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 90/Kab/B.VII/71 tahun 1971 Peraturan Tentang Produksi Obat, Kelengkapan dan Perlengkapan Pabrik Farmasi. Pasal 4 Pabrik harus mempunyai ruangan-ruangan yang cukup sesuai dengan jumlah jenis dan sifat obat yang diproduksi dan jumlah orang yang bekerja. Pabrik harus mempunyai ruangan terpisah untuk keperluan produksi cairan bukan suntikan, serbuk, kapsul, granul, tablet, pil, salep, cream, suppositorium dan ovula, obat suntik, dan tetes atau cairan untuk mata, ruangan lain yang memerlukan kondisi steril, beserta persyaratan dan perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Ruangan-ruangan untuk produksi, penyimpanan dan pemeriksaan harus memenuhi persyaratan standard hygiene tentang udara, cahaya, ventilasi, air minum, instalasi sanitasi dan drainage. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 4234/A/SK/71 tahun 1971 tentang lampiran Dasar-dasar dari Pengawasan atas mutu Obat-obat dan Cara-cara yang baik dalam PEngawasan Produksi dan Mutu Obat-obat sebagai pedoman dalam bidang produksi dan pengawasan mutu obat. Dalam Cara-cara yang baik dalam pengawasan produksi dan mutu obat-obat diatur: - Personil, tenaga ahli yang bertanggung jawab atas pengawasan produksi dan pengawasan obat-obat mempunyai kwalifikasi pendidikan ilmiah. - Gedung - Obat-obat diproduksi, diolah, dibungkus dll dalam ruang terpisah. Ruangan terang dan udara cukup. Konstruksi ruangan harus baik, dapat dibersihkan. Ruang cukup. - Peralatan Peralatan mudah dibersihkan, menjauhkan kontaminasi - Bahan Baku Diidentifikasi, disimpan dengan baik, pengambilan sampel, pemeriksaan, karantina dibebaskan dari pengontrol mutu. (released) - Proses pengolahan - Mengatur juga tentang kebersihan, kontaminasi, instruksi-instruksi tertulis, catatan-catatan batch, pemeliharaan catatan batch - Pembubuhan etiket dan pengepakan - Sistem pengawasan mutu - Mawas diri - Catatan-catatan mengenai distribusi - Keluhan-keluhan dan laporan-laporan tentang gejala (reaksi) yang merugikan Diawasi oleh seorang tenaga ahli yang kompeten, peralatan lengkap untuk melakukan test-test.
Quality Control of Drugs Good Practice in the manufacture and Quality Control of Drug 1. Personnel 2. Premies 3. Equipment 4. Sanitation 5. Starting Materials 6. Manufacturing Operations Cleanliness, contamination, manufacturing personnel, written instructions, batch records, 7. Labelling and packaging 8. The quality control system 9. Self inspection 10. Distribution records 11. Complaints and Reports of adverse reactions.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 4243/A/SK/71 tentang Dasar-dasar dari Pengawasan atas Mutu Obat-obat dan Cara yang Baik dalam PEngawasan Produksi dan Mutu Obat-obat
Perbedaan antara CPOB versi 2001 dan versi 2006 antara lain ada penambahan pokok bahasan mengenai: kualifikasi dan validasi; pembuatan dan analisis obat berdasarkan kontrak atau lebih dikenal sebagai toll manufacturing; pembuatan obat steril terdapat beberapa perubahan persyaratan bangunannya, terutama dalam system tata udara (air handling unit). Selain itu terdapat tambahan beberapa Aneks yang tidak ada di CPOB versi 2001, seperti manajemen mutu, pembuatan produk darah, system komputerisasi, dan pembuatan obat invertigasi untuk uji klinis. Perubahan CPOB dari versi 2001 ke versi 2006 sangat dibutuuhkan dalam menghadapi globalisasi, terutama Harmonisasi ASEAN pada awal 2008
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan HK 00.05.3.02147 tanggal 11 Juli 2001 tentang Tim Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No HK.00.05.3.02152 tahun 2002 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Plus lampiran Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No HK.00.06.0511 tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Revisi Buku Pedoman CPOB dan Petunjuk Operasional CPOB
Keputusan Kepal BAdan Pengawas Obat dan Makanan RI no HK 00.05.3.0027 tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Peraturan Kepala Badan PEngawas Obat dan Makanan RI no HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tanteng Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
Obat Tradisional
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no 79/IV/Kab/B VII/73 Peraturan tentang Produksi Obat, Kelengkapan dan Perlengkapan Pabrik Farmasi Terbatas. Tahun 1973. Yang dimaksud Pabrik Farmasi Terbatas adalam pabrik farmasi yang memproduksi obar tradisional dan obat bebas khusus.
Keputusan Menteri KEsehatan RI No 659/MENKES/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik Beserta lampiran, Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No HK.00.05.44.1380 tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang baik.
Peraturan epala badan Pengawas Obat dan makanan No HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah ditanda-tanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini) bagi industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan surat keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006. Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain WHO Technical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/2005 Aneks 2,3,4, TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMP for Medical Products PIC/S 2006, dan lain-lain. Apabila dilihat dari perjalanan sejarah penerapan CPOB di Indonesia, maka penerapan CPOB Terkini, merupakan CPOB edisi ke-3, sejak diberlakukannya penerapan CPOB bagi industri farmasi di Indonesia tahun 1989. Berbeda dengan CPOB edisi 1988 maupun 2001 yang dikenal sekarang, c-GMP atau CPOB Terkini (2006) lebih menekankan pada sistem atau manajemen (management/system) pada setiap kegiatan di industri serta konsistensi industri farmasi yang bersangkutan dalam melaksanakan berbagai peraturan dan persyaratan tersebut. Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB Terkini antara lain adalah Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS), Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produk-produk steril serta persyaratan Air Untuk Produksi (water system). Perbedaan antara CPOB: 2006 denga CPOB: 2001 dapat dilihat di sini, di sini, dan di sini. Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 : 1. Sistem Mutu, 2. Personalia 3. Bangunan dan Sarana Penunjang, 4. Peralatan, 5. Sanitasi dan Higiene, 6. Produksi, 7. Pengawasan Mutu, 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu, 9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, 10. Dokumentasi, 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, 12. Kualifikasi dan Validasi Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplement), yaitu : 1. Pembuatan Produk Steril, 2. Pembuatan Produk Biologi, 3. Pembuatan Gas Medisinal, 4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol), 5. Pembuatan Produk Darah, 6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan 7. Sistem Komputerisasi. Penerapan CPOB Terkini (CPOB: 2006) merupakan upaya pemerintah (Badan POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi/obat secara terus-menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat. Di samping itu, penerapan CPOB: 2006 ini juga bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun untuk pasar ekspor, (2) mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih terjamin, (3) peningkatan company image dan volume pasar, (4) menghindari produk yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya, (5) menghindari resiko regulasi serta (6) lebih menjamin waktu pemasaran. Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru ini industri farmasi di Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang sudah di depan mata. Namun demikian, hal yang patut diwaspadai adalah adanya fakta bahwa di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, yang sudah menerapkan c-GMP, banyak industri farmasi lokal yang gulung tikar. Di Singapura, seperti disinyalir oleh Anthony Ch. Sunarjo, MBA (Ketua Umum GP Farmasi Indonesia), hampir seluruh industri farmasi lokalnya mati, sedangkan di Malaysia 50% gulung tikar (Republika, 13 Juni 2006). Memang, penerapan c- GMP ini membutuhkan biaya investasi yang sangat besar (menurut Anthony Ch. Sunarjo sekitar Rp. 30 Milyar). Untuk itu beberapa opsi ditawarkan untuk dapat mengatasi kendala ini, antara lain adalah : 1. Contract Manufacturing, artinya industri farmasi, terutama yang kecil dan menengah memproduksi obat dengan cara menitipkannya di industri lain yang sudah memenuhi syarat 2. Merger (penggabungan) beberapa industri farmasi kecil dan menengah 3. Focusing, artinya industri farmasi melakukan pilihan secara terbatas produk- produk apa saja yang bisa diproduksi, sehingga sumber daya dan dana yang tersedia dikonsentrasikan pada sediaan tertentu saja (tidak semua item produk diproduksi) Tentu saja semua langkah dan strategi tersebut di atas perlu dipersiapkan dengan matang, baik oleh industri farmasi sendiri maupun oleh pemerintah, dalam hal ini Badan POM selaku regulator industri farmasi di Indonesia, agar penerapan c-GMP bagi industri farmasi di Indonesia ini tidak membawa dampak yang buruk bagi perkembangan industri farmasi di Indonesia, khususnya bagi industri farmasi skala kecil dan menengah. Karena bagaimanapun, keberadaan industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu bagian penting dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Source : http://priyambodo71.wordpress.com/cpob/
Bab 5. Sanitasi dan Higiene Secara umum, untuk bab 5 ini tidak banyak perbedaan antara CPOB: 2001 dengan CPOB: 2006, kecuali beberapa hal misalnya tentang Label Bersih (sedikit beda), dan persyaratan fasilitas sanitasi (locker, tempat sepatu, wastafel, dan lain-lain). CPOB: 2001 Personalia Bangunan Peralatan Validasi dan Keandalan Prosedur CPOB: 2006 Higiene Perorangan Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
Bab 6. Produksi Umum Pada bab ini terdapat banyak sekali perbedaan antara CPOB: 2001 dengan CPOB: 2006. Perbedaan utama di antaranya adalah dihilangkannya klausul tentang Produk Steril, di mana pada CPOB: 2006 di buat dalam bab tersendiri (Anneks 1 Pembuatan Produk Steril) sehingga jauh lebih lengkap. Perbedaan lain yang utama adalah perubahan beberapa Glosarium (pengertian istilah), di antaranya : Bahan Awal terbatas pada bahan baku aktif dan bahan baku pembantu (pada CPOB: 2001, bahan awal adalah bahan baku aktif, bahan penolong dan bahan pengemas) Bahan pengemas dipisahkan dari bahan cetak (etiket dan leaflet) Istilah contoh diganti dengan sampel Istilah Obat Jadi diganti dengan Produk Jadi Perbedaan lain, Validasi Proses, pada CPOB: 2006 dibuat Bab tersendiri (Bab 12. Kualifikasi dan Validasi). Di samping itu, pada CPOB: 2006 juga di atur tentang Penggunaan Fasilitas Bersama dengan produk Non Obat, misal kosmetika, produk komplemen (food supplement/complimentary products), dan obat tradisional non simplisia, harus mendapat persetujuan dari Otoritas Pengawas Obat (Badan POM).
Bahan Awal CPOB: 2001 Tidak ada ketentuan mengenai Daftar Pemasok Yang Disetujui dan Nama Pemasok Persyaratan suhu ruangan penyimpanan :
Label status bahan awal, untuk zat berkhasiat harus tiap wadah. Sedangkan untuk wadah bahan awal lain, direkatkan paling sedikit satu label pada wadah terbawah dari tumpukan wadah yang tersimpan di atas satu palet. Kalibrasi timbangan, tidak ada ketentuan lembaga yang melakukan kalibrasi Bahan awal yang Ditolak, di simpan di tempat khusus (tidak ada ketentuan harus terkunci). CPOB : 2006 Harus dibuat Daftar Pemasok yang disetujui dan Nama Pemasok yang dicantumkan dalam Spesifikasi Bahan Persyaratan suhu ruangan penyimpanan :
Label status bahan awal, tiap wadah bahan awal harus ada status. Kalibrasi timbangan, dibagi menjadi 2 macam, yaitu kalibrasi internal dan kalibrasi eksternal. Kalibrasi internal dilakukan rutin tiap 6 bulan dengan menggunakan batu timbang standar terkalibrasi. Kalibrasi eksternal hanya boleh dilakukan oleh laboratorium kalibrasi terakreditasi (memiliki sertifikat KAN), pemasok/perusahaan lain yang terakreditasi atau oleh Badan Metrologi untuk memenuhi legalitas oleh pemerintah. Bahan Awal yang Ditolak harus tersimpan ditempa khusus yang terkunci.
Penimbangan dan Penyerahan CPOB: 2001 Tidak ada persyaratan ruang khusus untuk menyimpan bahan yang sudah ditimbang atau dihitung (Staging Area) CPOB: 2006 Sesudah ditimbang atau dihitung, semua bahan untuk tiap bets disimpan dalam satu kelompok dalam ruang khusus (Staging Area) dan diberi penandaan yang jelas (lihat Bab 3. Bangunan dan Fasilitas)
Pengolahan CPOB: 2001 Tidak ada ketentuan pemantauan suhu dan kelembaban udara, sebelum dilakukan proses pengolahan. Persyaratan Air Untuk Produksi :
Tidak ada ketentuan mengenai jenis pelumas mesin yang digunakan. Tidak ada ketentuan khusus mengenai Batas Waktu dan Kondisi Penyimpanan Produk-Dalam-Proses (produk antara sebelum dilakukan pengemasan primer). Proses pengolahan produk steril CPOB: 2006 Sebelum dilakukan proses pengolahan, dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban ruangan produksi. Persyaratan Air untuk Produksi
Pelumas mesin yang digunakan harus food grade. Batas Waktu dan Kondisi Penyimpanan Produk-Dalam-Proses, harus ditetapkan agar produk tidak mengalami penurunan mutu selama penyimpanan sebelum dilakukan proses selanjutnya. Pembuatan Produk Steril diatur dalam Bab tersendiri (Anneks 1).
Bahan Pengemas CPOB: 2001 Dimasukkan dalam Bahan Awal CPOB: 2006 Bahan Pengemas dibedakan Bahan Pengemas Primer, Bahan Pengemas Cetak (leaflet dan etiket), dan Bahan Cetak Lain. Bahan Pengemas Cetak harus disimpan dengan kondisi pengamanan memadai (terkunci) dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Kodifikasi (pemberian kode nomor bets) dilakukan di ruangan terpisah dan hanya bahan cetak tertentu saja yang boleh diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama.
PETUNJUK OPERASIONAL PENERAPAN CPOB Butir-butir dan hal-hal lain yang dianggap telah jelas diuraikan dalam Pedoman CPOB akan dinyatakan "Cukup jelas" dalam Petunjuk Operasional. Buku Petunjuk Operasional harus digunakan bersama dengan Buku Pedoman CPOB
Penggunaan istilah "hendaklah" ("should") mengindikasikan bahwa pedoman / guideline atau ketentuan /persyaratan yang disebut dalam Pedoman atau Petunjuk Operasional CPOB diharapkan untuk diaplikasikan, kecuali dinyatakan (dengan alasan yang relevan) tidak dapat diaplikasikan dan/atau digantikan dengan metode atau ketentuan lain yang dibuktikan memberi tingkat pemastian mutu paling kurang yang ekuivalen.
Sebagai acuan tambahan penerapan CPOB di Indonesia 10 Bab (Umum, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri, Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian, Dokumentasi)
+ 4 Addenda Pembuatan Produk Biologi, Pembuatan Gas Medisinal, Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol), Pembuatan Produk Darah 2004
Perbedaan antara CPOB Indonesia dan WHO-GMP Code Era 2002 dan 2006 Diketahui bahwa Indonesia belum sepenuhnya mencantumkan standar WHO-GMP Code, khususnya: WHO TRS No. 902/2002 Annex 6 Tentang "GMP For Sterile Pharmaceutical Products dan WHO TRS No. 908/2003, Annex 4 Tentang "Good Manufacturing Practices For Pharmaceutical Products: Main Principals antara lain Bab Quality Management PIC/S GMP 2006 (??) Suplemen CPOB Tahun 2005 diterbitkan melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan : Nomor HK.00.05.3.4655 tanggal 26 September 2005 tentang Penggunaan Standar WHO, TRS No. 902/2002 Annex 6 Tentang "GMP For Sterile Pharmaceutical Products" dan WHO TRS No. 908/2003, Annex 4 Tentang "Good Manufacturing Practices For Pharmaceutical Products: Main Principals sebagai acuan tambahan penerapan CPOB di Indonesia
TANTANGAN DALAM PENERAPAN CPOB Harmonisasi regional dan internasional PIC/S.Pengakuan dan akreditasi internasional Penerapan cGMP dan penggunaan teknologi farmasi yang tepat Current = dynamic (Quality) Standards evolve over time Penugasan Tim CPOB oleh Badan POM Penyusunan Buku Pedoman CPOB Versi bahasa Inggris.. April 2006 Versi bahasa Indonesia.Oktober 2006 Penyusunan Buku Petunjuk Penerapan CPOB versi bahasa Inggris/Indonesia 2006-2008 Penyusunan Buku Pedoman CPOB untuk Bahan Baku Aktif (API) Oktober 2006
Contents Acuan CPOB 2006 PIC/S 2006, WHO TRS 902, 908, 929, 937 CPOB Indonesia Ed. 2001 (= Asean 1996) Lain-lain, termasuk FDA (21CFR 210, 211) Perubahan CPOB 2006 Mengadopsi format PICS 2006 (Chapters + Annexes) Mengadopsi beberapa Aneks PICS (hanya yang dibutuhkan) PICS 2006 : 9 Bab, 18 Aneks CPOB 2006 : 12 Bab, 7 Aneks Catatan : Beberapa aneks PICS 2006 dimasukkan sebagai bab dalam CPOB 2006 Tambahan Bab di CPOB 2006 dibandingkan CPOB 2001
MANAJEMEN MUTU (BAB 1) INSPEKSI DIRI DAN AUDIT MUTU (BAB 8) PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK (BAB 11) KUALIFIKASI DAN VALIDASI (BAB 12) Tambahan Aneks di CPOB 2006 dibandingkan Adendum CPOB 2001 Pembuatan Produk Steril (Aneks 1) (Catatan : Dimasukkan dalam Bab PRODUKSI di CPOB 2001) Pembuatan Produk Darah (Aneks 2) Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinik (Aneks 6) Sistem Komputerisasi (Aneks 7)
Bab 1 MANAJEMEN MUTU Sistem Pemastian Mutu (Quality System) Diuraikan prinsip Manajemen Mutu serta Konsep dasar dan hubungan antara Pemastian Mutu (QA), CPOB (GMP) dan Pengawasan Mutu (QC) Pemisahan fungsi dan otorisasi Produksi, QC dan (sekarang) QA Pengkajian Mutu Produk (APR) Bab 1 MANAJEMEN MUTU PENGKAJIAN MUTU PRODUK Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala PPT hendaklah dilakukan untuk tiap produk, ............. PPT mencakup pengkajian data dan penilaian terhadap tindak lanjut berupa tindakan perbaikan, pencegahan atau revalidasi jika diperlukan.
Bab 2 Personalia ORGANISASI, KUALIFIKASI DAN TANGGUNG JAWAB Penyesuaian struktur organisasi menurut Sistem Mutu 2.5 Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, ....... 2.6 Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker, ....... 2.7 Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
Bab 3 Bangunan dan Fasilitas CPOB 2006 mempertahankan policy kita terdahulu, yakni pemisahan (separate) bangunan untuk fasilitas produksi betalaktam. Catatan : Beda dengan PIC/S dan FDA yang menghendaki dedicated dan self-contained facility saja
Sistem HVAC Udara balik dari suatu ruang proses yang akan disirkulasi balik hendaklah dilewatkan melalui HEPA Filter (EN1822/H13) sebelum dialirkan kembali ke ruang proses lain untuk mencegah kontaminasi silang melalui udara di lingkungan. Dalam hal ini HEPA filter tidak diperlukan pada sistem udara yang disirkulasi balik apabila pasokan udara tersebut dialirkan ke : fasilitas produksi yang membuat satu jenis produk saja dan dibuktikan tidak akan menyebabkan kontaminasi silang fasilitas produksi di mana diakukan kegiatan yang tidak menimbulkan partikel debu seperti area pengemasan sekunder
Persyaratan Kelas Kebersihan Ruang proses Lampiran 3.6a Rancangan blok bangunan pabrik Lampiran 3.6c Tata ruang produk steril proses aseptis Lampiran 3.6d Tata ruang produk steril proses sterilisasi akhir Lampiran 3.19 Instalasi Diffuser Sistem HVAC Lampiran 3.32 Tata ruang pengambilan sampel Lampiran 3.41 Tata ruang Dispensing Lampiran 3.32(Contoh)TATA RUANG PENGAMBILAN SAMPEL Tata-letak Ruang Dispensing Poor Design Extract System Typical Section Through Sampling Booth and Dispensing Full Fresh Air (Single Pass) Sistem Tata Udara Resirkulasi
BAB 4 PERALATAN
Bab 6 Produksi Glosarium : Bahan Awal terbatas pada bahan baku aktif dan bahan baku pembantu Bahan Pengemas dipisahkan dari Bahan Cetak (Label dan Leaflet) Istilah Contoh diganti dengan Sampel Istilah Obat Jadi diganti dengan Produk Jadi PENGIRIMAN DAN PENGANGKUTAN 6.185 memastikan bahan atau obat tidak mengalami kerusakan fisik selama proses transportasi. Kondisi pengangkutan, misal suhu, hendaklah sesuai dengan yang tertera pada label. 6.187 Suhu selama transportasi dapat dipantau dengan alat
Bab 7 PENGAWASAN MUTU Bahan Awal 7.23 Pengambilan sampel bahan awal n,p,r plan Pola : n = 1+ N, p = 0,4 N, r = 1.5 N Bahan Pengemas 7.25 Pengambilan sampel bahan pengemas British Standard BS 6001-1, ISO 2859 or ANSI/ASQCZ1.4 -1993.(2003)
PERSYARATAN PENGUJIAN 7.33 Parameter pengujian tertentu untuk bahan awal yang telah disetujui pada saat pemberian izin edar dapat dikurangi bila hasil tren seluruh parameter yang diuji telah memenuhi syarat pengecualian dari pengambilan sampel 100% untuk uji identifikasi), dapat diberlakukan apabila: Bahan awal berasal dari produsen produk tunggal; atau Bahan awal diperoleh langsung dari produsen atau diterima dari pemasok dalam wadah tersegel asli dari produsen yang memiliki riwayat kehandalan, dan secara rutin diaudit sistem pemastian mutunya oleh industri pengguna. Sistem pengambilan sampel tersebut di atas tidak memungkinkan untuk digunakan dalam hal: Bahan awal dipasok oleh pihak ketiga/perantara yang produsennya tidak dikenal atau tidak diaudit; atau Bahan awal akan digunakan untuk membuat produk injeksi.
Pengolahan Ulang Pada proses pengolahan ulang hendaklah dilaksanakan uji laboratorium lebih ketat seperti halnya untuk validasi proses dan pengujian stabilitas terhadap produk jadinya minimal 3 bulan pada kondisi penyimpanan pengujian stabilitas yang dipercepat apabila penyimpangan tersebut menyangkut kadar, keseragaman kandungan, hasil urai, disolusi sebelum produk tersebut diluluskan.
Studi Stabilitas 7.47 a) Lihat ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product. dan Guidelines resmi lainnya misal ICH Program studi stabilitas (1) Studi stabilitas rutin Registrasi produk baru Variasi terhadap produk yang sudah diregistrasi Ref. Buku Coklat Program studi stabilitas (2) On-going stability Post marketing 1 batch per strength per product per year Lakukan studi stabilitas jangka panjang sesuai pedoman Follow-up study (FUS) Lakukan studi stabilitas dipercepat dalam periode minimal 3 bulan sesuai pedoman Program studi stabilitas (3) In-use stability study Produk yang direkonstitusi mis. Injeksi, Sirup kering Bulk pack, multi-dose Lakukan uji stabilitas di periode akhir atau pada daluwarsa produk Retained sample Studi Surveillance untuk studi stabilitas : Disimpan pada ambient suhu dan RH yang dipantau Lakukan uji stabilitas pada periode 12, 24, 36 bulan sampai ED Diposkan oleh Linadi 19.23 CPOB merupakan singkatan dari Cara Pembuatan Obat yang baik. Lahirnya CPOB sendiri dilatarbelakangi oleh perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi. Selain itu juga terjadi perubahan paradigma dalam konsep pelaksanaan sistem pengawasan mutu produk (obat) dari konsep "Pengawasan Mutu" menuju konsep "Penjaminan Mutu". Dalam pembuatannya obat yang baik tidak hanya lolos dari serangkaian uji kualitas mutu obat tetapi yang lebih penting bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Konsep penjaminan mutu ini mengharuskan pembuatan obat dilakukan dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Tujuan dari penerapan CPOB antara lain : 1. Adanya jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu obat produksi industri farmasi indonesia. 2. Sebagai upaya pemerintah (BPOM) untuk meningkatkan kemempuan Industri Farmasi Indonesia sesuai dengan standard internasional agar lebih kompetitif baik untuk pasar domestik maupaun untuk pasar ekspor 3. Mendorong industri farmasi di Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling fleksibel untuk dikembangkan Sejarah CPOB : - 1969 Konsep WHO "Good Practices in Manufacture and quality Control of Drug - 1971 Mulai diterapkan di Indonesia, tetapi masih bersifat sukarela - 1988 Pedoman CPOB Edisi 1, dikeluarkan & mulai penerapannya - 1989-1994 Batas waktu pemenuhan CPOB oleh industri farmasi - 2001 Dikeluarkannya CPOB edisi 2 - 2004 Addendum IV, GMP for Human Blood & Blood Products - 2005 Draft pedoman CPOB Edisi 3 (c-GMP) - 2006 Finalisasi Pedoman CPOB Edisi 3 (c-GMP) - 2007 Batas Waktu pemenuhan c-GMP
CPOB 2006 mengalami perubahan dibandingkan dengan CPOB 2001 terutama pada : Quality Management System, Persyaratan HVAC (terutama untuk produk steril) dan Persyaratan Water System. Sedangkan acuan yang digunakan dalam CPOB adalah PCI/S 2006, WHO TRS 902, 908, 929,937 dan CPOB Edisi 2001.
Aspek-Aspek CPOB 2006 meliputi : 1. Manajemen Mutu 2. Personalia 3. Bangunan dan Sarana Penunjang 4. Peralatan 5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi 7. Pengawasan Mutu 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian 10. Dokumentasi 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 12. Kualifikasi dan Validasi
Aspek-Aspek CPOB 2006 Annexes meliputi : 1. Pembuatan Produksi Steril 2. Produksi Produk Biologi 3. Pembuatan Gas Medisinal 4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekenan (Aerosol) 5. Pembuatan Produk Darah 6. Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis 7. Sistem Komputerisasi
Tujuan Berdasarkan definisi sendiri sudah tersirat makna bahwa CPOB memiliki peranan sebagai pedoman atau acuan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Sedangkan manfaat dari penerapan CPOB itu sendiri ada beberapa - Karena dibuat dengan tujuan menjamin obat sesuai persyaratan maka memberikan manfaat yang Aman konsumsi dan sesuai kebutuhan konsumen, dengan begitu maka - Akan meningkatkan pangsa pasar dan company image dari Industri Farmasi, karena konsumen akan memilih produk dengan kualitas yang baik. - Manfaat dari produk sendiri yaitu mengurangi resiko produk tidak memenuhi persyaratan mutu, mengurangi ketidaksesuaian dengan peraturan
CPOB dilakukan dengan melaksanakan SOP atau Protap yang telah dijabarkan oleh industri farmasi. Aturan atau Prinsip dasar pelaksanaan CPOB dijabarkan dalam 10 prinsip, yaitu 1. Menulis prosedur yang baik 2. Mematuhi prosedur yang telah dibuat 3. Mendokumentasikan atau mencatat pekerjaan yang dilakukan 4. Validasi pekerjaan yang dilakukan 5. Mendesain, membangun dan menggunakan fasilitas dan peralatan yang benar 6. Merawat fasilitas dan peralatan yang digunakan 7. Menjaga higenies personal dansanitasi 8. Menjadi orang yang trampil dan berkompeten 9. Waspada selalu akan mutu 10. Melakukan pemeriksaan atau audit mutu secara teratur