You are on page 1of 36

6

2 BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Konsep Dasar Sistem Sistem produksi
1

Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian,
karena memproduksi dan mendistribusikan produk (barang atau jasa). Produksi
merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, mencangkup organisasi yang
bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output
dari setiap organisasi industri.
Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan
teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah)
yang sangat erat dengan teknologi, karena produksi dan teknologi saling membutuhkan.
Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang paling rendah, meningkatkan
kualitas dan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang
mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru.
Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik
serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti : keuangan, personalia,dll.
Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural
dan funsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses trenformasi nilai
tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif
dipasar.

1
Vincent Gaspers, Ekonomi Managerial Pembuatan keputusan Bisnis, Jakarta, 2004, hal. 167-168,
7


Bagan 2.1 skema sistem produksi
2.1.1 Sistem Produksi dalam Kegiatan Menhasilkan Produk yang Berupa
Barang
2

Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya produksi
(tenaga kerja, mesin, bahan baku dan biaya) yang ada. Kegiatan menghasilkan produk
yang berupa barang, terdapat tiga macam proses yaitu :
1. Proses produksi kontinyu (Intermitten Process/Discrete System)
Dimana kegiatan peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan
memperhatikan urutan-urutan kegiatan atau rauting dalam menghasilkan produk
tersebut serta arus bahan dalam proses telah distandarisai.
2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System)
Dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standar, tetapi didasarkan pada
produk yang dikerjakan,sehingga peralatan produksi yang digunakan disusundan
diatur dapat bersifat luwes (flexible) untuk dapat digunakan bagi menghasilkan
berbagai produk dan berbagai ukuran.

2
A.H. Nasution, Manajemen Industri, 2006, yogyakarta, ANDI, hal 2
8

2.1.2 Sistem Produksi Menurut Jenis Produksinya
3

Sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan produksi
agar lebih efisien, efektif, dan produktif, atau optimal. Jumlah sistem sistem produksi
yang banyak. Sistem produksi yang tepat bagi suatu industri akan sangat tergantung
pada jenis industrinya.
Berdasarkan cara pembuatan (dan masa pengerjaan), produksi dapat diklasifikan
menjadi tipe-tipe berikut :
1. Engineering To Order (ETO), yaitu bila pemesanan meminta produsen untuk
membuat produk yang dimulai dari proses perancangannya (rekayasa).
2. Make To Order (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya jika
dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item
tersebut bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan,
maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat
menyelesaikannya.
3. Assembly To Order (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-
modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu
dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Modul-modul
standar tersebut bisa dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah
pabrik mobil di mana meraka menyediakan pilihan ternmisi secara manual atau
otomatis, AC, audio, opsi-opsi interior, dan opsi-opsi mesin khusu sebagaimana
juga model bodi dan warna bodi. Komponen komponen tersebut telah
disiapkan terlebih dahulu dan akan mulai diproduksi begitu pesanan dari agen
datang.
4. Make To stock (MTS), yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan
dan ditempatkan sebagai persediaan sebelumpesanan konsumen diterima. Item
akhir tersebut baru akan dari sistem persediaan setelah persediaan setelah
pesanan konsumen diterima.
Berdasarkan ukuran jumlah produk yang dihasilkan, produksi dapat
dikelompokan menjadi :
1. Produksi proyek, biasanya jumlah unit yang diproduksi satu dengan jumlah
operasi banyak dan melibatkan banyak sumber daya.

3
A.H. Nasution, Manajemen Industri, 2006, yogyakarta, ANDI, hal 232
9

2. Produksi batch, biala jumlah unit yang diproduksi berukuran sedang,
biasanya perusahaan memproduksi banyak jenis produk.
3. Produksi massal, bila jumlah unit yang diproduksi sangat besar, jenis yang
diproduksi perusahaan umumnya lebih bsedikit dibandingkan batch.
Berdasarkan cara untuk memproduksi (berhubungan dengan pengaturan
fasilitas produksi), produksi dikelompokan menjadi :
1. Produksi flow shop,
2. Produksi fleksibel (flexsibel manfacturing systems),
3. Produksi job shop, biasanya untuk volume produksi batch.
4. Produksi kontinu, biasanya untuk volume produksi massal.
2.1.3 Perencanaan dan Pengendalian Produksi
4

Untuk mencapai efektivitas pengendalian produksi dan persediaan harus
mengenal teknik kuantitatif/perhitungannya. Tujuan dari perencanaan dan pengendalian
produksi adalah merencanakan dan mengendalikan aliaran materialke dalam, di dalam,
dan keluar pabrik sehingga keuntungan optimal yang merupakan tujuan perusahaan
yang dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan mendayakan sumber daya produksi
yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha dalam memenuhi permintaan
konsumen dam menciptakan keuntungan bagi perusahaan. yang dimaksud sumber daya
mencakup fasilitas produksi, tenaga kerja, dan bahan baku.
Kendala yang dihadapi mencakup ketersediaan sumber daya, waktu pengiriman
produk, kebijaksanaan manajemen, tenaga kerja dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
perencanaan dan pengendalian produksi mengevaluasi perkembangan permintaan
konsumen, posisi modal, kapasitas produksi, tenaga kerja dan lain sebagainya. Evaluasi
faktor faktor tersbut harus mempertimbangkan kondisi saat ini dan masa yang akan
datang.
2.1.4 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi
5

Hubungan pengendalian produksi terhadap keseluruhan organisasi manufaktur
yang terutama adalah sebagai alat pengendalian aliran informasi.Pengendalian produksi
sendiri berkaitan erat dengan fungsi fungsi di luarnya sehingga komponen di dalam

4
Hendra Kusuma, Manajemen Produksi, Jakarta, 2004, Andi
5
Hendra Kusuma, Manajemen Produksi, Jakarta, 2004,Andi
10

pengendalian produksi memiliki interaksi aliran yang sangat rumit. Harus diperhatikan
bahwa keputusan dalam satu komponen misalnya penjadwalan, akan memiliki dampak
terhadap komponen komponen yang lainnya. Sebagai contoh, satu cara untuk
mencegah keterlambatan produksi karena kekurangan bahan adalah dengan
meningkatkan persediaan bahan. Peningkatan persediaan bahan ini mungkin akan
menyederhanakan kegiatan penjadwalan tetapi mengakibatkan biaya persediaan
menjadi meningkat.
2.2 Peramalan
2.2.1 Konsep Dasar Peramalan
6

Peramalan merupakan bagian awal dari suatu proses pengambilan suatu
keputusan. Sebelum melakukan peramalan harus diketahui terlebih dahulu apa
sebenarnya persoalan dalam pengambilan keputusan itu.
Peramalan adalah pemikiran terhadap suatu besaran, misalnya permintaan
terhadap satu atau beberapa produk pada periode yang akan datang. Pada hakekatnya
peramalan hanya merupakan suatu perkiraan (guess), tetapi dengan menggunakan
teknik-teknik tertentu, maka peramalan menjadi lebih sekedar perkiraan. Peramalan
dapat dikatakan perkiraan yang ilmiah (educated guess). Setiap pengambilan keputusan
yang menyangkut keadaan di masa yang akan datang, maka pasti ada peramalan yang
melandasi pengambilan keputusan tersebut.
Dalam kegiatan produksi, peramalan dilakukan untuk menentukan jumlah
permintaan terhadap suatu produk dan merupakan langkah awal dari proses perencanaan
dan pengendalian produksi. Dalam peramalan ditetapkan jenis produk apa yang
diperlukan (what), jumlahnya (how many), dan kapan dibutuhkan (when). Tujuan
peramalan dalam kegiatan produksi adalah untuk meredam ketidakpastian, sehingga
diperoleh suatu perkiraan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Suatu perusahaan
biasanya menggunakan prosedur tiga tahap untuk sampai pada peramalan penjualan,
yaitu diawali dengan melakukan peramalan lingkungan, diikuti dengan peramalan
penjualan industri, dan diakhiri dengan peramalan penjualan perusahaan.
Peramalan lingkungan dilakukan untuk meramalkan inflasi, pengangguran,
tingkat suku bunga, kecenderungan konsumsi dan menabung, iklim investasi, belanja
pemerintah, ekspor, dan berbagai ukuran lingkungan yang penting bagi perusahaan.

6
Rosnani Gintin, Sistem Produksi, Yogyakarta, 2007, Graha Ilmu, hal 31
11

Hasil akhirnya adalah proyeksi Produk Nasional Bruto, yang digunakan bersama
indikator lingkungan lainnya untuk meramalkan penjualan industri. Kemudian,
perusahaan melakukan peramalan penjualan dengan asumsi tingkat pangsa tertentu akan
tercapai.
2.2.2 Pendefinisian Tujuan Peramalan
7

Tujuan peramalan dilihat dengan waktu :
a. Jangka pendek (Short Term)
Menentukan kuantitas dan waktu dari item dijadikan produksi. Biasanya
bersifat harian ataupun mingguan dan ditentukan oleh Low Management.
b. Jangka Menengah (Medium Term)
Menentukan kuantitas dan waktu dari kapasitas produksi. Biasanya bersifat
bulanan ataupun kuartal dan ditentukan oleh Middle Management.
c. Jangka Panjang (Long Term)
Merencanakan kuantitas dan waktu dari fasilitas produksi. Biasanya bersifat
tahunan, 5 tahun, 10 tahun, ataupun 20 tahun dan ditentukan oleh Top
Management.
2.2.3 Karakteristik Peramalan yang Baik
8

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara
lain akurasi, biaya,dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria-kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Akurasi.
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan hasil kebiasaan dan
kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan
tersebut bila terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya
terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif
kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekuranga persediaan,
sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera akibatnya perusahaan
dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga

7
Rosnani Gintin, Sistem Produksi, Yogyakarta, 2007, Graha Ilmu, hal 32
8
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 32-33
12

banyak modal yang terserap siasia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan
penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal.
2. Biaya.
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung
dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan
yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banayak
data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya ( manual atau komputerisasi),
bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan
metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi
yang ingin didapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode
yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari hukum Pareto ( Analisa
ABC ).
3. Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah
diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai
metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena
keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi.
2.2.4 Metode-Metode Peramalan
9

Secara umum metode peramalan dibagi dalam dua kategori:
1. Peramalan bersifat subyektif (kualitatif)
Peramalan ini lebih menekankan kepada keputusan-keputusan hasil diskusi,
pendapat pribadi seseorang, dan intuisi yang meskipun kelihatan kurang
ilmiah, tetapi dapat memberikan hasil yang baik.
Pada dasarnya metode kualitatif ditujukan untuk peramalan terhadap produk
baru, pasar baru, proses baru, perubahan sosial masyarakat, perubahan
teknologi, atau penyesuaian terhadap ramalan-ramalan berdasarkan metode
kuantitatif.
2. Peramalan Bersifat Obyektif (kuantitatif)
Metode ini merupakan prosedur peramalan yang mengikuti aturan-aturan
matematis dan statistik dalam menunjukkan hubungan antara permintaan

9
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu
13

dengan satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Metode ini terbagi
dua, yaitu :
a. Metode Intrinsik (time series)
Metode ini membuat peramalan hanya berdasarkan pada proyeksi
permintaan historis tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal
yang mungkin memperngaruhi besarnya permintaan. Metode ini hanya
cocok untuk peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi.
b. Metode Ekstrinsik (causal)
Metode ini mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin
dapat mempengaruhi besarnya permintaan di masa mendatang dalam
model peramalannya. Metode ini cocok untuk peramalan jangka panjang
karena dapat menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas dalam hasil
peramalannya dan dapat memprediksi titik-titik perubahan.
2.2.5 Teknik-teknik Peramalan Metode Time Series
10

2.2.5.1 Metode Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average)
Metode ini menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk
membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan di masa mendatang. Metode rata-rata
bergerak akan efektif diterapkan apabila diasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap
produk akan teteap stabil sepanjang waktu. Bentuk umum persamaan dari metode rata-
rata bergerak :


di mana :
Aktual ft = Ramalan permintaan real untuk periode t
Ft = Permintaan aktual pada periode t
M = Jumlah periode yang dipergunakan sebagai dasar
peramalan (nilai minimal m adalah 2)

10
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 40
14

2.2.5.2 Metode Rata-rata Bergerak dengan Pembobotan (Weighted Moving
Average =WMA)
Pada metode ini, setiap data diberikan bobot yang sama. Aktualnya hal ini
mustahil karena data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi karena
data tersebut merepresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Hal ini yang melahirkan
metode peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan. Secara sistematis, WMA
dapat dinyatakan sebagai berikut :


Dimana :
Aktual ft = Ramalan permintaan real untuk periode t
Ft = Permintaan aktual pada periode t
Ct = Bobot masing masing data yang dipergunakan (ct =
1 dan pemberian bobot diberikan melalui intuisi)
M = Jumlah periode yang dipergunakan sebagai dasar
peramalan (nilai minimal m adalah 2)
2.2.5.3 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing = ES)
Kelemahan teknik moving average dalam kebutuhan akan data-data masa lalu
yang cukup banyak dapat diatasi dengan teknik pemulusan eksponensial. Metode
peramalan pemulusan eksponensial bekerja hampir serupa dengan alat thermostat, di
mana apabila galat ramalan (forecast error) adalah positif, yang berarti nilai aktual
permintaan lebih tinggi dari pada nilai ramalan (A-F>0), maka model pemulusan
eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai ramalan. Sebaliknya apabila galat
ramalan (forecast error) adalah negatif, yang berarti nilai aktual permintaan lebih
rendah dari pada nilai ramalan (A-F<0), maka pemulusan eksponensial akan secara
otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses penyesuaian ini berlangsung terus menerus
kecuali galat ramalan telah mencapai nol. Kenyataan inilah yang mendorong peramal
(forecaster) lebih suka menggunakan model pemulusan eksponensial. Apabila pola
historis dari aktual permintaan bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu.
Peramalan menggunakan model pemulusan eksponensial dilakukan berdasarkan
formula sebagai berikut :


16
15

di mana :
F
t
= ramalan yang ditentukan sebelumnya (periode sekarang)
F
t-1
= ramalan untuk periode berikutnya
D
t
= Permintaan aktual (periode sekarang)
= konstanta pemulusan (smoothing constant)
2.2.5.4 Metode Pemulusan Eksponensial dengan Unsur Trend
Teknik moving average dan exponential smoothing sederhana telah dijelaskan di
depan hanya tepat bila data yang digunakan stationer. Bila data permintaan bersifat
musiman dan memiliki tren, maka dapat diselesaikan dengan salah satu metode
exponentioal smoothing yang biasa disebut dengan metode winter.
Metode winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu persamaan
untuk penyesuaian stationer, satu persamaan untuk penyesuaian tren, dan persamaan
yang lain untuk penyesuaian musiman.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemulusan eksponensial tunggal ini akan
selalu mengikuti setiap tren data yang sebenarnya, karena yang dapat dilakukan
hanyalah mengatur ramalan yang akan datang dengan suatu porsentase kesalahan yang
terakhir. Berikut ini persamaan pemulusan eksponensial dengan mempertimbangkan
trend :


di mana :
F
t
= ramalan yang ditentukan sebelumnya (periode sekarang)
T
t+1
= ramalan untuk periode berikutnya
T
t
= faktor tren periode terakhir
= bobot atau konstanta penghalus tren
2.2.5.5 Metode Regresi (regression method)
Sebelum suatu keputusan diambil, kadang perlu dilakukan suatu peramalan
(forecasting) mengenai kemungkinan atau harapan yang akan terjadi di masa depan.
Analisis regresi digunakan untuk mempelajari dan mengukur hubungan yang terjadi di
antara dua atau lebih variabel. Regresi sederhana dikaji untuk dua variabel. Regresi
16

majemuk dikaji lebih dari dua variabel.Analisis regresi, menyusun persamaan regresi
yang digunakan untuk menggambarkan pola atau fungsi hubungan antar variabel.
Persamaan garis linear :

y = a + bx b =


a = Y bx

Di mana :
y = ramalan permintaan untuk periode x
a = titik potong pada perode 0 (nol)
b = keiringan garis
x = periode (yang ingin dicari)

X =

Y =


Di mana :
n = jumlah rata-rata
X = rata-rata data X
Y = rata-rata Y

2.2.5.6 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan
11

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan
merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan
yang terjadi. Ada lima ukuran yang biasa digunakan, yaitu :
- Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyataannya. Secara sistematis MAD dirumuskan sebagai berikut :


=
n
F A
MAD
t t


11
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 34
17

di mana :
A
t
= permintaan aktual pada periode t
F
t
= peramalan permintaan pada periode t
n = jumlah periode peramalan yang terlibat

- Rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE)
MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara
matematis MSE dirumuskan sebagai berikut :


=
n
) F (A
MSE
2
t t

- Rata-rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error =MFE)
MFE sangat efektif untuk mengetahui apakan suatu hasil peramalan selama
periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. MFE dihitung dengan
menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan
membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis MFE dinyatakan
sebagai berikut :


=
n
) F (A
MFE
t t

- Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error
= MAPE)
MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti
dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan
memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara
matematis MAPE dinyatakan sebagai berikut :


|
.
|

\
|
=
t
t
t
A
F
A
n
100
MAPE
23
18

2.3 Persediaan
12

Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun perusahaan
manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha
akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat
memenuhi keinginan pelanggannya.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang industri tidak akan terlepas
dari masalah persediaan. Persentase persediaan terhadap total harta (assets) keseluruhan
dari perusahaan adalah relatif cukup tinggi. Oleh karena itu, persediaan yang ada di
perusahaan perlu dikelola sebaik-baiknya, persediaan harus direncanakan dan
dikendalikan secara efektif dan efisien. Pengadaan persediaan harus diperhatikan
karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai
akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan
kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan
menanggung resiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi disamping biaya
investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat
terganggunya kelancaran dalam proses produksinya. Oleh karenanya diharapkan terjadi
keseimbangan dalam pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal
mungkin dan dapat memperlancar jalannya proses produksi
13
.
2.3.1 Pengertian dan Tujuan Pengendalian Perseediaan
Pengertian mengenai persediaan dalam hal ini adalah sebagai suatu aktiva yang
meliputi - barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode
usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses
produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu
proses produksi. Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang
disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk
proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu
14
.
Definisi lain menyatakan bahwa pada dasarnya persediaan adalah suatu sumber
daya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud

12
Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis, 1998, Rajawali Pers.
13
Agus Ristono, Manajemen Persediaan, 2008, Graha Ilmu
14
Sofjan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, Jakarta, 2008, FE-UI, hal. 237
19

proses lebih lanjut di sini dapat berupa kegiatan produksi seperti yang dijumpai pada
sistim industri, kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada sistim distribusi ataupun
kegiatan konsumsi seperti dijumpai pada sistim rumah tangga
15

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah
tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah
untuk menjaga persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-
penghematan untuk persediaan tersebut. Dari pengertian tersebut, maka tujuan
pengelolaan tersebut adalah sebagai berikut
16
:
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat
(memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami
kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini
dikarenakan alasan:
a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit
untuk diperoleh.
b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba
perusahaan.
4. Menjaga agar pembeli yang menbeli dalam jumlah yang kecil dapat dihindari, karena
dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak menumpuk, karena akan
mengakibatkan biaya menjadi lebih besar.
Dari beberapa tujuan pengendalian di atas maka dapat dipahami bahwa tujuan
pengendalian persediaan adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan sesuai
kebutuhan. Ada dua macam kelompok bahan baku yaitu
17
:
a. Bahan baku langsung (direct material), yaitu bahan yang membentuk dan merupakan
bagian dari barang jadi yang biayanya dengan mudah bisa ditelusuri dari biaya
barang jadi tersebut. Jumlah bahan baku langsung bersifat variabel, artinya sangat
tergantung atau dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi atau perubahan
output.

15
Arman Hakim, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 113
16
Agus Ristono, Manajemen Persediaan, Yogyakarta, 2009, Graha Ilmu, hal 4
17
Agus Ristono, Manajemen Persediaan, Yogyakarta, 2009, Graha Ilmu, hal 5
20

b. Bahan baku tak langsung (indirect material), yaitu bahan baku yang dipakai dalam
proses produksi, tetapi sulit menelusuri biayanya pada setiap barang jadi.
2.3.2 Fungsi Persediaan
18

Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses
produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Lebih spesifik, persediaan
dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut :
a. Persediaan dalam Lot Size.
Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan
(replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan kecepatan
sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor penentu
persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau
pembelian dan biaya transportasi.
b. Persediaan cadangan.
Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan
permintaan konsumen biasanya disertai kesalahan peramalan. Waktu siklus
produksi (lead time) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah produksi
yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan
mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi
kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.
c. Persediaan antisipasi
Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penurun
an persediaan (supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga.
Untuk menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahan
dapat memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi
terjadinya pemogokan tenaga kerja.
d. Persediaan pipeline
Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point)
dengan aliran diantara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan
terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan
terakumulasi di tempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik

18
Rosnani Ginting, Sistem Produksi, Yogyakarta, 2007, Graha Ilmu, hal 124
21

produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan
dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu
produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat
penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut persediaan
transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan transportasi
disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi
perubahan dan harus dikendalikan.
e. Persediaan Lebih .
Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan
fisik yang terjadi.
2.3.3 Jenis Jenis Persediaan
19

Pembagian jenis persediaan dapat berdasarkan proses manufaktur yang dijalani
dan berdasarkan tujuan. Berdasarkan proses manufaktur, maka persediaan dibagi dalam
tiga kategori, yaitu.
1. Persediaan bahan baku dan penolong.
2. Persediaan bahan setengah jadi.
3. Persediaan barang jadi.
Pembagian jenis persediaan berdasarkan tujuannya, terdiri dari :
1. Persediaan pengaman (safety stock)
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persedian yang dilakukan untuk
mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila
persediaan pengaman tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, akan
terjadi kekurangan persediaan (stock out). Faktor-faktor yang menentukan safety
stock :
a. Penggunaan bahan baku rata-rata
Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama
periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata
penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya.
b. Faktor waktu atau lead time (procurement time)
Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan
bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut

19
Agus Ristono, Manajemen Persediaan, Yogyakarta, 2009, Graha Ilmu, hal 7
22

dan diterima di gudang persedian. Lamanya waktu tersebut tidaklah sama
antara satu pesanan dengan pesanan yang lain, tetapi bervariasi.
2. Persediaan antisipasi
Persediaan antisipasi disebut sebagai stabilization stock merupakan persediaan
yang dilakukan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang sudah dapat
diperkirakan sebelumnya.
3. Persediaan dalam pengiriman (transit stock) Persediaan dalam pengiriman
disebut work-in process stock adalah persediaan yang masih dalam pengiriman,
yaitu:
a. Eksternal transit stock adalah persediaan yang masih berada dalam
transportasi.
b. Internal transit stock adalah persediaan yang masih menunggu untuk
diproses atau menunggu sebelum dipindahkan.
2.3.4 Biaya-Biaya Persediaan
20

Umumnya untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan,
biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan, diantaranya :
- Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), adalah biaya
penyimpanan (holding costs atau carrying costs), terdiri atas biaya- biaya
yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya
penyimpanan merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan.
Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap,
maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit.
- Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs),
adalah, pada umumnya, biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan
potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar.
Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan,
jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini
berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah

20
Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan Aplikasi dibidang Bisnis, Jakarta, 2004, PT Grafindo
Persada, hal 16
23

pesanan yang dilakukan setiap periode dilakukan biaya yang harus dikeluarkan
setiap kali pesan.
2.4 Material Requirement Planning (MRP)
2.4.1 Definisi MRP
21

MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan
terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan Jadwal Induk Produksi atau
MPS (Master Production Scheduling), menjadi kebutuhan bersih atau NR (Net
Requirement) untuk semua item. Sstem MRP dikembangkan untuk membantu
perusahaan mankufaktur mangatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih
baik dan efisien. Selain itu, sitem MRP didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan
dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam
proses hingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini
memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang
kebutuhan dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhnyainya jadwal produksi
untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan
berdasarkan tahapan waktu (time-phase requirements planning).
2.4.2 Perbedaan Persediaan Tradisonal dengan MRP
22

Perkembangan telah mengurangi peran manajemen tredisional, karena kmoputer
mampu menangani serta mengolah informasi dalam volume yang besar dengan
kecepatan yang tinggi. Pengaruh lebih jauh dari komputer memungkinkan untuk
menyeleksi, memperbaiki atau bahkan menghilangkan beberapa teknik tradisional yang
sulit dipraktekkan.
Salah satu kesulitan dari teknik tradisional adalah menentukan tingkat
persediaan optimal untuk komponen-komponen yang mempunyai sifat saling
bergantung. Misalnya pada indutri mobil, dimana jumlah dan macamnya banyak
sekali dan kebutuhan satu bergantung pada kebutuhan yang lainnya. Jika teknik
treadional digunakan untuk menghitung persediaan tiap komponen tersebut, maka akan
dijumpai uasaha perhitungan yang berlebih dan hasilnya tidak optimal, karena
sesungguhnya permintaan komponen yang satu tergantung dari komponen lainnya.

21
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 245
22
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 246
24

Kesulitan-kesulitan yang biasa terjadi dalam pelaksanaan manajemen persediaan
tradisional telah dapat diatasi dengan sistem baru dengan bantuan komputer yang
disebut sistem MRP. Sistem MRP mampu memperbaiki metode perencanaan dan
pengotrolan persediaan dengan memperhatukan hubungan dan sifat dari barang-barang
persediaan, sehinggan berbagai asumsi yang tidak realistis yang biasanya disertakan
dalam metode persediaan tradisioanal, dapat dihilangkan. Penerapan yang baik dari
sistem MRP akan , mengurangi barang dan memperbaiki pelayanan pengiriman.
Tujuan utama dari MRP adalah merancang suatu sistem yang mampu
menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan, pesan
ulang, penjadwalan ulang). Aksi ini sekaligus merupakan pegangan untuk melakukan
pembelian atau produksi, yang merupakan keputusan baru atau merupakan perbaikan
atas keputusan yang lain,
Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama MRP yaitu :
- Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus sekali (atau material harus
tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah
direncanakan dalam Jadwal Induk Produksi.
- Pembentukan kebutuhan minimal setiap item
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk akhir, MRP dapat menentukan
secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan
minimal setiap item.
- Menentukan pelaksanaan renacana pemesanan
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus
dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik
sendiri.
- Menentukan penjadwlan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncnakan. Apabila kapasitas yang tiadak mampu memenuhi pesana yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan
indikasi untuk melakukan penjadwalan ulang (jika mungkin).
25

2.4.3 Syarat teknik MRP
23

Ada emapat syarat pada teknik MRP, yaitu :
1. Tersedianya Master Production Schedule (MPS)
2. Setiap item persediannya mempunyai identifikasi khusus.
3. Tesedianya struktur produk dan BOM (Bill of Material) pada saat perencanaan.
Struktur produk tidak perlu memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan
suatu produk (apabila itemnya sangat banyak dan prosesnya terlalu kompleks),
maka struktur produk harus mampu menggambarkan secara jelas langkah
langkah suatu produk yang dibuat, langkah tersebut dimulai dari bahan baku
sampai produk akhir .
4. Tersedianya catatan persediaan (inventory status). Status persediaan
menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam
persediaan, yang berkaitan dengan :
- Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (inventory on
hand).
- Jumlah barang yang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan tiba
(inventory on order).
- Waktu ancang ancang (lead time) dari setiap bulan.
2.4.4 Langkah-Langkah Dalam Proses MRP
24

Pada dasarnya ada empat langkah utama dalam proses MRP, yaitu :
1) Netting
Netting adalah proses perhitungan bersih yang besarnya merupakan selisih
antara kebutuhan kotor dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order
receipts) dan persediaan awal yang tersedia (begin inventory). Data yang
diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih adalah :
- Kebutuhan kotor untuk setiap periode
- Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan
- Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan
Pengertian kebutuhan kotor dalam pembahasan di sini mempunyai makna
tersendiri. Kebutuhan kotor merupakan jumlah dari produk akhir yang akan

23
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 259
24
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 260
26

dikonsumsi.
2) Lotting / Lot sizing
Lotting / Lot Sizing merupakan suatu algoritma heuristic yang mencoba untuk
mencari jumlah pesanan menentukan besarnya pesanan individu yang
optimal berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat
banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan
untuk ongkos set-up dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana
dengan menggunakan jumlah pemesanan teta atau dengan periode pemesanan
tetap.
3) Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran
lot diinginkan dengan besarnya lead time. Perlu ditegaskan di sini, pengertian
lead time adalah besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi
sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.
4) Explosion
Explosion atau kita sebut saja proses explosion proses perhitungan kebutuhan
kotor untuk tingkat item/komponen yang lebih bawah, tentu saja didasarkan
atas rencana pemesanan. Dalam proses explosion ini data mengenai dua struktur
produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah
komponen mana harus dilakukan Explosion.
2.4.5 Tujuan MRP
25

Secara umum MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1) Meminimalkan Persediaan
MRP menentukan berupa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan
disesuaikan dengan jadwal induk produksi (Master Production Schedule).
dengan menggunakan metode ini maka pengadaan (pembelian) atas komponen-
komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan
sebatas yang diperlukan saja sehinnga dapat meminimalkan biaya persediaan.


25
Hari Purnomo , Pengantar Teknik Industri, 2003, yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 107
27

2) Mengurangi resiko keterlambatan produksi atau pengiriman
MRP mengidentifikasi berapa banyaknya bahan dan komponen yang
diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan
tenggang waktu produksi maupun pengadaan atau pembelian komponen,
sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses
yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi.
3) Komitmen yang realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan
rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan
secara realistis. Hal ini dapat mendorong meningkatnya kepuasan dan
kepercayaan konsumen.
4) Meningkatkan Efisiensi
MRP juga dapat mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan,
waktu produksi, dan waktu pengiriman dapat direncanakan lebih baik sesuai
dengan jadwalinduk produksi. Ada tiga input utama dari suatu system MRP,
yaitu Master Production Schedule catatan keadaan Persediaan (Inventory
Status), dan struktur produk (Bill Of Material). Tanpa adanya ketiga input
tersebut, MRP tidak akan berfungsi dengan baik.
Metode MRP merupakan mrtode perencanaan dan pengendalian
pesanan dan iventori untuk item-item dependent demand. Berdasarkan MPS
yang diturunkan dari rencana produksi, suatu MRP mengidentifukasikan item
apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan, dan
bilamana waktu memesan item tersebut.
2.4.6 Masukan dan Keluaran MRP
26

2.4.6.1 Masukan MRP
Ada tiga masukan utama yang diperlukan dalam mekanisme MRP, yaitu jadwal
induk produksi, status persediaan, dan struktur produk.
1. Jadwal Induk Produksi (JIP)
JIP adalah suatu rencana produksi jangka pendek yang menggambarkan
hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan
waktu penyediaannya.

26
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 250
28

2. Catatan keadaan persediaan
Catatan keadaan persediaan menggambarkan keadaan dari setiap komponen
atau material yang ada dalam persediaan.
3. Struktur Produk
Yang dimaksud dengan struktur produk adalah kaitan antara produk dengan
komponen-komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap
komponen ini meliputi jenis komponen, jumlah yang dibutuhkan, dan tingkat
penyusunannya.
2.4.6.2 Keluaran MRP
Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar waktu
ancang-ancang dari setiap komponen. Waktu ancang-ancang dari suatu item yang dibeli
merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang diterima (on-hand),
sedangkan untuk produk yang dibuat dipabrik sendiri, merupakan periode antara
perintah item harus dibuat sampai dengan selesai diproses.
Ada dua tujuan yang hendak dicapai dengan adanya rencana pemesanan yaitu :
1. Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih bawah
2. Memproyeksikan kebutuhan kapasitas
Secara umum,output dari MRP adalah :
- Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus
dilakukan/direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari suplier.
- Menbeikan indikasi untuk penjadwalan ulang
- Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan
- Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan
Output dari MRP dapat pula disebut sebagai suatu aksi yang merupakan
tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.







29

Secara skematis, masukan dan keluaran MRP dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2.1 masukan dan keluaran MRP
2.4.7 Master Production Schedule (Penjadwalan Produksi Induk)
27

Master Production Schedule (Penjadwalan Produksi Induk) adalah salah satu set
rencana yang menggambarkan berapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item
pada periode tertentu. Pengunaan konsep MRP dimulai dengan pembuatan Jadwal
Induk Produksi (Master Production Schedule/MPS). Jadwal induk produksi adalah
rencana produksi jangka pendek perusahaan dalam mengahasikan produk jadi atau
produk akhir, yang akan digunakan untuk mengatur rencana produksi dan pengawasan.
Sistem ini menghasilkan jadwal produksi jangka pendek baik untuk suku cadang
maupun proses perakitannya, jadwal pembelian bahan bahan baku, jadwal pelaksanaan
produksi dan jadwal kerja karyawan.
Fungsi MPS adalah :
- Menjadwalkan jumlah tiap end item yang akan diproduksi
- Memberikan input bagi MRP (Material Requirement Planning),
- Sebagai dasar pembuatan perencanaan sumber daya (rough cut capacity
planning)
- Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman pada konsumen.


27
Vincent Gaspersz, Production Planning and Inventory Control, 2001
30

Lima input utama bagi MPS adalah :
1. Data permintaan total
Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk.
Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan
pesanan.
2. Status Iventory
Berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan
untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan pesanan produksi dan
pembelian yang dikeluarkan (released production and purchased orders) dan
firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak yang
tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3. Rencana Produksi
Memberikan sekumpulan batasan bagi MPS. MPS menentukan berapa tingkat
produksi, iventori dan sumber sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
Terdapat tiga alternatif strategi perencanaan peoduksi yaitu :
a) Level Method
b) Chase Method
c) Compromise Strategy
4. Data Perencanaan
Berkaitan dengan aturan aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, stok
pengaman (safety stock) dan waktu tunggu (lead time) dari masing masing
item biasanya tersedia dalam file induk dari item.
5. Informasi RCCP
Beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi induk
(MPS), yaitu :
a) Lingkungan manufaktur
Lingkungan manufaktur yang umum dipertimbangkan ketika akan
mendesain MPS adalah :
- Make to Stock
Produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim secara
langsung dari gudang produk akhir dan karena itu harus ada stok
sebelum pesanan pelanggan (customer order) tiba. Hal ini berarti
31

produk akhir dibuat atau diselesaikan dahuku sebelum menerima
pesanan pelanggan.
- Make to Order
Produk produk dari lingkungan make to order biasanya baru
dikerjakan atau diselesaikan setelah menarima pesanan dari
pelanggan.
- Assemble to Order
Produk-produk dari lingkungan assemble to order adalah make to
order product, di mana semua komponen (semifinished,
intermediate, subassembly, fabricated, purchased, packaging, dll)
yang digunakan dalam assembly, pengepakan atau proses akhir,
direncanakan atau dibuat labih awal, kemudian disimpan dalam stok
guna mengantisipasi pesanan pelanggan.
b) Struktur Produk (Bill Of Material-BOM) terbagi atas :
- Struktur standar
- Struktur modular
- Struktur interved
Struktur Produk (Bill Of Material-BOM)
28

- Daftar (list) dari bahan, material, atau komponen yang dibutuhkan
untuk dirakit, di campur untuk membuat produk akhir.
- Jaringan yang menggambarkan hubungan induk konponen.
- Dibutuhkan sebagai input dalam hubungan induk komponen
- Dibutuhkan sebagai input dalam perencanaan dan pengendalian
aktivitas produksi.
Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat, tetapi
menggambarkan pseudo produk atau composite product yang diciptakan untuk
memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalanng urpenjualan, mengurangi jumlah
end items, membuat proses perencanaan dan penjadwalan menjadi lebih akurat.
Planning Bills Of Material terbagi dalam dua jenis :
- Planiing Bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau
subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana item-item

28
Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi,1997,Jakarta, Gramedia
32

yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada produk akhir, yang
termasuk dalam kategori ini adalah :
o Modular bills
Keuntungan dari pengggunaan modular planning bills adalah :
1. Cocok untuk dipergunakan untuk produk yang memiliki bnyak
pilihan
2. Jumlah items yang dijadwalkan dalam MPS menjadi lebih sedikit
3. Peramalan berdasarkan moduls lebih akurat dibandingkan dengan
peramalan untuk konfigurasi spesifik.
o Inverted bills of material
Adalah suatu komponen tunggal atau bahan baku, seperti minyak, besi,
pulp, atau coklat yang dapat diubah kedalam banyak produk unik.
Perencanaan menggunakan inverted bills umumnya diterapkan dalam
industri proses (flow shop manufacturing).
- Planning bills dengan item yang dijadwalkan secara fisik lebih besar daripada
produk akhir, yang termasuk kategori ini adalah :
o Super bills of material
Secara spesifik, suatu super bill adalah single level BOM dimana parent
adalah pseudo (not real) assembly dan children adalah real end product.
o Super family of material
Untuk meningkatkan akurasi dari peramalan permintaan, banyak
perusahaan membentuk parent adalah dari produk dengan pola
permintaan serupa.nakan hnya untuk tujuan perencan
o Super modular bill of material
Merupakan kombinasi antara super bill dan modular bill. Dalam hal ini
parent adalah suatu unbuidable group of moduls yang digu nakan hnya
untuk tujuan perencanaan, sedangkan children adalah modulus yang
dapat muncul dalam produk aakhir.
c) Horizon perencanaan, waktu tunggu (product lead time)
d) Pemilihan item-item MPS


33

Dalam MPS ada 3 (tiga) jenis order, yaitu :
o Planned oerder ,adalah order yang rencananya akan di release dan dibuat
setelah mempertingkan denad-supply.
o Firm planned order, adalah order order yang direncanakan akan dibuat
diperusahaan ini tapi masih belum direlease (masih dalam order perkiraan)
o Order, adalah order yang sudah diperintahkan untuk dibuat purchase ordernya.
2.4.8 Ukuran Lot Size dalam MRP
29

Perkembangan teknik-teknik ukuran lot sebagai salah satu proses terpenting
dalam MRP dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Teknik ukuran untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
Teknik penentuan ukuran lot mana yang palin baik dan tepat bagi suatu
perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada hal-hal
sebagi berikut
- Variasi dari kebutuhan, baik dari jumlah maupun periodenya
- Lamanya horison perencanaan
- Ukuran perodenya (mingguan, bulanan, dan sebagainya)
- Perbandingan biaya pesan dari biaya unit
Hal-hal itulah yang mempengaruhi keekfektifan dan keefisienan suatu metode
dibandingkan metode lainnya. Tetapi dalam praktek yang umum, teknik
Perkembangan sekarang telah dirangsang oleh munculnya sistem perencanaan
kebutuhan material yang mengungkapkan permintaan untu barang persediaan dengan
cara rangkaian waktu ysng pasti dengan menghitung dimensi waktu untuk kebutuhan
kotor dan kebutuhan bersih. LFL sering kali menjadi pilihan . apabila ada kesulitan
yang berarti, barulah teknik yang lain dapat dipakai.
Kesulitan lainnyan dalam menentukan lot adalah untuk struktur produk yang
banyak (multilevel case) karena masih dalam tahap pengembangan. Sehingga bisa
disimpulkan, ada dua pendekatan dalam menentukan lot, yaitu period-by-period untuk
kasus one-level dan level-by-level untuk kasus multilevel. Dimana keduanya akan

29
A.H. Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, yogyakarta, 2008, Graha Ilmu, hal 268
34

mempengaruhi tingkst kesulitan MRP. berikut ini diberikan penjelasan tentang beberapa
ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
2.4.8.1 Fixed Order Quantity (FOQ)
Jumlah pesanan tetap (FOQ) ini sangat spasifik untuk menentukan persediaan
item.Penentuan besarnya lot dapat semau kita, atau dapat pula memakai intuisi atau
melalui faktor-faktor empirik atau juga sesuai dengan pengalaman pemakai.
Kebijaksanaan ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanan (ordering
cost) tinggi, dengan memenuhi kebutuhan bersih dari perode ke periode.
Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan faktor-faktor luar, seperti
peristiwa atau kejadian yang tidak akan dihitung dengan teknik-teknik algoritma untuk
ukuran lot. Beberapa keterbatasan kapasitas atau proese yang harus dipertimbangkan
antara lain batas waktu aus/rusak (die file), pengepakan, penyimpanan, dan lain
sebagainya.
Apabila teknik ini akan diterapkan dalam sistem MRP maka akibatnya besar
jumlah pesanan dapat menjadi sama atau lenih besar dari kebutuhan bersih, yang
kadang-kadang diperlukan bila ada lonjakan permintaan. Salah satu ciri jumalah periode
tetap ini adalah ukuran lot nya selalu tetap, tetapi priode pemesanannya selalu berubah.
2.4.8.2 Lot For Lot (LFL)
Teknik penetapan ukuran dengan ini dilakukan atas dasar pesanan diskrit,
disamping itu teknik dilakukan atas pasanan dasat diskrit, disamping itu juga teknik ini
merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada.
Teknik ini hampir selalu melakukan perhitungan kemabali (bersifat dinamis)
terutama sekali apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini
bertujuan untuk meminimkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos
simpan menjadi nol.oleh karena itu sering sekali digunakan untuk item-item yang
mempunyai harga/unit sangat mahal. Juga apabila dilihat dari pola kebutuhan yang
mempunyai sifat diskontinnyu atau tidak teratur, maka teknik ini sering digunakan pada
sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses
produksinya.
35

2.4.8.3 Ongkos Total Terkecil (Least Total Cost LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadaan dan
ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran pemesanan (lot size) yang ada pada suatu
horizon perencanaan dapat diminimalkan jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau
hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor yang disebut
Economic Part Period (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan
membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot yang akan
dilaksanakan. Part period adalah suatu unit yang disimpan dalam persediaan selama satu
periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila
disimpan dalam persediaan selama satu periode akan menghasilkan ongkos pengadaan
yang sama dengan ongkos simpan. EPP dihitung secara sederhana dengan membagi
ongkos pengadaan dengan ongkos simpan per unit per periode.
2.4.8.4 Penyeimbangan Periode (Part Period Balancing PPB)
Teknik PBB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC.
Perhitungan kuantitas pemesanannya juga sama. Perbedaannya terletak pada
pengalokasian pemesanan yang dilakukan dengan melihat kebutuhan bersih periode
yang ada di depan dan di belakang (look a head/look back) dari periode yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyimpanan item persediaan
dalam jumlah yang terlalu besar (cakupan periode yang terlalu panjang) dan
menghindari kuantitas pemesanan yang terlalu sedikit.
Untuk mengatasi kecenderungan proses look a head memperbesar ukuran lot, dilakukan
pengujian tambahan, yaitu jika kebutuhan bersih yang akan ditambahkan ke suatu lot
menimbulkan ongkos yang lebih besar atau sama dengan EPP proses penyesuaian, look
a head dihentikan.
Proses penyesuaian look back dilakukan hanya jika tidak mungkin melakukan
pencakupan periode tambahan sepanjang horizon perencanaan atau proses penyesuaian
look a head dikatakan gagal. Pada dasarnya, proses penyesuaian look back ini berusaha
untuk mengurangi besar ukuran lot. Untuk memperlihatkan proses penyesuaian ini,
dilakukan sedikit perubahan pada data kebutuhan bersih yang telah dipakai sebelumnya.
2.4.8.5 Wagner Whitin (WW)
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model program
dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk
seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimalkan total ongkos pengadaan
dan ongkos simpan. Pada dasarnya, teknik ini menguji semua cara pemesanan yang
mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon
perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban optimal.
36

Format yang digunakan pada sistem MRP I seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 2.1 Format Material Requirement Planning (MRP I)

Keterangan :
1. Gross Requirements adalah total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan
yang diantisipasi yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan
produksi.
2. Projected On-Hand adalah perkiraan persediaan yang ada ditangan pada suatu
periode. Apabila tidak terdapat net requirements dan planned order receipts pada
periode tersebut, maka besarnya projected on-hand pada suatu periode tersebut
adalah projected on-hand periode sebelumnya dikurangi gross requirements
periode tersebut. Sedangkan apabila terdapat net requirements dan planned order
receipts pada periode tersebut, maka projected on-hand untuk suatu periode
adalah sebesar planened order receipts periode tersebut ditambah pojected on-
hand periode sebelumnya dikurangi gross requirement periode tersebut.
3. Net Requirements adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi
dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila projected on-hand lebih besar dari
gross requiremnt, maka tidak terdapat net requirement untuk periode
tersebut. Tetapi, jika projected on-hand lebih kecil dari gross requirement, maka
net requirements adalah gross requirements dikurangi dengan jumlah projected
on-hand ditambah safety stock.
4. Planned Order Receipts adalah besar pesanan yang direncanakan akan
diterima untuk suatu periode tertentu. Besarnya planned order receipts ditentukan
berdasarkan teknik penentuan lot yang digunakan, atau lot sizing.
5. Planned Order Release adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan
pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang
tepat. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir meninggalkan
37

persediaan dan tingkat persediaan diisi dengan barang yang dipesan. Planned
order release besarnya sama dengan planned order receipts, hanya saja periode
pelaksanaannya adalah sebesar waktu sebelum rencana penerimaan pesanan,
ditentukan berdasarkan lead time, (Gaszper, 2002).
Pada dasarnya kebijakan pengendalian persediaan meliputi dua aspek yaitu
1. Pada saat kapan atau pada tingkat persediaan berapa harus dilakukan
pemesanan atau pengadaan persediaan.
2. Berapa banyak yang harus dipesan, diadakan atau diproduksi. Konsekuensi
dari kedua aspek tersebut akan menentukan tingkat persediaan pada waktu
tertentu dan rata rata tingkat persediaan (Machfud, 1999).
2.4.9 Mengenal Software WinQSB Versi 2.0
Salah satu program komputer yang dirancang untuk menyelesaikanmasalah-
masalah kuantitatif di bidang manajemen adalah WinQSB. Program inidibuat oleh
Profesor Yih-Long Chan dari Georgia Institute of Technology ,Amerika Serikat.
Program ini merupakan pengembangan dari program QSB (Quantitative System for
Business), QSB+, dan QS (Quantitative System) yangsudah banyak digunakan pada
akhir tahun 1980-an. Program WinQSB saat ini sudah sampai pada versi 2.0. Disebut
WinQSB karena merupakan perkembangan dari program QSB yang dulu berbasis
sistem operasi DOS, dan sekarang sudahdapat dijalankan pada komputer berbasis
Microsoft Windows.
Program ini mempraktekkan time series peramalan dan linear regresi. Metode
time series meliputi simple average, moving average, dengan atau tanpa trend, single
dan double exponential smoothing dengan atau tanpa trend, linear dan regresion, serta
metode peramalan yang lainnya. Program ini dapat mengolah data historis lebih dari
1000 data yang bergantung pada memori komputer. Pada program dapat menambah
atau mengurangi data historis untuk waktu yang berjalan dengan memilih
memodifikasi data asli.
38


Gambar 2.2 Tampilan Pembuka Perangkat Lunak WinQSB - Modul Forecasting

Seperti program-program pendahulunya, WinQSB cukup banyak
digunakanoleh para pembuat keputusan dan para akademisi karena kemudahan
dankecanggihannya. Di sisi lain, program inii tidak memerlukan konfigurasikomputer
yang berlebihan. Bahkan WinQSB dapat dijalankan pada sistemkomputer dengan
sistem operasi MS. Windows 95 dengan memori RAM 36 MB dan memakan kapasitas
hardisk tidak lebih dari 10 MB.

Kelebihan WinQSB adalah adanya 19 modul terpisah yang memiliki ikon dan
fungsi tersendiri dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam bidang manajemen.
Adapun fungsi utama dari 19 modul akan dijelaskan berikut ini:
Tabel 2.2 Fungsi Utama Modul WINQSB
No. Nama Modul Fungsu Utama
1. Linear Programming
(LP) dan Integer Linear
Programming (ILP)
Mencari nilai minimum atau maksimum dari suatu
fungsitujuan linear dengan sejumlah batasan
linear. Keluaran bisa berupa grafik (bila hanya 2
variabel), solusi akhir, tabel simpleks setiap
langkah atau detail, hingga analisis sensitivitas.
2. Linear Goal
Programming (GP) dan
Integer Linear Goal
Programming (IGP)
Memecahkan masalah goal programming, yaitu
masalah dengan fungsi tujuan linear lebih dari satu
dengan sejumlah batasan linear.
3.

Quadratic Programming
(QP), dan Integer
Quadratic Programming
(IQP)
Memecahkan masalah optimalisasi (baik minimum
maupunmaksimum) dengan fungsi tujuan
kuadratik (nonliear) dan batasan linear.
39

Tabel 2.3 Fungsi Utama Modul WINQSB (Lanjutan)
No. Nama Modul Fungsu Utama
4. Network Modeling
(NET)
Memecahkan masalah-masalah jaringan
sepertitransportasi, penugasan, aliran maksimum
(maximum flow), penyebaran [diagram] pohon
minimal (minimum spanning tree), jaringan
terpendek dan perjalanan pramuniaga.Model ini
mencakup juga lingkaran (node) dan sambungan
(link atauconnection)
5. Nonlinear Programming
(NLP)
Memecahkan fungsi tujuan nonliear dengan
batasan linear maupun nonliear. Variabel
keputusan bisa terbatas maupuntak terbatas. NLP
dapat digolongkan sebagai masalahvariabel
tunggal tak terkendala serta masalah multivariabel
tak terkendala dan terkendala, dan memecahkan
masalah tersebut dengan teknik yang berbeda.
6. Dynamic Programming
(DP)
Teknik matematis untuk membuat serangkaian
kepurusanyang saling berkaitan. Setiap masalah
bersifat unik. Modulini mampu mengatasi tiga
masalah pemrograman dinamis,yaitu: knapsack,
stagecoach dan production and inventory
scheduling
7. PERT/CP Modul ini digunakan untuk memecahkan masalah
manajemen proyek, baik yang berupa PERT,
CPM, ataukeduanya. Sebuah proyek terdiri atas
aktivitas dan pendahulu. Modul ini dapat
menunjukkan kegiatan kritis, slack yang tersedia
untuk kegiatan lain dan kebutuhanwaktu untuk
menyelesaikan proyek.
8. Queuing Analysis
(QA)
Memecahkan sistem antrian satu tingkat (single
stagequeuing line system) dengan memungkinkan
pemakai untuk memilih satu diantara 15 distribusi
probabilitas, termasuk simulasi Monte Carlo.
Output menunjukkan pengukuran kinerja sistem
antrian, termasuk analisis cost-benefit.
9. Queuing System
Simulation (QSS)
Menjalankan simulasi kejadian antrian tunggal dan
berganda. Kebutuhan inputnya adalah populasi
kedatangan customer , jumlah penyedia, antrian
dan kolektor sisa(costumer meninggalkan sistem
sebelum jasanya). Keluarannya menunjukkan
kinerja sistem antrian, baik dalam bentuk maupun
grafik.
10. Inventory Theory and
Systems (ITS)
Memecahkan masalah dan mengevaluasi
pengendalian persediaan, termasuk model EOQ,
model diskon kuantitas, model persediaan
stokastik, simulasi Monte Carlo dan model periode
tunggal.
40

Tabel 2.4 Fungsi Utama Modul WINQSB (Lanjutan)
No. Nama Modul Fungsu Utama
11. Forecasting (FC) Memberi sebelas model perkiraan (forecasting)
yang berbeda-beda. Keluarannya meliputi
perkiraan, penelusuran sinyal dan pengukuran
residual. Output dapatditampilkan dalam format
grafik.
12. Decision Analysis
(DA)
Memecahkan empat masalah pembuatan
keputusan: Bayes, pohon keputusan, tabel payoff
dan teori permainan jumlah nol (game play dan
simulasi Monte Carlo).
13. Markov Process (MKP) Sebuah sistem yang muncul pada berbagai kondisi
(misalnya pemilihan merek produk oleh
konsumen). Padaakhirnya, sistem akan berganti
dari satu kondisi ke kondisilainnya. Proses
Markov akan memberi probabilitas perpindahan
dari satu kondisi ke kondisi lain. Contoh yang
umum adalah pergantian merek oleh customer .
Modul iniakan memecahkan masalah probabilitas
kondisi stabil dan menganalisis biaya total atau
imbalan hasilnya.
14. Quality Control Chart
(QCC)
Menjalankan analisis statistika dan menyusun
diagram pengendalian kualitas. Modul ini mampu
menyusun 21diagram yang berbeda, termasuk
diagram batang X,diagram R, diagram P dan
diagram C. Modul ini jugamenjalankan analisis
proses kemampuan. Keluaran ditampilkan dalam
bentuk tabel maupun grafik.
15. Acceptance Sampling
Analysis (ASA)
Mengembangkan dan menganalisis rencana
penerimaan sampling (acceptance sampling plan)
untuk atribut dankarakteristik kualitas variabel,
seperti sampling tunggal, sampling berganda dan
sebagainya. Modul ini menyusun OC, AOQ, ATI,
kurva kos ASN dan dapat melakukan analisis
what-if.
16. Job Scheduling (JOB) Memecahkan masalah penjadwalan untuk job shop
maupun flow shop. Ada 15 aturan prioritas yang
tersedia untuk penjadwalan job shop, termasuk
solusi terbaik berdasarkan kriteria tertentu. Juga
tersedia tujuh heuristic umum untuk penjadwalan
flow shop termasuk solusiterbaik. Output berupa
grafik dan tabel.


41

Tabel 2.5 Fungsi Utama Modul WINQSB (Lanjutan)
No. Nama Modul Fungsu Utama
17. Agregate Planning (AP) Berhubungan dengan perencanaan kapasitas dan
jadwal produksi untuk memenuhi kebutuhan
permintaan atas intermediate planning horizon.
Keputusan yang umumadalah produksi agregat,
penjadwalan dan kebutuhan tenaga kerja, tingkat
persediaan, subkontrak, backorder dan/atau
penjualan rugi.
18. Facility Location and
Layout (FLL)
Mengevaluasi lokasi fasilitas untuk pola dua atau
tigadimensi (pabrik dan/atau gudang), rancangan
fasilitas untuk rancangan fungsi ( job shop) dan
alur produksi (flow shop). Lokasi fasilitas
menemukan lokasi yang jaraknya paling dekat.
Rancangan fasilitas fungsional didasarkan pada
algoritma CRAFT modifikasian. Untuk rancangan
flow shop (line balancing) tersedia tiga algoritma
yang berbeda.
19. Material Requirement
Planning (MRP)
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
MRP dalam perencanaan produksi. Didasarkan
pada kebutuhan permintaan final, baik dalam
jumlah maupun waktu produk harus diantar ke
customer, metode MRP akan menetukan
kebutuhan neto, jumlah direncanakan dan prediksi
persediaan atas material dan komponen. Modul ini
akanmelakukan analisis kapasitas dan analisis kos.

You might also like