You are on page 1of 9

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Urinary System

Tugas Mandiri
BLADDER TRAINING


Kelompok 3
Disusun oleh:
Adelaien Ratih K.
125070207131004
K3LN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh. Berkemih terjadi sewaktu sfincter
uretra internal dan eksternal di dasar kandung kemih berelaksasi (Gibson,2002). Individu
dapat mengalami gangguan dalam berkemih karena adanya sumbatan atau
ketidakmampuan sfincter uretra untuk berelaksasi, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk
dapat mengeluarkan urin dari kandung kemih, seperti pemasangan kateter. Salah satu
contoh penyakit pada saluran kemih yaitu inkontinensia, dimana terjadi kondisi otot
detrusor yang mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak menahan urinnya,
sehingga terjadi komplikasi gangguan fungsi perkemihan. Untuk itu perlu dilakukan bladder
training sebelum melepas kateter urinari agar dapat melatih otot spincter untuk perkemihan
yang optimal setelah terlepas kateternya (Smeltzer & Bare,2001).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan dapat memahami tentang bladder training dan
kegunannya
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian, tujuan, indikasi beserta kontraindikasi, dan
prosedur dari bladder training

BAB II
TEORI DAN KONSEP
A. Definisi Bladder Training
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik
(potter & perry, 2005). Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara
terapi nonfarmakologi.
Pengendalian kandung kemih dan sfingter dilakukan agar terjadi pengeluaran urin
secara kontinen. Latihan kandung kemih harus dimulai dahulu untuk mengembangkan tonus
kandung kemih saat mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu
lama, dengan tindakan ini bisa mencegah retensi (Smeltzer, 2001). Bladder training
merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih kembali kandung kemih ke pola
berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran urin.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk menangani inkontinensia urin
dengan cara mengambalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan
normal atau ke fungsi optimal (Australian Goverment, Departement of Health And
Ageing,2003). Ditambahkan oleh pendapat Hickey (2003)bahwa dengan bladder training
pasien dibantu untuk belajar menahan atau menghambat sensasi urgency, dan berkemih
sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Bladder training umumnya digunakan untuk mengatasi stress incontinence, urge
incontinence dan mixed incontinence. cara melakukannya yaitu saat ada rangsangan ingin
berkemih cobalah untuk mulai menahan urin selama 5 menit, bila mampu menahan selama
5 menit tingkatkan sampai 10 menit dan seterusnya sehingga jarak berkemih 2-3 jam.
Lakukan bladder training 3-12 minggu (Ford Martin, 2002)
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda untuk
berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan dengan
mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000).
Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap
beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan
menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terii urin dan otot detrusor berkontraksi,
sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya
(Smeltzer, 2001).

B. Tujuan Bladder Training
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan
berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang,
hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat
menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien pasca bedah yang di pasang
kateter (Suharyanto,2008).
Karon(2005) menyatakan tujuan dilakukan bladder training yaitu Membantu
mendapat pola berkemih yang rutin, Mengembangkan tonus otot kandung kemih,
Memperpanjang interval waktu berkemih, Meningkatkan kapasitas kandung kemih. Tujuan
dari bladder training adalah untuk meningkatkan jumlah waktu pengosongan kandung
kemih, secara nyaman tanpa adanya urgensi, atau inkontinensia atau kebocoran
Menururt Siti Maryam (2008), tujuan dari bladder training adalah:
1. Untuk melatih seseorang mengembalikan kontrol miksi (kemampuan berkemih) dalam
rentang waktu 2-4 jam
2. Agar klien dapat menahan kencing dalamwaktu yang lama
3. Mempertahankan klien tetap dalam kondisi kering
4. Mencegah inkontinensia urgensi
5. Memberikan rasa nyaman

C. Indikasi Bladder Training
Bladder Training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urin, pada
pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung
kemih terganggu (Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien yang
- menggunakan kateter yang lama
- pasien yang mengalami inkontinensia urin
- klien yang akan di lakukan pelepasan dower kateter
- pada klien post operasi.

D. Kontraindikasi Bladder Training
- Sistitis berat
- Pielonefritis
- Gangguan/kelainan uretra
- Hidronefrosis
- Vesicourethral reflux
- Batu traktus urinarius
- Penderita tidak kooperatif

E. Prosedur Bladder Training
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan antara lain :
a. Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
b. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab
Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam waktu yang
sama.
2. Penyuluhan
Memberikan pengertian kepada klien tentang tata cara latihan bladder training yang
baik, manfaat yang akan di capai dan kerugian jika tidak melaksanakan bladder training
dengan baik.
3. Tahapan Bladder Training
a. Persiapan alat :
- Jam
- Air minum dalam tempatnya
- Obat diuretic jika diperlukan
b. Persiapan pasien
- Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut
- Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien
4. Langkah-langkah :
- Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2-3 jam
sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali pada malam hari.
- Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal untuk
berkemih.
- Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika rangsangan
berkemihnya tidak dapat di tahan.
- Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang telah
ditentukan 2-3 jam sekali
- 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan, mintalah
klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul.
- Latihan
4.1 Latihan I
a. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
b. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih kemudian
memulainya kembali.
c. Praktikan setiap kali berkemih
4.2 Latihan II
a. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
b. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus
4.3 Latihan III
a. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
b. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
c. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
4.4 Latihan IV
a. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di tekuk)
kepada klien
5. Evaluasi
a. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali
b. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belim optimal atau terdapat
gangguan :
1. Maka metode diatas dapat di tunjang dengan metode rangsangan dari eksternal
misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian dalam
2. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan kandung
kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas dalam.
3. Menghindari minuman yang mengandung kafein.
4. Minum obat diuretic yang telah diprogramkan atau cairan untuk meningkatkan
diuretic.
E.1 Prosedur kerja dalam melakukan bladder training menurut Suharyanto (2008) yaitu :
a. Lakukan cuci tangan.
b. Mengucapkan salam
c. jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien.
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai ruangan.
e. Atur posisi pasien yaitu dengan posisi dorsal recumbent
f. Pakai sarung tangan disposibel
g. Lakukan pengukuran volume urin pada kantong urin.
h. Kosongkan kantong urin.
i. Klem selang kateter sesuai dengan program selama 1 jam yang memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi, supaya meningkatkan
volume urin residual.
j. Anjurkan klien minum (200-250 cc).
k. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam.
l. Buka klem dan biarkan urin mengalir keluar.
m. Lihat kemampuan berkemih klien
n. Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua peralatan





BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik.
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi nonfarmakologi.
Latihan kandung kemih harus dimulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih
saat mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan
tindakan ini bisa mencegah retensi. Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi
diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem
kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali.

B. Saran
Dengan bladder training ini diharapkan manusia dapat melakukan sendiri bladder
training untuk melatih tonus kandung kemihnya sehingga dapat berfungsi dengan optimal
dan dapat terhindar dari retensi serta dapat mengatasi masalah inkontinensia.

DAFTAR PUSTAKA
Japardi, I. 2002. Manifestasi neurologis gangguan miksi. Online. Tersedia http://www.bedah_
iskandar japardi21.htm Diakses 3 Juni 2014
Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses dan praktik
(ed.4). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddarth (ed.
8). Jakarta : EGC
Gibson J., 2002. Fisiologi dan Anatomi Moderen Untuk Perawat. Edisi ke 2 , Jakarta : EGC
Australian Government. 2003. Departement of Health and Aging, Bladder training 2 , Tersedia
http://www.health.gov.au. Diakses 3 Juni 2014
Hickey, J.V. 2003. The clinical practice : neurological and neurosurgicalnursing. 5
th
edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Ford-Martin, P.G. 2002. Urinary incontinence health article. Tersedia:
http://www.healthline.com/adamcontent/urge-incontinence/2 Diakses 3 Juni 2014
Hariyati, Tutik S. 2000. Hubungan antara bladder retraining dengan proses pemulihan inkontinensia
urin pada pasien stoke. Tersedia
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76387&lokasi=lokal Diakses 3
Juni 2014
Suryahanto, T. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan. Jakarta:
Trans Info Media
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

You might also like