You are on page 1of 14

Pendahuluan

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris
tak stabil, dimana 6 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal
atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klasifikasi dibuat berdasarkan
beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
Beratnya angina :
1. Kelas 1 : angina yang berat untuk pertama kali, atau bertambah beratnya nyeri dada
2. Kelas 2 : angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tidak
ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir
3. Kelas 3 : adanya serangan angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik
sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaan klinis :
1. Kelas A : angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
2. Kelas B : angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak
3. Kelas C : angina yang timbul setelah serangan infark jantung
Definisi
Nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan
sementara. (Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar PATOLOGI. ED.7. Vol.2.EGC.)
jeritan otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan oksigen; gejala klinik yang
disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. (Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.)
Sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat
di dada yg sering kali menjalar ke lengan kiri. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Klasifikasi
Angina Pektoris Stabil
Mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau mengalami bentuk stres
lainnya. Nyeri biasanya dilaporkan sebagai sensasi substernum, seperti diremas atau tertekan,
yang mungkin menyebar ke lengan kiri. Angina pektoris stabil disebabkan penyempitan
aterosklerotik tetap satu/ lebih arteria koronaria (75%). Nyeri biasanya mereda dengan
istirahat (penurunan kebutuhan) atau pemberian nitrogliserin. Dengan diagnosis klinis nyeri
dada dan gejala lainnya yang dicetuskan oleh sebuah stimulus, angina stabil hilang dengan
istirahat atau penghentian stimulus. Gejala dicetuskan oleh iskemia miokard, biasanya
muncul sbg akibat gangguan pasokan darah miokard sebagai konsekuensi dari stenosis.
Gejala bersifat reversible dan progresif.

Angina Prinzmetal atau varian
Mengacu pada angina yang terjadi pada saat istirahat. Etiologi: spasme arteri koronaria.
Gejala angina saat istirahat dan elevasi segmen S-T pg EKG yang menandakan iskemia
transmural. Keadaan yang tidak biasa ini tampaknya berhubungan dengan ada tonus
arterikoroner yang bertambah, yang dengan cepat hilang dengan pemberian nitrogliserin dan
dapat diprovokasi oleh asetilkolin.

Angina Pektoris tak stabil (angina Cressendo)
Ditandai dengan:
nyeri angina yang frekuensi meningkat dan dirasakan semakin berat, lebih dari 3x
sehari
pasien yang sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina lebih sering, dan lebih
berat sakit dada, tetapi faktor presipitasi makin ringan
pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Etiologi
1. Angina stabil : iskemia miokaradium.
2. Angina Pectoris tak stabil :
Ruptur plak
Trombosis dan agregasi trombosit
Vasospasme
Erosi pada plak tanpa rupture
(IPD FKUI Jilid III)
Patogenesis
Angina Pectoris Stabil :
Angina Pectoris tak stabil :
Ruptur plak : Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari angina
pectoris tidak stabil, sehingga tiba tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. 2/3 dari pembuluh yang
mengalami rupture sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang kadang keretakan timbul pada
dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan
secara enzimatik melemahkan dinding plak. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi,
adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan
bila trombus tidak menyumbat 100% hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi
angina tidak stabil.
Trombosis dan Agregasi Trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus
merupakan salah satu dasar terjadinya angina pektoris tidak stabil. Terjadinya trombosis
setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,
makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan penting dalam pembentukan trombus
yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,
factor jaringan berinteraksi dengan factor VII a untuk memulai kaskade reaksi enzimatik
yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal
endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokontriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan
inflamasi ikut berperan dalam perubahan terajdinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai trombosis yang intermiten pada angina tidak stabil.

Vasospasme : Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah yang menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak
stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran
dalam pembentukan trombus.

Erosi pada plak tanpa rupture : Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena
adanya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel,
adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia. (IPD FKUI Jilid III)

Faktor Resiko
o lipid dan diet
o merokok
o obesitas
o diabetes mellitus
o Hipertensi Sistemik
o Jenis Kelamin dan hormone seks
o Riwayat keluarga
o Geografi
o Kelas social
o Aktivitas Fisik
o Pembekuan Darah
o Alkohol
Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Patofisiologi
Angina pectoris terjadi sebagai konsekuensi dari iskemik miokard. Pasokan oksigen gagal
memenuhi kebutuhan oksigen, selalu karena penurunan pasokan sebagai akibat gangguan
aliran arteri koroner. Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen niokard (MVO2)
antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil, dan denyut jantung. Subendokard
paling sensitif terhadap iskemia, dan redistribusi perfusi miokard pada stenosis koroner
dapatberperan dalam suseptibilitas infark subendokard. Adanya hipertrofi vantrikel
merupakan faktor tambahan yang mempengaruhi kemungkinan timbulnya iskemia
subendokard.
Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Manifestasi klinis
Angina stabil mempunyai karakteristik :
1. Lokasinya pada dada, substernal / sedikit kirinya dengan penjalaran ke leher,
rahang,bahu kiri sampai lengan dan jari jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri
2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat
di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti
diremas remas atau dada mau pecah dan pada keadaan yang berat disertai keringat
dingin dan sesak napas seperti perasaan takut mati. Nyeri berhubungan dengan
aktivitas hilang dengan istirahat tapi tidak ada hubungannya dengan gerakan
pernapasan atau gerakan dada ke kanan dan ke kiri. Nyeri jg dapat dipresipitasi oleh
stress fisik atau emosional.
3. Kuantitas : Nyeri yg pertama kali timbul biasanya agak nyata dari beberapa menit
sampai kurang dr 20 menit. Bila lebih dari 20 menit maka harus dipertimbangkan
sebagai angina tidak stabil. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual
dalam hitungan detik atau menit. Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul dengan
intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Gradasi
berat nyeri dada dibuat oleh Canadian Cardiovaskular Society :
Klas 1 : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai, dll
tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat,
berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja/bepergian
Klas 2 : Aktivitas sehari hari agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas lebih
berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau
berjalan menanjak/ melawan angina
Klas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik
tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
Klas 4: AP bisa timbul wktu istirahat sekalipun. Hampir smua akivitas dpt
menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dll

Agina tidak stabil : Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat &
lebih lama. Mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas minimal. Nyeri
dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang kadang disertai dengan
keringat dingin. (IPD FKUI Jilid III)

Pemeriksaan Penunjang
o EKG Istirahat
o Radiografi toraks
o EKG aktivitas
o Ekokardiogram
o Pindaian radionuklida
o Arteriografi koroner
Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Angina Pectoris Stabil
1. EKG waktu istirahat
2. Foto thorax : dapat melihat kalsifikasi koroner/ katup jantung. Tanda tanda lain
misalnya pasien menderit gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis,
anurismadissekan, serta pasien yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru
3. EKG waktu aktivitas/ Latihan
4. Ekokardiografi : Bermanfaat pada pasien dengan murmur sistolik untuk
memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta signifikan atau kardiomiopati hipertrofi.
Dapat menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada sedang
berlangsung, selain itu bermanfaat bila untuk menganalisis fungsi miokardium
segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien AP stabil kronik/ bila pernah iskemia
jantung sebelumnya, walau hal ini tidak memperlihatkan iskemia yang baru terjadi.
5. Stess imaging dengan ekokardiografi atau radionuklir
6. Angiografi Koroner

Angina Pectoris Tak stabil
1. EKG : Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya
iskemia akut. Gelombang T(-) juga salah satu tanda iskemi/NSTEMI. Perubahan
gelombang ST & T yang non spesifik seperti depresi segmen ST < 0, 5 mm &
gelombang T (-) < 2mm, tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena
hal lain. Pada angina tak stabil 4% EKG normal, pada NSTEMI 1-6% EKG normal.
2. Uji Latih : Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan
tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasil (-)
prognosis baik, bila hasil(+) perlu pemeriksaan angiografi koroner.
3. Ekokardiografi : bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung
4. Pemeriksaan Lab : pemeriksaan Troponin I & T dan pemeriksaan CK-MB IPD
FKUI Jilid III
Pemeriksaan khusus lainnya
o Uji latih jantung dengan beban
o Skintigrafi Thallium-201
o Angiografi koroner
Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.
Diagnosis Banding
o Nyeri dinding dada
o Syndrome Da Costa
o Pleuritis
o Emboli paru
o Penyakit tulang belakang servikal
o Patologi Gastrointestinal
Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.

Tatalaksana Medis
Angina Pectoris Stabil
Farmakologis :
1. Aspirin
2. Penyekat beta
3. Angiotensin Connerting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi LV
4. Pemakaian obat2an utk penurunan LDL pd pasien2 dgn LDL > 130 mg/dl (target
<100mg/dl)
5. Nitrogliserin semprot / sublingual utk mengontrol angina
6. Antagonis kalsium/ nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan beta
bloker apabila ada kontra indikasi penyekat beta, atau efek samping tidak dapat
ditolerir atau gagal
7. Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
8. Antagonis Ca non hidropiridin long action sebagai pengganti penyekat beta untuk
terapi permulaan

Terapi terhadap factor resiko Non Farmakologis :
1. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok)
2. Penurunan BB
3. Penyesuaian diet
4. Olah raga teratur
Angina Pectoris tak stabil
Tindakan umum : Pasien perlu perawatan di RS, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin
perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin
Terapi medikamentosa :
Obat anti iskemia :
1. Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi kebutuhan
oksigen (oxygen demand)
2. Penyekat beta : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial dan bradiaritmia.
3. Antagonis Kalsium
o Dihidropiridin : mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat. Contoh nifedipin
o Nondihidropiridin : dapat mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal, mengurangi denyut jantung dan
afterload.
Obat anti agregasi trombosit :
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti platelet seperti aspirin,
tienopiridin, dan inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.
1. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian
jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% - 72% pada pasien
angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan diberikan seumur hidup dengan
dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 325 mg per hari.
2. Tiklopidin : merupakan turunan tienopiridin, obat lini kedua pengobatan angina tak
stabil apabila pasien tidak tahan terhadap aspirin. Efek samping granulositopenia.
3. Klopidogrel : juga merupakan turunan tienopiridin, yang dapat menghambat agregasi
platelet. Dianjurkan diberikan pada pasien yang tidak tahan terhadap aspirin. Dosis
dimulai 300 mg per hari sampai selanjutnya 75 mg per hari.
4. Inhibitor Glikoproten IIb/IIIa : pada saat ini ada 3 macam golongan obat yang telah
disetujui pemakaiannya dalam klinik yaitu : absiksimab, suatu antibodi monoklonal;
eptifibatid suatu siklik heptapeptid; tirofiban, suatu nonpeptid mimetik.
Obat anti trombin
1. Unfrractionated Heparin : heparin adalah glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnyadengan aktifitas antikoagulan yang
berbeda beda. Metaanalisis dari 6 penelitian menunjukkan bahwa pemberian heparin
bersama aspirin dapat mengurangi resiko sebesar 33% dibandingkan pemberian
aspirin saja.
2. Low Moleculer Weight Heparin (LMWH) : LMWH yang dipakai di indonesia adalah
dalteparin, nadroparin, enoksaparin, dan fondaparinux. Keuntungan pemberian
LMWH karena cara pemberian mudah yaitu disuntikkan secara subkutan dan tidak
membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
3. Direct Trombin Inhibitor : DTI secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein
ataupun platelet faktor 4.
Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner
Tindakan revaskulerisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat, dan
refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada angina tak stabil apa perlu tindakan invasif dini
atau konservatif tergantung dari stratifikasi resiko pasien : pada resiko tinggi, angina terus
menerus, depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel kiri buruk,adanya
gangguan irama jantung yang maligna seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini.
IPD FKUI Jilid III

Unstable Angina
Pada umumnya penderita unstable angina harus dirawat, agar pemberian obat dapat
diawasi secara ketat dan terapi lain dapat diberikan bila perlu. Penderita mendapatkan obat
untuk mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah, yaitu:
o Heparin (suatu antikoagulan yang mengurangi pembentukan bekuan darah)
o Penghambat glikoprotein IIb/IIIa (misalnya absiksimab atau tirofiban)
o Aspirin.
o Juga diberikan beta-blocker dan nitrogliserin intravena untuk mengurangi beban kerja
jantung. Jika pemberian obat tidak efektif, mungkin harus dilakukan arteriografi
koroner dan angioplasti atau operasi bypass.


Operasi Bypass Arteri Koroner
Pembedahan ini sangat efektif dilakukan pada penderita angina dan penyakit arteri
koroner yang tidak meluas. Pembedahan ini bisa memperbaiki toleransi penderita terhadap
aktivitasnya, mengurangi gejala dan memperkecil jumlah atau dosis obat yang diperlukan.
Pembedahan dilakukan pada penderita angina berat :
o tidak menunjukkan perbaikan pada pemberian obatobatan
o sebelumnya tidak mengalami serangan jantung
o fungsi jantungnya normal
o tidak memiliki keadaan lainnya yang membahayakan pembedahan (misalnya penyakit
paru obstruktif menahun).

Pembedahan ini merupakan pencangkokan vena atau arteri dari aorta ke arteri
koroner, meloncati bagian yang mengalami penyumbatan. Arteri biasanya diambil dari bawah
tulang dada. Arteri ini jarang mengalami penyumbatan dan lebih dari 90% masih berfungsi
dengan baik dalam waktu 10 tahun setelah pembedahan dilakukan. Pencangkokan vena
secara bertahap akan mengalami penyumbatan.

Angioplasti koroner
Alasan dilakukannya angioplasti sama dengan alasan untuk pembedahan bypass.
Tidak semua penyumbatan bisa menjalani angioplasti, hal ini tergantung kepada lokasi,
panjang, beratnya pengapuran atau keadaaan lainnya. Angioplasti dimulai dengan menusuk
arteri perifer yang besar (biasanya arteri femoralis di paha) dengan jarumbesar. Kemudian
dimasukkan kawat penuntun yang panjang melalui jarum menuju ke sistem arteri, melewati
aorta dan masuk ke dalam arteri koroner yang tersumbat.








Sebuah kateter (selang kecil) yang pada ujungnya terpasang balon dimasukkan
melalui kawat penuntun ke daerah sumbatan. Balon kemudian dikembangkan selama
beberapa detik, lalu dikempiskan. Pengembangan dan pengempisan balon diulang beberapa
kali. Penderita diawasi dengan ketat karena selama balon mengembang, bisa terjadi sumbatan
alliran darah sesaat. Sumbatan ini akan merubah gambaran EKG dan menimbulkan gejala
iskemia. Balon yang mengembang akan menekan ateroma, sehingga terjadi peregangan arteri
dan perobekan lapisan dalam arteri di tempat terbentuknya sumbatan. Bila berhasil,
angioplasti bisa membuka sebanyak 80-90% sumbatan.
Sekitar 1-2% penderita meninggal selama prosedur angioplasti dan 3-5% mengalami
serangan jantung yang tidak fatal. Dalam waktu 6 bulan (seringkali dalam beberapa minggu
pertama setelah prosedur angioplasti), arteri koroner kembali mengalami penyumbatan pada
sekitar 20-30% penderita.
Angioplasti seringkali harus diulang dan bisa mengendalikan penyakit arteri koroner
dalam waktu yang cukup lama. Agar arteri tetap terbuka, digunakan prosedur terbaru, dimana
suatu alat yang terbuat dari gulungan kawat (stent) dimasukkan ke dalam arteri. Pada 50%
penderita, prosedur ini tampaknya bisa mengurangi resiko terjadi penyumbatan arteri
berikutnya.

Referat
DIAGNOSIS DAN TERAPI PADA PENYAKIT
ANGINA PECTORIS




KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT GUNUNG JATI
Pembimbing : dr.H.Edial Sanif SpJP-FIHA
Penyusun : Achmad Mauludy Noor (1102009003)
JUNI 2013

Daftar Pustaka
1. Buku Ajar KARDIOLOGI. FK-UI.
2. Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar PATOLOGI. ED.7. Vol.2.EGC.
3. Lecture Notes Kardiologi. Gray, Huon.H, dkk. EMS.
4. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM jilid 3 FK-UI

You might also like