You are on page 1of 19

MAKALAH BAHASA INDONESIA

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Oleh:

1. Guge Faizal Rahman Bastari (18)


2. Hanif Ilmawan (21)
3. Rofik Susetyo Nugroho (35)
4. Saktiyan Abiyanto (37)
5. Tegar Okta Yogana (39)

KELAS XI IA 7
SMA NEGERI 1 PURWOKERTO
TAHUN AJARAN 2008/2009

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peradaban manusia semakin maju. Hal itu dapat kita lihat pada semua
sektor kehidupan. Fleksibilitas juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang semakin banyak. Salah satu jawaban yang mampu untuk
menjawab kebutuhan manusia yang ada adalah Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah teknologi yang
erat kaitannya dengan barang-barang elektronika.
Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah tumpuan utama dalam
menghadapi era globalisasi. Semua urusan dapat dengan mudah dan cepat
diselesaikan dengan adanya TIK. Teknologi Informasi dan Komunikasi
merupakan suatu hal yang amat penting bagi negara-negara yang ada di
dunia, khususnya negara-negara maju. Semua negara maju bersaing untuk
mengembangkan dan berinovasi terus menerus dalam bidang TIK.
Indonesia sebagai negara berkembang sementara ini belum mampu bersaing
dengan negara-negara maju di dunia dalam hal TIK, akan tetapi setidaknya
Indonesia telah menggunakan TIK.
Indonesia saat ini telah mulai mengembangkan Kegiatan Belajar
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Secara ringkas hal itu dapat
diartikan bahwa semua kegiatan belajar didasarkan pada teknologi informasi
dan komunikasi, atau dengan kata lain dalam belajar kita diharapkan mampu
menggunakan TIK secara maksimal untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar. Konsekuensi dari hal tersebut adalah diikutsertakannya TIK
sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan ditingkat SMP dan SMA,
bahkan ditingkat SD. Dengan adanya mapel TIK pada setiap jenjang
pendidikan, diharapkan semua siswa mampu menguasai paling tidak tingkat
dasar dari TIK itu sendiri. Guru sebagai pembimbing juga harus menguasai
TIK dengan lebih baik. Apabila semua komponen yang ada dalam system
pendidikan saling bekerja sama dengan solid bukan tidak mungkin suatu
saat Indonesia akan menjadi negara maju dalam hal TIK.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK
ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke
penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas
ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5)

3
dari waktu siklus ke waktu nyata. Dari kutipan pendapat tadi, jelas
tergambar bahwa apabila pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi benar-benar terwujud maka proses belajar mengajar tidak lagi
dibatasi oleh ruang dan waktu. Kapan saja dan dimana saja kita dapat
belajar. Banyak media yang telah tersedia untuk mewujudkan pembelajaran
berbasis teknologi informasi dan kominikasi, antara lain : komputer, laptop,
LCD, hotspot area, internet, dll. Tinggal pandai-pandainya kita
memanfaatkan semua perangkat TIK yang ada.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Kemajuan zaman selalu diiringi dengan kemajuan teknologi dalam


berbagai bidang. Tidak terkecuali kemajuan dalam bidang informasi dan
teknologi. Inovasi-inovasi baru selalu muncul untuk mempermudah manusia
dalam berkomunikasi.
Dalam era globalisasi, penguasaan teknologi dalam bidang informasi dan
komunikasi praktis menjadi suatu hal yang wajib dimiliki oleh suatu bangsa.
Bisa dikatakan, salah satu indikator kemajuan suatu bangsa adalah
kemampuan masyarakatnya menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kita bisa melihat negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Jepang. Di sana, internet merupakan hal yang sangat biasa. Internet bukan
lagi menjadi barang mewah yang dimiliki hanya oleh masyarakat
berpenghasilan menengah ke atas dan berpendidikan tinggi. Bandingkan
dengan Indonesia. Masih banyak masyarakatnya yang tidak mengenal
internet.
Sebenarnya, teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya melulu
soal internet. Kemampuan menggunakan komputer, misalnya dalam
penggunaan program pengolah kata, pengolah data, desain grafis, dan
sebagainya, juga harus dimiliki masyarakat. Hal ini perlu karena dapat
meningkatkan efektifitas kerja, produktivitas kerja, dan lain-lain.
Seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan komputer
dan internet tentunya akan memiliki nilai plus dalam persaingan kerja.
Bagaimana tidak? Dengan internet, orang tersebut akan memiliki wawasan
yang luas. Kemudian dengan komputer, orang tersebut akan mampu
mempresentasikan gagasan-gagasan miliknya dengan lebih jelas dan mudah
ditangkap.
Namun, di Indonesia belum terlihat adanya hal-hal seperti itu. Memang,
ada segelintir orang yang telah memiliki kemampuan tersebut. Sayangnya,

4
mereka adalah orang-orang bernasib mujur yang berekonomi tinggi dan
berpendidikan tinggi. Tentu saja ini akan menyebabkan kesenjangan sosial
di antara masyarakat jika dibiarkan terlalu lama.
Masalah utama akhirnya jatuh pada generasi muda. Generasi muda
adalah penerima tongkat estafet dalam usaha untuk memajukan negara.
Sudah barang tentu mereka harus dipersiapkan untuk menghadapi era
globalisasi. Jika tidak, bangsa ini akan selalu terpuruk dan hanya menjadi
negara konsumen, bukan sebagai produsen.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Sekarang, mari kita bersama-sama melihat negara kita tercinta,


Indonesia. Dengan populasi 234 juta jiwa (perkiraan pada bulan Juli 2007),
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Namun,
ironis sekali melihat kenyataan bahwa kemampuan masyarakat dalam
menggunakan komputer dan internet masih begitu rendah.
Generasi muda yang kabarnya adalah para penerus bangsa sudah
sepantasnya mulai melakukan berbagai tindakan. Salah satu hal yang paling
mudah adalah menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Minimal, dasar-dasar teknologi informasi dan komunikasi dapat dikuasai.
Sarana terbaik untuk hal tersebut adalah sekolah. Namun, bagaimana
mungkin generasi muda mampu menguasai teknologi informasi dan
komunikasi dengan baik jika di Indonesia sendiri belum ada kegiatan belajar
mengajar yang berbasis TIK?

1.4 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

1. Membuka wawasan semua elemen pendidikan tentang pentingnya


Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Memacu semangat guru dan siswa untuk lebih jauh mempelajari
TIK.
3. Mengembangkan sistem pendidikan yang lebih inovatif dan kreatif
dengan pemanfaatan TIK di dalamnya.
4. Memejukan sistem pendidikan di Indonesia agar tidak tertinggal
dengan negara lain.
5. Membentuk sunber daya manusia yang berkualitas dan mampu
bersaing dalam era global.

5
BAB II
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI

2.1 MAKNA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR BERBASIS


TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berbasis Teknologi Informasi dan


Komunikasi (TIK) yaitu mengintegrasikan atau mengkombinasikan TIK ke
dalam KBM.
Sebenarnya, UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam
pembelajaran ke dalam empat tahap sebagai berikut:

► Tahap emerging, yaitu baru menyadari akan pentingnya TIK untuk


pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya.
► Tahap applying, yaitu satu langkah lebih maju dimana TIK telah
dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran).
► Pada tahap integrating, yaitu TIK telah diintegrasikan ke dalam
kurikulum (pembelajaran).
► Tahap transforming yaitu merupakan tahap yang paling ideal dimana
TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK
diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran
(instructional purpose) maupun untuk administrasi (administrational
purpose). Tahap ini merupakan tahap Kegiatan Belajar Mengajar
berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang penulis harapkan.

Beberapa manfaat penerapan TIK bagi bidang pendidikan di Indonesia


adalah:

1. Kemudahan mengakses perpustakaan dunia maya,


2. Akses Pakar,
3. Beberapa kegiatan sekolah dilakukan secara online bila memungkinkan,
4. Tersedianya layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan,
5. Tersedianya fasilitas mesin pencari data,
6. Tersedianya fasilitas diskusi,

6
7. Tersedianya fasilitas direktori alumni dan sekolah,
8. Tersedianya fasilitas kerjasama,
9. Memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar jarak jauh (E-
Learning),
10. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi,
11. Menciptakan generasi penerus yang unggul dalam bidang TIK.

Sebagai media pendidikan komunikasi dilakukan dengan menggunakan


media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan
tatap muka tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media-media
tersebut.
Dengan adanya teknologi informasi sekarang ini guru dapat memberikan
layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula
siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai
sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan
komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya
apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses
pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet, Disebut juga
dengan e-learning.
Layanan pendidikan lain yang bisa dilaksanakan melalui sarana internet
yaitu dengan menyediakan materi kuliah secara online dan materi kuliah
tersebut dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan.
Pihak yang berperan dalam mewujudkan KBM berbasis TIK yaitu:

A. SEKOLAH
Banyak sekolah sudah mulai menampilkan fasilitas TIK sebagai nilai
jual. Hal-hal pendukung yang diperlukan untuk terwujudnya KBM
berbasis TIK yaitu:

a. Menjelaskan kepada seluruh staff mengenai keterampilan apa yang


harus dimilikisiswa dalam menghadap abad 21.
b. Pelatihan yang berkelanjutan, serahkan pada pihak guru TIK sebagai
orang yang akan melatih guru-guru yang lain
c. Dalam forum rapat atau evaluasi program, sempatkan adakan forum
TIK . Sebuah ajang untuk berbagi kisah, keluh, dan kesah dalam
penggunaan TIK.

B. GURU
Guru kelas sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan siswa
mempunyai peran penting dalam pengintegrasian TIK. Guru kelas bisa

7
menjadi contoh langsung atau role model bagi penggunaan perangkat
TIK di sekolah. Inisiatif guru kelas untuk sering-sering berkonsultasi
dengan guru TIK juga diperlukan. Dengan demikian guru TIK bisa
membantu mewujudkan apa keinginan dari guru kelas dalam kaitannya
dengan integrasi TIK ke dalam KBM. Selain itu, Guru TIK selayaknya
mempunyai jam khusus setelah pulang sekolah secara rutin untuk
melatih keterampilan serta menjadi teman dialog untuk semua guru
kelas.
Untuk menciptakan proses integrasi TIK di dalam pembelajaran,
maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa harus memahami 9
(sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran yang terdiri atas
prinsip-prinsip:

[1] Aktif: memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya


proses belajar yang menarik dan bermakna.
[2] Konstruktif: memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide
baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk
memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini
ada dalam benaknya.
[3] Kolaboratif: memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau
komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman,
menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
[4] Antusiastik: memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias
berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
[5] Dialogis: memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan
suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan
dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
[6] Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses
belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based
atau case-based learning”
[7] Reflektif: memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia
pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian
dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al
(2001)).
[8] Multisensory: memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan
untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual,
maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
[9] High order thinking skills training: memungkinkan untuk melatih

8
kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving,
pengambilan keputusan, dll.).
Dengan terwujudnya kegiatan belajar mengajar berbasis teknologi
informasi dan komunikasi, peran guru dan siswa dalam pembelajaran
akan berubah. Peran guru akan berubah dari: (1) sebagai penyampai
pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala
jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator,
navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan
mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak
memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap
siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam
pembelajaran akan mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima
informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses
pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi
menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai
aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif
dengan siswa lain. Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat
pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat
digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan Berpusat pada guru Berpusat pada siswa


Aktivitas kelas Guru sebagai sentral dan Siswa sebagai sentral dan
bersifat didaktis bersifat interaktif
Peran guru Menyampaikan fakta-fakta, Kolaboratif, kadang-kadang
guru sebagai akhli siswa sebagai akhli
Penekanan pengajaran Mengingat fakta-fakta Hubungan antara informasi
dan temuan
Konsep pengetahuan Akumujlasi fakta secara Transformasi fakta-fakta
kuantitas
Penampilan keberhasilan Penilaian acuan norma Kuantitas pemahaman ,
penilaian acuan patokan
Penilaian Soal-soal pilihan berganda Protofolio, pemecahan
masalah, dan penampilan
Penggunaan teknologi Latihan dan praktek Komunikasi, akses,
kolaborasi, ekspresi

2.2 SYARAT TERLAKSANANYA KBM BERBASIS TIK

Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu


pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu:
(1) Siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan
internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru,

9
(2) Harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural
bagi siswa dan guru, dan
(3) Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan
alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar
mencaqpai standar akademik.
(4) Kesadaran semua warga sekolah akan pentingnya TIK juga harus
dibentuk. Secanggih apapun sarana yang ada, tak akan berarti tanpa hal
tersebut.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi


pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar
kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa
sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai:
(1) sesuatu yang sulit dan berat,
(2) upaya mengisi kekurangan siswa,
(3) satu proses transfer dan penerimaan informasi,
(4) proses individual atau soliter,
(5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada
satuan-satuan kecil dan terisolasi,
(6) suatu proses linear.

Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan


mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:

(1) proses alami,


(2) proses sosial,
(3) proses aktif dan pasif,
(4) proses linear dan atau tidak linear,
(5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual,
(6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan
kulktur siswa,
(7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan
pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.

Kehadiran TI pada saat ini sudah tidak mungkin dihindari lagi. Oleh
karena itu, diperlukan kesiapan untuk menerima TI, dan kemampuan untuk
memanfaatkanya seoptimal mungkin. Untuk dapat memanfaatkan TI dalam
pembelajaram secara optimal, diperlukan hal - hal berikut:

(1) Visi Pembelajaran - yang menjelaskan bagaimana pembelajaran


seharusnya: karakteristik, proses dan paradigmanya - di masa
mendatang. TI mcmbawa peruhahan dalam berbagai aspek

10
pembelajaran, termasuk paradigma pernbelajarannya. Apakah
pembelajaran tetap berfokus pada materi dan tenaga pengajar Ataukah
pembelajaran yang diinginkan adalah yang berfokus pada siswa atau
kompetensi? Apakah pembelajaran akan memiliki sifat fleksibel, dari
sisi peserta pembelajaran serta akses? Apakah pembela.jaran
dipersepsikan memerlukan TI? Dalam hal ini, perlu ada kejelasan isi
pembelajaran yang memamfaatkan TI, sehingga TI dapat dimanfaatkan
dengan optimal.
(2) Realokasi sumber daya - hal ini sangat penting karena dari waktu ke
waktu penerimaan setiap lembaga pendidikan relatif tidak meningkat.
Untuk memanfaatkan TI, yang memiliki initial cost yang sangat timggi,
diperlukan keberanian pimpinan Lembaga pendidikan untuk
mereloalokasikan sumber daya sesuai dengan prioritas yang ditentukan.
Alokasi sumberdaya ini dapat dibuat secara bertahap dan sistematis.
(3) Strategi implementasi - Sesuai dengan alokasi sumberdaya yang dibuat
bertahap, maka strategi implementasi pun perlu dilakukan secara
bertahap dan sistematik. Pentahapan ini menjamin bahwa langkah yang
dilakukan tidak terlalu besar sehingga dapat memutarbalikkan tradisi
pembelajaran yang sekarang sudah bcrjalan dan banyak orang sudah
merasa nyaman dengan hal itu. Pentahapan juga dapat memberikan
gambaran tentang keuntungan dari pemanfaatun TI, contoh keberhasilan
pemanfaatan TI yang kemudian dapat dimamfaatkan kepada kasus-kasus
lainnya, serta nilai tambah yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan TI
(misalnya, keterampilan tenaga pengajar, siswa)
(4) Infrastruktur - sarana dan prasarana menjadi sangat penting dalam upaya
pemanfaaran TI dalam pembela’jaran. Pemanfaatan TI sangat
bergantung pada kehadiran perangkat keras pendukung, perangkat lunak,
jaringan, serta sumberdaya manusia yang dapat mendukung. Jika salah
satu tidak tersedia, maka pemanfaatan TI tidak akan optimal.
(5) Akses siswa kepada TI - walaupun pemanfaatan sudah dirancang dengan
sistematis dan cermat, jika siswa tidak atau belum memiliki akses
terhadap TI, maka pemanfaatan TI akan menjadi beban semata. Jika
memungkinkan, institusi pendidikan dapat menyediakan TI yang dapat
diakses oleh siswa atau institusi pendidikan dapat menjamin bahwa
siswa dapat mengakses TImisalnya melalui penyediaan daftar warnet,
computer and internet rental.
(6) Kesiapan tenaga pengajar - pembelajaran merupakan proses untuk
knowledge prodtion knowleg transmission, dan knowledge application.

11
Sementara itu, TI adalah alat yang dapat mempermudah dan
mempercepat terjadinya proses tersebut. Tenaga pengajar perlu memiliki
sikap dan pengetahuan yang jelas tentang hal tersebut, sehingga tidak
menjadikan TI sebagai pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu,
persiapan tenaga pengajar dimulai dari tahap penyadaran, sampai tahap
adopsi dan pemanfaatan perlu dilakukan, melalui berbagai cara, seperli
pelatihan, learning by doing, sekolah lanjut. Kesiapan tenaga pengajar
meliputi computer., and intenet literacy, pengetahuan teknis dan
operasional komputer dan internet, keterarnpilan merancang
pembelajaran berhasis TI keterampilan memproduksi pembelajaran
berbasis TI, serta keterampilan mengintegrasikan TI dalam sistem
pembelajaran secara umum. Institusi pendidikan perlu melakukan
penataan tentang penghargaan bagi tenaga pengajar yang telah mulai
berpartisipasi dalarn pemanfaatan TI, sebagai salah satu bentuk motivasi
ekstemal.
(7) Kendali mutu dan penjaminan mutu - Inisiasi pembelajaran berbasis TI
perlu disikapi sebagai proyek pengembangan kualitas pembelajaran.
Dalam hal ini, perencanaan secara konseptual maupun operasional
merupakan syarat yang tidak dapat ditawar. Pemantauan inisiasi selama
dilaksanakan juga merupakan mekanisme pengendalian mutu yang tidak
dapat dihindarkan , kemudian evaluasi keberhasilan (cost-efftctiveness
dan cost efficiency) menjadi mata rantai akhir untuk menentukan
sejauhmana pembelajaran berbasis TI dapat memberikan hasil yang
optimal. Perlu diyakinkan bahwa pembelajaran berbasis TI akan
memberikan hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan, bukannya berkurang atau menyimpang.

Kolaborasi dan konsorsiurn - pembelajaran berbasis TI tidak mungkin


untuk berdiri sendiri. Kolaborasi dan pengembangan jejaring keahlian
merupakan landasan dasar dari keberhasilan pembelajaran berbasis TI.
Artinya, dituntut kerjasama dari berbagai pihak dalam beragam peran untuk
dapat mengembangkan pembelajaran berbasis T1, melaksanakannya, serta
mengevaluasi serta merevisi untuk kemudian meningkatkan kualitasnya.
Strategi tersebut memerlukan perencanaan dan juga sumberdaya yang tidak
sedikit. Apakah kita mampu dan mau melakukan semua itu? Menurut
Machiavelli dalam bukunya The Prince: “There is nothing more difficu/t to
plan, more doubful of success, nor more dangerous to manage than the
creation of a new order of things”. Jika memang kita perlu berubah , maka
kita dapat melakukanyya.

12
2.3 HAMBATAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DI INDONESIA

Jika memang TIK dan Internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin
kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang
menyebabkan TIK dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin.
Penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan infrastruktur dan sarana
prasarana telekomunikasi. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga
masih mahal. Kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses
transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat
hukumnya yang mengaturnya. Serta apakah infrastruktur hukum yang
melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk
menampung perkembangan baru berupa penerapan TIK untuk pendidikan
ini.
Ada beberapa hambatan yang juga perlu digaris bawahi berkaitan
dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Hambatan-hambatan tersebut
diantaranya yaitu 1) penolakan/keengganan untuk berubah (resistancy to
change) khususnya dari policy maker (kepala sekolah dan guru); 2) kesiapan
SDM (ICT literacy dan kompetensi guru); 3) ketersedian fasilitas TIK; 4)
ketersediaan bahan belajar berbasis aneka sumber; dan 5) keberlangsungan
(sustainability) karena keterbatasan dana.
Penolakan atau keengganan untuk berubah, khususnya dari para pembuat
kebijakan sekolah dan guru merupakan hal yang wajar mengingat TIK
masih dapat dikatakan sebagai suatu inovasi (hal baru). Sikap para
pengambil kebijakan atau guru terhadap TIK sebagian besar yang masih
rendah itu disebabkan karena kurangnya pengetahuan terhadap TIK dan
peran pentingnya bagi pembelajaran. Disamping itu, sikap
keengganan/penolakan inipun didukung oleh karena redahnya melek
teknologi (ICT literacy). Sehingga, kesiapan guru dan kompetensi guru
untuk memanfaatkan TIK dalam pembelajaran menjadi lemah.
Harapan kita bersama hal ini dapat diatasi sejalan dengan perkembangan
telekomunikasi yang semakin canggih dan semakin murah. Penetrasi
komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Untuk itu perlu dipikirkan akses
ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Penggunaan Internet
devices lain seperti Internet TV diharapkan dapat menolong. Sementara itu
tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di
kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet.

13
Isi atau content yang berbahasa Indonesia masih langka. Hal ini
merupakan masalah yang cukup serius. Perlu kita upayakan kegiatan-
kegiatan atau inisiatif untuk memperkaya materi yang ditujukan kepada
siswa Indonesia. Proses ini harus dilakukan secara sadar dan proaktif.

2.4 PENERAPAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
Berikut ini ialah sampel-sampel dari luar negeri hasil revolusi dari
sistem pendidikan yang berhasil memanfaatkan Teknologi Informasi untuk
menunjang proses pembelajaran mereka:

1. SD River Oaks di Oaksville, Ontario, Kanada, merupakan contoh


tentang apa yang bakal terjadi di sekolah. SD ini dibangun dengan visi
khusus: sekolah harus bisa membuat murid memasuki era informasi
instan dengan penuh keyakinan. Setiap murid di setiap kelas
berkesempatan untuk berhubungan dengan seluruh jaringan komputer
sekolah. CD-ROM adalah fakta tentang kehidupan. Sekolah ini bahkan
tidak memiiki ensiklopedia dalam bentuk cetakan. Di seluruh
perpustakaan, referensinya disimpan di dalam disket video interktif dan
CD-ROM-bisa langsung diakses oleh siapa saja, dan dalam berbagai
bentuk: sehingga gambar dan fakta bisa dikombinasikan sebelum
dicetak;foto bisa digabungkan dengan informasi.
2. SMU Lester B. Pearson di Kanada merupakan model lain dari era
komputer ini. Sekolah ini memiliki 300 komputer untuk 1200 murid.
Dan sekolah ini memiliki angka putus sekolah yang terendah di Kanada:
4% dibandingkan rata-rata nasional sebesar 30%
3. Prestasi lebih spektakuler ditunjukkan oleh SMP Christopher Columbus
di Union City, New Jersey. Di akhir 1980-an, nilai ujian sekolah ini
begitu rendah, dan jumlah murid absen dan putus sekolah begitu tinggi
hingga negara bagian memutuskan untuk mengambil alih. Lebih dari
99% murid berasal dari keluarga yang menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua.

Bell Atlantic- Sebuah perusahaan telepon di daerah itu membantu


menyediakan komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah murid
dengan ruang kelas, guru, dan administrator sekolah. Semuanya
dihubungkan ke Internet, dan para guru dilatih menggunakan komputer
pribadi. Sebagai gantinya, para guru mengadakan kursus pelatihan akhir
minggu bagi orangtua.

14
Dalam tempo dua tahun, baik angka putus sekolah maupun murid absen
menurun ke titik nol. Nilai ujian-standar murid meningkat hampir 3 kali
lebih tinggi dari rata-rata sekolah seantero New Jersey.
Apabila kegiatan belajar mengajar berbasis teknologi informasi dan
komunikasi tingkat tinggi semacam ini dapat diterapkan di Indonesia, tentu
Indonesia akan menjadi negara yang sangat maju dalam bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Namun untuk saat ini, Indonesia masih dalam
perjalanan untuk menggapainya.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat
melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut
siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau
ketinggalan zaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya
proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan
komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan
20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema “Asia in
the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan
perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti
ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb.
Termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi
kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan
disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting:The Mind
Starts at School”. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di
era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas
seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di
mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di
depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber
classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan
aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola
belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif
melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan
melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet
untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan
melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh
pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum
dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak
dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga
memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju

15
berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam
situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai
dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.

2.5 LANGKAH PENERAPAN

Sebagai sumbang saran, dalam rangka mengintegrasikan TIK ke dalam


proses pembelajaran (kelas), penulis merekomendasikan beberapa hal
berikut untuk dipecahkan secara sistemik dan simultan:
1. Dukungan Kebijakan; sekolah mengeluarkan kebijakan untuk
mengedepankan pengintegrasian TIK untuk pembelajaran. Misalnya
melalui pencananagan visi, misi, peraturan dan rencana induk/rencana
strategis sekolah ke depan.
2. E-Leadership; Kepala sekolah dan atau beberapa guru panutan di
sekolah menyadari penuh pentingnya peran TIK untuk pembelajaran dan
berupaya untuk terus mempelajari dan menerapkannya di sekolah.
3. Penyiapan SDM; sekolah mengembangkan ICT literacy para guru dan
kompetensi guru dalam mengintegrasikan TIK kedalam pembelajaran
(termasuk berbagai strategi/metode pembelajaran yang efektif). Bila
perlu guru mengadopsi atau mengadaptasi strategi pembelajaran yang
telah terbukti efektif dan mengkomunikasikannya dengan kolega. Bila
perlu mengembangkan sendiri. Hal ini dpat dilakukan melalui pelatihan,
pengiriman mengikuti loka karya atau seminar, terlibat aktif dalam
komunitas jaringan sekolah dan lain-lain. Disamping itu, sekolah juga
harus menyiapkan tenaga teknis dalam bidang TIK untuk pembelajaran.
4. Penyiapan fasilitas; sekolah menyiapkan fasilitas yang kondusif agar
terjadinya belajar berbasis aneka sumber dengan menyiapkan beberapa
fasilitas seperti perpustakaan (cetak dan non-cetak), komputer yang
terhubung dengan LAN, koneksi internet, VCD/DVD player plus
televisi, serta komposisi ruang kelas.
5. Penyediaan software pembelajaran; penyediaan software pembelajaran
seperti buku, modul, LKS, program audio cassette, VCD/DVD, CD-
ROM interaktif, dan lain-lain dapat dilakukan dengan cara membeli
produk yang telah ada di pasar atau memproduksi sendiri.
6. Penyiapan tenaga teknis; fasilitas TIK yang ada di sekolah hendaknya
didukung oleh beberapa tenaga teknis yang memiliki keahlian atau
keterampilan dalam mengelola dan memlihara peralatan tersebut.

2.6 PENYELESAIAN DARI PEMECAHAN

16
Dari sisi seorang Guru, dunia teknologi informasi merupakan dunia yang
sullit dicerna karena keterbatasan kemampuan. Beliau-beliau ada sebelum
perkembangan internet segila ini. Ditambah rutinitas sehari-hari dalam
sekolah tentunya menjadi semakin sulit untuk sekedar berinteraksi melalui
internet. Sementara realita-nya, dunia saat ini tidak bisa lepas dari internet.
Sungguh posisinya yang sangat sulit bagi seorang Guru pada dewasa ini.
Permasalahan kurikulum yang masih belum final (selalu gonta-ganti), Gaji
guru yang relatif masih rendah. Deraan ekonomi mengharuskan seorang
Guru harus berfikir dua kali dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Rasanya tidak adil bila kita semua menuntut beliau-beliau untuk berlaku
sebagaimana mestinya secara proporsional.
Sementara kebijakan-kebijakan pendidikan indonesia selalu terkait
dengan partai politik. Dunia pendidikan hanyalah isu yang dijadikan senjata
partai politik dalam meraih tujuan golongannya. Tidak terpikir sedikitpun
dari mereka bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan indonesia secara
menyeluruh.
Sekarang sudah menjadi benang kusut yang entah dimulai dari mana
untuk mengurainya. Bila kita mengharap kualitas pendidikan menjadi lebih
baik, tentu sarana dan prasarana pendidikan juga harus yang memadai.
Demikian pula para guru yang jelas-jelas bekerja untuk mencipta generasi
bangsa kedepan, begitu sulitkah untuk mensejahterakan hidupnya mengingat
kredibilitas mereka adalah bentuk kedepan indonesia.
Salah satu konten yang cukup menyita perhatian publik akhir-akhir ini
adalah program buku murah yang dikemas di dalam aplikasi Buku Sekolah
Elektronik (BS) yang dapat diakses melalui: bse.depdiknas.go.id. BSE
merupakan langkah reformasi di bidang perbukuan dimana Depdiknas telah
membeli Hak Cipta buku-buku teks pelajaran SD, SMP, SMA, dan SMK
tersebut. Softcopy buku-buku teks pelajaran tersebut didistribusikan melalui
web BSE agar guru atau masyarakat dapat mengakses, mengunduh,
mencetak, mendistribusikan, atau menjualnya sesuai HET (Harga Eceran
Tertinggi) dimana saja dan kapan saja. Selain BSE versi Online yang dapat
diakses melalui internet, Depdiknas juga telah menyediakan dan
mendistribusikan BSE versi Offline yang dikemas di dalam cakram padat
DVD.

17
BAB III
SARAN DAN KESIMPULAN

3.1 SARAN

1. Pendidikan adalah sarana yang sangat penting sebagai tolak ukur


kemajuan suatu negara, maka pemerintah dan masyarakat harus saling
mendukung satu sama lain.
2. Pemerintah harus lebih proaktif dalam mewujudkan sistem
pendidikan berbasis TIK dengan dukungan materi dan nonmateri.
3. Masyarakat harus mau menerima perubahan sistem pendidikan
untuk memajukan kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia.

3.2 KESIMPULAN

Suatu negara akan maju dalam segala aspek ekonomi, social, budaya,
maupun pertahanan dan keamanan dengan penopang pendidikan yang
bermutu. Zaman semakin maju dan berkembang, sehingga pendidikan
berbasis TIK ini merupakan solusi cerdas untuk menciptakan Sumber Daya
Manusia yang berkualitas bagi bangsa. Untuk membangun system
pendidikan ini memang perlu waktu, maka pemerintah dan masyarakat harus
saling sinkron untuk membangun fondasi pendidikan ini secara bertahap dan
pasti agar tidak ada kendala di suatu hari.

18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://gurukreatif.wordpress.com
http://nasya.site90.com
http://polres.multiply.com
http://sudirmansmansa.wordpress.com

19

You might also like