LATAR BELAKANG Demam adalah satu efek samping paling umum terjadi setelah BAYI DIBERIKAN imunisasi dan ini dipicu oleh sistem kekebalan dan inflamasi terhadap komponen vaksin. Demam yang berhubungan dengan vaksinasi biasanya ringan dan berdurasi pendek,. ASI memiliki respon imun yang berbeda untuk beberapa penyakit sebaik vaksin dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI. respon yang berbeda terjadi disebabkan oleh beberapa anti-inflamasi dan imunomodulator, kandungan yang terdapat dalam asi.
TUJUAN PENELITIAN untuk mengetahui kejadian demam setelah imunisasi antara yang diberikan ASI dan yang tidak diberikan ASI. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian kohort untuk membandingkan kejadian demam selama 3 hari setelah imunisasi antara bayi yang diberi ASI dan bayi yang tidak diberi ASI.
Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Vaksinasi pada Distric 49 Naples antara tanggal 1 Oktober 2008 dan 31 Mei 2009.
Sampel Penelitian : Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua dari kombinasi vaksin heksavalen (difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis B, virus polio yang tidak aktif, dan Haemophilus influenzae tipe b), dipakai bersamaan dengan vaksin radang paru heptavalent conjugate, yang terdaftar. Bayi dikeluarkan dari penelitian saat berat lahir mereka adalah <2500 gr, ketika mereka memiliki cacat bawaan besar atau penyakit serius kronis, dan ketika mereka memiliki penyakit demam akut di minggu sebelum vaksinasi. Tidak ada bayi yang dimasukkan dua kali selama periode penelitian. Setelah memberitahukan orang tua dan memperoleh persetujuan tertulis mereka,. Data yang dikumpulkan mengenai karakteristik sosial ekonomi, dan jenis pemberian makanan bayi ini diselidiki dengan rata-rata 24 jam diet recall. Ibu kemudian diinstruksikan tentang bagaimana untuk mengukur suhu rektal bayi dan untuk merekam nilai yang tepat pada kartu buku catatan. Orang tua diminta untuk mengukur suhu tubuh pada malam setelah vaksinasi dan dua kali hari selama 3 hari berikutnya, satu kali pada pagi dan sekali di sore hari sebelum makan, dan setiap kali dicurigai demam. Termometer standar (Pic-Artsana, Como, Italia) dan buku catatan kartu demam yang diberikan kepada ibu. Salah satu penulis, menyadari kebiasaan makan dari bayi, dan menghubungi semua keluarga melalui telepon pada hari ketiga setelah vaksinasi. Penelitian telah disetujui oleh Badan Peninjau ASL Napoli 1.
Definisi Operasional Kami menggunakan metode diet recall 24 jam yang telah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk mendefinisikan pemberian ASI secara eksklusif (Tidak ada makanan atau cairan yang diberikan) dan parsial (Makanan dan cairan nutrisi, termasuk susu formula, ditambahkan ke air susu ibu). Definisi dan Penilaian Hasil Hasil utama dari penelitian ini adalah demam, Didefinisikan sebagai suhu tubuh 38 C, saat suhu tubuh diperoleh melalui jalur dubur menggunakan termometer yang disediakan kepada keluarga oleh tim penelitian. Para ibu dihubungi melalui telepon dan diminta untuk membaca informasi yang telah mereka catat pada kartu buku harian. Untuk setiap bayi, informasi yang diperoleh yaitu berapa kali suhu telah telah direkam, bagaimana dan kapan itu diukur, dan nilai-nilai yang tepat dalam derajat Celcius.
Potensi pembaur Dalam penelitian ini dianggap pendidikan ibu dan ibu yang merokok, jumlah anak-anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin sebagai potensi pembaur dari hubungan antara menyusui dan demam. Informasi tentang variabel tersebut diperoleh dari ibu pada saat vaksinasi. Vaksin dan vaksinator Vaksin yang digunakan adalah Infanrix hexa (GlaxoSmithKline) dan Prevnar (Wyeth Lederle Vaksin SA). Vaksin diberikan melalui injeksi intramuskular ke aspek anterolateral paha dengan menggunakan panjang jarum 16-mm. Dokter spesialis anak (Dr Michele De) dan seorang perawat pediatrik (Ms Palma) adalah vaksinator selama periode penelitian.
Analisis statistik Perbandingan antara kelompok dilakukan dengan cara rata-rata tes X 2 . Risiko relatif dengan interval kepercayaan 95% (CI) digunakan untuk membandingkan kejadian demam diantara kelompok pemberi makan. Analisis bertingkat dilakukan untuk menyelidiki peran pengganggu dan efek modifikasi variabel yang dianggap sebagai potensi pembaur atau pengubah efek dari hubungan antara menyusui dan demam. S untuk memperkirakan risiko relatif atau rasio risiko disesuaikan untuk pembaur potensial, kami menggunakan software SAS PROC GENMOD log-binomial regression (SAS Institute, Inc, Cary, NC).
HASIL
Sebanyak 485 pasangan ibu-bayi dinilai untuk kelayakan. 25 pasang dikeluarkan (19 bayi memiliki berat badan lahir rendah, dan 6 memiliki demam di minggu sebelum imunisasi). Semua ibu yang direkrut (n = 460) diterima berpartisipasi dalam penelitian ini, dan data untuk analisis yang tersedia untuk 450 (98%; Gambar 1). Sepuluh ibu menghilang untuk melanjutkan keikutsertaan: 4 dari mereka tidak menjawab berturut-turut 3 kali panggilan telepon, dan 6 tidak mengumpulkan dan merekam informasi suhu tubuh pada bayi. Dari 10 jumlah anak tersebut, 2 yang ASI eksklusif, 4 yang sebagian ASI, dan 4 adalah tidak disusui.
Tabel 1 menunjukkan beberapa karakteristik dasar dari ibu dan bayi yang terdaftar dalam penelitian. Sebanyak total 206 bayi (46%) menerima dosis vaksin pertama dan 244 (54%) yang kedua; Usia rata-rata mereka masing-masing adalah 101 hari (SD: 90 hari) dan 176 hari (SD: 86 hari). Para bayi yang menerima dosis pertama secara signifikan lebih eksklusif dalam breastfeeding dibandingkan dengan mereka yang menerima dosis kedua (41% vs 15%; P <.01).
Variabel Pengganggu Tabel 2 memberikan informasi tentang distribusi beberapa pembaur potensial antara kelompok feeding. Ibu yang merokok dan pendidikan ibu, jumlah anak-anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin dikaitkan dengan menyusui (Tabel 2), juga dengan demam (Tabel 3), dan bisa kemudian mengacaukan hubungan antara menyusui dan demam.
Tabel 4 menunjukkan frekuensi demam antara kelompok- kelompok cara memberi makan (feeding). Di antara bayi yang diberi ASI eksklusif, hanya sebagian ASI dan tidak disusui, kejadian demam itu masing-masing, 25%, 31%, dan 53% (P < 0.1). Dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui, mereka yang diberikan ASI eksklusif memiliki risiko relatif untuk demam sebesar 0,46 (95% CI: 0,33-0,66) Sebagian ASI sebesar 0,58 (95% CI: 0,44-0,77). Tak satu pun dari variabel yang diselidiki berubah menjadi salah satu sebagai efek pengubah (Tabel 5) atau pembaur dari hubungan antara menyusui dan demam; sebenarnya, risiko relatif yang telah disesuaikan, ketika mempertimbangkan semua pembaur potensial, menghasilkan masing-masing sebesar 0,38 (95% CI: 0,21- 0,73) dan 0,46 (95% CI: 0,27-0,84) untuk eksklusif dan menyusui sebagian (Tabel 4).
Pembahasan Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI adalah cenderung lebih rendah mengalami demam setelah imunisasi dibandingkan dengan mereka yang tidak disusui. Sebenarnya, perbedaan risiko yang signifikan masih muncul setelah kontrol terhadap beberapa variabel pengganggu, dan juga rata-rata suhu puncak berbeda antara kelompok-kelompok feeding pada hari pertama setelah vaksinasi. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Satu adalah bahwa suhu tubuh diambil oleh ibu bukan oleh tenaga kesehatan profesional. hubungan antara menyusui dan demam setelah imunisasi harus bersifat terkaan. Tanggapan berbeda terhadap Haemophilus influenzae tipe b dan pneumococcal maupun vaksin campak- gondok-rubella telah dilaporkan di antara ASI bayi dibandingkan dengan mereka yang tidak disusui,
Sitokin proinflamasi bertindak sebagai endogen pirogen, beberapa componen antimikroba atau anti-inflamasi ASI bisa mengurangi demam dengan menurunkan produksi interleukin tersebut atau dari Toll-seperti receptor Efek mereka pada jaringan vaskular memasok pusat thermoregulatory dalam anterior hypothalamus. Produksi sitokin proinflamasi dapat dikurangi tidak hanya oleh komponen ASI tetapi juga oleh menyusui itu sendiri. mengurangi asupan kalori telah dikaitkan dengan peningkatan leptin serum dan interleukin proinflamasi 1 dan faktor tumor necrosis 15 dan bisa jadi 1 dari alasan dimana bayi nonbreastfed lebih beresiko demam, Bayi yang diberi ASI kecenderungannya kurang rentan terhadap penyakit yang disebabkan anoreksia juga karena adanya asam docosahexaenoic pada ASI.
Kesimpulan Menyusui tampaknya dikaitkan dengan penurunan risiko untuk demam setelah imunisasi, namun sebagai tambahan, penelitian yang terorganisasi dengan baik diperlukan. Desain penelitian tersebut haruslah mencakup metode penelitian yang lebih obyektif, seperti pengukuran yang diambil oleh perawatan kesehatan profesional pada saat yang sama waktu siang atau malam, Mengevaluasi peran infeksi intercurrent ringan dengan pemantauan medis.
CRITICAL APPRAISAL JUDUL Breastfeeding and Risk for Fever After Immunization SUDAH SESUAI DENGAN ISI PENELITIAN
PENULISAN JUDUL < 12 KATA
MENCANTUMKAN VARIABLE BEBAS DAN TERIKATNYA SECARA JELAS
Abstrak satu paragraf, td komponen: LATAR BELAG TUJUAN PENELITIAN METODE HASIL KESIMPULAN KATA KUNCI Lebih dari 250 kata (228) Patient Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua dari kombinasi vaksin heksavalen (difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis B, virus polio yang tidak aktif, dan Haemophilus influenzae tipe b), dipakai bersamaan dengan vaksin radang paru heptavalent konjugasi, yang terdaftar. dengan ekslusi berat lahir mereka adalah <2500 gr, ketika mereka memiliki cacat bawaan besar atau penyakit serius kronis, dan ketika mereka memiliki penyakit demam akut di minggu sebelum vaksinasi INTERVENSI ASI EKSKLUSIF COMPARITION SEBAGIAN ASI TIDAK MENERIMA ASI OUTCOME Karakteristik Bayi Yang Terdaftar Pada Penelitian (n = 450) Kumpulan Dari Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Paparan Kumpulan Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Hasil Pembagian Demam Berdasarkan Jenis Cara Pemberian Makan (feeding) Hubungan Antara Menyusui dan Tingkatan Demam Menurut Variabel Pengganngu