You are on page 1of 45

2

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan
dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990).
Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan
2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per
tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang
berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait, 1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari
tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta
perubahan pola penyakit (Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit
terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker
di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT
1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995
menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di
Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu,
peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di
rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus
kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di
antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang
berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering
terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis
menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang
menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara
3
yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap
tahunnya (Oemiati, 1999). American Cancer Society memperkirakan kanker
payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal
antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher
rahim di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan
tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker
payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih
dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey,
2000).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam
keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah.
Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam
stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85
s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah
sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat
tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau
radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan
kesembuhan 75% (Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan
teknologi canggih, ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan
upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-
menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur produktif. Informasi
tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan
hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara
dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.


4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang berasal
dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis, dan fascia
superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan suatu
proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul
pada dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini
adalah milk line dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial
(Gambar 1.1). Pada manusia, hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan
menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar mamma dewasa. Kadang-
kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat muncul dari
bagian lain dari milk line.
1











Gambar 1.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma
terbentuk sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar
mamma atau supernumerary nipples pada manusia
1
5














Gambar 1.2. Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar
dan sistem duktus berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari
mesenkim dermis. E : eversi putting menjelang kelahiran.
1

2.2. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding
depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai
iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya
sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut
terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian
kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.
1


6

Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan
1












Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian
dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.
7
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.
Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh
karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam
bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari
duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada
area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus
(lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu.
Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan
ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia
superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim
dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak
mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi
keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda
dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange,
dimana pada

peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.
1









Gambar 1.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper
pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan oleh
tangan pemeriksa.
1
8
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal.




Gambar 1.6. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal
thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari
A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya.
1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5
mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau
2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.
1

9







Gambar 1.7. Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur
drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung
kanan. the right heart. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase
lateral ke intercostal, superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior
lateral superior melalui vena aksilaris ke jantung kanan.
1
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.


Gambar 1.8. Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari
Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae (kanan).
1
10
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).

Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior
pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di
bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran
lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola
terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan
subareolar plexus of Sappey.







Gambar 1.9. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan
oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar
plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior
pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can
bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal
nodes.
Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah
subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh
limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening
yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena
ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan
intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third
thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
11
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot
pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok
KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M.
pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar
kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral
vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan
kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral
surfaces of the medial part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia
pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae
kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB
sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari
ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.
1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,
atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh
(M1). Yang termasuk KGB regional :

1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang
vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa
tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor
dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
12

Gambar 1.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II
meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis
minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial
dari M. Pectoralis minor.
1

2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi
sternum dalam fascia endothoracica.

Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.













Gambar 1.11. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy
13
2.3. Etiologi (Faktor risiko)
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki
beberapa faktor risiko tersebut.
2
Beberapa faktor risiko tersebut
3,4
:
Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-
rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum
menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau
sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat
tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-
nya lebih rendah.
Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40
tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari
keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical
hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
14
BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan
BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan
gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker
payudara pada usia yang lebih dini.
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,
dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.
Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,
atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.
Kepadatan jaringan payudara :
15
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih
padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.

Overweight atau Obesesetelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu
mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol
akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan
berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

2.4. Insidensi
2
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan sporadik
Sporadic breast cancer 6575%
Familial breast cancer 2030%
Hereditary breast cancer 510%

BRCA-1
a


45%
BRCA-2 35%
p53 (Li-Fraumeni syndrome) 1%
STK11/LKB1 (Peutz-Jeghers syndrome) <1%
PTEN (Cowden disease) <1%
16
MSH2/MLH1 (Muir-Torre syndrome) <1%
ATM (Ataxia-telangiectasia) <1%
Unknown 20%
a
Affected gene. SOURCE: Adapted with permission from Martin AM et al. 47

Risk Factors Estimated Relative
Risk
Advanced age >4
Family history
Family history of ovarian cancer in women < 50y >5
One first-degree relative >2
Two or more relatives (mother, sister) >2
Personal history
Personal history 3-4
Positive BRCA1/BRCA2 mutation >4
Breast biopsy with atypical hyperplasia 4-5
Breast biopsy with LCIS or DCIS 8-10
Reproductive history
Early age at menarche (< 12 y) 2
Late age of menopause 1.5-2
Late age of first term pregnancy (>30
y)/nulliparity
2
Use of combined estrogen/progesterone HRT 1.5-2
Current or recent use of oral contraceptives 1.25
Lifestyle factors
Adult weight gain 1.5-2
Sedentary lifestyle 1.3-1.5
17
Alcohol consumption 1.5
DCIS = ductal carcinoma in situ; HRT = hormone replacement therapy; LCIS =
lobular carcinoma in situ.

2.5. Klasifikasi kanker payudara

1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai
kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat
dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian
kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan
dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan.

18











A B

Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)


b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati
dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika
Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
19
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
20
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di
bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam
kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis
dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik
besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan
seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau
alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan
karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-
year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
21
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli
tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi
adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring
cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien
1

Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)
Nipple 2.2 1.7 1.9
Central 6.0 5.3 6.1
Upper inner 7.3 9.2 8.3
Lower inner 3.8 4.7 3.9
Upper outer 37.0 36.9 37.1
Lower outer 5.8 6.4 5.7
22
Axillary tail 0.8 0.8 0.6
Overlapping* 18.6 18.2 19.9
NOS (not otherwise specified) 18.6 16.8 16.5
*Lesions overlap between two quadrants within the breast.
2.6. Staging
6
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran
tumor)
T1 Tumor 2 cm
T1mic Microinvasion 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada
atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah BeningKlinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
23
ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0
b


Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated
tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak
lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis
tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
24
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis
ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis
ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak
secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1
a
N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1
a
N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
25
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1
a
N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1

a
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

2.7. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi
3
:
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
4
26
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.
6

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.
6








2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.
6






27
c. Pemeriksaan penunjang

1. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.
6
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan
teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).
MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk
kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,
CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda,
yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.
Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi
karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.
Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan
28
payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi.
Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi
sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada
populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.
7


2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada
pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas
yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,
tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.
6


3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.
6

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.
7
29
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan
sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.
7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila
tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil.
2,7


5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
30
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.
6


2.8. Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society
4
:
Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara
terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara
(termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang
periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap
tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau
tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik
tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
31
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki
salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia
(ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram


Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara
6

Faktor risiko Relative
Risk
Usia menarche (tahun)
>14 1.00
1213 1.10
<12 1.21
Umur (tahun)
Pasien tanpa saudara yg menderita kanker
<20 1.00
2024 1.24
2529 or nullipara 1.55
30 1.93
32
Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita kanker
<20 1.00
2024 2.64
2529 or nullipara 2.76
30 2.83
Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita kanker
<20 6.80
2024 5.78
2529 or nullipara 4.91
30 4.17
Breast biopsies (n)
Pasien berumur < 50 tahun saat konseling
0 1.00
1 1.70
2 2.88
Pasien berumur 50 tahun saat konseling
0 1.00
1 1.27
2 1.62
Atypical hyperplasia
No biopsies 1.00
At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia 0.93
No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at least 1 biopsy 1.00
Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy 1.82

2.9. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.
7



33
A. Terapi secara pembedahan

1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral
untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel
node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan
hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.
7


2. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor
and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi
tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi
KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah
batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada
bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
34
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter
dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis
skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan
sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-
faktor predisposisi.
6

B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)

1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
6

2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan
tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
35
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya
negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
6


b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu
besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
6


3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.

Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
36
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.
6

4. Terapi antibodi anti-HER2/n
Penelitian yang sedang berlangsung, tentang bagaimana vaksin dapat
menghambat pertumbuhan tumor, mengurangi keparahan penyakit, dan mencegah
kekambuhan. Tidak seperti vaksin tradisional, yang mencegah penyakit menular
seperti influenza, vaksin kanker dimaksudkan untuk memanfaatkan sistem
kekebalan tubuh terhadap sel kanker yang sudah ada. Karena sel-sel kanker
menekan respon kekebalan tubuh, yang pada dasarnya menipu sistem kekebalan
tubuh menjadi mengabaikan, bukan menolak tumor. Vaksin kanker yang berhasil
harus mampu mengatasi penekanan kekebalan sel-sel kanker dan sinyal sistem
kekebalan tubuh untuk menyerang sel-sel kanker.
Para peneliti menyebut "targeted immunoediting," yaitu potensi vaksin yang
menargetkan HER-2/neu over-ekspresi dalam kanker payudara tahap awal
(DCIS). Over-ekspresi gen HER-2/neu terkait dengan sekitar 50 sampai 60 persen
kasus DCIS, dan membantu memprediksi keparahan penyakit, serta resiko
kambuhnya kanker payudara invasive.
Dengan memperlakukan sel dendritik-sel darah putih khusus yang
memainkan peran utama dalam mengaktifkan respon imun dengan HER-2/neu,
dihasilkan vaksin yang diharapkan akan mendorong respon kekebalan tubuh.
Bahkan, para peneliti menemukan bahwa hampir semua pasien menunjukkan
reaksi kekebalan awal untuk vaksin, dan setengah menunjukkan tingkat nyata
37
mengurangi ekspresi HER-2/neu, menyebabkan peningkatan secara keseluruhan
dalam keparahan penyakit.
9

Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

2.10. Pencegahan
Banyak faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan. Beberapa ahli diet dan
ahli kanker percaya bahwa perubahan diet dan gaya hidup secara umum bisa
mengurangi angka kejadian kanker. Diusahakan untuk melakukan diagnosis dini
karena kanker payudara lebih mudah diobati dan bisa disembuhkan jika masih
pada stadium dini. SADARI, pemeriksan payudara secara klinis dan mammografi
sebagai prosedur penyaringan merupakan alat untuk mendeteksi kanker secara
dini.
Penelitian terakhir telah menyebutkan 2 macam obat yang terbukti bisa
mengurangi resiko kanker payudara, yaitu tamoxifen dan raloksifen. Keduanya
adalah anti estrogen di dalam jaringan payudara.
Tamoxifen telah banyak digunakan untuk mencegah kekambuhan pada
penderita yang telah menjalani pengobatan untuk kanker payudara. Obat ini bisa
digunakan pada wanita yang memiliki resiko sangat tinggi.
Mastektomi pencegahan adalah pembedahan untuk mengangkat salah satu
atau kedua payudara dan merupakan pilihan untuk mencegah kanker payudara
pada wanita yang memiliki resiko sangat tinggi (misalnya wanita yang salah satu
payudaranya telah diangkat karena kanker, wanita yang memiliki riwayat keluarga
yang menderita kanker payudara dan wanita yang memiliki gen p53, BRCA1
atauk BRCA 2).
1,8


38
2.11. Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara
tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan
hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.
6
























39
BAB 3
LAPORAN KASUS

Anamnesis Pribadi
Nama : AS
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Sunggal no.219-205 LK II
Pekerjaan : IRT
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Status ekonomi : Menengah
Tanggal Masuk : 20 Juni 2014
Waktu : 15.30 WIB

Keluhan utama : Benjolan pada payudara kiri
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya benjolan
dirasakan os sejak 2,5 tahun yang lalu, benjolan awalnya berukuran kecil
dan lama kelamaan semakin membesar, nyeri tidak dijumpai, kulit seperti
jeruk dijumpai, borok dijumpai dialami sekitar 2 bulan yang lalu, yang
awalnya pada puting dijumpai cairan berwarna putih.
Riwayat menarche pada usia 15 tahun. Pasien menikah pada usia
35 tahun dan mempunyai 2 orang anak, riwayat melahirkan pada usia 38
tahun, pasien tidak mengkonsumsi pil KB. Riwayat keluarga menderita
penyakit yang sama tidak dijumpai.
Pasien merupakan pasien poli bedah yang sudah kemoterapi
sebanyak 4 kali. Dengan regiman kemoterapi CAF.

40
Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi tgl 22 November 2013
Kesan : Invasif duct carcinoma mamma grade 1
Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia tgl 28 November 2013
Kesan : ER (Estrogen Reseptor) (+) positif intensitas kuat pada > 75% sel-sel
tumor
PR (Progesterone Receptor) : Negatif
c-erbB-2/Her-2 : (3+) Positif intensitas kuat pada >75% sel-sel tumor
(+) Positif, intensitas kuat pada >14% sel-sel tumor
High Proliferation rate

Hasil pemeriksaan radiologi, 18 Juni 2014
Foto Thorax: tidak tampak metastasis paru
USG Liver: tidak tampak metastasis liver
Hasil Pemeriksaan ECG, 20 juni 2014
Kesimpulan :
1. Fungsi sistolik LV baik (E.F 61.9%), Fungsi diastolik LV baik, Wall motion :
Global Normokinetik
2. Katup-katup: Baik
3. Dimensi ruang jantung baik
4. Kontraktilitas RV baik

Hasil Pemeriksaan Lab, 20 Juni 2014
Darah Rutin Hasil Nilai Normal
WBC 11630 4000-10000 L
RBC 3,69 4-5.106/L
Hb 10.90 12-14 gr/dl
Hct 35,30 16-42 %
MCV 95,70 30-97 fL
41
MCH 29,50 27-33.7 pg
MCHC 30,90 31.5-35
Trombosit 654000 150000-470000
Netrofil 66.70 50-70%
Limfosit 22.20 20-40%
Monosit 10.80 2-8%
Basofil 0,300 0-1%
Eosinofil 0 .0 0-3%

Elektrolit Hasil
Na/K/Cl 138/4,5/108 mEq/L
KGD ad random 143,00 mg/dL


Diagnosis Kerja : Ca Mammae (L) T4bN2M0 Post kemoterapi IV
Rencana : Rawat Inap
MRM

Status Presens
Sabtu, 28/06/2014, 17.00 WIB.
Status Performans
Karnofsky scale : 60%
VAS : 3
Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 100x/i
42
Frekuensi Nafas : 24x/i
Suhu : 36,9C

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mata: anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Leher : Trakea medial, pembesaran KGB (-), TVJ (N)
Toraks: Inspeksi : Simetri fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus ka=ki
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Batas jantung :
Atas :Intercosta sinistra II;
Kiri :Intercosta sinistra V ,1 cm midclaviclaris
sinistra;
Kanan: Intercosta dextra IV parasternalis dextra
Auskultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler kanan dan kiri
Suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Suara Jantung : S1(N), S2(N), murmur (-)
Pemeriksaan Payudara :







Telah dilakukan operasi Modified Radikal Mastektomi pada payudara kiri
dengan riwayat pemeriksaan fisik awal yaitu ditemukan nodul ukuran 3,1 x 2,2
cm di bagian supraklavikula dan aksila kiri dengan konsistensi padat dan
immobile. Massa Ukuran 9,5 cm x 3,7 cm disertai peau dorange (+) ulcus (+)




43
Abdomen :
Inspeksi : simetris, asites (-)
Palpalsi : soepel, hati tidak teraba, limpa tidak teraba
Perkusi : timpani, batas paru hati ICS VI midclavicularis
dextra; peranjakan paru hati 1 cm
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Ekstremitas :
Ektremitas superior : edema (-/-) , sianosis (-/-) , clubbing (-/-)
Ekstremitas inferior : tampak dua buah massa pada regio cruris
posterior kanan, sianosis (-/-), clubbing (-/-)

Follow Up Pasien
24 Juni 2014
S : Benjolan di payudara kiri
O : Kesadaran compos mentis,
TD :100/70mmHg RR : 22x/i
VAS : 3 Pulse : 96x/i
Temp. : 36,8
o
C
A : Ca Mammae (L) T4bN2M0 Post kemoterapi IV
P : IVFD RL 30 gtt/i
Persiapan operasi
Dulcolax tab no. II jam 20.00
Puasa jam 00.00
Inj. Ceftriaxone 1 mg 1 jam sebelum operasi
Kateter Urine

25 Juni 2014
Pasien operasi (L) MRM + STSG
Pukul 9.45 am s/d 12.00
Lama pembedahan 2 jam 15 menit
Dengan diagnosis (L) Breast Ca T4bN2M0
44

26-27 Juni 2014
S : Nyeri (+)
O : Kesadaran compos mentis,
TD : 110/80mmHg RR : 20x/i VAS : 3
Pulse : 88x/i Temp. : 36,7
o

A : Left Breast Ca T4bN2M0 + Post kemoterapi 4 siklus _ Post Left
MRM H (1-2)
P : IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 grm/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
Aff Kateter urine

28 Juni 2014
S : Nyeri (+)
O : Kesadaran compos mentis,
TD : 110/70mmHg RR : 22x/i VAS : 3
Pulse : 92x/i Temp. : 36,6
o

A : Left Breast Ca T4bN2M0 + Post kemoterapi 4 siklus _ Post Left
MRM H 3
P : IVFD RL 30 gtt/i
Cefadroxil 3x50mg
PCT 3x500mg
Ranitidine 3x150mg
PBJ





45
BAB IV
KESIMPULAN


Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran
kelenjar, dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. Setiap
2 dari 10.000 perempuan di dunia diperkirakan akan mengalami kanker payudara
setiap tahunnya. Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian
utama yang disebabkan oleh kanker pada perempuan di seluruh dunia.
Tanda dan gejala yang biasa muncul pada pasien kanker payudara adanya
benjolan/massa di payudara, terasa nyeri, dan terjadi pembesaran yang abnormal.
Deteksi dini kanker payudara dapat dikembangkan metode pemeriksaan payudara
sendiri, pemeriksaan payudara secara klinis, pemeriksaan mamografi,
pemeriksaan USG. Sedangkan diagnosis kanker payudara dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan klinik, radiologi, dan pemeriksaan histologi/sitologi.
















46
DAFTAR PUSTAKA

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.
Medika; Januari 2000. Jakarta.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD.
8. Towsend M, et al. The Breast. In: Sabiston textbook of Surgery. United
State of America: Elsivier; 2008.
9. Czerniecki BJ. Penn Surgery. University of Pennsylvania. 2012. Diunduh
dari, http://www.uphs.upenn.edu/surgery/Labs/Czerniecki/members.html,
2 Juli 2014.

You might also like